MENINJAU PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA
on
MENINJAU PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN
HAK INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA
Anak Agung Ayu Cintya Krisna Putri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: agungcintya88@gmail.com
Made Aditya Pramana Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: adityapramanaputra@unud.ac.id
DOI: KW.2023.v12.i09.p2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berdasarkan pengaturan dan hukum di Indonesia. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil dari kajian mengenai perlindungan hak indikasi geografis dapat dilakukan dengan tindakan yang bersifat preventif dan represif. Penegakkan terhadap pelanggaran hak indikasi geografis dilakukan dengan upaya-upaya hukum diantaranya mengajukan gugatan (litigasi) dan upaya hukum lain secara non-litigasi.
Kata kunci: Perlindungan, Penegakan, Indikasi Geografis.
ABSTRACT
The aim of this study is to find out based on regulations and laws in Indonesia. This paper uses normative legal research methods with a statutory approach. The results of the study regarding the protection of geographical indication rights can be carried out with preventive and repressive measures. Enforcement of violations of geographical indication rights is carried out through legal measures, including filing a lawsuit (litigation) and other non-litigation legal remedies.
Key Words: Protection, Enforcement, Geographical Indications.
Indikasi geografis merupakan salah satu bagian dari Kekayaan Intelektual yang diatur di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dalam Pasal 56 menyebutkan: “Indikasi Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut.” Indikasi geografis termasuk rumpun dari kekayaan intelektual atau KI yang mana KI termasuk hak yang dimiliki seorang individu yang tidak mempunyai wujud. Oleh sebab musabab dikatakan tidak mempunyai wujud maka KI sifatnya abstrak jika disandingkan dengan hak lainnya yang masyarakat umum mampu melihat dan ada wujudnya. Sehingga yang menjadi fokus utama ketika membicarakan mengenai perlindungan hukum dalam bingkai KI yang menerima perlindungan hukum adalah hak nya bukanlah hasil dari karya pencipta. Dengan demikian, hak yang dimiliki oleh pencipta tetap tegak terhindar dari adanya tindakan yang merugikan. Hak yang dimiliki tersebut sifatnya eksklusif karena dilindungi oleh negara tentunya ketika suatu ciptaan dilakukan pendaftarannya. Hasil dari ciptaan tersebut menjelma sebagai objek yang
dapat dirasakan oleh panca indera atau sering disebut sebagai benda yang berwujud.1 Begitu perlu diberikannya pemahamam kepada masyarakat umum mengenai Penanganan secara litigasi sistematika perlindungan dalam konsep KI agar tidak terdapat misskonsepsi antara hak dan jelmaan hak itu sendiri.
Perbuatan negara dalam melindungi segala lapis elemen kehidupan adalah suatu usaha dalam melakukan pengimplementasian dari konsep rechtstaat, yang mana konsep tersebut mempunyai ciri khas sebagaimana berikut:
-
1. Konsepsi akan HAM sangat penting mendapat suatu payung hukum;
-
2. Konsepsi akan HAM menyebabkan adanya suatu pembagian kekuasaan yang akan mengatur guna menjamin perlindungan HAM;
-
3. Peraturan berperan penting dalam tata pemerintahan;
-
4. Membangun sebuah peradilan bidang administrasi.
Salah satu rumpun kekayaan intelektual yaitu indikasi geografis sejatinya perlu mendapatkan sebuah perlindungan yang tujuan utamanya ialah melindungi produsen ataupun konsumen dari tindakan merugikan seperti pemalsuan produk. Tujuan utama selalu didukung dengan adanya tujuan pendukung, yaitu: 2
-
a. Mengawasi agar kelestarian produk tetap awet terjaga, diikuti pula dengan kelestarian wilayahnya, budaya, serta pengetahuan tradisional terhadap pengolahan suatu produk;
-
b. Membangun pondasi yang kuat terhadap organisatori masyarakat penghasil produk;
-
c. Memajukan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan masyarakat penghasil produk.
