Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Pencemaran Limbah B3 dengan Menggunakan Pendekatan Restorative Justice
on
Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Pencemaran Limbah B3 dengan Menggunakan Pendekatan Restorative Justice
Hanna Patricia M. Lubis, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: Hannapatricia15@gmail.com
Diah Ratna Sari Hariyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: diah_ratna@unud.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah dalam kasus Hukum Lingkungan dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan keadilan Restoratif dan mengetahui akibat hukum dan dampak dari penyelesaian menggunakan pendekatan Restoratif. Pendekatan Keadilan Restoratif adalah pendekatan yang mengarah kepada terciptanya suatu keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana dan juga kepada korban tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif Metode pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah menggunakan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadilan restoratif dapat lebih adil kerena dalam pengadilan dilakukan mediasi antara masyarakat metro sebagai korban atas pencemaran limbah B3 oleh PT Sutomo sebagai pelaku dan akibat hukum dalam penyelesaiannya adalah berupa penghentian penyidikan untuk menghindari sanksi pidana dan mengurangi adanya penumpukan perkara melalui diskresi penegak hukum dalam terpenuhinya syarat materil dan formil yang diatur didalam Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018
Kata Kunci: Pencemaran Lingkungan, Penegakan Hukum, Keadilan Restoratif
ABSTRAK
This study aims to determine whether Environmental Law cases can be resolved using a Restorative Justice approach. Also, using a restorative approach to find out the legal consequences and impacts of settlements. The Restorative Justice Approach is an approach that leads to the creation of justice and balance for the perpetrators of the crime and the victim. This study uses a normative juridical approach. The method of collecting legal materials in this research is library research. The results of the study show that Restorative Justice can be fairer because in court, mediation is carried out between the people of Metro (as victims) over B3 waste pollution by PT Sutomo (as perpetrators), and the legal consequences in the settlement are in the form of stopping investigations from avoiding criminal sanctions and reducing the accumulation of cases through the discretion of law enforcement in fulfilling the material and formal requirements stipulated in the Chief of Police Circular Number: SE/8/VII/2018.
Keywords: Environmental Pollution, Law Enforcement, Restorative Justice
Negara Indonesia memiliki Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu Undang-Undang nomor 32 Tahun 2009. Dalam UU ini mengatur tentang bagaimana cara melestarikan fungsi yang ada pada lingkungan tanpa mencemari maupun merusak lingkungan hidup tersebut. Selain itu juga mengatur tentang pengendalian Lingkungan Hidup, yang artinya mengatur tentang bagaimana cara melakukan pengendalian bagi lingkungan hidup, selanjutnya pemeliharaan dan pengawasan, yang artinya pengaturan mengenai pemeliharaan bagi lingkungan hidup untuk terus terlestari dan pengawasan demi mencegah adanya pencemaran atau kerusakan pada lingkungan hidup. Dalam UU ini juga memberikan penegakan hukum dan sanksi bagi pelanggar aturan lingkungan hidup.
Kita ketahui bahwa perkembangan industri di Indonesia semakin pesat dan juga semakin meluas. Kenyataannya Pertumbuhan industri di Indonesia bahkan di negara negara lain menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan, karena limbah industri yang dibuang dengan sembarangan dengan bukti adanya industri pertambangan, semen, pupuk, baja, tekstil, kertas dan bahan kimia dan lainnya. Perkembangan industri ini juga berdampak pada perekonomian dan kebutuhan manusia juga perkembangan pembangunan manusia pada Indonesia sepenuhnya.1
Peraturan pemerintah nomor 18 tahun 1999 junto peraturan pemerintah nomor nomor 85 tahun 1999 menegaskan bahwa limbah merupakan bagian sisa-sisa dari perbuatan manusia atau usaha manusia. Limbah mengandung zat atau sisa buangan yang tidak dapat digunakan Kembali, limbah juga memiliki dampak buruk bagi masyarakat jika tidak dikendalikan dengan bagus, seperti dapat berdampak negatif pada Kesehatan dan lingkungan yang terpapar limbah B3 tersebut.
Perbuatan pencemaraan dan kerusakan lingkungan sanksinya telah diatur dalam UU No. 32/2009. Pengertian pencematan menurut KBBI merupakan suatu proses, cara, perbuatan mengotori dalam arti pencemaran adalah perlakuan dalam mengotori dan membuat suatu wilayah atau daerah menjadi tidak asri dan bersih. Sedangkan menurut UU No 32/2009 pencemataan adalah perbuatan dengan memasukan makhluk hidup, zat dan juga energi yang berbahaya masuk ke lingkungan hidup yang berdampak buruk pada pada lingkungan hidup.
