HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN: PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DI INDONESIA
on
HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN: PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DI INDONESIA
I Gusti Bagus Krisna Putra Pratama, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]
Gusti Ayu Arya Prima Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI: KW.2023.v12.i07.p2
ABSTRAK
Tujuan dari adanya Penulisan Artikel ini untuk menjelaskan bagaimanakah hak asuh anak itu ketika kedua orang tuanya telah bercerai di dalam sudut pandang hukum perdata. Dalam penelitian ini lebih berfokus kepada penegakan hukum dan juga pertanggungjawaban dari kedua orang tua yang bercerai tersebut terhadap anak yang ditinggalkan berdasarkan sudut pandang hukum perdata, dalam penelitian dikaji berdasarkan metode hukum normatif yang berfokus pada pengkajian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan metode pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan Analisa, pendekatan konseptual, dan pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini dapat diliat bahwasanya KUHPerdata tidak menyebutkan bagaimana sistematika hak asuh anak pasca perceraian kedua orangtuannya, tetapi kemudian menjadi adil ketika nantinya hak asuh serta segala kebutuhan anak tersebut dimuat dalam putusan majelis hakim, dimana agar nasib anak tersebut menjadi terang dan terjamin.
Kata Kunci: Kepastian Hukum, Perceraian, Hak Asuh Anak.
ABSTRACT
The purpose of writing this article is to explain what child custody rights are when the parents have divorced from a civil law perspective. In this research, the focus is more on law enforcement and the responsibility of the two divorced parents towards the abandoned child from a civil law perspective. In this research, it is studied based on normative legal methods that focus on the study of the Civil Code. The results of this research show that the Civil Code does not mention the systematics of child custody after the divorce of the parents, but it becomes fair when later the custody rights and all the child's needs are included in the decision of the panel of judges, so that the child's fate becomes clear and guaranteed.
Key Words: Legal Certainty, Divorce, Child Custody.
Pernikahan para pihak, yaitu suami dan istri, menghasilkan suatu keluarga, dan mereka berharap persatuan itu akan membawa kebahagiaan hingga maut yang memisahkan.1Merujuk pada Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang mengatur pernikahan adalah proses percampuran tekad seorang pria dan wanita dengan maksud untuk membangun suatu keluarga yang tentram dan harmonis berlandaskan Ketuhanan Yang MahaEsa.
Suatu peristiwa hukum adalah pembubaran perkawinan yang konsekuensinya diatur oleh peraturan perundang-undangan atau peristiwa hukum yang menghasilkan
konsekuensi hukum. Pembubaran perkawinan memiliki konsekuensi hukum terkait berakhirnya ikatan perkawinan. Selain itu, terdapat konsekuensi hukum lain yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan, yaitu:
-
1) Orang tua tetap memiliki tanggung jawab untuk membesarkan dan mendidik anak-anaknya hanya untuk kesejahteraan anak. Dalam hal ketidaksepakatan tentang kontrol anak-anak, pengadilan yang membuat keputusannya.
-
2) Sang ayah membayar semuanya perawatan dan pendidikan anak jika sang ayah ternyata tidak sanggup memenuhi tanggung jawab tersebut. Sang ibu bisa diwajibkan oleh pengadilan untuk menanggung imbalan.
-
3) Hakim/Pengadilan dapat memaksa mantan junjunganuntuk membayar biaya hidup serta membebankan keharusan kepada mantan istri .2
Perlu ditekankan, mengingat pasal ini, bahwa perceraian memiliki akibat hukum baik bagi mantan suami maupun mantan istri maupun bagi anak-anak. Selain itu, UU No. 1/1974 juga berlaku untuk perceraian yang mengatur bahwa Hukum agama, hukum adat, atau aturan lain dapat berlaku untuk konsekuensi hukum dari harta bersama. Menurut Budi Susilo, memutuskan cerai berarti harus menjawab di depan pengadilan. Menurut undang-undang, perceraian hanya dapat didaftarkan di pengadilan. Masalahnya kemudian banyak pasangan suami istri yang benar-benar bingung sekaligus mengalami kesulitan dalam perjalanan atau dalam proses perceraian. Pelaku utama tentu saja buta hukum. dan mengajukan cerai pada dasarnya rumit. Bahkan, tidak jarang proses perceraian yang rumit memakan biaya yang tidak sedikit .3
Dalam Persfektif Hukum perdata sendiri perceraian perkawinan diatur dalam Pasal 207-232 KUHPerdata yang memuat syarat-syarat perceraian dan juga kewajiban dari suami atau istri untuk membiayai anak mereka setelah perceraian ini dilaksanakan. Konsekuensi Sesuai dengan KUHPerdata, ketika orang tua bercerai, maka kekuasaannya atas anak-anaknya dihapuskan dan dialihkan kepada seorang wali.4 Secara umum, anak memiliki kebebasan, yaitu kebebasan atas penjagaan, keleluasaan dan pelayanan khusus mengharuskan anak untuk tumbuh secara alami dan sehat dalam situasi kebebasan dan manfaat, mempunyai nama dan kewarganegaraan semenjak hadir ke dunia, dan untuk memperoleh keamanan. termasuk makanan yang layak, tempat rekreasi, tamasya dan pengobatan apabila mereka cacat, dibesarkan dan dididik dalam lingkungan sayang dan keamanan, lebih baik langsung dirawat orangtua dari anak itu sendiri, memperoleh pendidikan serta dilindungi dari segala kesalahan.
