PERTANGGUNGJAWABAN CALON LEGISLATIF ATAS TINDAK PIDANA MONEY POLITICS DALAM PEMILIHAN UMUM
on
PERTANGGUNGJAWABAN CALON LEGISLATIF ATAS TINDAK PIDANA MONEY POLITICS DALAM PEMILIHAN
UMUM
I Made Satriya Bitananda Sapanca, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: satriyabitanandasapanca@gmail.com
I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi Yudiantara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: krisnadiyudiantara@unud.ac.id
DOI: KW.2023.v12.i10.p3
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tanggung jawab caleg pemilu Indonesia terhadap pelaku kejahatan politik uang dari perspektif undang-undang pemilu dan upaya pemerintah untuk memberantas kejahatan politik uang. Metode penelitian makalah ini adalah penelitian yuridis normatif, memilah bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini. Berdasarkan hasil kajian, pelaku yang terbukti melakukan praktik politik uang dalam pemilu akan dikenakan sanksi berdasarkan undang-undang pemilu. Dalam pelaksanaannya yang dikenakan sanksi bukan hanya pelaku yang memberikan imbalan ataupun mejanjikan suatu materi namun masyarat yang menerima imbalan tersebut juga dapat dikenakan sanksi yang berlaku. Hingga saat ini, pemerintah dalam usahanya untuk dapat menganggulangi tindak pidana ini, telah melalukan upaya-upaya demi menghadirkan pejabat-pejabatt yang berkualitas.
Kata Kunci: Pertanggngajwaban, Money Politic, Pemilihan Umum
ABSTRACT
The aim of this study is to identify the responsibility of Indonesian election candidates for money politics crimes from the perspective of the election law and the government's efforts to eradicate money politics crimes. The research method of this paper is normative juridical research, sorting out the primary and secondary legal materials related to this research. Based on the results of the study, perpetrators who are proven to practice money politics in elections will be subject to sanctions based on the election law. In its implementation, those who are subject to sanctions are not only the perpetrators who provide rewards or promise material, but the people who receive these rewards can also be subject to applicable sanctions. Until now, the government in its efforts to be able to overcome this crime has made efforts to bring in quality officials.
Keywords: Accountability, Money Politics, General Elections
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Negara Republik Inodnesia secara tertulis menyatakan Bahwasannya Indonesia ialah negara hukum. Negara hukum diartikan bahwa tindakan serta perbuatan yang dilakukan masyarakat Indonesia didasarkan atas hukum yan berlaku. Hukum dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan masyarakat untuk bertingkah laku sesuai dengan norma yang berisikan larangan dan kebolehan. Indonesia sebagai Negara hukum memiliki beberapa tujuan diantaranya kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatkan bagi rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia yang yang tinggal di Indonesia memiliki hak-hak asasi manusia
yang terjamin, dimana hal tersebut merupakan suatu hak masyarakat yang tinggal di negara hukum sesuai dengan yang diamatkan dalam konstitusi Indonesia.1
Pada prinsipnya Indonesia adalah negara demokrasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1(2) UUD 1945, Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Indonesia negara demokrasi yang mengedepankan kedaulatan rakyat, maka negara Indonesia menjamin hak masyarakatnya dalam memberikan apresiasi dan kritik masyarakat terhadap pemerintah dan dijamin konstitusi.2 Salah satu bentuk kedaulatan rakyat dalam menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah yang mana berdasar atas Pancasila yaitu dengan diadakannya pemilihan umum yang berlandaskan asas langsung, bebas, umum, jujur, rahasia dan adil. Di Indonesia sendiri wadah dalam menyampaikan apresiasi dalam pemilihan umum dengan adanya partai politik yang menaungi calon legislative yang akan menjadi perwakilan masyarakat Indonesia.