Selain dari penjelasan diatas, disamping alasan ekonomis terdapat alasan yang dilandaskan atas budaya yakni dilindungi dengan maksud guna melestarikan kebudayaan sehingga menjadi harta kebanggan bagi suatu kawasan. Mengesampingkan dari dua sebab tersebut, penulis menemukan sebab lainnya yaitu:3
-
a. Termasuk jati diri ataupun identitas mengenai suatu produk yang diproduksi oleh suatu kawasan sehingga kawasan lain tidak diperuntukkan untuk memakai produk yang sejenis di kawasan itu.
-
b. Menjadi media dalam memberikan pengetahuan kepada konsumen akan produk yang mencakup variabel tentang asal kawasan produk yang menjadi indikator baik buruknya kualitas produk ditinjau dari keadaan sekitar kawasan itu.
-
c. Memberi sebuah nilai tambah komersiil akan suatu produk diakibatkan murninya kualitas sehingga berpeluang menjadi strategi bisnis di zaman yang modern.
-
d. Amanat dari TRIPs agreement yang menetapkan bahawa indikasi geografis merupakan bagian dari HKI yang semestinya dilindungi.
Potensi indikasi geografis yang bernilai ekonomis tinggi menjadikannya rentan terhadap pelanggaran hak indikasi geografis suatu daerah. Kasus Kopi Toraja sebagai
contoh pelanggaran dari pemanfaatan indikasi geografis oleh oknum tak bertanggungjawab yang mengklaim dan mengkomersiilkannya guna memenuhi hasrat pribadi. Patut diakui bahwa Kopi Toraja dikenal hingga keluar tanah air disebabkan karena ciri khas aroma dan rasanya sehingga dalam konteks bisnis hal itu termasuk peluang bisnis dengan skala keuntungan cukup besar dibandingkan dengan kopi konvensional. Jika dianalogikan, suatu hal yang mendapat atensi penuh dari masyarakat akan dibayangi oleh tindakan penjiplakan yang dilakukan oleh oknum guna kepentingan pribadi. Pendaftaran indikasi geografis atas Kopi Toraja malah sebaliknya terlebih dahulu dilakukan oleh AS dengan mendaftarkan Kopi Toraja sebagai suatu merk dagang untuk klasifikasi barang kopi dan komponennya dan salah satu pendaftarannya mencantumkan kata “toraja” dan lambing rumah adat suku toraja. Hal itu sudah pasti merugikan bangsa sendiri karena bentuk indikasi tersebut asalnya dari Indonesia maka dari itu perlu adanya tindakan intensif dalam melindungi potensi indikasi geografis melalui kajian empiris yang memastikan bahwa indikasi geografis tersedia seluruh wilayah di Indonesia.
Adapun jurnal yang penulis gunakan sebagai dasar dalam penyusunan artikel ini yakni yang pertama berjudul “Perlindungan Indikasi Geografis pada Produk Lokal dalam Sistem Perdagangan Internasional” yang disusun oleh Hendra Djaja mengenai urgensi pemberian perlindungan hukum akan indikasi geografis akan produk lokal yang dihasilkan dalam negeri mengingat Indonesia merupakan anggota WTO yang dengan sekaligus sudah meratifikasi GATT sehingga sudah ideal jika perangkat hukum memberikan perlindungan atas HAKI.4 Lalu artikel kedua yang berjudul “Perlindungan Indikasi Geografis Dalam Rangka Mendorong Perekonomian Daerah” yang disusun oleh Nizar Apriansyah mengenai urgensi perlindungan hukum akan indikasi geografis tidak hanya meliputi perlindungan akan produk indikasi geografis akan tetapi juga kepada petani yang sudah memberikan jerih payahnya dalam rangka proses pemeliharaan hingga menjadi produk jadi sehingga nilai tambah terhadap produk juga seimbang dengan nilai tambah yang dihasilkan dalam bentuk keuntungan kepada pedagang.5 Berdasarkan hal itu, dirasa penting bahwa indikasi geografis menerima perlindungan hukum guna mencapai keadilan yang berkepastian hukum bagi bangsa khususnya mengenai Kopi Toraja yang merupakan hasil kekayaan dari dalam negeri.