Pasal 246 KUH Perdata menegaskan bahwa setelah berkakhirnya hubungan orangtua, maka pengadilan negeri mengamanatkan siapa orang tua yang akan mengambil alih pengasuhan anak tersebut. Kecuali itu tentang penghentian wali. Dalam hal ini tidak jelas siapa yang berkuasa atas anak yang belum dewasa, tetapi hanya menurut pertimbangan pengadilan negeri dan putusan yang diambil berdasarkan proses perceraian.5 Merujuk pada undang-undang perlindungan anak pasal 23 yang Menurut Pasal tersebut, ayah dan ibu mempunyai fungsi yang sama dan sederajat sebagai pengampu untuk mendidik, memberi makan dan mengasuh anak
serta melindungi hak anak, adalah Kemampuan. kepada orang tua yang paling penting yang merawat anak-anak dan merawat mereka. Anak-anak belum dewasa dalam pengaturan hukum dan yurisprudensi Indonesia ketika ortunya diadili tidak pernah dimintai pendapat oleh pengampunya (ayah dan ibunya). Perlindungan hukum meliputi pemeliharaan anak di bawah umur dan perwalian kecil. Dalam hal memelihara, mencapai, dan memelihara kepentingan anak dengan baik pada tataran sesuatu, bimbingan, fisik, dan rohani. Misalnya, ditemukan di pengadilan bahwa suami atau istri sering melakukan kekerasan dan tindakan yang tidak diinginkan, seperti mabuk-mabukan, bertaruh, serta kegiatan lain semacam itu. Selain itu, jika dilihat dari segi keuangan, apakah wali yang sah mampu memenuhi kebutuhan anak selanjutnya dalam hal sandang, pangan dan perumahan.
Tetapi jika kita menelisik kepada ketentuan Pasal 246 tersebut masih terdapat permasalahan didalam perumusan normanya yang dimana mengenai hak asuh anak natinya jika diwakilkan karena alasannya anak masih belum dewasa konsekuesinya Antara lain, keinginan seseorang yang bukan ayah atau ibu dari ayah atau ibu tersebut untuk tetap melihat anaknya yang berada di bawah asuhan ayah atau ibu yang menjadi pengasuhnya dapat mengakibatkan pemberian hak asuh tersebut. Lalu ada ketidaksepakatan tentang hak asuh buah hati yang sulit untuk diselesaikan. Hakim dapat langsung memberikan hak asuh anak belum dewasa jika diminta oleh salah satu pihak. Namun, kasus perceraian tersebut sempat berbenturan dengan hak asuh anak yang belum dewasa. Konflik hak mengurus anak sulit untuk diselesaikan.
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang peneletian tersebut masih ada satu space penelitian yang dimana penulis mengkaji mengenai kewajiban kedua orangtua dalam membiayai anak walaupun telah bercerai, tetapi terdapat permasalahan yang telah penulis telah sampaikan diatas oleh kerena itu judul Penelitian yang Penulis buat adalah Tinjaun Yuridis Mengenai Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Dalam Persfektif Hukum Perdata di Indonesia.
