FIDUSIA SAHAM SEBAGAI OBJEK JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT
on
FIDUSIA SAHAM SEBAGAI OBJEK JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT
Alya Jamila Sinala, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: alya.jamilas@gmail.com
Ayu Putu Laksmi Danyanthi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: laksmi_danyanthi@unud.ac.id
DOI: KW.2024.v13.i2.p3
ABSTRAK
Tujuan utama dari dibuatnya penelitian ini ialah untuk mengevaluasi potensi penggunaan fidusia saham sebagai jaminan dalam pemberian kredit, dengan fokus pada proses implementasi dan validitasnya. Terdapat dua rumusan masalah, yaitu apakah fidusia saham dapat dijadikan jaminan dalam pemberian kredit dan bagaimana proses fidusia saham diimplementasikan sebagai jaminan dalam pemberian kredit. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dengan eksplorasi literatur dan analisis data sekunder, khususnya mengacu pada KUHPerdata dan Undang Undang Jaminan Fidusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fidusia saham dapat efektif dijadikan jaminan sesuai Pasal 60 UUPT dan UU Jaminan Fidusia, melibatkan pembuatan akta jaminan fidusia oleh notaris dan pendaftaran di Kantor Pendaftaran Fidusia. Hak dan kewajiban pemegang saham serta penerima fidusia diatur dalam UUPT dan UU Jaminan Fidusia, dengan pemegang saham mempertahankan hak kepemilikan dan penerima fidusia memiliki hak istimewa, seperti droit de preference. Penelitian ini memberikan gambaran tentang penerapan fidusia saham dalam pemberian kredit, menyatukan aspek hukum dan prosedur yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Kata Kunci: Fidusia, Saham, Jaminan, Pemberian Kredit, Benda
ABSTRACT
The main objective of this research is to evaluate the potential for using fiduciary shares as collateral in providing credit, with a focus on the implementation process and validity. There are two problem formulations, namely whether share fiduciary can be used as collateral in granting credit and how the share fiduciary process is implemented as collateral in granting credit. The research method used is a normative juridical approach with literature exploration and secondary data analysis, specifically referring to the Civil Code and the Fiduciary Guarantee Law. The research results show that fiduciary shares can be effectively used as collateral in accordance with Article 60 of the Company Law and the Fiduciary Guarantee Law, involving the making of a fiduciary guarantee deed by a notary and registration at the Fiduciary Registration Office. The rights and obligations of shareholders and fiduciary recipients are regulated in the Company Law and the Fiduciary Guarantee Law, with shareholders retaining ownership rights and fiduciary recipients having special rights, such as droit de preference. This research provides an overview of the application of share fiduciaries in providing credit, combining legal aspects and procedures that have been determined by the government.
Keywords: Fiduciary, Shares, Collateral, Credit, Property
Merujuk pada prinsip-prinsip hukum perbankan, terjadi pembedaan didalam interpretasi pada kata "jaminan" dan "agunan". Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, istilah "agunan" tidak disekedar dipahami secara eksplisit, tetapi hanya "jaminan" yang diperincikan. Fokus utama hukum pada waktu itu lebih condong dalam membahas “jaminan” dalam konteks
perbankan. Melangkah lebih jauh, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut sebagai UU No. 7 Tahun 1992), yang telah direvisi melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (selanjutnya disebut sebagai UU No. 10 Tahun 1998), memaparkan kerangka hukum yang berkaitan dengan konsep "agunan". Dalam Pasal I angka 23 UU No. 10 Tahun 1998, norma-norma terkait agunan dijabarkan dengan merinci bahwa:
“Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.”
Bila dilihat dari perspektif regulasi yang ada, dapat diindikasikan bahwa jaminan dan agunan memiliki identitas yang berlainan, dengan agunan sebagai aspek yang terkandung dalam jaminan. Dalam setiap transaksi yang terjalin antara kreditur dan debitur, tidak jarang barang-barang dijadikan sebagai jaminan dalam perjanjian utang-piutang yang terjalin di antara mereka. Hal ini menjadi kebutuhan untuk memberi kreditur perasaan aman terkait utang yang ditanggung oleh debitur. Terlebih jika dalam suatu kondisi dimana kreditur mengalami kebangkrutan, maka jaminan yang diberikan akan menjadi instrumen untuk melunasi kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh debitur. Pola pengaturan terkait jaminan juga diamanatkan melalui panduan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Sehingga, Pasal 1131 KUHPerdata, menjadi penanda definisi yang berhubungan dengan jaminan, mengamanatkan bahwasannya:1
“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.”