Ketidakpedulian dan kecerobohan dari manusia dalam pengelolaan lingkungan hidup tentu menimbulkan permasalahan lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan mempunyai akibat yang buruk pada lingkungan. Pencemaran limbah dapat menurunkan keindahan lingkungan. Penurunan keindahan ini sebagai contoh adanya bau busuk di sekitar lingkungan yang tercemar. Pencemaran lingkungan ini sangat berdampak buruk pada berbagai aspek, seperti aspek pariwisata yang mana penurunan keindahan membuat para wisatawan tidak ingin berwisata ke tempat tersebut, pada aspek Kesehatan, dapat mengganggu Kesehatan tubuh karena lingkungan yang kotor menghasilkan bakteri berbahaya yang dapat membuat krisis bahkan kematian. Oleh karena itu, pemeliharaan kegiatan lingkungan yang berkepanjangan sangat penting dan membutuhkan aksi masyarakat, pelaku ekonomi, dan negara untuk memeliharanya, hal ini akan menciptakan peningkatan ketahanan lingkungan.
Tegaknya Hukum Lingkungan terdiri dari dua bentuk sifat, yang pertama merupakan sifat represif dan yang kedua bersifat preventif.2 Artinya peraturan Hukum lingkungan dalam penegakan bersifat represif karena memberikan penanggulangan kerusakan pada kasus pencemaran lingkungan dengan menuntut sanksi kepada para pelaku yang melakukan pencemaran. Hukum Lingkungan bersifat Preventif karena memiliki tujuan dalam pencegahan akan terjadinya tindakan yang menimbilkan suatu pencemaraan.
Penyelesaian menggunakan Restorative Justice apakah dapat digunakan untuk menyelesaikan perkara di hukum pidana pencemaran lingkungan? Restorative justice memiliki konsep yaitu pendekatan dengan mengarah pada terciptanya keadilan pada korban.3 Tony Marshall berpendapat bahwa Restorative Justice merupakan sebuah teknik yang menyertakan seluruh pihak terkait dalam suatu masalah untuk menyelesaikan masalah tersebut agar tidak terulang kembali.4 Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memberi pengertian bahwa Restorative Justice merupakan suatu penyelesaian perkara yang melibatkan siapa pun yang bersangkutan pada perkara tersebut, mulai dari pelaku, korban hingga pihak lainnya seperti keluarga korba ataupun pelaku yang bertujuan untuk sama-sama mencari jalan keluat yang adil dan melahirkan suatu keadilan untuk pemulihan. Dapat disimpulkan bahwa Restorative Justice akan melahirkan kesepakatan dalam penyelesaian perkara pidana dengan adil dan seimbang bagi seluruh pihak.
Kasus yang penulis gunakan dalam implementasi penyelesaian menggunakan pendekatan Restorative Justice adalah Perkara Pencemaran Limbah Oli Oleh PT sutomo yang dilansir dalam laman web Lampung24jam.com dengan judul berita “Limbah Oli Cemari Sumur Warga, Bengkel PT Sutomo Ditutup Pemkot Metro”5. Dalam kasus ini penulis mencoba menyelesaikan perkara dengan menggunakan pendekatan Restorative Justice. Perkara tersebut berawal dari PT Sutomo melakukan perbuatan Pencemaran Lingkungan dengan membuang Limbah B3 atau Limbah oli sembarangan di saluran milik warga. Jika digunakan Pendekatan Restorative Justice tidak hanya sanksi administrasi dan sanksi pidana yang di dapat oleh pihak PT Sutomo, pendekatan Restorative Justice bisa menjadi cara lain untuk menyelesaikan perkara tersebut demi keadilan para korban agar Pencemaran tersebut tidak terulang kembali dan dampak atau akibat hukum yang ditimbulkan pada penerapan pendekatan Restorative Justice dalam Perkara Hukum Lingkungan.
-
1. Bagaimana penggunaan pendekatan restorative justice pada kasus pencemaran lingkungan?
-
2. Adakah akibat hukum dan dampak dalam penggunaan pendekatan restorative justice dalam pengimplementasiannya pada kasus pencemaran lingkungan?
Penulisan ini memiliki tujuan untuk analisis dan mencari tahu apakah Restorative Justice dapat dijadikan model penyelesaian perkara tindak pidana Lingkungan, jika bisa maka apa akibat hukum dari penyelesaian dengan model Restorative Justice tersebut dan dampak Dampak positif dan dampak negatif dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup menggunakan Restorative Justice tersebut.