Hal yang menjadi fokus dalam latar belakang memunculkan permasalahan dalam penelitian yang nantinya akan dikaji, yaitu:
-
1. Bagaimana perlindungan hukum bagi pemilik Hak Indikasi Geografis di Indonesia?
-
2. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan jika terjadi pelanggaran Hak Indikasi Geografis?
Penulis melaksanakan apabila penelitian tentunya diiringi dengan sasarannya sehingga sasaran yang hendak dicapai terkait pengkajian permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu:
-
1. Untuk mengetahui pelindungan bagi pemegang Hak Indikasi Geografis di Indonesia
-
2. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan bagi pemegang Hak Indikasi Geografis terjadi pelanggaran
Metode yang diterapkan untuk mendukung pelaksanaan penelitian adalah metode penelitian hukum normatif yang mana penelitian tersebut berusaha melakukan penelitian terhadap bahan kepustakaan.6 Dalam metode tersebut didukung pula dengan suatu pendekatan yakni mengandalkan pendekatan perundang-undangan, yang juga dikenal sebagai Pendekatan Statuta, adalah pendekatan yang dilakukan dengan menganalisis berbagai jenis peraturan yang berkaitan dengan isu permasalahan dalam penelitian.7
Robert C. Sherwood membagi teori-teori perlindungan hak kekayaan intelektual sebagai berikut;
-
a) Reward Theory
Mengatakan bahwa pencipta atau penemu mendapatkan pengakuan atas upaya mereka dan pengakuan atas karya intelektual mereka
-
b) Recovery Theory
Mengatakan bahwa pencipta atau penemu berhak mendapatkan timbal balik karena menghasilkan sesuatu yang memerlukan pengorbanan waktu, tenaga, dan biaya untuk memperoleh kembali penemuan yang bermanfaat bagi publik.
-
c) Incentive Theory
Teori insentif diperlukan guna mencapai hasil kreatif dalam kerja intelektual.
Hal ini dilakukan untuk mendorong penelitian lebih lanjut yang bermanfaat.
-
d) Risk Theory
Teori risiko digunakan untuk melindungi hasil karya intelektual dari bahaya yang dialami selama proses pembuatan atau penelitian suatu karya.
-
e) Economic Growth Stimulus Theory
Dalam teori stimulus pertumbuhan ekonomi, hak milik intelektual berfungsi sebagai alat pembangunan.
Di Indonesia maupun di dunia KI saat ini harus memperoleh atas perlindungan hukum secara khusus dikarenakan suatu peristiwa yang sangat penting untuk
diperhatikan, KI juga merupakan hak fundamental lain yang dimiliki pencipta suatu karya yang dibuatnya. Manakala pencipta yang memiliki suatu karya intelektual akan diuntungkan, artinya KI menjadi sesuatu yang perlu diberikan perlindungan hukum. Perlindungan hukum ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan dan keuntungan dari komersialisasi karya intelektual dari pencipta. Peranan KI kini yang menunjukkan laju ekselerasi pembangunan nasional, terutama pada era globalisasi saat ini sehingga KI menjadi semakin menarik untuk dibahas.
Berkembangnya wisata agroekonomi menyebabkan masyarakat berlomba-lomba menciptakan suatu produk alami yang bahan dasarnya merupakan ciri khas dari suatu kawasan. Karena berkembangnya wisata agroekonomi tentunya menjadi peluang sebuah bisnis yang menarik perhatian serta meyakinkan dan berpeluang sukses. Di zaman sekarang yang segala hal serba berkembang menyebabkan timbulnya hasrat bagi masyarakat menggunakan nama kawasannya sebagai tanda pengenal atas produk yang dihasilkannya terutama kawasan yang mempunyai potensi menerima perlindungan atas indikasi geografis. Makna dari indikasi geografis diatur dalam Pasal 1 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merk dan Indikasi Geografis atau yang disebut dengan UU MIG yaitu “suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan”. Perlindungan hukum suatu produk berdasarkan indikasi geografis bersifat utama (bersifat khas), khususnya bersifat kolektif atau komunal. Sifat ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum atas produk indikasi geografis menjadi tanggung jawab masyarakat di mana produk indikasi geografis itu berada.
