PENGAMALAN ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW DI INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM DALAM

PEMBERIAN BANTUAN HUKUM

Katharina Ni Md Sharleen Tarigan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]

I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]

DOI: KW.2023.v12.i07.p3

ABSTRAK

Tulisan ini hendak menganalisis perbantuan hukum sebagaimana termaktub dalam UU 16/11 sebagai salah langkah dan proses pengalaman asas equality before the law yang meresap dalam konsepsi Indonesia sebagai negara hukum untuk kemudian ditinjau dari implementasi pemberian bantuan hukum yang didasarkan pada pengamalan asas equality before the law. Demi tercapainya tujuan tersebut, dipergunakanlah jenis penelitian normatif dengan memadukan studi kepustakaan sebagai bentuk kesatuan substansial dari tulisan ini. Hasil studi yang diperoleh adalah Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menerangkan dengan tegas bahwa selayaknya negara dengan landasan hukum kuat, Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia. Salah satu bentuk pengamalannya adalah dengan adanya asas equality before the law yang mana dalam hal kemudahan akses bantuan hukum bagi warga negara Indonesia, maka negara menjamin hal tersebut melalui peraturan perundangan yakni Undang-Undang Bantuan Hukum. Bentuk jaminan terlaksananya kemudahan akses bantuan hukum meliputi ruang lingkup yaitu bantuan akses hukum berupa pendampingan oleh pengacara dan/atau pelaksanaan bantuan hukum lainnya sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan penerima bantuan hukum tersebut. Studi ini juga mendapati bahwa tujuan negara akan diberikannya bantuan hukum lewat UU 16/11 dilandasi oleh penjaminan hak penerima bantuan hukum untuk mendapatkan akses keadilan yang rata dan tidak pandang bulu.

Kata Kunci: Equality Before the Law, Negara Hukum, Bantuan Hukum.

ABSTRACT

This paper wants to analyze legal aid as contained in Law 16/11 as one of the steps and processes of experience of the principle of equality before the law which is pervasive in the conception of Indonesia as a state of law to then be reviewed from the implementation of the provision of legal aid based on the practice of the principle of equality before the law. In order to achieve this goal, a type of normative research is used by combining literature studies as a form of substantial unity of this paper. The result of the study obtained is Article 1 paragraph (3) of the 1945 Constitution explains unequivocally that as a country with a strong legal foundation, Indonesia upholds human rights. One form of practice is the principle of equality before the law which in terms of easy access to legal aid for Indonesian citizens, the state guarantees this through laws and regulations, namely the Legal Aid Law. The form of guarantee for the implementation of easy access to legal aid includes the scope of legal access assistance in the form of assistance by lawyers and / or the implementation of other legal assistance in accordance with the interests and needs of the recipients of legal aid. The study also found that the state's goal of providing legal aid through Law 16/11 is based on guaranteeing the rights of legal aid recipients to have equal and indiscriminate access to justice.

Keywords: Equality Before the Law, State of Law, Legal Aid.

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Tatanan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat Indonesia bertumpu pada hukum yang berlaku termasuk bagaimana Indonesia menegakkan keberlakuan dan jaminan kepatuhan terhadap hukum yang diberlakukan. Bahkan sebagai bentuk jaminan dan kepastian, konstitusi Indonesia lewat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menetapkan jika Indonesia ialah negara yang berdasar pada hukum. Norma-norma maupun peraturan perundangan serta penegak hukum yang berintegritas tinggi dan memiliki moral yang baik senantiasa dibutuhkan demi mewujudkan negara hukum yang seyogyanya diatur pada konstitusi di Indonesia. Konsekuensi logis yang dihadapi Indonesia dengan menyandang status negara hukum ialah jaminan akan dilindungi dan diakuinya hak asasi warga negaranya. Hal ini merupakan sebuah kewajiban bagi tiap negara yang menjunjung tinggi hukum dalam tatanan kehidupan bangsa dan negaranya.1 Jaminan negara terhadap perlindungan dan pengakuan HAM warga negaranya sepantasnya diiringi dengan bagaimana negara memandang warganya sama di depan mata hukum. Kesamaan di depan hukum bagi tiap individu juga dikenal dengan sebutan asas equality before the law2 dimana sudah diatur secara spesifik dalam konstitusi Indonesia yakni dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Asas equality before the law menghasilkan sejumlah konsekuensi pula bagi Indonesia terhadap rakyatnya yang mana semua orang memiliki jumlah hak yang sama dan setara di mata hukum tanpa terkecuali, entah seseorang berasal dari latar belakang ekonomi, agama dan kepercayaan, status sosial, dan lainnya.