Kemudian, dalam Pasal 1132 KUHPerdata mengatur terkait:
“Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.”
Apabila merenungi pedoman yang tertuang dalam kedua peraturan tersebut, terlihat adanya dua kategori jaminan yang dapat diidentifikasi, yaitu jaminan umum dan jaminan spesifik.2 Melangkah lebih jauh, jaminan spesifik dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama. Pertama, jaminan yang terikat pada aset berbentuk benda, seperti gadai, fidusia, hipotek, resi gudang dan hak tanggungan. Kedua, jaminan individu yang berkaitan dengan perjanjian penanggungan, perjanjian tanggung menanggung, serta perjanjian garansi.3 Dalam hukum perbankan, penjaminan juga menjadi hal yang lumrah dilakukan terlebih dalam dilakukannya perjanjian kredit. Lebih lanjut, objek yang dapat dijaminkan sangatlah beragam. Hal yang sama berlaku pula dengan cara penjaminan yang dapat dilakukan. Salah satu yang cocok untuk dibahas adalah berkaitan dengan penjaminan saham. Aturan terkait saham dapat diidentifikasi dalam Pasal 31 ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut sebagai UUPT), yang menegaskan bahwa:
“Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.”
Apabila kita merujuk pada kriteria yang tersaji dalam Pasal 31 ayat (1) UUPT, maka akan terang benderang bahwa saham pada hakikatnya mencerminkan nilai nominal yang tertera dalam modal dasar suatu Perseroan. Oleh karena itu, terlihat dengan jelas bahwa saham mewakili salah satu harta yang amat berharga. Meskipun, tak terelakkan bahwa saham adalah entitas tak berwujud dan nilainya bersifat fluktuatif. Fenomena ini selanjutnya menimbulkan pertanyaan yang menarik seputar potensi pemanfaatan fidusia saham sebagai bentuk jaminan dalam transaksi kredit. Di antara alternatif metode jaminan yang muncul, fidusia tampaknya memiliki daya tarik khusus ketika dihubungkan dengan saham. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut sebagai UU Jaminan Fidusia) berperan sebagai struktur regulasi bagi perkara fidusia di Indonesia.4 Pasal 1 angka 1 UU Jaminan Fidusia menegaskan makna fidusia dengan mengatur bahwasannya:
“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
Lebih mendalam lagi, Pasal 1 angka 2 UU Jaminan Fidusia membawa pengaturan yang menyangkut Jaminan Fidusia, dengan merincikan bahwa:
“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”
Apabila kita merenungi panduan mengenai fidusia yang telah diberikan, maka muncul pertanyaan yang menarik terkait dengan potensi pemanfaatan fidusia saham sebagai bentuk jaminan dalam transaksi kredit. Mengacu pada pemaparan tersebut, maka akan menjadi menarik untuk membahas lebih lanjut berkaitan dengan hal ini. Terkait dengan State of Art, penulis telah menemukan informasi dari penelitian yang telah ditulis Ni Putu Theresea Putri Nusantara berjudul “Eksekusi dan Pendaftaran Objek Jaminan Fidusia berdasarkan Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.”5 Penelitian tersebut mengangkat kendala dalam penyelesaian agunan fidusia, bentuk registrasi dalam jaminan fidusia, dan legalitas hukum yang beerkaitan dengan jaminan fidusia. Selanjutnya, penulis menemukan penelitian yang ditulis oleh I Wayan Duta Nirwana dan I Wayan Novy Purwanto berjudul “Non Fungible Token sebagai Objek Jaminan Fidusia”.6 Penelitian tersebut membahas regulasi tentang NFT di Indonesia dan apakah NFT memiliki kemampuan untuk dijadikan sebagai suatu Objek Jaminan Fidusia. Kedua penelitian tersebut membahas hal yang terkait dengan penelitian ini, namun terdapat perbedaan pada objek yang dijaminkan dalam pemberian kredit dan proses atau cara pendaftaran objek jaminan. Dalam penelitian ini akan membahas tentang bagaimana saham menjadi aset jaminan fidusia serta system registrasi saham menjadi objek jaminan fidusia.