Di dalam penelitian ini memang terdapat juga beberapa penelitian terdahulu yang membahas mengenai hal ini dimana Ni Putu Sari Wulan Amrita, Desak Putu Dewi Kasih, Ni Putu Purwanti. “Penetapan Hak Asuh Anak Terkait Dengan Perceraian Orang Tua (studi kasus perkara No. 182/Pdt.G/2017/PN.Sgr”, Kertha Semaya 8(2) (2018,) 3, dimana dalam penelitian ini berfokus pada penetapan hak asuh terhadap hasil perceraian orang tua yang diaman studi kasusnya dilakukan di Pengadilan Negeri Singaraja. Kemudian terdapat juga Ulian Albert Dewantara, I Made Sarjana, I Nyoman Darmadha, “Akibat Hukum Pembatalan Hibah Istri Terhadap Suami Setelah Adanya Perceraian (Analisis Kasus : Putusan Mahakamah Agung Nomor 1893 K/PDT/2015)” Kertha Semaya 7(5) (2019), dimana dalam penelitian ini penulis jurnal ini berfokus kepada pembatalan hibaj istri terhadp suami setelah perceraian. Tentuan kedua jurnal ini berbeda dengan apa yang penulis lakukan dalam penelitian ini dimana penulis mengkaji secara langsung dan umum bagimana perlindungan secara hukum perdata itu hak asuh anak setelah perceraian kedua orang tuanya karena anak tersebut berhak untuk hidup dengan layak,nyaman, dan terjamin.
Dengan mengacu dalam hal-hal yang melatarbelakangi diatas membuat penulis menemukan bebrapa rumusan masalah yaitu:
-
1. Bagaimanakah pengaturan terkait hak asuh anak pasca perceraian orang tua dari sudat hukum perdata di indonesia ?
-
2. Bagaimanakahpertanggungjawaban secara perdata oleh orang tua yang kalah dalam persidangan terkait hak asuh anak di Indonesia ?
Dengan adanya penyalinan ini penulis akan mengkaji mengenai dua jenis rumusan masalah yang telah penulis jabarkan diatas seuai ketentuan Hukum Perdata di Indonesia, karena hal ini berpengaruh untuk meminimalisir perselisihan lebih lanjut antara kedua orang tua pasca bercerai dan memperoleh hak asuh oleh salah satu orang tua. Agar kondisi psikis anak setelah orang tuannya bercerai tidak bermasalah.
Metodologi penelitian hukum normatif, suatu bentuk metode pengkajian hukum yang berdasarkan analisisnya pada suatu undang-undang yang sedang berlaku dan relevan dengan masalah hukum yang menjadi fokusnya, dipakai untuk melaksanakan penelitian ini.6 serta menelisik dua permasalahan utama yaitu kekosongan norma dan konflik norma. Dan menggunakan tiga jenis pendekatan yang pakai yaitu : pendekatan undang-undang (Statue approach) yaitu merupakan suatu pendekatan yang menekankan kepada perkenaan peraturan perundang-undangan di indonesia7 yang dalam hal ini adalah KUHperdata, pendekatan analisa (analitycal apporoach) dimana mengkaji secara mendalam suatu isu atau permasalahan yang diangkat,8 dan pendekatan konseptual, yaitu suatu pendekatan untuk menganalisis materi hukum agar dapat diketahui makna dari ungkapan-ungkapan hukum .9
-
III. Hasil dan Pembahasan
Pembentukan pernikahan disebabkan oleh preferensi timbal balik antara pria dan wanita. Perkawinan selanjutnya berdampak baik pada individu maupun keluarga dan masyarakat, khususnya status sosial lingkungan. Perkawinan adalah seperangkat adat istiadat dengan aturan-aturan suci yang mempersatukan manusia dengan tujuan yang sama, yaitu membentuk keluarga dan mempunyai keturunan.10 Putusnya suatu perkawinan karena berakhirnuya hubungan pernikahan baik oleh pengadilan maupun oleh hukum adat, mempengaruhi anak-anak yang dilahirkan. Anak yand dilahirkan merupakan tanggungjawab penuh kedua orangtua.
