BENTUK PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI DESA PEGUYANGAN KANGIN
on
BENTUK PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL
DI DESA PEGUYANGAN KANGIN
Oleh
Ida Bagus Trian Dhana I Made Sarjana I Gst. Nyoman Agung Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstract
This journal discusses the form of agricultural land sharing agreement relation with Law Number 2 About 1960 Revenue Sharing Agreement in Peguyangan Kangin village. In Article 3 of Law Number 2 About 1960 Revenue Sharing Agreement governing the form of an agreement that requires the parties to this agreement agricultural landowners and tenant farmers make an agreement in writing made before the head of the village, include at least 2 witnesses each of the parties, as well as the agreement ratify before the sub-district heads. The problem faced is: how is the form of profit sharing agreements are used by the people in the village Peguyangan Kagin in making arrangements for the resultsof agricultural land?
The results of the research conducted, it can be seen that the form of agricultural land sharing agreements are used by the people in the village Peguyangan Kangin is no written agreement.
Keywords : Form of Agreement, Revenue Sharing, Agricultural Land.
Abstrak
Jurnal ini membahas mengenai bentuk perjanjian bagi hasil tanah pertanian kaitanya dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil di Desa Peguyangan Kangin. Dalam Pasal 3 Udang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil mengatur mengenai bentuk perjanjian yang mengharuskan para pihak dalam perjanjian ini pemilik tanah pertanian dan petani penggarap membuat perjanjian dalam bentuk tertulis yang dibuat dihadapan kepala desa, menyertakan minimal 2 saksi masing-masing dari para pihak, serta mengesahkan perjanjian tersebut dihadapan kepala kecamatan. Adapun permasalahan yang dihadapi yaitu : bagaimanakah bentuk perjanjian bagi hasil yang digunakan oleh masyarakat di Desa Peguyangan Kagin dalam membuat perjanjian bagi hasil tanah pertanian?
Hasil dari penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa bentuk perjanjian bagi hasil tanah pertanian yang digunakan masyarakat di Desa Peguyangan Kangin adalah perjanjian tidak tertulis.
Kata kunci : Bentuk Perjanjian, Bagi Hasil, Tanah Pertanian.
Tanah mempunyai fungsi sosial yang pemanfaatannya harus sungguh-sungguh membantu usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, oleh karena itu perlu terus dikembangkan rencana tata ruang dan tata guna tanah secara nasional, sehingga pemanfaatan tanah dapat terkoordinasi antara berbagai jenis penggunaan dengan tetap memelihara kelestariaan alam dan lingkungan, serta mencegah penggunaan tanah yang merugikan kepentingan masyarakat dan kepentingan pembangunan.1
Berkaitan dengan hal tersebut di bidang politik ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia bertujuan untuk memberikan kemakmuran dan keadilan bagi warga masyarakatnya, mewujudkan masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur baik materil maupun spiritual.2
Semakin sempitnya lahan pertanian mendorong banyaknya petani dengan lahan sempit dan buruh tani (tidak mempunyai lahan pertanian) mengerjakan tanah orang lain dengan sistem bagi hasil, Perjanjian penggarapan tanah pertanian dengan sistem bagi hasil tersebut telah dilaksanakan sejak dahulu bahkan sudah turun-temurun dari generasi ke generasi selanjutnya. Perjanjian bagi hasil tersebut dilakukan oleh pemilik tanah yang tidak mempunyai waktu atau tidak mampu mengerjakan tanahnya kemudian bekerja sama dalam bentuk sistem bagi hasil dengan petani yang tidak mempunyai tanah yang mata pencaharian pokoknya adalah menggarap tanah untuk pertanian. Dalam Pasal 1 Huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil memberikan pengertian mengenai Perjanjian Bagi Hasil yaitu:
Perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada satu pihak dan seseorang atau badan hukum pada lain pihak, yang dalam undang-undang ini disebut “penggarap”, berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak.