Dari konteks yang telah selesai dipaparkan di bagian pendahuluan, sehingga muncul dua perumusan permasalahan yang akan diangkat, yaitu:
-
1. Apakah fidusia saham dapat dijadikan sebagai jaminan dalam pemberian kredit?
-
2. Bagaimanakah proses fidusia saham dijadikan sebagai jaminan dalam pemberian kredit?
Setelah melewati kedua rumusan masalah diatas, sehingga tujuan dilakukannya penelitian, yaitu:
-
1. Mengetahui apakah fidusia saham dapat dijadikan jaminan dalam pemberian kredit.
-
2. Mengetahui proses fidusia saham dijadikan sebagai jaminan dalam pemberian kredit
Pada saat menjalankan riset ini, pendekatan penelitian yuridis normatif digunakan sebagai landasan. Riset ini diterapkan melalui eksplorasi literatur dan analisis data sekunder.7 Dalam pelaksanaan riset, Penulis akan menitikberatkan pada eksplorasi terhadap aspek peraturan perundang-undangan, temuan empiris dalam ilmu hukum, serta kontribusi disiplin ilmu lain, tanpa mengalihkan sifat asli ilmu hukum yang merupakan suatu sumber ilmu normatif.8 Sehingga karena alasan tersebut, fokus penelitian lebih intens ke KUHPerdata dan peraturan erundang undangan yang terkait. Sifat penelitian yang dipilih adalah deskriptif analitis, yang memberikan gambaran dan pemeriksaan penuh atas topik penelitian dengan memanfaatkan data ataupun sampel yang sebelumnya telah berhasil diperoleh tanpa harus melakukan analisis yang lebih ekstensif.9 Sehubungan dengan metodologi yang diterapkan dalam penelitian ini, maka peneliti bermaksud untuk mengaplikasikan tiga pendekatan yang berbeda. Ketiga pendekatan tersebut ialah pendekatan statua, dan pendekatan konseptualitas, serta pendekatan analitik.10
Dalam UUPT, tidak diberikan pengaturan yang jelas dan tegas berkaitan definisi saham. Oleh karena itu, perlu untuk meneliti ilmu pengetahuan maupun literatur lainnya untuk menemukan penjelasan ataupun definisi saham. Saham menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki keterkaitan dengan bagian atau porsi, kadang-kadang disebut sebagai sero dalam konteks modal. Selain itu, saham merupakan bukti nyata kepemilikan sebagian modal di sebuah perusahaan terbatas, yang memberikan hak kepada para pemegang saham supaya mampu memperoleh dividen dan berbagai hak istimewa yang bergantung pada besarnya uang yang diinvestasikan, memberikan hak individu (bagi pemegang saham) atas entitas perusahaan melalui partisipasi dalam kepemilikan dan pengawasan. Berdasarkan pandangan John Downes dan
Jordan Elliot Goodman, teranglah bahwasannya saham ialah suatu unit yang menyatakan kepemilikan ekuitas dalam struktur perusahaan. Lebih eksplicit, Pasal 1 butir c dari Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 24/32/Kep/Dir, yang diambil pada tanggal 12 Agustus 1991, yang berjudul "Kredit Kepada Perusahaan Sekuritas Dan Kredit Dengan Agunan Saham," memberikan ketetapan terkait:
“Saham adalah surat bukti pemilikan suatu perseroan terbatas baik yang diperjualbelikan di Pasar Modal maupun yang tidak.”