Hak dan kewajiban setiap badan hukum harus dilindungi oleh penerapan hukum sedemikian rupa sehingga dalam keadaan tertentu hukum hanya memenuhi langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki, mengoreksi, dan menghukum pihak yang dirugikan tanpa melanggar atau mengecewakan hak dan tuntutan pihak-pihak tersebut. yang lain tidak memiliki masalah di masa lalu .11 Masalah berakhirnya rumah tangga karena perceraian adalah mereka berdua baik ayah serta ibu tetap mempertahankan anak yang dilahirkan, khususnya tentang hak asuh. Memiliki hak asuh ibu, tetapi ayah tetap bertanggung jawab atas pengasuhan atau pendidikan anak kandungnya putusnya perkawinan karena perceraian mempunyai implikasi hukum yang sangat besar terhadap anak Berisi hal terjadi berakhirnya hubungan normalnya ibu maupun ayah tetap diwajibkan oleh undang-undang untuk merawat anaknya sampai dia dewasa karena tanggung jawab moral kedua orangtuanya.
Hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan dan perceraian tunduk pada UU Perkawinan dan undang-undang lainnya. Mulai dari penentuan syarat-syarat pernikahan hingga tata cara perceraian atau pemutusan pernikahan. Landasan hukum perceraian ditinjau dari beberapa segi, yaitu perceraian menurut KUH Perdata dan KUHPerdata. Menurut KUHPerdata pasal 199 KUH Perdata mencantumkan empat cara untuk mengakhiri perkawinan, berikut ini:
-
1. Dengan kematian;
-
2. Karena keadaan yang meringankan;
-
3. karena pemisahan tempat tidur dan meja;
-
4. Karena perceraian.
Tentunya jika merujuk pada keadaan ini merupakan akibat yang menyebabkan terjadinya perceraian, di dalam KUHPerdata memang tidak dijelaskan secara explisit mengenai hak asuh anak tersebut tetapi jika kita mengartikan lebih dalam sebenarnya yang di inginkan KUHPerdata kita adalah anak-anak yang dihasilkan oleh perkawinan yang sah dan pada akhirnya harus di pisahkan oleh perceraian tetap memiliki kedudukan yang sama dan hak serta kewajibannya harus terus di penuhi olehkedua orang tuanya baik itu ayah dan ibunya. Tetapi mengenai Hak asuh anak ada pengecualian di dalam pasal 299 Hukum Perdata harus digunakan untuk mengidentifikasi wali anak di bawah umur. Berdasarkan ketentuan pasal 230 KUHPerdata, Hakim dapat menentukan besarnya uang yang harus dibayar oleh kedua belah pihak untuk menghidupi anak yang belum dewasa, jika pihak yang ditunjuk sebagai pengganti tidak mampu membiayai perawatan dan bimbingan kepada anak tersebut. Wali anak diputus oleh pengadilan, sesuai pasal 229 KUH Perdata.
Hal-hal diataslah yang menjadi dasar Pengaturan mengani Hak asuh anak diatur oleh Hukum Perdata Indonesia dalam hal ini Penulis menganggap bahwa Penerapan hak asuh anak yang dipertegas di dalam KUHPerdata kita yang masih sangat abu-abu tidak menjelaskan secara spesifik bagaimanakah Hak asuh anak itu harus didapat sepenuhnya oleh anak tersebut, apalagi anak merukan suatu subjek hukum yang patut dilindungi baik itu dia belum dewasa ataupun sudah dewasa.
-
3.2 Pertanggungjawaban secara perdata oleh orang tua yang kalah dalam persidangan terkait hak asuh anak di Indonesia
Menurut aturan dan peraturan saat ini, pernikahan menandai awal dari kehidupan bersama pria dan wanita. Pernikahan adalah persekutuan aturan, khususnya hubungan hukum yang kekal antara pria dan wanita yang sepakat mengikatkan dirinya dalam pernikahan, pada hakikatnya manusia ingin hidup bermitra dan melahirkan generasi atau keturunan. Mengingat ini, tentu saja tindakan yang tepat adalah menikah. Pernikahan adalah salah satu cara untuk memulai sebuah anak bini, karena pernikahan mutlak diperlukan dan prasyarat untuk memulai sebuah keluarga.
Setelah menikah tentunya kita ingin agar sang anak meneruskan generasi orang tua dan tumbuh menjadi generasi penerus bangsa. Keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepribadian dan pertumbuhan intelektual anak. Orang tua terlibat dalam perkembangan dan pendidikan buah hati mereka. Fungsi kedua orangtua sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan masa depan anak-anaknya. Orang tua memiliki amanat untuk memelihara, dan mendidiknya sampai anak-anaknya cukup umur atau mampu mengurus dirinya sendiri. Hal ini ditegaskan oleh pasal 45 UU Perkawinan. mewajibkan bahwa:
-
1) Merupakan konsekuen kedua orang tua untuk memberikan pengasuhan dan pendidikan yang terbaik bagi buah hatinya.