Jurnal ini menggunakan pendekatan normatif, dimana penggunaan teori hukum dengan menggunakan permasalahan yang terdapat pada buku-buku atau jurnal-jurnal yang bersumber dari studi kepustakaan (library research) dan tulisan-tulisan para ahli dibidang hukum.6 Selanjutnya, data analisis secara normatif kualitatif yang dimana melalui interpretasi dan konstruksi sesuai pernyataan yang terkadang pada suatu dokumen peraturan hukum yang akhirnya dalam spesifikasi penelitian pada jurnal ini bersifat deskriptif analitis.7
Dalam penelitian hukum normatif, perlu menggunakan kerangka teoritis yang khas dengan ilmu hukum. Pada penelitian ini digunakan teori oleh ahli bernama Hans Kelsen yang mengemukakan“The pure theory of law” artinya teori murni tentang hukum atau ajaran murni tentang hukum. Teori kelsen merupakan “normwissenchaft”, dan hanya mau melihat hukum sebagai kaedah yang dijadikan obyek ilmu hukum. Susunan kaedah-kaedah atau metode-metode hukum dari tingkat terbawah ke atas, berikut kaidah-kaidahnya8 :
-
1) Kaidah hukum perseorangan atau jalur hukum khusus dari penegak hukum/badan hukum.
-
2) Kaidah hukum yang abstrak pada undang-undang atau hukum kebiasaan
-
3) Kaidah hukum konstitusional
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Penyelesaian Menggunakan Pendekatan Restorative Justice Pada Perkara Hukum Lingkungan
-
Perkara ini diberitakan dalam media pada awal bulan Mei Tahun 2021, bermula dari PT di kota Metro di Lampung yang bernama PT Sutomo yang diduga membuang Limbah oli sembarang ke pemukiman warga, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan di kota tersebut. Limbah oli tersebut masuk melalui saluran irigasi warga. Limbah oli tersebut menyebabkan air di pemukiman warga menjadi bau
dan berwarna keruh, dan jika terjadi hujan air limbah akan meluap hingga masuk ke rumah-rumah warga.9
Pencemaran yang terus terjadi dan tidak ada musyawarah antara pihak PT Sutomo dan para warga akhirnya pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Metro pada Selasa tanggal 6 Mei 2021 melakukan sidak kepada bengkel PT. Sutomo mengenai kaus Pencemaran Lingkungan akibat Limbah B3 berupa oli tersebut.10 Hasil inspeksi mendadak tersebut ditemukan bahwa memang PT Sutomo tidak memiliki penampung limbah B3 sehingga menyebabkan oli tersebut berceceran dan masuk ke saluran dan pemukiman warga. Pihak Dinas Lingkungan Hidup akhirnya melakukan penutupan kepada PT Sutomo hingga PT Sutomo akhirnya memiliki tempat pembuangan sampah (TPS) B3 dan memiliki kerja sama dengan pihak ketiga pembuangan limbah oli.
Pihak PT Sutomo menyampaikan bahwa PT Sutomo siap bertanggung jawab atas kerugian dari pencemaran lingkungan bagi pemukiman warga dan juga siap untuk bekerja sama dengan pihak ketiga pembuangan limbah B3 dan juga akan menjalankan arahan dari pihak Dinas Lingkungan Hidup. Namun kemungkinan PT Sutomo akan lalai dalam limbah oli tersebut ada karna PT Sutomo hanya mendapat peringatan dan penutupan PT Sutomo sementara, tidak adanya sanksi tegas yang didapat PT Sutomo dan para warga tetap mengalami pencemaran lingkungan akibat limbah oli PT Sutomo. Dengan ini Penulis menggunakan Pendekatan Restorative Justice untuk menjadi jalan keluar penyelesaian perkara yang adil bagi warga Kota Metro yang Terkena dampak Limbah Oli dan juga kepada PT Sutomo11.
Berdasarkan kasus posisi yang telah menegaskan kronologi kasus dan bentuk pelanggarannya yang terjadi di Kota Metro, dapat diketahui fakta bahwa PT Sutomo telah melakukan pelanggaran pada peraturan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, berikut pasal-pasal yang dilanggar:
-
1) Pasal 1 ayat 14, pasal ini jelaskan mengenai pencemaran lingkungan yaitu adalah masuknya suatu zat berbahaya (komponen asing) pada lingkungan hidup, hal ini telah diperbuat oleh PT Sutomo yang artinya PT Sutomo telah melakukan pencemaran lingkungan.
-
2) Pasal 59 ayat 1, pasal ini ditegaskan jika setiap orang yang menghasilkan sebuah limbah B3 harus mengelolah limbah B3 tersebut, namun nyatanya PT Sutomo tidak mengelolah limbah B3 tersebut malah membuangnya sembarangan, maka dari itu PT Sutomo telah melanggar pasal ini.