Sebagai wujud demokrasi yaitu dengan diadakannya pemilihan umum tentunya memiliki banyak persoalan yang terjadi salah satunya yatu persoalan terkait politik uang (money politic). Di Indonesia sendiri hal-hal yang berkaitan politik dan uang di dalamnya merupakan suatu yang yang tidak dapat dipisahkan karena uang itu sendiri dalam logika ekonomi dimaknai sebagai suatu alat pembayaran atas suatu hal yang telah kita beli, yang mana jika kita bahas terkait politik uang, itu berarti membeli suara masyarakat untuk memperoleh suatu jabatan dan kekuasaan. Namun, dalam hal ini membicarakan mengenai money politic dalam politik di Inodnesia bukanlah hal yang tabu dalam masyarakat khususnya kompetisi politik.3
Dalam pemilihan umum, money politic dapat berbentuk berbagai hal yang dijanjikan oleh calon legislatif kepada masyarakat untuk dapat memperoleh suara dari masyarakat yang tanpa disadari telah melanggar hukum dan menodai demokrasi. Pada saat ini pun, praktik politik uang (money politic) seakan-akan menjadi hal yang wajib dalam proses pemilihan umum untuk dapat menggaet banyak suara masyarakat, yang mana jika hal ini terus-menerus dibiarkan da dianggap hal yang lumrah maka nantinya tindakan money politic ini akan menjamur dan dianggap sebagai suatu kebiasaan maupun budaya dalam politik Indonesia. Adapun bentuk-bentuk money politic ini diantaranya seeperti bagi-bagi amplop, sumbangan pembangunan, sembako dan lain sebagaiannya.4 Pada umumnya tidakan money politic ini menyasarkan nya pada masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah karena dengan diberikannya hal-hal seperti sumbangan dan barang-barang sembako yang mereka butuhkan yang mana dalam hal ini tanpa disadari telah menarik simpatinya untuk memilih calon-calon legislatif yang telah melakukan money politic tersebut. 5 Melihat fenomena money politic tersebut, tanpa disadari telah melahirkan bibit-bibit koruptor dengan tujuan menjadi pemimpin yang semata-mata bukan untuk mengabdikan dirinya untuk masyarakat dengan benar. Tindakan money politic ini pula memberikan impak negatif terhadap masyarakat dan dapat merendahkan martabat seseorang yang hanya dapat diukur dengan nominal uang atau barang. Permasalahan ini tidak dapat dipungkiri merupakan
persoalan yang serius yang tentuna harus diberantas demi menciptakan Negara yang berdemokrasi dan membasmi pemimpin-pemimpin yang tidak berkualitas. 6
Dalam penyusunan artikel ilmiah yang berjudul Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Calon Legislatif Atas Tindak Pidana Money Politics Dalam Pemilihan Umum, penulis melihat dengan banyaknya fenomena yang terjadi terkait adanya praktek tidak sehat yang dilakukan oleh calon legislatif yaitu money politic yang mana telah mencoreng demokrasi yang ada. Adapun penyusunan artikel ini pula, ditunjang dari berbagai refrensi diantaranya adalah Money Politic Pada Kepemiluan di Indonesia oleh M. Eza Helyatha Begouvic7 ,yang penjelasannya memfokuskan pada bagaimana pertanggunggjawaban calon legislatif dalam tindakan money politic menurut undang-undang pemilu dan Undang-Undang Dasar 1945 dan apakah terdapat batasan ruang lingkup dalam tindakan money politic dalam pemilihan umum.
Berdasarkan uraianlatar belakang di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah, diantaranya:
-
1. Bagaimana pertanggungjawaban pelaku calon legislatif terhadap tindakan money politic dalam pemilihan umum di Indonesia?
-
2. Bagaimana upaya pemerintah dalam menganggulangi praktik money politic untuk mencapai konsep ideal terhadap pengaturan praktik money politic dalam pemilu di Indonesia?
Adapun tujuan penulisan artikel jurnal ilmiah ini, diantaranya:
-
1. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pelaku calon legislatif yang melakukan praktik money politic dalam pemilihan umum.
-
2. Untuk mengetahui bagimana upaya pemerintah dalam menganggulangi praktik money politic untuk mencapai konsep ideal terhadap pengaturan praktik money politic dalam pemilu di Indonesia.