Berdasarkan penjelasan-penjelasan berkaitan dengan saham tersebut, tampak jelas bahwa pada dasarnya saham merupakan satuan dari suatu kepemilikan seseorang terhadap suatu perseroan terbatas. Jika kita mengambil panduan dari interpretasi mengenai saham, maka dapat disadari bahwa intinya saham adalah objek bernilai dan memiliki potensi ekonomi yang signifikan. Namun, di bawah interpretasi ini juga tersirat bahwa saham sesungguhnya adalah aset tak berbentuk yang bergerak dalam sifatnya. Hal ini dikarenakan saham dapat dipindahtangankan dengan mudah, namun saham tidak memiliki wujud. Hal ini yang kemudian menarik untuk dibahas lebih lanjut, mengenai dapat atau tidak dapatnya saham untuk dijadikan jaminan dalam pemberian kredit.
Dalam suatu perjanjian kredit atau perjanjian utang piutang, biasanya kreditur akan meminta suatu penjaminan tertentu yang diberikan oleh debitur sebagai bentuk rasa aman atas pemberian pinjaman yang dilakukan oleh kreditur terhadap debitur. Pada dasarnya dalam melakukan suatu penjaminan, agunan haruslah benda bernilai dan terhadapnya terdapat hak untuk dipindahkan kepemilikannya.11 Berkaitan dengan hal ini tentu menjadi menarik untuk mengetahui lebih lanjut dapat atau tidaknya saham untuk dijadikan jaminan, khususnya sebagai objek fidusia. Maka, dalam pasal 1 angka 1 UU Jaminan Fidusia memberikan pengaturan menyangkut definisi Fidusia dengan mengatur bahwa:
“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
Sementara itu, Pasal 1 angka 2 UU Jaminan Fidusia memberikan pengaturan berkaitan dengan Jaminan Fidusia dengan mengatur bahwa:
“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”
Jika kita merujuk pada definisi yang diuraikan dalam UU Jaminan Fidusia sehubungan dengan Kepercayaan Hukum dan Jaminan Fidusia, dapat terlihat bahwa faktor-faktor krusial yang harus terpenuhi supaya suatu objek dapat dijadikan sebagai subjek Fidusia meliputi kemampuan objek untuk ditransfer, eksistensi sebagai objek yang bergerak, tak terikat pada wujud fisik, atau menjadi aset diam yang tak diberi beban hak tanggungan.12 Dalam konteks ini, saham tentu saja memenuhi parameterparameter tersebut karena saham melambangkan aset bergerak yang bersifat tak berwujud. Berkaitan dengan penjaminan saham dengan fidusia, tentunya akan
menjadi tepat apabila mengacu pada ketentuan yang diatur berdasarkan UUPT. Pasal 60 UUPT mengatur bahwa:
-
“(1) Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya.
-
(2) Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar.
-
(3) Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
-
(4) Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham.”
Apabila melihat pengaturan yang tertera dalam Pasal 60 ayat (1) UUPT, maka bisa dipahami kalau saham adalah benda. Hal ini menyebabkan terhadap pemegang saham terhadap hak kebendaan yang dimilikinya atas saham tersebut. Lebih lanjut, mengacu pada Pasal 60 ayat (2) UUPT, maka tampak saham layak untuk menjadi jaminan fidusia. Berdasarkan pengaturan tersebut maka menjadi jelas dan tegas bahwa terhadap saham dapat dilakukan fidusia. Hal tersebut dapat dilakukan apabila anggaran dasar tidak mengatur lain dari pengaturan tersebut. Oleh karena itu, diketahui bahwa terhadap saham dapat dilakukan fidusia.
Adapun hak dan kewajiban bagi para pemegang saham (sebagai debitur) dan pemegang fidusia saham (sebagai kreditur), yang mencakup berbagai tanggung jawab hukum dan keuangan. Ketentuan khusus mengenai hal ini tidak secara eksplisit dinyatakan dalam Undang-Undang No. 49 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dengan demikian, kewenangan dan tanggungjawab bagi para pemegang saham (debitur), yaitu:
-
A. Hak untuk tetap memiliki kepemilikan atas saham yang diperoleh melalui jaminan fidusia, sebab asset yang dijadikan agunan Fidusia masih dalam control debitur.