-
3) Pasal 65 ayat 1, pasal ini menegaskan seluruh manusia mempunyai hak atas lingkungan yang baik dan juga sehat ini adalah juga bagian dari HAM. Namun pihak PT Sutomo telah melanggar pasal tersebut dan membuat lingkungan di pemukiman warga tidak baik dan tidak sehat maka dari itu PT Sutomo jelas telah melanggar hak asasi manusia juga.
-
4) Pasal 67, pasal ini menegaskan bahwa seluruh manusia wajib melestarikan lingkungan hidup dan juga mengendalikan pencemaran lingkungan. Namun PT Sutomo tidak mengindahkan aturan tersebut dan sudah jelas melanggar peraturan tersebut.
-
5) Pasal 68 huruf (b) dan huruf (c), pasal ini menegaskan seluruh manusia yang menjalankan usaha atau aktivitas wajib menjaga keberlangsungan fungsi lingkungan hidup dan menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup. Namun PT Sutomo telah melanggar pasal ini dengan tidak melakukan kewajibannya dalam menjaga fungsi lingkungan dan juga tidak menaati baku mutu lingkungan.
-
6) Pasal 69 ayat 1 huruf (a), (e), dan (f), pada pasal ini menegaskan bahwa seluruh manusia dilarang mengakibatkan atau melakukan perbuatan yang mencemari lingkungan, membuang limbah sembarang dan juga limbah B3 ke dalam lingkungan. Namun PT Sutomo melanggar aturan dalam pasal tersebut membuat lingkungan tercemar dengan membuang limbah B3 sembarangan.
Adapun sanksi-sanksi pidana dan denda terhadap perkara pencemaran lingkungan limbah oli oleh PT Sutomo tersebut :
-
1) Pasal 98 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009, Pada ayat 1 menegaskan jika melakukan perbuatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dikenakan pidana penjara paling cepat 3 tahun dan paling lambat sepuluh tahun dengan minimal denda tiga miliar rupiah dan paling maksimal denda sepuluh miliar rupiah. Pada ayat 2 menegaskan suatu perbuatan yang dimaksud ayat 1 yang mengakibatkan luka atau gangguan Kesehatan pada manusia akan dikenakan pidana penjara paling cepat empat tahun dan paling lambat dua belas tahun dengan minimal denda empat miliar rupiah dan paling maksimal denda dua belas miliar rupiah.
-
2) Pasal 106 UU No. 32 Tahun 2009, pasal ini menegaskan bahwa bagi Kepada setiap manusia yang dengan sengaja memasukan limbah B3 di Indonesia sebanding dengan yang di atur pada pasal 69 ayat (1) huruf d dikenakan pidana penjara paling cepat lima tahun dan paling lambat lima belas tahun dengan denda paling minimal lima miliar rupiah dan denda paling maksimal lima belas miliar rupiah.
Pasal 76 ayat 1 dan 2 UU no. 32/2009, menegaskan bahwa Pada penerepan sanksi administrasi di berikan kepada siapa pun yang melanggar izin lingkungan, sanksi yang diberikan berupa teguran tertulis, paksaan dari pemerintah, dilakukan pembekuan pada izin lingkungan hingga pencabutan izin lingkungan kepada pelaku perusakan lingkungan.
Restorative Justice adalah suatu pendekatan yang diarahkan untuk menciptakan keadilan dan keseimbangan antara pelaku tindak pidana kepada korban.12 Seorang ahli Tony Marshal mengutarakan bahwa Restorative Justice merupakan proses bagi para
pihak yang terlibat dapat berunding untuk memutuskan bagaimana menangani dan menyelesaikan suatu pelanggaran dan konsekuensinya di masa depan.13
UU No. 11/2012 yang mengatur tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) menjelaskan bahwa implementasi Restorative Justice pada masalah pidana akan melibatkan para pelaku, korban, kerabat pelaku atau korban dan pihak terkait lainnya yang bekerja sama untuk menemukan penyelesaian yang adil untuk mencari kompensasi daripada retribusi. Maka dapat disimpulkan bahwa mekanisme proses pidana dan peradilan akan dilakukan perubahan menjadi proses dialog dan mediasi yang akhirnya akan mencapai penyelesaian masalah pidana yang lebih adil dan seimbang antara pelaku dan korban.