Masyarakat pada wilayah produk indikasi geografis memiliki hak untuk memperdagangkan dan membeli produk tersebut, sehingga produk tersebut telah terdaftar dan dilindungi secara hukum. Artinya, orang lain yang bukan merupakan bagian dari wilayah produk Indikasi Geografis yang terdaftar tidak diperkenankan menggunakan nama produk yang sama dalam produk Indikasi Geografis tersebut. Pada dasarnya, perlindungan terhadap berbagai produk dengan indikasi geografis di Indonesia bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap produk tersebut melalui pembuatan peraturan yang melindunginya. Perlindungan hukum terhadap produk Indikasi Geografis dalam Kekayaan Intelektual sangat penting untuk menjaga produk Indonesia baik dalam perdagangan di tingkat nasional maupun internasional.
Hak milik atas indikasi geografis dinamakan dengan hak indikasi geografis yang sifatnya sangat eksklusif diberikan oleh negara terhadap pemegang hak dan menjadi dasar pula dalam menerima perlindungan atas hak tersebut. Indikasi geografis mempunyai ruang lingkup nya tersendiri yakni:
-
1) Berupa nama suatu kawasan yang mencirikan asal tempat dihasilkannya produk;
-
2) Berupa hasil yang masih lestari misalnya pertanian ataupun kerajinan tangan;
-
3) Baru akan mendapat perlindungan ketika didaftarkan
-
4) Indikasi geografis wajib tunduk kepada buku persyaratan yang salah satunya tidak bisa dijadikan sebagai milik umum.8
Sesuatu tanda yang dilindungi selaku indikasi geografis merupakan sesuatu bukti yang menampilkan sesuatu benda berasal dari tempat ataupun wilayah tertentu
serta tempat ataupun wilayah itu menampilkan mutu serta ciri sesuatu produk. Semacam misalnya merk Kopi Toraja yang menampilkan mutu serta ciri wilayah tanah toraja selaku penghasil kopi yang harmonis rasa asam serta pahitnya. Perlindungan indikasi geografis dapat memajukan nilai produk, sehingga indikasi geografis memperoleh mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah di mana produk tersebut berasal. Selain itu, penting untuk dicatat bahwa perlindungan indikasi geografis diberikan kepada produsen produk tersebut, bukan kepada petani yang menghasilkannya. Terdapatnya perlindungan hukum merupakan wujud sudah bekerjanya tujuan hukum yang wajib menmbulkan keadilan, kemanfaatan serta kepastian hukum.
Perlindungan terhadap indikasi geografis secara umum sudah diatur dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Perjanjian TRIPs. Lebih dahulu pula diatur dalam ketentuan Pasal 10 Kesepakatan Paris membenarkan larangan memperdagangkan barang-barang yang menggunakan indikasi geografis sebagai objek Kekayaan Intelektual (KI) yang tidak sesuai dengan asal wilayah atau wilayah geografis.Selaku negeri yang turut meratifikasi WIPO, lewat Undang- Undang no 7 tahun 1994, yang mana di dalam pembuatan WIPO tersebut pula disetujui juga pembentukan TRIPS (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang mengharuskan Indonesia untuk menyusun peraturan yang mengatur Kekayaan Intelektual (KI) dengan mematuhi persyaratan TRIPS. Dalam UU MIG, indikasi geografis dilindungi selaku simbol yang menunjukkan asal usul sesuatu benda. 9 Aspek wilayah geografis yang memberikan kualitas dan karakter khusus sehingga disarankan melibatkan LSM , instansi pemerintah, serta masyarakat dalam menyusun deskripsi produk yang akan didaftarkan sebagai indikasi geografis.