Dalam penyusunan artikel jurnal ilmiah ini, penulis menggunakan metode penelitian bersifat yuridis normatif. Artikel ilmiah yang disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif ini mempusatkan penelitiannya pada perundang-undangan (the statute approach). Adapun bahan-bahan hukum yang dipakai yaitu bahan primer dan sekunder. Bahan primer yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, KUHP dan UU Pemilu. Selanjutnya, bahan sekunder yaitu buku, artikel ilmiah yang berkenaan dengan masalah money politic dalam pemilihan umum di Indonesia.
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Pertanggungjawaban Calon Legislatif Sebagai Pelaku Money Politic Dalam Pemilihan
Umum di Indonesia
Terkait pada pertanggungjawaban pidana, hal tersebut merupakan suatu pertanggugjawaban seseorang atas perbuatan pidana yang telah dilakukannya yang mana pertanggungjawaban pidana ini merupakan suatu mekanisme dalam hukum dan reaksi penolakan atas suatu perbuatan tertentu yang bertentangan dengan nilai dan norma yang mana berbentuk aturan tertulis maupun sesuai dengan kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat. 8Dalam dunia politik, khususnya dalam pemilihan umum fenomena money politic bukanlah hal yang baru. Praktik money politic ini dianggap sebagai cara yang akurat untuk memperoleh suatu tujuan tertentu. Pada praktiknya banyak calon legislatif yang hingga saat ini masih melakukan praktik money politic. Meski mereka tahu akibatnya tetapi, banyak diantara mereka yan bersikap acuh tak acuh.
Terkait dengan tindak pidana pemilu yang terdapat dalam Undang-undang pemilu yang mana secara sistematis terdapat pada Bab V Buku II terdapat 66 pasal yang telah diatur.9 Adapun terkait dengan tindak pidana money politic, secara mengkhusus diatur dalam pasal 515 UU Pemilu menegaskan bahwa:
“setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mejanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakaan hak pilihnya atau memilih Peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya degan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dapat dikenakan pidana penjara paling lama 3 (tiga)tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”
Dalam pasal 515 UU Pemilu, terlihat bahwasannya pasal di atas, terdapat beberapa unsur tindak pidana, di antaranya:
-
1. Unsur setiap orang dimana menjadi subjek dari tindak pidana money politic tersebut yaitu manusia;
-
2. Unsur sengaja, yang mana dalam hukum pidana kesengajaan merupakan salah satu usur yang penting dalam tindak pidana;
-
3. Unsur menjanjikan sesuatu berupa uang maupun materi lainnya pada saat pemungutan suara, yang mana hal tersebut menjadikan suara dari masyarakat menjadi tidak sah;
-
4. Unsur dipidana yaitu berupa pidana kurungan penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan didenda paling banyk Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Bagi pelaksaannya, apabila seseorang/ calon legislatif terbukti telah melakukan tindak pidana dengan terpenuhinya delik-delik tindak pidana di atas, maka akan dikenakan pidana sesuai dengan yang telah ditentuka di atas berupa kurungan penjara dan denda. Selain pasal 515 UU Pemilu tersebut, adapun pasal lainnya yang mengatur mengenai tindak pidana money politic dalam pemilu di Indonesia yaitu pasal 523 UU Pemilu, yang berbunyi:
-
(1) “Setiap pelaksana, peserta dan/ atau tim Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)”.
-
(2) “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp.48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah)”.
-
(3) “Setiap orang yang dengan sensaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)”.
Adapun beberapa unsur delik yang ada dalam pasal 523 di atas, diantaranya:
-
1. Pada pasal 523 ayat (1):
-
a. Pelaku perseorangan, peserta dan/atau anggota tim pelaksana tindak pidana politik uang;
-
b. Unsur sengaja yang merupakan suatu unsur penting dalam tindak pidana, ang mana dalam pelaksanaannya dilakukan sengan niat kesengajaan;
-
c. Unsur memberikan suatu janji ataupun imbalan yang akan diberikan oleh peserta/ calon legislatif tersebut apabila masyarakat memilihnya pada pemungutan suara yang mana dilakukan pada saat kampanye, hal tersebut yang menyebabkan suara dalam pemilihan menjadi tidak sah;
-
d. Unsur pidana, apabila peserta/ calon legslatif dalam pemilihan umum terbukti melakukan tindak pidana money politic tersebut maka akan dipidana penjara palig lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,00 (dua puluh empat juta).
