KEPASTIAN HUKUM PEMBERLAKUAN HUKUMAN MATI DALAM UU NOMOR 20 TAHUN 2001 TERHADAP UU NOMOR 1 TAHUN 2023 DALAM PROSES PERADILAN DI INDONESIA TERHADAP PELAKU KORUPTOR
on
KEPASTIAN HUKUM PEMBERLAKUAN HUKUMAN
MATI DALAM UU NOMOR 20 TAHUN 2001
TERHADAP UU NOMOR 1 TAHUN 2023 DALAM PROSES PERADILAN DI INDONESIA TERHADAP PELAKU KORUPTOR
Jonathan Marjorie Surana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi Yudiantara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI: KW.2023.v12.i06.p5
ABSTRAK
Maksud dari riset penulis adalah agar mengevaluasi kebijakan bahwa hukuman mati sebenarnya tidak diperlukan lagi bagi pejabat yang korupsi sehingga dapat menggantikan hukuman lain di bawah KUHP yang baru. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan analisa. Dengan menganalisis gagasan-gagasan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, lex spesialisasi KUHP baru, yang dalam hal ini menurut penulis terdapat konflik norma antara peraturan umum yang berlaku di Indonesia khususnya KUHP dengan peraturan khusus mengenai Tindak Pidana Korupsi karena di satu sisi peraturan umum menjadikan pidana mati sebagai alternatif sedangkan dalam ketentuan peraturan yang bersifat lex spesialis yaitu lebih menginginkan pidana mati tanpa apologi.
Kata Kunci: Kepastian Hukum, Pidana Mati, Korupsi.
ABSTRACT
The purpose of the authors' research is to evaluate the policy that the death penalty is actually no longer needed for corrupt officials so that it can replace other punishments under the new Criminal Code. The method used is a normative research method with a legal approach and an analysis approach. By analyzing the ideas in the Corruption Law in force in Indonesia, namely Law Number 20 of 2001, lex specialization of the new Criminal Code, in this case according to the author there is a conflict of norms between the general regulations in force in Indonesia, especially the Criminal Code and special regulations regarding Corruption Criminal Acts because on the one hand the general regulations make the death penalty as an alternative while in the provisions of regulations that are lex specialist, namely prefer the death penalty without apology.
Keywords: Legal certainty, death penalty, corruption.
Saat seorang dengan sengaja melakukan perbuatan yang memenuhi kriteria untuk menerima konsekuensi pidana dari negara, mereka diberi label "kriminal", yang dipahami sebagai semacam kesedihan. Menurut Pasal 10 KUHP sebelumnya, bentuk-bentuk hukuman berikut diperbolehkan untuk menegakkan supremasi hukum:
hukuman mati, kurungan, kurungan, denda, dan penjara. Pidana tambahan, yang biasanya berupa: Pengumuman putusan hakim, pencabutan hak-hak tertentu.
Menurut Muladi, konsep hukuman—didefinisikan sebagai rasa sakit dan kesedihan—sangat sensitif karena secara langsung mempengaruhi rasa harga diri dan martabat manusia sebagai makhluk mulia.1 Ketentuan hukum pada umumnya harus dapat ditegakkan dan dibatalkan dengan kemampuan untuk mendorong berkembangnya faktor-faktor pendukung sambil meminimalkan faktor-faktor penghambat. Hukuman mati, yang merupakan bentuk hukuman terberat menurut hukum Indonesia, adalah hukuman mati. Ada jenis hukuman lain, tetapi hukuman mati berada di urutan teratas dalam hal tingkat keparahan. Selama ini peradilan pidana Indonesia, Tidak ada hukuman yang lebih keras dari hukuman mati. Karena sanksi pidana memiliki karakteristik yang unik, tidak mungkin untuk menjatuhkan hukuman keras dalam bentuk apa pun, termasuk hukuman mati atau hukuman penjara yang lama.2
Penggunaan hukuman mati sebagai sanksi utama dalam sistem hukum Indonesia telah memicu perdebatan tentang nilai-nilai hukum negara. Hal ini disebabkan KUHP Indonesia saat ini masih merupakan peninggalan dari WvS Belanda (wet book van strafech). Hukuman mati adalah jenis hukuman yang memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai hukuman utama. PBB mendukung pencabutan hukuman mati sebagai undang-undang negara karena merupakan badan internasional.
