IMPLIKASI PUTUSAN NOMOR 26/PUU-XI/2013 MENGENAI JUDICIAL REVIEW PASAL 16 UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PROFESI ADVOKAT

Oleh

Ni Made Desika Ermawati Putri I Made Tjatrayasa

Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstract

Based on the decision of the constitusional Court Number 26 / PqUU-XI / 2013 currently Advocate can not be prosecuted either civil or criminal in performing professional duties in good faith in the interests of the defense of clients in and outside the court. Article 16 of Law Number 18 of 2003 on Advocate declared contrary to Article 28 D subsection (1), Article 28 G subsection (1) and article 28 H subsection (2) of the Republic of Indonesia Constitusional 1945, and Article 16 of the Law Number 18 of 2003 on Advocate do not have binding force to the extent not understood, ”Advocate can not be prosecuted either civil or criminal in performing professional duties in good faith in the interests of the defense of clients in and outside the court”. By using the method of writing normative, this paper will discuss the implications of the decision number 26 / PUU-XI / 2013 regarding judicial review of Article 16 of Law Number 18 of 2003 on advocate the legal protection profession Advocate in and outside the court. Key Word : advocate, legal protection.

Abstrak

Berdasarkan putusan MK Nomor 26/PUU-XI/2013 saat ini Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat ( UU Advokat) dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1) , Pasal 28 G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (2) UUD NRI 1945, serta pasal 16 Undang-Undang No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan”. Dengan menggunakan metode penulisan normatif, tulisan ini akan membahas mengenai implikasi putusan nomor 26/PUU-XI/2013 mengenai judicial review pasal 16 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat terhadap perlindungan hukum profesi advokat.

Kata Kunci : advokat, perlindungan hukum.

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang

Ada tiga advokat muda yaitu Rangga Lukita Desnata, Oktavianus Sihombing, dan Dimas Arya Perdana yang mempermasalahkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat ( UU Advokat ) karena Pasal tersebut hanya memberikan

perlindungan hukum terhadap advokat di dalam persidangan sementara di luar persidangan tidak jelas perlindungannya. Sementara tugas advokat di luar pengadilan terkait kepentingan klien cukup banyak seperti : melakukan mediasi, somasi, mendampingi klien, hingga menggelar konferensi pers terkait perkara yang ditanganinya. Salah satu kewajiban advokat adalah membela kliennya dengan semaksimal mungkin dimaksudkan agar advokat mencari semua jalan dan jalur hukum yang tersedia yang memberi keuntungan bagi kliennya, baik dalam kasus pidana maupun kasus perdata dengan menggunakan segala upaya, mencurahkan segenap tenaga, intelegensi, kemampuan, keahlian dan komitmen pribadi serta komitmen profesinya.1

Mengingat tugas serta kewajiban advokat tersebut dan walaupun dengan itikad baik seorang advokat membela, mempertahankan dan melindungi hak kliennya namun mereka rentan dijerat dengan Pasal “Penghinaan (Pasal 310, Pasal 311, Pasal 315 KUHP), Perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335 KUHP) ,Memasuki pekarangan tanpa izin (Pasal 167 KUHP) , Tentang batas pekarangan (Pasal 389 KUHP) dan Pasal-Pasal pidana lainnya diluar KUHP dan ataupun digugat secara perdata dengan alasan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata)”.2 Disatu sisi ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat menyatakan bahwa “advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar sidang pengadilan.” Sehingga berdasarkan penjelasan yang terkandung dalam Pasal-Pasal itu 3 advokat tersebut mengajukan permohon judicial review ke MK dan meminta MK membatalkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat karena Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat tersebut telah bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1) , Pasal 28 G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (2) UUD NRI 1945.

Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi (judicial review) tersebut dengan nomor putusan 26/PUU-XI/2013 saat ini Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.

  • 1.2    Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui mengenai implikasi putusan Nomor 26/PUU-XI/2013 terhadap Pasal 16 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat terhadap perlindungan hukum profesi advokat.