-
2. Pada pasal 523 ayat (2):
-
a. Unsur setiap pelaksana, peserta/tim pelaksana kampanye pemilu merupakan
subyek hukum dalam tidak pidana ini yang mana sama seperti dengan ayat (1);
-
b. Unsur kesengajaan dalam melakukan tindak pidana money politic ini dengan
mengiming-imingi suatu imbalan berupa uang atau materi pada saat langsung mapun tidak langsung;
-
c. Unsur dipidana apabila subyek hukum terbukti melakukan tindak pidana maka akan dipidana penjara dan denda.
-
3. Pasal 523 ayat (3):
-
a. Unsur setiap orang yang merupakan subyek yang meakukan tindak pidana yaitu manusia;
-
b. Unsur kesengajaan yaitu adanya niat sengaja untuk menjalankan tindak pidana tersebut;
-
c. Unsur mengiming-imingi uang ataupun materi yang diberikan oleh pelaku pada hari pemungutan suara;
-
d. Unsur dipidana apabila kandidat terbukti melakukan tindak pidana maka akan dipidana penjara dan denda.
Berdasarkan pada penjabaran diatas, terdapat beberapa kesamaan maupun perbedaan terkait pasal 523 ayat (1), (2) dan (3), diantaranya:
-
1. Pada Pasal 523 terkait dengan pelaksanaan tindak pidananya terdapat perbedaan waktu yang mana pada ayat (1) dilakukan saat kampanye, ayat (2) dilakukan saat tenang dan ayat (3) dilakukan saat hari pemungutan suara.
-
2. Adanya kesaamaan elemen tindak pidana dalam ayat (1), (2) dan (3) yaitu sama-sama berupa perbuatan pidana (actus reus) serta kesalahan (mens rea).
-
3. Ayat (1) dan (2) pasal tersebut secara khusus mengatur tentang kejahatan terhadap setiap pelaku, peserta dan/atau tim kampanye dalam suatu pemilihan, sedangkan pada ayat (3) kejahatan politik uang mengacu pada setiap Pelanggaran yang dilakukan pada saat pemungutan suara.
-
4. Adanya perbedaan anacaman pidana antara ayat (1), (2) dan (3) yang mana dalam UU ini memberikan vonis yang berat kepada pelaku tindak pidana money politic ini pada masa tenang dibandingakn pada saat kampanye dan hari pemungutan suara.
Selain itu sanksi terkait tindak pidana politik uang (money politic) ini juga berlaku terhadap pemilih yag menerima imbalan dari pelaku yang mana hal tersebut diatur dalam pasal 187A UU No.10/2016, yang berbunyi:
-
(1) “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
-
(2) “Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ”.
Pada pasal 187A UU No. 10/2016, dapat dilihat bahwasannya adanya sanksi yag diberikan kepada seseorang yang melakukan praktik money politic ini, baik itu pekau yang memberikan imbalan maupun pemilih yang menerima imbalan, yang mana keduanya sama-sama dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan denda apabila terbukti telah melakukan tindak pidana money politic tersebut.
Selain itu, KUHP sendiri juga mengatur terkait sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada kandidat yang menjalankan tindakan money politic, yang mana di atur dalam pasal 149 ayat (1) dan (2) yang mana apabila seseorang terbukti melakukan tindak pidana money politic dengan menjanjikan sesuatu untuk memperoleh hak suara maka akan dikenakan kurungan penjara paling lama sembilan bulan atau denda, yang mana sanksi ini pula berlaku kepada pemilih yang menerima imbalan ataupun janji yang diberikan tersebut.