Indikator geografis hanya mendapat perlindungan setelah didaftarkan, sesuai dengan prinsip first to file, melalui permohonan yang dapat diitujukan oleh siapa saja:10
-
a. Lembaga yang mewakili warga di kawasan geografis
-
b. Pemerintah di kawasan geografis
Stelsel bertujuan guna menentukan bagaimana arah perlindungan dari suatu indikasi geografis sehingga hal itu menjadikan perlindungannya lebih terarah. Stelsel yang dianut dalam konteks perlindungan hukum terhadap indikasi geografis yaitu:
-
1. Stelsel deklaratif yaitu yang berhak atas perlindungan hak indikasi geografis adalah pihak yang pertama kali mengumumkan pemakaiannya.
-
2. Stelsel konstitutif yaitu perlindungan diberikan kepada pihak yang melakukan pendaftaran dengan dibuktikan adanya sertifikat.
Berdasarkan 2 (dua) sistem yang ada, penerapan Indikasi Geografis masih dalam taraf antisipasi dan kenyataan karena belum berjalan dengan baik untuk menciptakan rasa aman dan perlindungan hukum kepada masyarakat yang merupakan pemegang hak. Masa perlindungan indikasi geografis berlaku selama produk yang dihasilkan dalam suatu kawasan masih tersedia. Hal itu membawa dampak yang positif jika potensi dalam kawasan tersebut masih lestari namun yang menjadi ancaman yang bersifat negatif adalah ketika kawasan dilanda bencana menyebabkan potensi tersebut punah sehingga menyebabkan perlindungan atas hak nya hilang sehingga perlu
dilakukannya pendaftaran kembali. Pemberian sanksi bagi pelanggar juga merupakan wujud upaya perlindungan terhadap indikasi geografis dalam UU MIG yakni dalam pasal;11
-
a. Pasal 92 ayat (1): “Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis barang yang terdaftar”;
-
b. Pasal 92 ayat (2): “Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) bagi barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar”;
-
c. Pasal 93 ayat (1): “Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) bagi barang siapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau jasa tersebut”;
-
d. Pasal 101 ayat (1): “Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang mempunyai persamaan pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang dan/atau produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”;
Kala seorang memiliki hak akan merek hal itu sejalan pula dengan pemilik hak indikasi geografis yang mempunyai otoritas untuk melarang pihak yang menggunakan indikasi geografis yang serupa sehingga hal itu menyebabkan pemilik hak dapat melayangkan gugatan kepada bagian pelanggar yang tujuannya untuk memperoleh ganti kerugian atas pelanggaran yang diperbuatnya. Namun yang perlu dicermati bahwa pemilik hak indikasi geografis sifatnya komunal berbeda dengan merek yang hak nya bersifat individualistic.12 Hal itulah yang menjadi daya tarik suatu indikasi geografis karena kelestariannya dan suasana kekeluargaan yang melekat pada setiap produk yang dihasilkannya itu. Tentunya pula menjadi daya tarik bagi wisatawan domestic maupun mancanegara akan keberagaman budaya yang mampu menghasilkan produk alami.
Pasal 27 ayat (1) dari Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis menetapkan bahwa dalam hal suatu pihak menggunakan tanda Indikasi Geografis yang telah didaftarkan dengan tanda yang sama oleh pihak lain yang tidak berhak, maka penggunaan tanda tersebut diberhentikan penggunaannya 2 (dua) tahun setelah tanda tersebut didaftarkan sebagai tanda Indikasi Geografis.. Kemudian berdasarkan ayat (2) dapat dijelaskan bahwa Iindikasi Geografis masih dapat digunakan meskipun tanda tersebut telah terlebih dahulu didaftarkan sebagai
merek, sepanjang pemilik merek menanggung bahwa penggunaan merek yang didaftarkan tersebut tidak akan menyimpangkan Indikasi-geografis terdaftar dan menyatakan kebenaran tentang daerah asal barang.
Melekatnya hak atas indikasi geografis menyebabkan pemiliknya terlindungi dari adanya sebuah pelanggaran yang berpotensi terjadi. Pelanggaran tersebut tercantum dalam Pasal 66 UU MIG yang terdiri atas:13
-
a. Penggunaan tanpa dilengkapi dokumen yang mendeskripsikan indikasi geografis;
-
b. Penggunaan suatu penanda indikasi geografis untuk kepentingan pribadi dan bertujuan untuk memperkaya diri sendiri.