Perlakuan sama dihadapan hukum bagi seluruh warga negara Indonesia terlepas dari status ekonomi dan sosialnya memiliki implikasi pula dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 dimana kembali menegaskan bahwa warga negara dengan keadaan ekonomi kurang serta anak yang terlantar diberikan jaminan untuk dipelihara dan ditanggung hidupnya oleh negara. Penggunaan frasa “dipelihara” dalam pasal tersebut tak sekadar dipenuhi dalam aspek materiil saja namun dijamin pula akan kebutuhan terhadap akses hukum dan keadilan. Dapat dikatakan bahwa asas equality before the law pun juga berarti persamaan akses hukum dan keadilan.3 Persamaan di depan mata hukum kemudian diiringi dengan persamaan hak untuk mendapatkan akses terhadap sistem hukum dan keadilan bagi siapapun yang membutuhkan tidak hanya dijamin perlindungan dan pengakuannya oleh instrumen hukum nasional melainkan sudah dijamin dalam skala global pula secara internasional dalam “International Covenant on Civil and Political Rights” atau yang disingkat ICCPR. Tepatnya dalam Pasal 16 jo. Pasal 26 ICCPR ini pada dasarnya telah mengatur dan menjamin hak tiap orang atas perlindungan hukum tanpa diskriminasi.4 Selain itu, Pasal 14 ayat (3) ICCPR merupakan salah satu bentuk implementasi asas equality before the law dengan mengatur tentang dijaminnya bantuan

hukum bagi setiap pencari keadilan yang kurang mampu secara finansial untuk mengakses hukum dan keadilan. Tak hanya diatur dalam ICCPR, nyatanya pemberian bantuan hukum sebagai salah satu bentuk implementasi asas persamaan di hadapan hukum diatur pula dalam Universal Declaration of Human Rights atau yang disingkat UDHR. UDHR menjamin tiap individu punya hak dalam hal perlindungan secara adil dan sama di hadapan hukum, terbebas dari segala bentuk penyiksaan dan hukuman yang tidak adil dan manusiawi.5

Berangkat dari instrumen hukum nasional maupun internasional sebagaimana yang diterangkan diatas, bentuk implementasi asas persamaan di hadapan hukum akhirnya berujung pada terbentuknya instrumen hukum nasional yang pada prinsipnya merupakan perwujudan asas persamaan di hadapan hukum dengan menerapkannya dalam keseharian masyarakat Indonesia dengan melmpertimbangkan aspek latar belakang ekonomi bagi yang membutuhkan. Maka dari itu, lewat UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum(selanjutnya disebut UU 16/11) membuka jalan bagi praktisi hukum untuk mengupayakan pemberian bantuan hukum bagi siapa saja yang tidak mampu. Selain itu pula dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokatjuga mengatur pula bahwa advokat pun juga dapat terlibat dalam pemberian bantuan hukum bagi kaum tidak mampu tanpa dipungut biaya. Melihat kedua instrumen hukum nasional tentang bantuan hukum bagi mereka yang masih kesusahan secara finansial untuk mengakses keadilan memberikan pemahaman bahwa secara yuridis implementasi atas kesetaraan semua orang di mata hukum juga dapat diakses tanpa dipungut biaya apapun bagi mereka para pencari keadilan karena rasa keadilan merupakan pondasi sebuah negara hukum. Maka dari itu, pendampingan hukum dengan advokat tanpa dipungut biaya akan membantu para pencari keadilan untuk semakin dekat dengan rasa ‘setara’ di mata hukum baik di dalam dan/atau di luar pengadilan.6