Setiap negara memiliki sistem hukumnya masing-masing dengan begitu penerapan prinsip pada keadilan restoratif tergantung pada negara dan sistem hukumnya. Tentu jika sistem hukum tidak menghendaki penerapan Restorative Justice maka tidak dapat dipaksakan. Maka Restorative Justice adalah cara yang dapat dipilih dalam rancangan sistem hukum pada suatu Negara.14
Penerapan Restorative Justice diharapkan perlu memenuhi 3 (tiga) hal sebagai berikut:
-
1) Merumuskan dan mencari cara dalam memperbaiki kerugian atau kerusakan
-
2) Menyertakan orang-orang yang terlibat atau memiliki kepentingan dan
-
3) Menjalankan perubahan dari motif di di pemerintahan dalam menyelesaikan perkara dengan pelaku menerapkan sanksi pidana menjadi motif berjalan dengan kooperatif antara pelaku dengan warga atau korban bertujuan menyelesaikan masalah yang dihadapi.15
Perkembangan konsep Restorative Justice akan terus berevolusi dan menciptakan berbagai istilah yang menjadi model dominan dalam peradilan pidana tentu akan menghukum pelaku kejahatan dengan melupakan perbaikan pada mental pelaku.16 Selain Itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama The Raoul Wallenberg Institute of Human Right and Humanitarian Law (RWI) dari Kerajaan Swedia menyelenggarakan Lokakarya Konsultatif tentang Peradilan Anak di Indonesia yang menyampaikan tentang Restorative Justice yang menjadi sebuah pilihan pada sistem peradilan anak di seluruh penjuru negara.17
Pasal 84 UU No. 32/2009 telah menegaskan bahwa adanya perkara pidana lingkungan mampu diselesaikan dengan menempuh Pengadilan ataupun diluar Pengadilan, maka dapat dipilih oleh para pihak yang bersangkutan untuk menyelesaikan suatu perkara pidana lingkungan. Tetapi, pada ayat 3 ditegaskan bahwa
dalam penyelesaian ditempuh melalui luar Pengadilan terlebih dahulu, jika tidak berhasil maka dilanjutkan penyelesaian melalui Pengadilan.
Perkara pencemaran limbah B3 oleh PT Sutomo dapat diselesaikan perkaranya melalui penyelesaian diluar pengadilan karena Pasal 85 ayat (1) sampai (3) UU No. 32/2009 menegaskan bahwa penanganan perkara lingkungan hidup diluar pengadilan dapat dilakukan dengan kesepakatan bentuk juga besarnya ganti rugi yang wajib dilakukan oleh PT Sutomo dan juga bentuk pencegahannya dalam penyelesaiannya jua dapat digunakan jasa mediator. Jika nyatanya sanksi yang didapat oleh PT Sutomo adalah sanksi pidana maka perkara ini tidak dapat terselesaikan dengan penyelesaian di luar pengadilan.
Sanksi administrasi, pidana dan perdata pada kenyataannya tidak selalu adil bagi para korban, dimana sanksi administratif karena tidak perlu adanya keputusan Pengadilan yang dalam prakteknya sangat minim penjagaan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Lingkungan dan terkadang sanksi administrasi yang diberikan tidak sebanding dengan nilai kerugian yang yang diderita para korban. Maka, penggunaan Restorative justice dalam penerapannya dapat lebih adil karena dalam pengadilan dilakukan mediasi antara masyarakat metro sebagai korban atas pencemaran limbah B3 oleh PT Sutomo sebagai pelaku. Dalam mediasi ini para korban dan pelaku diharapkan dapat mencari dan menyepakati apa yang harus dilakukan oleh para pelaku supaya tidak melakukan perbuatan merugikan seperti ini kembali dan para korban menerima kembali hak nya yaitu memiliki lingkungan hidup yang sehat dan terjaga kelestariannya.
Dalam Penyelesaian pendekatan Restorative Justice diharapkan PT Sutomo memiliki kesadaran untuk lebih menghargai masyarakat di lingkungan PT dan juga tetap memikirkan kelestarian lingkungan. Dengan menggunakan pendekatan Restorative Justice juga diharapkan para korban dan pelaku menemukan ide dalam melakukan rehabilitasi, perbaikan lingkungan yang bermanfaat juga bagi masyarakat bukan hanya hukuman yang nyatanya tidak menghasilkan keadilan bagi lingkungan dan juga masyarakat.
Restorative Justice sebagai upaya reformasi sistem peradilan pidana yang masih menghadapi hukuman penjara. Tujuan keadilan restoratif, yaitu menciptakan suatu keadilan yang menyertakan antara para pihak korban, pelaku, keluarga dan masyarakat untuk menilai tindakan terhadap hukum menggunakan kesadaran dan keyakinan sebagai dasar untuk meningkatkan kehidupan sosial.