-
c. Penggunaannya berpotensi menyesatkan masyarakat;
-
d. Penggunaan indikasi geografis oleh bukan pengguna indikasi geografis yang terdaftar;
-
e. Penjiplakan ataupun penyalahgunaan atas indikasi geografis;
-
f. Bentuk perbuatan lain yang menyesatkan masyarakat pula.
Tindakan merugikan atas suatu indikasi geografis ditangani secara hukum perdata perdata ataupun pidana yang diajukan oleh pihak yang mengalami kerugian.14 Penaganan pelanggaran secara perdata dipecah lagi menjadi dua yang mana terdiri dari litigasi dan non litigasi. Penanganan secara litigasi disebutkan pada Pasal 67 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis, Produsen yang dapat menggunakan Indikasi Geografis dan badan yang berwenang mewakili masyarakat hanya di wilayah geografis tertentu dapat mengajukan gugatan terhadap pelanggaran tersebut. Kemudian merujuk pada Pasal 85 ayat (1) disebutkan bahwa Gugatan yang tercantum pada Pasal 30 ayat (3), Pasal 68, Pasal 74, dan Pasal 76 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis kemudian dikirimkan kepada ketua Pengadilan Niaga pada wilayah hukum tempat tinggal atau domisili pada tergugat. Penanganan secara litigasi dilakukan dengan melayangkan gugatan di pengadilan niaga namun hal itu baru dapat dilakukan ketika upaya non litigasi tidak membuahkan hasil. Lalu untuk penanganan secara non litigasi dilakukan dengan melakukan mediasi, arbitrasi maupun negosiasi antara para pihak. Hal tersebut tertera pada Pasal 93 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis yaitu selain melalui proses penyelesaian sengketa di Pengadilan Niaga, para pihak juga memiliki opsi untuk menggunakan arbitrase atau metode penyelesaian sengketa alternatif. Aktivitas pencegahan tersebut dapat dilakukan untuk meminimalkan kerugian yang dialami adalah dengan menghentikan proses produkti hingga pemusnahan label atas produk tanpa dilekati dengan hal yang mana hal itu diperintahkan oleh hakim pengadilan niaga.15
Hukum pidana turut memberikan perlindungan atas pelanggaran indikasi geografis didasarkan atas adanya suatu delik aduan yang pengaduannya itu dilakukan kepada polri ataupun PPNS DJKI oleh pihak yang mengalami kerugian dengan demikian, “Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang mempunyai persamaan pada keseluruhannya atau pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain
untuk barang dan/atau produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau produk yang terdaftar sebagai indikasi geografis, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak dua milyar rupiah”. Dan “Setiap orang yang memperdagangkan barang dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau tersebut merupakan hasil tindak pidana penggunaan tanda indikasi geografis tanpa hak, dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun penjara atau denda paling banyak dua ratus juta rupiah”. 16
IV. Kesimpulan sebagai Penutup
4. Kesimpulan
Penerimaan perlindungan akan indikasi geografis ada setelah dilakuknnya pendaftaran atas dasar permohonan yang dilakukan oleh perkumpulan yang menjadi wakil dari kawasan penghasil produk dan memiliki otoritas dalam bertindak. Karakter khas berupa kolektif dan komunal melekat pada indikasi geografis yang mana maknanya sangat dalam yakni milik bersama masyarakat dalam satu kawasan itu yang notabene kawasan asal produk. Masyarakat yang berada di dalam kawasan produk dengan Indikasi Geografis yang terdaftar dan dilindungi secara hukum memiliki hak untuk memperdagangkan dan membeli produk, sehingga orang lain yang bukan merupakan bagian dari wilayah produk Indikasi Geografis yang diakui tidak diizinkan untuk menggunakannya. nama pada produk mereka. Jika terjadi pelanggaran terhadap hak Indikasi Geografis, seperti pihak lain yang tidak memiliki hak mengklaimnya sebagai pemiliknya dan mengkomersialkannya untuk memperoleh keuntungan, dapat dilakukan langkah-langkah hukum untuk menangani pelanggaran tersebut. Pelanggaran tersebut dapat dituntaskan secara perdata dan pidana. Secara perdata dapat mengajukan gugatan ke pengadilan niaga (litigasi) ataupun secara non-litigasi yakni negosiasi, mediasi, arbitrase. Selain itu, secara pidana mengajukan aduan kepada Polri atau PPNS DJKI Kemenkumham.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dharmawan, N. I., and Ketut Suspasti. "Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual." Deepublish, Yogyakarta (2017).