Berdasarkan prinsip tersebut, substansi dari UU 16/11 tersebut menghimbau para praktisi hukum untuk dapat melaksanakan pemberian bantuan hukum tanpa dipungut biaya bagi mereka yang kurang mampu secara finansial. Hal tersebut juga di dorong oleh fakta bahwa merupakan sebuah kewajiban bagi para praktisi hukum yang telah diatur secara normatif bahwa pada dasarnya profesi hukum seperti advokat merupakan sebuah profesi yang bersifat officium nobile atau profesi mulia. Profesi mulia disini secara harfiah dipahami sebagai pekerjaan yang dilakukan demi membela kepentingan orang banyak ketika tiba waktunya terdapat pihak yang memiliki kepentingan dengan hukum dengan tidak mempermasalahkan apapun latar belakang dan strata sosial seseorang.7

Bantuan hukum pada dasarnya merupakan sebuah konsep perwujudan asas persamaan di hadapan hukum yang dampak penerapan baik secara yuridis maupun empirisnya sudah bisa terlihat dan dirasakan. Pemberian jasa hukum dan pembelaan hukum termasuk dalam kerangka “justice for all” atau keadilan untuk semua orang. Namun pada realitanya, tak semua orang memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama dalam mengakses bantuan hukum tersebut karena terhalang faktor ekonomi yang kurang sehingga rasa keadilan dan perlakuan sama di hadapan hukum serasa semakin jauh untuk diraih bagi pihak-pihak yang tidak memiliki akses ekonomi yang lebih untuk mendapatkan jasa hukum yang layak dan adil. Banyak sekali kasus yang dihadapi orang

yang tergolong dalam keadaan ekonomi rendah mendapatkan perlakuan tidak adil untuk memperoleh jasa hukum yang memadai dan layak dari para praktisi hukum. Hal seperti ini nyatanya sering terjadi dan sayangnya tidak pernah ada jejak atau rekaman akurat ditambah lemahnya kontrol pers dan masyarakat membuat kejadian seperti hal diatas tidak banyak diketahui oleh khalayak luas.8

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan pengkajian dan penelitian untuk mengetahui kaitan antara Asas Equality Before the Law dengan konsep Negara Hukum di Indonesia dalam pemberian bantuan hukum, serta bentuk asas tersebut dalam ruang lingkup dan tujuan pemberian bantuan hukum. Sehingga, berdasarkan permasalahan tersebut topik pembahasan dalam tulisan ini adalah “Pengamalan Asas Equality Before the Law di Indonesia sebagai Negara Hukum dalam Pemberian Bantuan Hukum”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana kaitan asas equality before the law dengan konsep negara hukum yang dianut Indonesia dalam hal pemberian bantuan hukum?

  • 2.    Bagaimana ruang lingkup dan tujuan pemberian bantuan hukum sebagai pengamalan dari asas equality before the law?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak diraih melalui penulisan ini ialah untuk mengetahui kaitan asas kesetaraan dihadapan hukum dan konsepsi negara yang berlandaskan hukum yang dianut Indonesia dalam hal pemberian bantuan hukum serta untuk mengetahui ruang lingkup pemberian bantuan hukum sebagai bentuk pengamalan asas equality before the law.