-
B. Hak untuk mempertahankan manfaat yang terkait dengan kepemilikan saham, termasuk diantaranya yaitu hak untuk mengambil bagian dan ikut memberikan suara pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan kewenangan untuk menerima dividen dari perusahaan yang menerbitkan saham. Jaminan fidusia tidak menghilangkan hak-hak substantif yang berkaitan dengan saham, sehingga memungkinkan pemegang saham (debitur) untuk tetap memiliki hak-hak tersebut.
-
C. Kewajiban untuk memenuhi kewajiban moneter terkait jumlah pokok dan biaya sewa kepada lembaga keuangan (baik bank ataupun non-bank), dalam peran mereka sebagai pemberi pinjaman dan penerima jaminan fidusia.
-
D. Kewajiban untuk menginformasikan kepada dewan direksi mengenai saham yang dimilikinya yang telah dibebani jaminan fidusia. Informasi ini harus dicatat dengan benar didalam inventaris pemegang saham dan daftar khusus. Sehingga perihal ini untuk memastikan bahwa perusahaan atau pemangku kepentingan terkait lainnya mendapat informasi tentang status saham tersebut.13
Selain itu, adapula kewenangan dan tanggungjawab penerima jaminan fidusia (kreditur), yaitu:
-
A. Hak jaminan fidusia memberikan kesempatan kepada individu untuk menjual saham mereka melalui lelang publik, sehingga tidak memerlukan intervensi
hukum. Penerima jaminan fidusia memiliki lisensi agunan fidusia yang memberikan tingkat otoritas yang sama dengan putusan pengadilan.14
-
B. Hak untuk didahulukan, yang disebut sebagai droit de preference, yaitu suatu hak hukum yang telah diuraikan dalam Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Hak ini memberikan hak istimewa kepada penerima fidusia untuk menerima dana yang dihasilkan melalui pemenuhan tujuan jaminan fidusia. Prioritas untuk mendapatkan pelunasan melebihi kreditur lainnya. Prioritas hak-hak pemberi fidusia tetap ada bahkan dalam kasus kepailitan atau likuidasi pemberi fidusia, karena objek jaminan fidusia dikecualikan dari harta pailit pemberi fidusia.
-
C. Kewajiban untuk menginput saham sebagai aset jaminan fidusia berada di tangan Biro Registrasi Jaminan, dengan maksud dari proses pendaftaran ini adalah untuk menetapkan jaminan yang mengikat secara hukum atas jaminan fidusia yang terkait dengan saham.
-
D. Kewajiban untuk tidak mengalihkan sertifikat saham, yang menjadi subjek agunan fidusia, ke dalam kepemilikannya, bahkan jika terjadi wanprestasi. Dalam hal terjadi demikian, perjanjian saham yang disertai dengan jaminan fidusia menjadi batal demi hukum, atau menjadi batal demi hukum.
Sebagaimana pemaparan yang sudah dilakukan sebelumnya, maka sudah menjadi jelas dan tegas bahwa terhadap saham dapat dilakukan fidusia. Akan tetapi, perlu pula diketahui dan dipahami lebih lanjut mengenai proses fidusia saham sebagai penjaminan dalam pemberian kredit. Ini menjadi penting agar pelaksanaan Fidusia saham selaras dengan kerangka hukum yang berlaku dan UU yang bersangkutan. Undang-Undang Jaminan Fidusia memuat pembatasan-pembatasan yang mengatur pembebanan suatu objek dengan fidusia. Dalam Pasal 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia, dinyatakan bahwa:
“(1) Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia.
-
( 2) Terhadap pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”
Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUJF, jelaslah bahwasannya proses tanggungan suatu objek tertentu, misalnya saham, dengan menggunakan jaminan Fidusia mengharuskan dibuatnya dokumen resmi yang berbentuk akta notaris yang harus dirancang menggunakan bahasa indonesia, yang selanjutnya akan diakui sebagai akta Jaminan Fidusia. Dokumen ini memberikan informasi terperinci mengenai Pasal 6 Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang menjelaskan isi dan ketentuan-ketentuannya, yaitu:
“Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sekurang-kurangnya memuat:
-
a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;
-
b. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
-
c. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
-
d. nilai penjaminan; dan
-
e. nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.”