  • II.    Isi Makalah

    2.1    Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan 3

regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.3

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1    Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Advokat

Pengertian advokat menurut DR. Luhut M.P. Pangaribuan, SH, LLM adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan berdasarkan keahlian (knowledge) untuk melayani masyakarat secara independen dengan limitasi kode etik yang ditentukan oleh komunitas profesi.4 Advokat merupakan salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia. Peran Advokat dapat pula terlihat pada jalur profesi diluar pengadilan dalam hal mana kebutuhan terhadap jasa Advokat di luar proses pengadilan dirasakan semakin meningkat pada saat ini. Adanya peningkatan tersebut seiring dengan berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat sebagai akibat adanya pola interaksi sosial yang semakin terbuka, baik dalam lingkup pergaulan antar individu maupun pergaulan antara bangsa.5 Sehubungan dengan kedudukannya serta dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai penegak hukum maka advokat perlu diberikan perlindungan dengan berbagai hak. Berdasarkan article 8 International Bars Association Standards For The Independence of The Legal Profession sebagaimana diadopsi pada tahun 1990 menyatakan bahwa “ Advokat tidak hanya kebal dari tuntutan hukum secara pidana dan perdata, tetapi juga administratif, ekonomi, maupun sanksi atau intimidasi lainnya dalam pekerjaan

membela dan memberi nasehat kepada kliennya secara sah.”6 Serta mengacu pada Pasal 1 angka 1 UU Advokat yang menyatakan bahwa “Tugas dan peran advokat untuk kepentingan klien dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar persidangan.” Hal ini juga dipertegas dalam pasal 11 UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang menyatakan “Pemberi bantuan hukum tidak dapat dituntut perdata maupun pidana dalam memberikan bantuan hukum dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang.” Serta melalui putusan MK No. 88/PUU-X/2012 yang menyatakan “Pemberi bantuan hukum baik advokat maupun bukan advokat dalam menjalankan tugasnya dapat dengan bebas tanpa ketakutan dan kekhawatiran.”

  • 2.2.2    Implikasi Putusan Nomor 26/PUU-XI/2013 Terhadap Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

Implikasi dari putusan Nomor 26/PUU-XI/2013 dari segi yuridis bahwa pasal 16 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan”. Dari segi praktis bahwa dengan dikeluarkannya putusan Nomor 26/PUU-XI/2013 oleh MK mengakibatkan pelaku bantuan hukum dalam hal ini advokat mendapat perlindungan di dalam maupun diluar sidang pengadilan serta klien tidak dapat dengan mudah menuntut seorang advokat baik secara perdata maupun pidana.

  • III.    Kesimpulan

Mengacu pada pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat , ditegaskan pula dalam pasal 11 UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum serta melalui putusan MK No. 88/PUU-X/2012. Maka advokat berhak mendapatkan perlindungan hukum untuk menjalankan tugas dan kewajibannya.

Implikasi dari putusan Nomor 26/PUU-XI/2013 dari segi yuridis bahwa pasal 16 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai “advokat tidak dapat dituntut

baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan”.

Daftar Pustaka

Buku :

Kadafi,Binzaid,dkk,2001, Advokar Indonesia Mencari Legitimasi (Studi Tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta.

Lemek,Jeremias,2007, Mencari Keadilan Pandangan Kritis Terhadap Penegakan Hukum Di Indonesia, Galang Press,Yogyakarta.

Mahmud,Peter, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Panggabean ,H.P, 2010, Manajemen Advokasi, P.T Alumni, Jakarta.

Pangaribuan,Luhut, “Advokat Sebagai Penegak Hukum : Suatu Catatan Secara Garis Besar.” Makalah disampaikan pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat, Jakarta, 19 April 2005.

Undang-undang :

UUD NRI 1945

Putusan Nomor 26/PUU-XI/2013 oleh makamah konstitusi terhadap judicial review Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

Putusan Nomor 88/PUU-X/2012 oleh Makamah Kontitusi terhadap judicial review Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011Tentang Bantuan Hukum

Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum

5