  • II.    Metode Penelitian

Pengaplikasian metode penelitian hukum dalam penulisan ini adalah metode penelitian normatif dengan menerapkan studi kepustakaan berdasarkan penelusuran bahan hukum sekunder. Data-data sekunder tersebut tersebar dari berbagai macam referensi seperti buku-buku hukum, peraturan perundang-undangan, doktrin, dan lainnya. Pengumpulan data dan bahan hukum tersebut dilakukan dengan cara melakukan research melalui laman, jurnal-jurnal hukum, buku-buku hukum, dan peraturan perundang-undangan terkait.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Kaitan Asas Equality Before the Law dengan Konsep Negara Hukum yang Dianut Indonesia dalam Hal Pemberian Bantuan Hukum

Konsepsi negara hukum bagi Indonesia pada dasarnya sudah ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Konsepsi sebuah negara hukum yang diatur dan dimaksud dalam pasal tersebut mengidealkan bahwa tumpuan utama serta pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia serta dinamika kehidupan kenegaraan harus didasarkan pada hukum dan bukan oleh politik maupun ekonomi.

Rumusan pandangan ahli hukum yakni Arief Sidharta mengenai unsur fundamental suatu negara hukum terdiri atas lima hal yakni: 9

  • 1.    Perlindungan dan diakuinya HAM dengan bertumpu dalam penghormatan terhadap martabat manusia;

  • 2.    Keberlakuan asas kepastian hukum dalam konstitusi Indonesia;

  • 3.    Pengamalan asas equality before the law;

  • 4.    Penerapan asas demokrasi terutama dalam aspek pemerintahan; dan

  • 5.    Asas-asas umum pemerintahan yang layak.

Terdapat 3 (tiga) prinsip dasar untuk menilai berjalannya suatu negara hukum yakni jalannya harmonisasi antara kesetaraan di mata hukum, supremasi hukum, dan ditegakkannya hukum tanpa bertentangan dengan hukum itu sendiri. Tak hanya prinsip-prinsip di atas, tiap negara hukum juga memiliki ciri-ciri dimana dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegaranya, negara menjamin adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia warga negaranya, sistem peradilan dengan kekuasaan kehakiman yang merdeka, dan pemerintah serta warga negara yang bertindak dengan berdasar pada hukum yang berlaku.10

Dengan demikian, sebagaimana yang dipaparkan diatas, konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia sebagai salah satu cirinya. Maka, dengan diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, sudah tak terbantahkan lagi bahwa memang negara kita adalah negara hukum. Salah satu kriteria negara hukum adalah sangat menjunjung tinggi penghargaan atau penghormatan terhadap HAM. Artinya bagi negara yang mengklaim dirinya sebagai negara hukum, punya suatu kewajiban secara hukum bahwa negara tersebut sangat menjunjung tinggi HAM. Hakim (dan Jaksa) dibebankan asas, salah satunya Asas Equality Before the Law, yang dibebankan kepada Hakim untuk diimplementasikan, sebab Hakim lah bertugas untuk memimpin persidangan di pengadilan. Sehingga Hakim menjadi pihak yang paling tepat untuk mewujudkan prioritas Asas Equality Before the Law. Hakim tidak memberikan prioritas kepada salah satu pihak, melainkan tetap dimandatkan untuk memperlakukan semua pihak secara seimbang/sama, baik dalam bentuk sikap, maupun perbuatan.

Hal itu bersinergi dengan Bantuan Hukum, dimana ketika para pihak mengalami permasalahan, semua berhak diberikan bantuan hukum, karena semuanya sama dihadapan hukum (semua pihak diberikan hak untuk menerima bantuan hukum). Salah satu bentuk perwujudan Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM ialah dengan memberi bantuan hukum kepada pihak yang sedang menghadapi persoalan hukum di semua bidang peradilan yang disebut dengan Pemberian Bantuan Hukum. Sehingga dengan demikian, pengimplementasian HAM melalui bantuan hukum, sangat erat kaitannya dengan asas equality before the law. Berdasarkan prinsip tersebut, dalam rangka mewujudkan dan mengamalkan asas tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang didasarkan oleh hukum, maka UU 16/11 hadir sebagai aturan yuridis yang di dalamnya memuat substansi yang menginstruksikan praktisi hukum untuk dapat memberikan pelayanan berupa bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu.