Selain itu, pembebanan saham dalam sebagai jaminan harus didaftarkan sebagaimana mestinya. Sejalan dengan peraturan yang diuraikan dalam Pasal 11 UU Jaminan Fidusia, yang menetapkan bahwa:15
“(1) Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.
-
(2) Dalam hal Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.”
Menurut panduan yang tersedia dalam Pasal 11 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, maka terang dan eksplisit bahwa saham yang dikenakan jaminan fidusia harus di daftarkan. Terkait dengan hal ini, aturan lebih mendalam dirinci dalam Pasal 12 ayat (1) UU Jaminan Fidusia yang memaparkan bahwa:
“Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.”
Mengikuti ketetapan yang ditegaskan dalam Pasal 12 ayat (1) UU Jaminan Fidusia tadi, terang-benderang terlihat bahwa pelaksanaan jaminan fidusia berlangsung di Kantor Pendaftaran Fidusia. Dalam tahap selanjutnya, Pasal 14 UU Jaminan Fidusia menyusun ketentuan terkait pengeluaran serta pengantaran Sertifikat Jaminan Fidusia, yang menegaskan bahwa:
“(1) Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima Fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
-
(2) Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia memuat catatan tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
-
(3) Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.”
Tampak bahwa dalam Pasal 14 UU Jaminan Fidusia memberikan pengaturan yang jelas dan tegas berkaitan dengan Sertifikat Jaminan Fidusia dan lahirnya fidusia. Selain pengaturan-pengaturan yang terkandung dalam UU Jaminan Fidusia, dalam pelaksanaan fidusia saham, tentunya juga perlu memperhatikan ketentuan yang terkandung pada UUPT. Pada Pasal 60 ayat (3) UUPT diberikan pengaturan mengenai kewajiban yang perlu dipenuhi dalam melakukan fidusia saham yaitu dengan mengatur bahwa:
“Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.”
Proses pendaftaran fidusia secara online pada website Ditjen AHU melibatkan beberapa langkah yang terinci untuk memudahkan pemberi fidusia, notaris, atau korporasi dalam melaksanakan proses tersebut. Proses ini dirancang untuk mempermudah pendaftaran fidusia secara online dengan melibatkan langkah-langkah yang jelas dan spesifik, serta memastikan bahwa sertifikat fidusia dapat diakses dengan mudah oleh pemberi fidusia setelah proses selesai.16 Berikut adalah penjelasan dari awal hingga akhir proses pendaftaran fidusia:
-
a. Registrasi
Pada langkah ini, para pihak yang terlibat (pemberi fidusia, notaris, atau korporasi) harus mengakses website Aplikasi Fidusia Online di
(https://fidusia.ahu.go.id). Pilih opsi "Registrasi" untuk membuat akun. Dalam proses registrasi, pengguna perlu mengisi formulir registrasi sesuai dengan tipe pendaftaran yang mereka pilih, seperti pemberi fidusia, notaris, atau korporasi.
-
b. Pengisian Data
Setelah berhasil melakukan registrasi, pengguna harus masuk ke akun menggunakan username dan password yang telah mereka buat. Selanjutnya, pengguna perlu mengisi formulir pendaftaran jaminan fidusia dengan memberikan informasi yang diminta. Informasi ini mencakup identitas pemberi fidusia, notaris, atau korporasi yang terlibat dalam transaksi fidusia.
-
c. Pengiriman Notifikasi
Setelah pengisian data selesai, notaris dapat menggunakan Aplikasi YAP untuk melakukan pengiriman notifikasi jika diperlukan. Pengiriman notifikasi ini dapat berisi informasi tambahan atau konfirmasi terkait proses fidusia.
-
d. Pengajuan Sertifikat Fidusia
Setelah pendaftaran dan pengiriman notifikasi selesai, pemberi fidusia dapat mengajukan permohonan sertifikat fidusia melalui Aplikasi Fidusia Online. Proses ini melibatkan pengisian formulir pengajuan sertifikat fidusia dengan informasi seperti nomor jaminan fidusia, tipe fidusia, dan informasi lain yang dibutuhkan.
-
e. Pengiriman Sertifikat Fidusia
Setelah pengajuan sertifikat fidusia selesai dan disetujui, sertifikat fidusia akan dikirim melalui Aplikasi Fidusia Online. Pemberi fidusia dapat mengunduh sertifikat fidusia tersebut melalui akun yang telah mereka buat sebelumnya.