Adapun terdapat contoh kasus terkait tindak pidana money politic yang dilakukan oleh calon legislatif DPRD Sumatra Utara yang berasal dari Partai gerindra berinisial DRG dan juga tiga orang lainnya yang berinisial MH, KT dan FL yang merupakan tim susksesnya, di mana telah terbukti melakukan tindak pidana money politic dengan memberikan uang sebesar Rp.20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) kepada 2.400 orang dengan total Rp. 48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah) dan juga mereka merencakan untuk memberikan uang bensin kepada tim yang bekerja dilapangan dengan total Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). 10
Dapat dilihat bahwasannya praktik money politic ini tidak hanya berlaku bagi pelaku yang memberikan imbalan namun jga pemilih yang menerima imbalan tersebut. Kedua belah pihak yang melakukan tindak pidana money politic sama-sama dapat dikenakan pidana apabila telah
terbukti memenuhi unsur-unsur delik pidana tersebut. Pada praktiknya hingga saat ini masih banyak terjadi praktik money politic ini, yang mana diperlukannya usaha penegak hukum dalam memberikan edukasi kepada masyakat terhadap bahaya daripada praktik money politic ini.
-
3.2. Upaya Pemerintah Dalam Menganggulangi Praktik Money Molitic untuk Mencapai Konsep Ideal Terhadap Pengaturan Praktik Money Politic Dalam Pemilu di Indonesia
Terkait dengan tindak pidana money politic yang sering terjadi hingga saat ini, adapun pemerintah sendiri berupaya supaya tindak pidana money politic berkurang. Dalam praktiknya memang dalam hal memberantas maupun menanggulagi tindak pidana ini diperlukan dukungan dari masyarakat pula. Adapun beberapa upaya politik uang, diantaranya:
-
a. Upaya Pre-emtif
Merupakan upaya-upaya yang digunakan di awal untuk mencegah suatu tindak pidana itu terjadi. Yang mana hal-hal yang dilakukan dalam paya ini berupa penanaman nilai-nilai dan juga norma-norma baik pada seseorang. Dalam usaha ini, seperti yang sudah dibahwas sebelumnya bahwasannya seseorang yang dapat dikenakan pidana apabila melakukan suatu hal harus didasari adanya suatu niat untu melakukan tindakan tersebut, dengan adanya usaha pre-emtif ini dengan menanmkan nilai-nilai maupun norma-normai maka niat dalam melakukan sutu tindak pidana menjadi hilang meskipun dalam situasi yang memungkinkan ataupun adanya kesempatan dalam melakukannya. Adapun dengan adanya UU Pemilu merupakan suatu upaya pre-emtif pemerintah dalam rangka menanggulangi tindak pidana dalam pemilu salah satunya adanya tindak pidana money politic ini. Dengan aanya Undang-Undang tersebut dan membacanya seharusnya masyarakat dan calon pelaku harusnya mengetahui bahwsannya apabila melakukan tindak pidana dalam pemilu tersebut maka ada konsekuensi yang hars dibayar yaitu pidana penjara dan juga denda sebagaimana diatur dalam UU tersebut.
-
b. Upaya Preventif
Adalah lanjutan daripada upaya pre-emtif ini yang mana merupakan upaya penegahan sebbelum terjadinya tindak pidana tersebut. Langkah ini menekankan pada penghilangan kesempatan bagi pelak untuk melakukan tindak pidana dalam pemilu ini. adapun beberapa tindakan upaya preventif yang dilakukan pemerintah diantaranya adanya larangan kampanye oleh Bawaslu sebelum masa kampanye. Adapun cara lainnya yaitu peningkatan efektifitas fungsi per situ sendiri dan meningkatkan kredibilitas dan kualitas lembaga penyelenggara Pemilu, yaitu membuat aturan teknis, penetapan keputusan, implementasi pemilu berdasarkan etika yang berlaku.11
-
c. Upaya Represif
Upaya ini dilakuka apabila suati tindak pidana dalam pemilu itu terjadi dengan memberikan hukuman kepada pelaku tindak pidana. Pelaksanaan daripada upaya ini tidak lepas dari sistem peradilan pidana di Indonesia yaitu dengan adanya para pnegak hukum. Upaya penaggulangan secara represif ini lebih menekankan pada bagaimana menindak tegas pelaku yang telah terbukti melaukan tindak pidana pemilu yang ada dalam ketentuan pasal 515 dan 523 UU Pemilu.