Tindak pidana korupsi menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Salah satu kejahatan yang sulit untuk diadili menurut hukum pidana adalah korupsi. Rasua ini menimbulkan banyak dampak negatif bagi keberlangsungan suatu negara maupun suatu kelompok masyarakat. Dampak negatif yang dirasakan tentu saja seperti kemiskinan, kemerosotan moral, hilangnya kepercayaan dan lain sebagainya. Keuangan negara dirugikan hingga pembangunan nasional yang kemudian terhambat. Di Indonesia sendiri, tindak pidana korupsi berkembang dengan sangat cepat yang dimana kasus korupsi terjadi dimana-mana baik dari tingkat pemerintahan daerah sampai di tingkat nasional. Korupsi seringkali dibungkus rapi dengan balutan teknologi serta kebohongan.
Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dirasa belum puas. Pemerintah banyak melakukan perubahan peraturan-perundangan tentang tindak pidana Rasua yang memiliki harapan untuk melawan dan menangani kasus korupsi yang kian meninggi. Hal ini dikarenakan korupsi memiliki pola perilakau yang terselubung dan memiliki target yang kompleks terutama dalam bidang gars haluan, kenegaraan, hukum ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Salah satu solusi yang diberikan oleh undang-undang untuk menangani kasus korupsi yaitu dengan cara memberikan hukuman mati. Sanksi pidana mati ini adalah sanksi yang menimbulkan cukup banyak pertentangan di tengah-tengah masyarakat. Perdebatan mengenai hukuman mati ini cukup lama terjadi dalam reformasi hukum pidana di negara-negara di dunia. Pidana mati ini sendiri merupakan pidana terberat dari semua pidana yang ada dan di ancam terhadap suatu kejahatan yang sangat berat. Hal ini sesuai dengan isi dari Pasal 2 ayat (2) UU tindak pidana korupsi mengatur “Dalam hal tindakpidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”.3
Pemberian hukuman mati adalah kejadian luar biasa dalam perang melawan korupsi yang meluas di Indonesia tidak diragukan lagi adalah kematian dalam hukum. Ada beberapa artikel yang membahas juga mengenai penerapan hukuman mati ini seperti dalam artikel berjudul “Kebijakan Formulasi Pidana Mati Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Iindonesia” dan "Tinjauan Yuridis Tentang Pengenaan Sanksi Pidana Mati Dengan Unsur Keadaan Tertentu Dalam Tindak Pidana Korupsi Ditinjau Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia” yang mana dalam artikel tersebut hanyalah membahas mengenai hukuman mati yang ditinjau dari hukum formil seperti KUHP di Indonesia. Sedangkan penelitian saya lebih meluas dan merujuk pada penerapan hukuman mati yang diatur undang-undang yang tidak saling bertentangan dengan undang-undang lain dan juga Hak Asasi Manusia agar nantinya hukuman ini bisa berlaku efektif membendung pelanggaran korupsi di Indonesia. Pengenalan aturan ini dapat memberikan efek jera pada individu yang korupsi, itulah sebabnya, meskipun peraturan perundang-undangan telah membentuk landasan hukum yang kokoh dan tidak ambigu, penerapannya dalam kehidupan dan praktik sehari-hari masih belum ada. Oleh karena itu, diperlukan analisis mendalam tentang hukuman mati bagi pejabat koruptor.
Dengan mengacu dalam hal-hal yang melatarbelakangi diatas membuat penulis menemukan bebrapa rumusan masalah yaitu :
-
1. Bagaimanakah pengaturan hukuman mati bagi koruptor di Indonesia yang sejalan dengan Prinsip hak asasi manusia ?
-
2. Apakah hukuman mati memang sudah tidak diperlukan sehingga menjadi hukuman alternatif dalam KUHP baru ?
Hal pokok yang mendasari dari penulisan ini adalah dimana penulis akan mengkaji apakah hukuman pidana mati memang sudah tidak perlu diberikan bagi koruptor sehingga menjadikan pidana mati menjadi hukuman alternatid dalam KUHP baru di indonesia.