Pedoman yang digunakan dalam penangan penyelesaian perkara dengan pendekatan Restorative Justice dapat menggunakan Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana, sebagai berikut :
Telah terpenuhinya syarat Materiil :
-
1) Tiada menciptakan adanya perbuatan meresahkan atau konflik di masyarakat dan tiada penolakan dari warga. Tetapi nyatanya perbuatan pencemaran limbah B3 oleh PT Sutomo membuat keresahan namun jika masyarakat Kota Metro tidak menolak penggunaan penyelesaian dengan Pendekatan Restorative Justice maka syarat dapat terpenuhi
-
2) Tidak adanya dampak konflik sosial antar masyarakat Kota Metro
-
3) Terdapat pernyataan kepada seluruh pihak masyarakat tidak ada penolakan dan menyerahkan hak menuntutnya didepan hukum
-
4) Memiliki prinsip pembatas, yaitu perbuatan PT Sutomo yang relatif ringan.
Telah terpenuhi syarat Formil :
-
1) Adanya surat permohonan perdamaian antara pihak Masyarakat Kota Metro dan pihak PT Sutomo
-
2) Surat pernyataaan perdamaian diketahui oleh penyidik
-
3) Berita acara dalam pemeriksaan menambahkan penyelesaian perkara melalu keadilan restorative
-
4) Adanya rekomendasi gelar perkara khusus yang menyetujui
-
5) Pihak PT Sutomo tidak keberatan atas pertanggung jawaban, ganti rugi dan menerima segala keputusan pada saat mediasi
-
6) PT Sutomo tidak menimbulkan korban manusia.
Dalam pelaksanaan pendekatan Restorative Justice terdapat pada Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 diatur Mekanisme Penerapan Penyelesaian perkara dengan pendekatan restorative justice, sebagai berikut :
-
1) Dilakukan survei administrasi syarat formil untuk menggunakan penyelesaian Restorative Justice setelah menerima permohonan perdamaian dari pihak yang bersangkutan yaitu pihak Masyarakat dan Pihak PT Sutomo
-
2) Permohonan perdamaian diberikan kepada penyidik dan menunggu persetujuan
-
3) Jika disetujui, lalu menunggu penetapan waktu pelaksanaan untuk penandatanganan pernyataan perdamaian oleh pihak Masyarakat dan pihak PT Sutomo
-
4) Melaksanaan konferensi yang melahirkan perjanjian kesepakatan
-
5) Dibuatnya nota dinas kepada pengawas penyidik
-
6) Melakukan gelar perkara khusus yang dilakukan oleh masyarakay Kota Metro yang merupakan korban.
-
7) Menata kelengkapan administras serta dokumen pada gelar perkara kkhusus dan laporannya
-
8) Diterbitkannya surat perintah penghentian penyidikan dengan alasan Restorative Justice
Dalam mediasi ini mengatasi kerugiannya PT Sutomo dapat menggunakan ketentuan pasal pemulihan sesuai Undang-Undang No. 32/2009 yang menegaskan bahwa dapat dilakukannya suatu upaya pemulihan lingkungan kepada pihak pelaku atau Perusahaan dan ganti rugi, sesuai pasal-pasal berikut:
-
1) Pasal 54 ayat (1) dan (2), menegaskan bahwa para pelaku pencemaran ataupun kerusakan pada lingkungan wajib melakukan rehabilitasi pada fungsi lingkungan tersebut dengan melakukan tahapan-tahapan seperti penghentian sumber pencemaran, pembersihan unsur pencemaran, remediasi, rehabolitasi, restorasi dan cara lain yang mampu dan sesuai dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang ada
-
2) Pasal 87, menegaskan bahwa seluruh penanggung jawab usaha dalam bentuk ganti rugi atau tindakan tertuntu jika di lakukan perbuatan melanggar hukum dengan bentuk pelanggaran yang menimbulkan suatu pencemaran ataupun kerusakan pada lingkungan dan berdampak rugi bagi orang lain.
-
3) Pasal 88 Peraturan pemerintah No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja jo UU NO. 31 TAHUN 2009, juga menegaskan bahwa kepada para pihak yang tindakannya menggunakan limbah B3, menghasilkan atau mengelolah limbah B3, namun menimbulkan suatu ancaman bagi lingkungan hidup maka harus bertanggungjawab secara mutlak dalam kerugian yang terjadi tanpa adanya bukti unsur kesalahan.