Di Provinsi Bali perjanjian bagi hasil merupakan perjanjian berdasar pada kebiasaan-kebiasaan yang telah ada sejak lama, perjanjian tersebut dilakukan berdasarkan
rasa saling percaya rasa kekeluargaan antara para pihak, sehingga masyarakat Bali jarang sekali mengadakan perjanjian bagi hasil tanah pertanian secara tertulis. Hal tersebut jelas tidak sesuai dengan bentuk perjanjian menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan jurnal ini yaitu untuk mengetahui bentuk perjanjian bagi hasil yang digunakan oleh masyarakat di Desa Peguyangan Kagin kemudian dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, dalam penelitian hukum empiris, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati didalam kehidupan nyata. Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, bertujuan untuk menggambarkan secara tepat tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengen gejala lain dalam masyarakat, sesuatu hal di daerah tertentu, dan pada saat tertentu.
Sumber data primer, yaitu diambil secara langsung dari informan dengan cara wawancara di lapangan. Sumber data sekunder, yaitu diperoleh dari hasil studi pustaka yang bersumber dari berbagai bahan bacaan berupa buku-buku dan peraturan peundang-undangan.
Teknik penentuan sampel yang dipergunakan adalah Teknik Non Probability Sampling. Alasan penulis menggunakan tehnik ini disebabkan oleh data tentang populasi yang jarang atau tidak diketahui secara pasti jumlah populasinya. Bentuk teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan untuk menentukan sampel dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara
mengambil subyek yang didasarkan pada tujuan tertentu.3 Sampel dipilih dan ditentukan sendiri oleh penulis yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya.
Sebelum melakukan perjanjian bagi hasil tanah pertanian biasanya para pemilik tanah yang tidak mampu mengusahakan tanahnya karna alasan tertentu, mencari orangorang yang dapat dipercaya untuk mengusahakan tanahnya agar bisa mendapatkan hasil dikemudian hari.
Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara kepada pemilik tanah pertanian dan petani penggarap dengan total 10 (sepuluh) orang di Desa Peguyangan Kangin yakni :
-
- Petani penggarap : Ibu I Luh Jersi, Bapak Wayan Subawa, Bapak Komang Rai, Bapak Surya, Bapak Wira.
-
- Pemilik tanah pertanian : Bapak Wayan Yogi, Bapak Suteja, Bapak Sudarmaka, Bapak Astawa, Bapak Made Merta.
Terhadap 10 (sepuluh) orang wawancara dilakukan pada tanggal 15 September 2014, semua menyatakan bahwa bentuk perjanjian bagi hasil tanah pertanian yang mereka lakukan adalah dengan cara lisan atau tidak tertulis. Masyarakat Desa Peguyangan Kangin seolah-olah tidak memerlukan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur dan melindungi hak dan kewajiban mereka dalam melakukan perjanjian bagi hasil tanah pertanian.
Perjanjian bagi hasil tanah pertanian yang dilakukan oleh masyarakat desa peguyangan kangin dalam bentuk tidak tertulis sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, meskipun dilakukan secara lisan perjanjian tersebut tetaplah sah, namun sebenarnya mempunyai kekuatan hukum yang sangat lemah. kalau secara tertulis tentunya ada kekuatan hukum bila suatu
ketika kelak ada permasalahan atau perselisihan yang terjadi maka ada bukti dimana para pihak tidak bisa mengingkari.
Bentuk perjanjian bagi hasil tanah pertanian yang digunakan oleh masyarakat di Desa Peguyangan Kangin dilakukan secara lisan atau tidak tertulis, hal tersebut tentunya didasari oleh rasa saling percaya antara pemilik tanah pertanian dengan petani penggarap, hal ini tidak sesuai apabila dikaitkan dengan apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang yang mengaturnya dalam hal ini Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil.
DAFTAR PUSTAKA
A.P. Parlindungan, 1998, Komentar atas Undang-undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung.
Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian dan Jurumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Soedigdo Harjosudarmo, 1970, Masalah Tanah di Indonesia, Bharata, Jakarta.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek, Terjemahan Subekti R, 1996, Pradnya Paramita, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil.
5
Discussion and feedback