Metodologi penelitian hukum normatif, suatu bentuk metode pengkajian hukum yang berdasarkan analisisnya pada suatu undang-undang yang sedang berlaku dan relevan dengan masalah hukum yang menjadi fokusnya, dipakai untuk melaksanakan penelitian ini.4 serta menelisik dua permasalahan utama yaitu kekosongan norma dan konflik norma. Dan menggunakan tiga jenis pendekatan yang pakai yaitu : Strategi yang membahas peraturan perundang-undangan Indonesia dikenal dengan
pendekatan undang-undang (Statue approach),5 yang dalam hal ini adalah KUHperdata, pendekatan analisa (analitycal apporoach) dimana mengkaji secara mendalam suatu isu atau permasalahan yang diangkat,6 dan pendekatan konseptual, yaitu suatu pendekatan untuk menganalisis materi hukum agar dapat diketahui makna dari ungkapan-ungkapan hukum.7
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Pengaturan hukuman mati bagi koruptor di Indonesia yang sejalan dengan
-
Prinsip hak asasi manusia
Korupsi telah menjadi penyakit negara ini dan seperti mustahil untuk dapat disembuhkan, setiap hari pemberitaan tentang korupsi terus terdengar dan dilihat oleh masyarakat di televisi dan media sosial, tapi begitulah kenyataanya pelaku tindak pidan korupsi terus berganti dan tidak kunjung usai, belum tuntas di pengadilan satu kasus korupsi, sudah ada satu kasus korupsi baru lagi yang muncul. Bahkan banyak diantaranya adalah pejabat negara yang seharusnya menjalankan amanat dari masyarakat yang memilihnya, malah justru banyak manjadi target dan terkena operasi tangkap tangan KPK (OTT).
Salah satu cara menghentikan penyakit yang turun termurun terus berlanjut ini adalah memberikan hukuman paling berat yang diatur dalam sistem hukum di indonesia, dimana hukuman mati merupakan salah satunya. Hanya saja dalam pelaksanaannya setelah majelis hakim menjatuhkan pidana mati, tidak pernah dieksekusi dimana dengan alasan karena hukuman mati merupakan suatu hal yang bertentangan dengan HAM, bahkan salah satu kasus korupsi yang besar diindonesia dengan Terpidana yaitu Heru hidayat yang di tuntut jaksa penuntut umum hukuman mati justru berbanding terbalik dengan putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim yaitu hukuman kurungan penjara, dengan alasan pidana mati bertentangan dengan HAM.8 Pada dasarnya pemberian pemidanaan mati bagi koruptor sudah diberlakukan dalam UU tindak pidana korupsi. Akan tetapi di penerapannya belum ada satupun yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia. jika kita ingin melihat bukti konkret dari penegakan hukuman mati dimana alangkah baiknya kita merujuk pada Cina yang dimana sudah banyak para koruptor yang sudah di eksekusi oleh pemerintah Cina, eksekusi tersebut dilakukan ditengah lapangan dan dilihat oleh umum agar memberikan Efek jera untuk mengurangi pelaku-pelaku koruptor kedepannya.