Dalam menghindari perbedaan pendapat yang tajam antara warga Kota Metro dan PT Sutomo dan untuk mengurangi kegagalan kontrak, diperlukan dan perlu seorang yang memediasi atau disebut juga mediator yang mampu menghitung kerugian lingkungan yang rusak dan terbebani oleh hal ini. memberikan informasi tentang tindak pidana lingkungan secara profesional, obyektif dan transparan. Oleh karena itu, aparat penegak hukum diharapkan dapat menggunakan aplikasi mereka untuk memberukan upaya edukasi dan menawarkan agar tidak banyak tudingan kriminalisasi terhadap pelaku.
-
3.2. Akibat Hukum dan Dampak dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup menggunakan pendekatan Restorative Justice
Pada penerapannya yang sudah dijelas diatas bahwa Restorative Justice melahirkan Akibat Hukum terhadap kasus perkara pencemaran lingkungan menggunakan penyelesaian Pendekatan Restorative Justice merupakan adanya sebuah penghentian penyidikan yang berfungsi untuk tidak menciptakan sanksi pidana melainkan mengurangi adanya penimbunan perkara dan mencegah padatnya penjara melalui diskresi penegak hukum dengan memenuhi syarat materiil dan formil sesuai dengan Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/8/VII/2018, namun kasus pada tidak pidana lingkungan umumnya akan menyebabkan kerugian pada ekonomi dan pada ekosistem lingkungan yang dirugikan bahkan dapat memicu adanya konflik sosial berujung mempersulit para penegak hukum untuk terpenuhinya kedua syarat materiil dan formil tersebut. Maka dengan ini perkara ganti rugi dan pemulihan sulit dicapai bagi para pihak masyarakat dan PT Sutomo sehingga tidak tercapainya kesepakatan. Pada syarat materiil juga dijelaskan mengenai prinsip membatasan, namun biasanya dilakukan dengan sadar dan berniatan dan menyebabkan tingkat kesalahan dapat terlihat jelas.
Dampak Positif penyelesain perkara pidana lingkungan hidup menggunakan pendekatan Restorative Justice:
-
1) Restorative Justice menciptakan keadilan bagi warga atau korban yang dirugikan sesuai keinginan dan kepentingan warga atau korban, bukan ditentukan oleh negara
-
2) Memberikan pemulihan bagi lingkungan dan pihak korban
-
3) Membuat pihak pelaku bertanggung jawab atas pencemaran yang pihak pelaku lakukan
-
4) Meningkatkan upaya penyelesaian dalam terlibatnya masyarakat dan kesadaran publik
-
5) Membuat pihak pelaku memahami dampak dari Tindakan pencemaran lingkungan tersebut
Dampak negatif penyelesain perkara pidana lingkungan hidup menggunakan pendekatan Restorative Justice:
-
1) Tahap Mediasi, akan memberikan kesepakatan yang diambil sesuai dengan yang di inginkan para orang-orang yang terlibat dalam mediasi tersebut, hal ini menimbulkan potensi ketidakseimbangan juga ketimbangan kedudukan antara pelaku dengan korban sehingga dapat terjadi penyalahgunaan kesempata. Tahap ini juga memaksakan para pihak untuk tunduk pada keputusan yang diberikan sebagai bentuk upaya pembebasan pelaku dari jalur peradilan formal.
-
2) Tahap Mediasi berhasil, jika sampai pada tahap ini namun pada kenyataannya pelaku tidak menaati atau mematuhi hasil kesepakatan perdamaian, maka akan menimbulkan mediasi yang cacat dan pihak korban dapat mempermasalah Kembali perkara tersebut dan kemungkinan dikembalikan pada proses peradilan pidana formil.
-
3) Tahap mediasi gagal, pada saat proses mediasi gagal maka hasil mediasi dapat digunakan pihak tertentu dalam proses peradilan pidana berikutnya sebagai alat bukti dan ini akan berpotensi bahwa sanksi terhadap pelaku diberatkan jika hasil mediasi gagal dibawa keadalam proses peradilan pidana.
Perkara pencemaran limbah B3 oleh PT Sutomo dapat diselesaikan perkaranya melalui penyelesaian diluar pengadilan karena pada Pasal 85 ayat (1) sampai (3) UU No. 32/2009 menegaskan bahwa penanganan perkara lingkungan diluar pengadilan dapat dilakukan dengan kesepakatan, bentuk juga besarnya ganti rugi yang wajib dilakukan oleh PT Sutomo dan juga bentuk pencegahannya dalam penyelesaiannya juga dapat digunakan jasa mediator. Akibat Hukum terhadap kasus perkara pencemaran lingkungan menggunakan penyelesaian Pendekatan Restorative Justice yaitu terjadinya suatu penghentian penyidikan bertujuan untuk mencegah adanya sanksi pidana dan mengurangi adanya penimbunan perkara dan penuhnya penjara melalui diskresi penegak hukum dalam terpenuhinya syarat materil dan formil yang diatur didalam Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018, tetapi dalam kasus perkara tindak pidana lingkungan pada umumnya akan terjadi kerugian ekonomi dan ekosistem bahkan dapat memicu konflik sosial yang menyulitkan para penegak hukum untuk memenuhi kedua syarat yang ada pada SE Kapolri tersebut. maka dengan ini perkara ganti rugi dan pemulihan sulit dicapai bagi para pihak masyarakat dan PT Sutomo sehingga tidak tercapainya kesepakatan. Kembali lagi kepada para pihak yang terlibat dan pada syarat materiil dijelaksan mengenai engenai prinsip membatasan, namun biasanya dilakukan dengan sengaja maka kesalahan mampu terlihat dengan jelas.