Berdasarkan Pasal 60 ayat (3) UUPT pihak yang berwenang membuat sertifikasi fidusia adalah yang melakukan pendaftaran fidusia saham dan yang berwenang mengeluarkan yaitu pejabat yang berwenang dari Ditjen Administrasi Hukum Umum. Proses pendaftaran tersebut mengikuti regulasi UU Jaminan Fidusia. Pemilik saham akan diberikan Buku Daftaar Fidusia. Dalam Buku Daftar Fidusia, terdapat catatan transaksi fidusia yang mencakup nomor akta jaminan fidusia, identitas notaris yang membuat akta jaminan fidusia, data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, deskripsi benda yang menjadi objek jaminan fidusia, nilai penjaminan, dan nilai benda yang dijamin. Sertifikat jaminan fidusia, sebagai salinan dari Buku Daftar Fidusia, juga mencatat persyaratan-persyaratan jaminan fidusia. Dokumen ini menjadi penting untuk memastikan integritas transaksi fidusia, memberikan kejelasan hukum, dan mencegah potensi konflik di masa mendatang.17
Setelah pendaftaran fidusia saham, langkah penting yang diatur dalam UU tersebut adalah merekam penjaminan dalam daftar pemegang saham dan salinan dari catatan-catatan di dalam Buku Daftar Fidusia. Tindakan ini sangat relevan untuk menjamin kejelasan hukum bagi pemegang saham dan semua pihak terkait. Merekam penjaminan dalam daftar pemegang saham bertujuan untuk mencegah kemungkinan timbulnya permasalahan terkait hal tersebut di kemudian hari.
IV. Kesimpulan sebagai penutup
4 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat dimengerti bahwa fidusia saham dapat dijadikan jaminan dalam pemberian kredit sesuai dengan Pasal 60 UUPT dan UU Jaminan Fidusia. Saham sebagai bukti kepemilikan dalam suatu perusahaan, dapat dicatat dalam daftar pemegang saham dan dijadikan objek jaminan fidusia. Proses pembebanan saham dengan fidusia melibatkan pembuatan akta jaminan fidusia oleh notaris, sesuai Pasal 5 UU Jaminan Fidusia. Pendaftaran jaminan fidusia wajib dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia, sesuai Pasal 11 dan 12 UU Jaminan Fidusia. Setelah pendaftaran, Sertifikat Jaminan Fidusia diterbitkan dan diserahkan kepada penerima fidusia. Hak dan kewajiban pemegang saham dan penerima fidusia diatur dalam UUPT dan UU Jaminan Fidusia dengan pemegang saham mempertahankan hak kepemilikan dan penerima fidusia memiliki hak istimewa, seperti droit de preference.
Daftar Pustaka
Buku
Kansil, C.S.T dan Kansil, Christine S.T. Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. (Jakarta, Rineka Cipta, 2009)
Meliala, Djaja Sembiring. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan Hukum Perikatan. (Bandung, Nuansa Aulia, 2015)
Soekanto, S. dan Mamudji, S. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010)
Suparji. Jaminan Kebendaan Dalam Pembiayaan. (Jakarta, UAI Press, 2020)
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung, Alfabeta, 2009)
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad. Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia. (Jakarta, Rajawali Pers, 2001)
Jurnal
Adnyaswari, N., dan Putrawan, S. “Kekuatan Hukum Akta Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan.” Jurnal Kertha Semaya 6 No. 16 (2018)
CelinaTri, Siwi K. “Aspek Hukum Benda Tidak Bergerak Sebagai Objek Jaminan Fidusia.” Jurnal Notariil 1 No. 2 (2017)
Danari, Excel Leonardo. "Penyelesaian Sengketa Kontrak Fidusia Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia." Lex Privatum 8, No. 2 (2020)
Djoko, Setyo Hartono. “Tanggung Jawab Yuridis Penyelenggraan Daftar Pemegang Saham Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995” VALUE ADDED. Vol. 3 No. 1 (2006)