  • 3.2    Ruang Lingkup dan Tujuan Pemberian Bantuan Hukum sebagai Pengamalan dari Asas Equality Before the Law

Setelah mengetahui bagaimana keterkaitan konsepsi negara hukum yang dianut Indonesia yang salah satu cirinya ialah menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta salah satu wujud terjunjungnya hak asasi manusia tersebut melalui pemberian bantuan hukum, maka demikian erat hal itu berkaitan dengan asas equality before the law. Sebagaimana yang kita ketahui, asas itu bersifat abstrak, yang artinya tidak ada bentuk fisiknya, namun merupakan jiwa yang melandasi terbentuknya sebuah peraturan. Jadi, adanya asas equality before the law melandasi terbentuknya pasal-pasal di dalam UU 16/11 yang berkaitan dengan pemberian bantuan hukum itu sendiri. UU 16/11 sudah bersinergi dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.Salah satu perwujudannya adalah menjunjung tinggi hak asasi manusia yang secara nyata merupakan salah satu bentuk perwujudan dari asas equality before the law yang mana semua orang memiliki persamaan dihadapan hukum. Contoh hak yang sama dihadapan hukum adalah mendapatkan bantuan hukum.

Proses penegakkan maupun penerapan hukum pada dasarnya tidak boleh terdapat diskriminasi di dalamnya terlepas apapun alasannya. Prinsip kesetaraan di mata hukum membuka pemahaman bahwa semua orang memiliki hak untuk mencari dan mendapat keadilan dalam hukum. Keadilan disini dimaksudkan pula sebagai keadilan untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengakses bantuan hukum tanpa pandang bulu, tanpa memandang status sosial ekonomi. Peran negara disini adalah menjamin penyelenggaraan bantuan hukum bagi masyarakatnya yang tidak mampu secara finansial untuk dapat akses bantuan hukum yang adil. Bantuan hukum yang dimaksudkan tersebut adalah bantuan dalam bentuk pemberian nasihat dan pendapat hukum dari para praktisi hukum kepada masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi, buta hukum, masyarakat dengan akses pendidikan yang kurang yang tidak berani memperjuangkan hak di hadapan hukumnya karena terhalang oleh kondisi ekonomi yang kurang mampu untuk dapat mengakses hukum dengan adil dan rata.11

Jasa bantuan hukum yang dimaksudkan diatas diberikan oleh para pemberi bantuan hukum tanpa dipungut biaya sepeser pun kepada para pencari keadilan yang terhalang faktor ekonomi yang kurang mampu. Bantuan hukum sendiri seperti yang termaktub dalam Pasal 1 ayat (1) UU 16/11 mengatur bahwa: “jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum”. Sasaran penerima bantuan hukum yang dimaksud tersebut difokuskan kepada orang atau kelompok dengan latar belakang ekonomi kurang mampu yang pada umumnya terhambat untuk mendapatkan akses bantuan terkait masalah hukum. Lantas siapa saja yang dapat memberikan bantuan hukum tersebut? Yaitu para praktisi hukum seperti pengacara, paralegal, bahkan sampai mahasiswa dapat memberikan bantuan hukum bilamana telah layak dan memenuhi syarat dan ketentuan khusus.

Dalam rangka perwujudan diberikannya bantuan hukum tanpa diskriminasi bagi para pencari keadilan, maka dibentuknya suatu wadah bagi para pencari keadilan untuk mendapatkan bantuan hukum yang dibutuhkan dalam satu lembaga yaitu Lembaga Bantuan Hukum atau yang juga dikenal sebagai LBH. LBH memberikan pelayanan

bantuan hukum bagi pencari keadilan yang terpusat pada satu lembaga. Secara umum, jasa bantuan hukum yang dimaksud itu diberikan dengan cara:12

  • 1.    Pemberian pendapat hukum dengan menerangkan mengenai duduk perkara yang dihadapi mulai dari pihak-pihak yang terlibat, posibilitas akibat hukum yang akan dihadapi, pelaksanaan putusan, dan lainnya;

  • 2.    Pendampingan dalam beracara di pengadilan maupun dalam tahap-tahap pemeriksaan perkara, pelaksanaan putusan, hingga pengusahaan upaya hukum dalam segala jenjang dan jenis peradilan dan aspek hukum mulai dari pidana, perdata, tata usaha negara, dan lainnya.