Dengan menggunakan pendekatan Restorative Justice diharapkan para korban dan pelaku menemukan ide dalam melakukan rehabilitasi ataupun perbaikan pada lingkungan lingkungan yang bermanfaat juga bagi warga bukan hanya hukuman yang tidak menciptakan suatu keadilan bagi lingkungan dan juga masyarakat, pada mediasi ini para korban dan pelaku diharapkan dapat mencari dan menyepakati apa yang harus dilakukan oleh para pelaku supaya tidak melakukan perbuatan merugikan seperti ini kembali dan para korban menerima kembali hak nya yaitu memiliki lingkungan hidup yang sehat dan terjaga kelestariannya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Zainudin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Sinar Grafika (2011).
Soekanto, Soerjono. PENGANTAR PENELITIAN HUKUM. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).(2007).
Artikel Jurnal
Arief, Hanafi. “Penerapan Prinsip Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia.” Al’Adl, Volume X Nomor 2 (2018).
Budoyo, sapto & Ratna Kumala Sari. “Eksistensi Restorative Justice Sebagai Tujuan Pelaksanaan Diversi Pada Sistem Peradilan Anak Di Indonesia.” Jurnal Meta-Yuridis (2019).
Imanuddin, Iman. “Pendekatan Restorative Justice Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Lingkungan Hidup”. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum | Volume 17 Nomor 2 Tahun 2019 (2019).
Kurnia, Prayago & dkk. “Penegakan Hukum Melalui Restorative Justice Yang Ideal Sebagai Upaya Perlindungan Saksi Dan Korban”. Jurnal GEMA, Th.XXVII/49/Agustus 2014-Januari 2015 (2014).
Lazuardi, Glery. “Pendekatan Restorative Justice Dalam Tindak Pelaku Penyebaran Hoaks”. E-ISSN: Nomor 2303-0569. Jurnal Kertha Semaya (2020).
Rondonuwu, Diana E. “Tinjauan Yuridis Terhadap Penegakan Hukum Lingkungan Administratif Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009”. Jurnal Lex Privatum Vol. VI/No. 9/Nov/2018 (2018).
Santosa, Rizky W. “Dampak Pencemaran Lingkungan Laut Oleh Perusahaan Pertambangan Terhadap Nelayan Tradisional”. Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013 (2013).
Sari, Milya & Asmendri. “Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dalam Penelitian Pendidikan IPA”. Jurnal Penelitian Bidang IPA dan Pendidikan IPA, ISSN: 2715470X (online), 2477 – A (2020).
Satria, Hariman. “Restorative Justice: Paradigma Baru Peradilan Pidana. Kendari: Fakultas Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari.” Jurnal Media Hukum (2018).
Artikel Website
Lampung24jam.com. “Limbah Oli Cemari Sumur Warga, Bengkel Pt Sutomo Ditutup
Pemkot Metro”. https://lampung24jam.com/2021/04/06/limbah-oli-cemari-sumur-warga-bengkel-pt-sutomo-ditutup-pemkot-metro/ diakses pada tanggal 17 Desember 2022
Suaralampung.id. “Limbah Oli Cemari Lingkungan Warga Metro, Ini Kata Pihak Perusahaan”https://lampung.suara.com/read/2021/04/07/104002/limbah -oli-cemari-lingkungan-warga-metro-ini-kata-pihak-perusahaan?page=all diakses pada tanggal 17 Desember 2022
Tengens, Jecky. HUKUMONLINE.COM. “Pendekatan Restorative Justice dalam Sistem Pidana Indonesia”.https://www.hukumonline.com/berita/a/pendekatan-restorative-justice-dalam-sistem-pidana-indonesia-lt4e25360a422c2 diakses pada tanggal 17 Desember 2022
Jurnal Kertha Negara Vol 11 No. 9 Tahun 2023 hlm 983-995
995
Discussion and feedback