Hukum, Modul. "Modul Kekayaan Intelektual Lanjutan Bidang Merek dan Indikasi Geografis." Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (2020).
Muhaimin, “Metode Penelitian Hukum.” Mataram University Press, Mataram (2020).
Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, Kencana Prenada Media Group, Jakarta (2010).
Safitri, Melisa dkk. “PERLINDUNGAN HUKUM INDIKASI GEOGRAFIS”. Pusaka Media, Bandar Lampung (2019).
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang tentang Merek dan Indikasi Geografis No. 20 Tahun 2016 (Lembar Negara Tahun 2016 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5953
Jurnal
Anggraini, Nita. "Perlindungan Terhadap Indikasi Geografis (Produk Yang Distertai Nama Tempat) Dalam Rangka Hukum Nasional Dan Hukum Internasional." Mazahib 12, no. 2 (2013): 57822.
Apriansyah, Nizar. "Perlindungan Indikasi Geografis Dalam Rangka Mendorong Perekonomian Daerah (Protection of Geographical Indications within the Scope of Improvement of Regional Economy)." Jurnal Penelitian Hukum De Jure 18, no. 4 (2018):526-542.
Djaja, Hendra. "Perlindungan Indikasi Geografis Pada Produk Lokal Dalam Sistem Perdagangan Internasional." Jurnal Cakrawala Hukum 18, no. 2 (2013):136-144.
Kurniawan, I. Gede Agus. "Pengaturan Penghentian Pemakaian Indikasi Geografis Pada Merek Terdaftar Oleh Pihak Lain Yang Tidak Berhak (Studi Komparatif Beberapa Negara)." Jurnal Magister Hukum Udayana 2, no. 2 (2013): 44217.
Lasut, Patrichia Weyni. "Penyelesaian Sengketa Gugatan atas Pelanggaran Merek Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis." Lex Et Societatis 7, no. 1 (2019):66-75.
Lobiua, Theresia Novena. "Ganti Rugi Atas Pelanggaran Indikasi Geografis Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis." LEX PRIVATUM 7, no. 1 (2019):5-13.
Mahfuz, Abdul Latif. "Problematik Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia." Jurnal Kepastian Hukum Dan Keadilan 1, no. 2 (2020): 47-59.
Mahmud MD. Konsepsi dan Implementasi Negara Hukum Kita, dalam Orasi Ilmiah Sidang Terbuka STIH IBLAM, Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Thn 2003.
Nugraha, Rizal, and Hana Krisnamurti. "Sengketa Merek Terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis." Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum 18, no. 2 (2019): 97-114.
Nurohma, Nurohma. "Perlindungan Indikasi Geografis Untuk Melindungi Produk-Produk Masyarakat Lokal." Jatiswara 35, no. 2 (2020)
Rifai, Tomy Pasca. "Kesiapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean." Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum 10, no. 4 (2016): 733-776.
Yusuf, M. Rangga, and Hernawan Hadi. "Perlindungan Hukum Terhadap Produk Indikasi Geografis Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing." Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi 7, no. 2 (2019): 219-227.
Website
Anonym, https://business-law.binus.ac.id/2018/04/30/pemahaman-indikasi-
geografis-dan-pengaruhnya-terhadap-merek/ diakses pada 28 Mei 2022 pukul 13.04 WITA
Saky Septiono, Perlindungan Indikasi Geografis dan Potensi Indikasi Geografis Indonesia, http://www.dgip.go.id/images/adelchimages/hki-images/lain/mengenal-ig-new.pdf, Diakses 26/05/2022 pukul 14.18 WITA.
Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 09 Tahun 2023, hlm. 440-461
Discussion and feedback