Selain itu, bidang tata hukum lain yang juga masuk dalam cakupan pemberian bantuan hukum juga masuk dalam bidang tata hukum seperti hukum administrasi negara, hukum acara maupun hukum internasional. UU 16/11 mengatur secara khusus dalam Pasal 4 ayat (2) UU 16/11 yang mengatur bahwa perbantuan hukum dapat diperoleh secara litigasi atau non litigasi dalam berbagai bidang hukum sesuai kebutuhan.

Konsepsi bantuan hukum yang diterapkan dalam UU 16/11 bukan semata-mata sekadar bagaimana bantuan hukum tersebut diberikan dalam proses penyelesaian sengketa sebagaimana yang dihadapi penerima bantuan hukum dalam proses peradilan, melainkan bagaimana bantuan hukum tersebut juga dipandang sebagai bentuk upaya demi terciptanya penyamarataan akses perbantuan hukum, sosialisasi hukum, serta pemberdayaan masyarakat terhadap isu hukum. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa pemberian bantuan hukum itu dapat mencakup hal-hal:13

  • 1.    Edukasi akan informasi hukum dengan memberikan pengetahuan kepada pihak yang bersangkutan mengenai hak serta kewajibannya sebagai penerima bantuan hukum serta sebagai pihak yang berhadapan dengan hukum;

  • 2.    Pemberian bimbingan, nasihat, atau konsultasi hukum secara berkala tentang hal atau perkara apa yang sedang atau akan dihadapi oleh penerima bantuan hukum;

  • 3.    Menyiapkan kebutuhan akseptor perbantuan hukum untuk menjalani suatu proses peradilan mulai dari menyiapkan dokumen persidangan hingga pendampingan di dalam dan di luar pengadilan;

  • 4.    Menjadi jasa perantara antara akseptor bantuan hukum dan instansi terkait sesuai kebutuhan.

Konsep bantuan hukum di Indonesia terbagi menjadi dua jenis yakni individual dan struktural. Perbantuan hukum individual ditujukan kepada siapapun yang berasal dari latar belakang finansial tidak mampu dan bantuan hukum diberikan dalam rupa pendampingan bersama advokat dalam proses penyelesaian sengketa di dalam maupun di luar pengadilan. Sementara itu, bantuan hukum struktural merupakan segala bentuk kegiatan atau aksi yang ditujukan bukan hanya untuk membela hak hukum dan kepentingan hukum masyarakat yang kurang mampu dalam aspek finansial dalam proses peradilan melainkan mencakup aspek yang lebih luas lagi yakni untuk memberikan edukasi dan pertumbuhan kesadaran serta edukasi bagi masyarakat akan pentingnya hukum dan bagaimana hukum dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan keadilan atau kejelasan. Bantuan hukum struktural juga dipergunakan sebagai wadah pemberdayaan masyarakat untuk dapat memperjuangkan hak

kepentingannya terhadap pihak-pihak yang kerap melakukan diskriminasi serta penyimpangan kekuasaan dengan dalih demi kepentingan pembangunan bersama.14

Berlandaskan hal-hal diatas, maka dapat diketahui bersama bahwa pemberian bantuan hukum kepada warga negara merupakan suatu hal yang harus dijamin negara untuk dilaksanakan secara adil dan merata demi tercapainya pemecahan persoalan hukum bagi penerima bantuan hukum. Hal itu harus dilaksanakan demi tercapainya implementasi Pasal 3 UU 16/11 yaitu jaminan bahwa akseptor bantuan hukum telah merasakan keadilan sebagai esensi dari equality before the law.