-
2) Sampai anak itu kawin serta dapat berdiri sendiri, berlaku kewajiban orang tua yang disebut dalam ayat (1) pasal ini.
Anak-anak juga memiliki hak, sehingga mereka menerima dari orang tuanya hak atas pengasuhan, pendidikan, dan pengasuhan yang layak dari kedua orang tuanya. Selain itu, kedua orang tua juga berkewajiban memberdayakan anaknya dalam bentuk pendidikan dan pelatihan agar memperoleh kecerdasan dan kecerdasan yang bermanfaat bagi anak hingga dewasa. Tetapi kedua orang tua juga mempunyai wewenang yang melampaui hak mereka untuk melindungi anak-anak mereka dari penyalahgunaan, ketidakadilan, kekerasan dan penyalahgunaan oleh anak-anak mereka terhadap diri mereka sendiri atau orang lain. Kewajiban itu ada sampai dengan putusnya perkawinan antara kedua orang tua. Berdasarkan ketentuan UU di atas menekankan bahwa sekalipun hubungan kedua orangtua itu putus, tetapi hubungan anak dan keduaorangtuanya tidak akan pernah putus. Sebaliknya kewajiban orang tua mereka harus merawat dan melindungi anak-anak itu.
Perkawainan adalah proses dan awal hidupnya seorang pria dan seorang wanita dengan tujuan memiliki anak dan mengembanhkan anak tersebut berdasarkan Aturan Hukum yangada di Indonesia. Perceraian memiliki implikasi penting bagi anak agar tidak terlantar mulai dari pengasuhan anak dan kemana ibu/ayah dapat berpaling, serta tanggung jawab atas hak dan tanggung jawab ayah/ibu yang menceraikan anak yang dilahirkannya. Hukum perdata merupakan landasan dimana orang yang akan bercerai tidak harus mengalah, namun ada juga hal yang membingungkan ketika hak asuh anak diambil dan hukum perdata sendiri tidak secara khusus menyebutkan hak pengurusan. Kedua orang tua memiliki hak asuh, kecuali hak asuh anak, yang diwakili oleh keputusan pengadilan jika anak tersebut belum dewasa. Ini harus diperhitungkan dalam undang-undang kita, sehingga hak dan kewajiban orang dewasa dan anak di bawah umur sama-sama dipertimbangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2000.
Hajar. M. Model – Model Pendekatan Dalam Pendekatan Hukum dan Fiqh. Yogyakarta: Kalimedia, 2017.
Subekti, R., dan R.Tjitrosudibio. Kitab Undang-undang Hukum Perdata :Cetakan 31. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001.
Susilo, Budi. Prosedur Gugatan Cerai. Yogyakarta: Prosedur Gugatan Cerai, 2008.
Jurnal
Anwar, Samsul, et al. "Laki – Laki Atau Perempuan, Siapa Yang Lebih Cerdas Dalam Proses Belajar ? Sebuah Bukti Pendekatan Analisis Surviva." Jurnal Psikologi 18, no. 2 (2019).
Benuf, Kornelius, Muhamad Azhar. "Metode Penelitan Hukum Sebagai Instrumen Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer." Gema Keadilan E-Jurnal Fakultas Hukum Universitas Diponegoro 7, no. 1 (2020).
Ni Putu Sari Wulan Amrita, Desak Putu Dewi Kasih, Ni Putu Purwanti. "Penetapan Hak Asuh Anak Terkait Dengan Perceraian Orang Tua (studi kasus perkara No. 182/Pdt.G/2017/PN.Sgr”." Kertha Semaya 7, no. 1 (2019).
Sodiqin, Ali. "Ambiguitas Perlindungan Hukum Penyandang Disabilitas Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia." Jurnal Legislasi Indonesia 18, no. 1 (2021).
Ulian Albert Dewantara, I Made Sarjana, I Nyoman Darmadha. "“Akibat Hukum Pembatalan Hibah Istri Terhadap Suami Setelah Adanya Perceraian (Analisis Kasus : Putusan Mahakamah Agung Nomor 1893 K/PDT/2015)”." Kertha Semaya 7, no. 5 (2019).
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No
23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 07 Tahun 2023, hlm. 347-353
Discussion and feedback