Dalam rangka mencapai suatu pemilihan umum yang ideal, diperlukan adanyacara untuk mennggulangi pelanggaran money politic tersebut, agar nantinya dalam pemilihan umum di Indonesia ini menghasilkan pejabat-pejabat yang berkualitas, bersih dan berintergritas.12
IV. Kesimpulan sebagai Penutup
4. Kesimpulan
Dalam pemilihan umum di Indonesia, jika seseorang melakukan tindak pidana politik uang, apabila ia terbukti melakukan tindak pidana politik uang sebelum pemilihan, maka pelaku yang merupakan calon legislatif akan mencalonkan diri sebagai wakil rakyat, akan dipidana sesuai dengan Pasal 515 dan 523 UU Pemilu. Selain itu, bukan hanya pelaku yang memberikan imbalan namn juga masyarkat yang menerima imbalan tersebut juga dpat dikenakan sanksi sesuai dengan pasal yang diatur yaitu Pasal 187A UU No. 10/ 2016 dan Pasal 149 KUHP ayat 1 dan 2. Dengan maraknya tindak pidana money politic ini, maka dari pemerintah sendiri melakukan berbagai upaya untuk dapat menaggulanginya diantaranya upaya pre-emtif, upaya prevenif dan upaya represi. Langkah ini dilakukan dengan harapan dapat menghasilkan pejabat-pejabat yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Tjahjo Kumolo, Politik Hukum Pilkada Serentak, (Bandung: PT Mizan Publika, 2015)
Yuda,I Gede. Hukum Tata Negara (Malang: Setara Press,2016)
Jurnal Hukum
Artina, Desy “Keterwakilan PolitikPerempuan dalam Pemilu Legislatif Provinsi Riau Periode 2014-2019”. Jurnal Hukum IUSQUIAIUSTUM 23, NO. 1 (2016)
Delmana, Lati Praja, Zetra, Aidinil dan Koeswara, Hendri. “Problematika dan Strategi Penanganan Politik Uang Pemilu Serentak 2019 Di Indonesia”. Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia 1, No. 2 (2020)
Febrianto,I Wayan, Widiati,Ida Ayu Putu dan Suryani,Luh Putu. “Analisis Penanganan Politik Uang Ditinjau dari Undang-Undang Pilkada”.Jurnal Preferensi Hukum 1, No. 2 (2020): 111115
Karna, Ayu Mirah Iswari dan I Wayan Suardana. “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Politik Uang Dalam Kampanye Pemilu”.Jurnal Kertha Wicara 9, No. 5 (2020):1-14
Lestari, Lilis Ekadan Arifin, Ridwan. “Penegakan Perlindungan Hak Asasi Manusia Di Indonesia Dalam Konteks Implementasi Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Jurnal Komunikasi Hukum 5, No. 2 (2019
Lina Ulfa Fitriani, L Wiresapta Karyadi, dan Dwi Setiawan Chaniago. “Fenomena Politik Uang (Money Politic) Pada Pemilihan Calon Anggota Legislatif di Desa Sandik Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat”.Jurnal Resiprokal 1, No.1 (2019)
M. Eza Helyatha Begouvic. “Money Politic Pada Kepemiluan Di Indonesia”. Jurnal Justicia 4, No.2 (2021)
Pande,Ade Marcelian, Widiati, Ida Ayu Putu dan Arthanaya, I Wayan.”Analisis Yuridis Money Politic oleh Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Dalam Pemilihan Umum”. Jurnal Preferensi Hukum 2, No. 3 (2021)
Satria, Hariman. “Politik Hukum Tindak Pidana Politik Uang Dalam pemilihan Umum di Indonesia”. Jurnal Antikorupsi Integritas 5, No. 1 (2019)
Skripsi
Adziim, Salman Al-Faruqul. “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Money Politic.” Skripsi, Universitas Sriwijaya Palembang, 2021. Hal. 20.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemiihan Umum
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang
Internet
Kompas.com, “7 Kasus Politik Uang jelang pemilu, Uang 1 Miliar di Mobil Hingga Rp 500 Juta di Lobi Hotel”, (2019),
URL:https://regional.kompas.com/read/2019/04/16/22190461/7-kasus-politik-uang-jelang-pemilu-uang-rp-1-miliar-di-mobil-hingga-rp-500?page=all (diakses 18 Juni 2023)
Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 10 Tahun 2023, hlm. 517-525
Discussion and feedback