  • IV.  Kesimpulan sebagai Penutup

    4.   Kesimpulan

Indonesia adalah salah satu negara hukum yang sangat menghargai eksistensi HAM. Artinya bagi negara yang mengklaim dirinya sebagai negara hukum, maka lahir pula suatu kewajiban secara hukum untuk mengimplementasikan hak asasi manusia dalam aspek hukum salah satunya melalui bantuan hukum. Bantuan hukum memiliki korelasi kuat dengan asas equality before the law. Asas tersebut melandasi terbentuknya pasal-pasal dalam UU 16/11 yang memiliki makna semua orang memiliki persamaan di hadapan hukum. Sehingga kaitan asas equality before the law dalam memberikan bantuan hukum di Indonesia adalah dengan kesetaraan akses bantuan hukum. Ruang lingkup bantuan hukum pasca lahirnya Lembaga Bantuan Hukum memfokuskan pelayanan dan jasa kepada para pencari keadilan. Bantuan hukum yang dikonsepkan dalam UU 16/11 tidak serta merta berhubungan dengan bantuan secara litigasi maupun non litigasi, melainkan sebagai bentuk upaya tercapainya kemudahan dan pemerataan akses terkait konsultasi, penyuluhan, hingga penelitian hukum serta pemberdayaan masyarakat akan isu dan/atau proses hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Handayani, Febri. Bantuan Hukum di Indonesia (Yogyakarta, Kalimedia, 2016). Martha, Subandi. Advokat dan Bantuan Hukum (Jakarta, PT. Tatanusa, 2022).

Winarta, Frans Hendra. Bantuan Hukum di Indonesia (Hak Untuk Didampingi Penasehat Hukum Bagi Semua Warga Indonesia) (Jakarta, Elex Media Komputindo, 2011).

Zen, A. Patra dan Hutagalung, Daniel. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia (Jakarta, YLBHI dan PSHK, 2006).

Jurnal Ilmiah

Aedi, Ahmad Ulil dan Samekto, FX Adji. “Rekonstruksi Asas Kesamaan Di Hadapan Hukum (Equality Before the Law). Jurnal Law Reform Vol. 8, No. 2 (2013)

Fauzi, Suyogi Imam dan Ningtyas, Inge Puspita. “Optimalisasi Pemberian Bantuan Hukum Demi Terwujudnya Access to Law and Justice Bagi Rakyat Miskin”. Jurnal Konstitusi Vol. 15, No. 1, (2018)

Kambey, Freke F. “Larangan dan Sanksi Pidana Bagi Pemberi Bantuan Hukum”. Jurnal Lex Crimen Vol. II, No. 4 (2013)

Ramdan, Ajie. “Bantuan Hukum Sebagai Kewajiban Negara Untuk Memenuhi Hak Konstitusional Fakir Miskin”. Jurnal Konstitusi Vol. 11, No. 2 (2014)

Ridwan, Zulkarnain. “Negara Hukum Indonesia Kebalikan NachtwachterstaatJurnal Ilmu Hukum Vol. 5, No. 2 (2012)

Sari, Nani Widya, Samiyono, Sugeng, dkk. “Pemberian Bantuan Hukum Bagi Rakyat Miskin Sebagai Implementasi Asas Equality Before the LawJurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 6, No. 2 (2019)

Sidharta, B. Arief. “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”. Jentera (Jurnal Hukum) “Rule of Law” Vol. 3, No. 2 (2004)

Wilujeng, Sri Rahayu. “Hak Asasi Manusia: Tinjauan dari Aspek Historis dan Yuridis”.

Jurnal Humanika Vol. 18, No. 2 (2013)

Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 1041, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234)

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 428)

Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 07 Tahun 2023, hlm. 354-362