Fatma, Pararang. “Implementasi Jaminan Fidusia dalam Pemberian Kredit di Indonesia.” Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum 1 No. 2 (2014)
Hananto, Prasetyo. “Pembaharuan Hukum Perjanjian Sportentertainment berbasis nilai keadilan.” Jurnal Pembaharuan Hukum 4 No. 1 (2017)
Hartiana, Alberta dan Dharmakusuma, A.A. “Kedudukan Fidusia sebagai Lembaga Jaminan dalam Sistem Perekonomian” Jurnal Kertha Wicara 1 No. 3 (2013)
Hasani, Jazau Elvi, Fitri Agustina Trianingsih dan Nadiya Ayu Rizky Saraswati. “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 18/PUU-XVII/2019 Terhadap Pelaksanaan Perjajian Yang Berobjek Jaminan Fidusia.” Jurnal Hukum Magnum Opus 3, No.2 (2020)
Heriawanto, Benny Krestian. “Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Berdasarkan Title Eksekutorial.” Legality: Jurnal Ilmiah Hukum 27, No.1 (2019)
Jamilah, Lina. "Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Standar Baku." Syiar Hukum 14, No. 1 (2012)
Kurnianingrum, Trias Palupi. “Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Kredit PerbankanIntellectual Property as Banking Credit Guarantee.” Negara Hukum 8, No. 1 (2017)
M. Yasir. “Aspek Hukum Jaminan Fidusia.” Jurnal Sosial & Budaya Syar-I 3 No. 1 (2016)
Merista, Ovia. “Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia Ditinjau dari UndangUndang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.” Veritas et Justitia 2, No. 1 (2016)
Nirwana, I Wayan Duta dan Purwanto, I Wayan Novy. “Non Fungible Token sebagai Objek Jaminan Fidusia.” Jurnal Kertha Desa 11 No. 7 (2023)
Nusantara, Ni Putu Theresa Putri dan Wirasila, A.A Ngurah. “Eksekusi dan Pendaftaran Objek Jaminan Fidusia berdasarkan Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.” Jurnal Kertha Semaya 2 No. 2 (2018)
Pradipta Lana, I Wayan dan Ari Atu Dewi, A.A. Istri. “Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada PT BRI Di Kota Denpasar.” Kertha Desa 8, No.1 (2021)
Saroinsong, Andrew N. "Fungsi Bank Dalam Sistem Penyaluran Kredit Perbankan." Lex Privatum 2, No. 3 (2014)
Setianingrum, Reni Budi. “Mekanisme Penentuan Nilai Ekonomi dan Pengikatan Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia.” Jurnal Media Hukum 23, No. 2 (2016).
Suka, Pio Salvator Ginting, Wiryawan, I, dan Mudanaya, I. “Hak Paten sebagai Objek Jaminan Kebendaan.” Jurnal Kertha Semaya 4 No. 1 (2016)
Swari, I.G.A Ayu, dan Kurniawan, I. “Kepastian Hukum Dalam Upaya Eksekusi Jaminan Melalui Akta Jaminan Fidusia.” Jurnal Kertha Wicara 10 No. 2 (2021)
Tan, David. “Metode Penelitian Hukum: Mengupas dan Mengulas Metodologi dalam Menyelenggarakan Penelitian Hukum.” Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial 8, No.8 (2021)
Tinus, Mario Alberto. "Proses Eksekusi Jaminan Perbankan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan." Lex Privatum 4, No. 8 (2016)
Virgryanti, Ni Putu Cintya dan Yaryani, Ni Nengah Adi. “Akibat Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Kekuatan Hukum Sertifikat Jaminan Fidusia yang Diterbitkan Oleh Kantor Pendaftaran Fidusia.” Jurnal Kertha Semaya 2, No.2 (2014)
Vevakananda, I Dewa dan Dahana, Cokorda Dalem. “Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik (Online)” Jurnal Kertha Desa 10, No. 12 (2022)
Yasir, Muhammad. "Aspek Hukum Jaminan Fidusia." SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-I 3, No. 1 (2016)
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756)
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472)
Jurnal Kertha Wicara Vol 13 No 2 Tahun 2024, hlm. 74-85
Discussion and feedback