Hukumn-hukuman yang dapat memberikan efek jera sudah diterapkan oleh beberapa negara seperti Arab saudi dan Brunei darusalam yang hasilnya di negara tersebut minim pencuri/koruptor. Cara eksekusinya adalah memotong tangan pencuri tersebut di bagian tangan kiri, dan jika si pencuri melakukan tindak pidana tersebut
lagi maka tangan kanannyalah yang akan dipotong.9 Seperti yang sudah penulis sampaikan dalam latar belakang dimana Pidana Mati merupakan pidana terberat dan dikatakan sebagai hukum darurat, dapat dikatakan sebagai hukum darurat karena pelaksanaanya tidak dilaksanakan setelah putusan dijatuhkan, akan tetapi masih harus menunggu keputusan presiden. Terpidana juga diberi peluang untuk mengajukan permohonan grasi (pengampunan) kepada presiden.10
Satu-satunya orang yang dapat dijatuhi yaitu Mereka yang melakukan kejahatan yang melibatkan korupsi akan menghadapi hukuman mati. yang masuk kedalam unsur-unsur keadaan tertentu, adanya penegasan bahwa keadaan tertentu dimaksudkan sebagai unsur pemberat kepada pelaku, yaitu Jika korupsi dilakukan pada saat bahaya nasional, pada saat itu negara sedang terjadi bencana alam, sebagai pengulangan dari perilaku rasua (residive), selain itu pada saat bangsa sedang mengalami krisis keuangan atau ekonomi.11
Pidana mati biasanya merupakan bagian dari pidana pokok dan diatur dalam pasal 10 KUHP lama dan 100 KUHP saat ini. Selain itu, pelaksanaan hukuman mati dianggap berkonflik dengan pasal 28a UUD NRI 1945 mengatur tentang hak untuk melanjutkan hidup, namun harus tetap berhati-hati dalam berargumentasi karena siapa saja orang wajib menghormati hak-hak yang lainnya. Dengan kata lain, konstitusi Indonesia tidak memuat prinsip hak asasi manusia yang absolut, yang menurutnya negara dapat membatalkan hak seseorang, dalam pasal 28j ayat (2). Oleh karena itu, eksekusi terhadap pejabat koruptor yang memiliki kepentingan HAM yang menghambat kemajuan selama ini dapat ditegakkan.
Menurut Hans Kelsen, tujuan hukum adalah menegakkan keadilan dalam masyarakat, dimana keadilan diartikan sebagai terciptanya kebahagiaan yang sebesar-besarnya.12. KUHP yang dulunya merupakan peninggalan Belanda, secara resmi telah diganti di Indonesia dengan KUHP baru yang dibuat oleh pemerintah Indonesia. Presiden Jokowi menandatangani KUHP baru setelah drafnya disetujui DPR RI, berdasarkan salinan tanda tangan Presiden Jokowi. Aturan ini diterbitkan pada 2 Januari 2023, dan akhirnya menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang akan diberlakukan pada tahun 2026, tiga tahun selepas disahkan.13 tetapi belum berjalan saja KUHP ini telah menuai beberpa kotroversi dibeberapa pasalnya yaitu salah satunya Pasal mengenai Hukuman mati.
Kelebihan dan kekurangan hukuman mati terus didiskusikan di Indonesia. Akhirnya, ada keuntungan dan kerugian dari terpidana mati versus penolakan Presiden terhadap permintaan grasi terpidana narkoba dan eksekusi ilegal berikutnya. Partai pro menganggap kasus ini parah. Untuk menghalangi pelanggar di masa depan dan mencegah terulangnya kejahatan yang sama, negara harus menjatuhkan hukuman
yang sangat berat. Selama dilakukan karena alasan hukum, penjatuhan pidana ini juga tidak dianggap bertentangan dengan konstitusi. Pro juga menekankan perlunya perubahan sistem hukum, mulai dari tingkat penyidikan dan diakhiri dengan tingkat penuntutan. Namun, beberapa orang yang menentang hukuman mati percaya bahwa karena mencabut nyawa seseorang adalah hak yang diberikan Tuhan, hukuman ini telah melanggar hak asasi manusia. Selain itu, ada kekhawatiran tentang kelemahan dalam pelaksanaan hukuman mati, seperti kemungkinan adanya pelaku lain yang lebih bertanggung jawab daripada mereka yang telah dijatuhi hukuman mati. Akibatnya, lebih sedikit orang yang mendapatkan hukuman mati di sebagian besar negara. Di banyak negara, sekarang ada gerakan menentang hukuman mati..
Pasal 100 KUHP revisi berisi pengaturan terkait pidana mati. Hukuman mati adalah pilihan terakhir di bawah KUHP yang baru, yang dimaksudkan untuk mencegah kejahatan dan melindungi masyarakat. KUHP juga memberikan percobaan 10 tahun untuk mendorong narapidana berperilaku baik.
Menurut wamen Kemenkumham yang akrab dipanggil Prof. Eddy menjelaskan bahwa alasan pemerintah membuat hukuman mati sebagai alternatif yaitu karena perkembangan sangat berarti bagi HAM yaitu terkait pidan mati, jadi dengan diberlakukanya KUHP baru itu pidana mati dijatuhkan secara alternatif dengan percobaan”14 kemudian hal inilah yang kemudian menjadi polemik bagaimana dengan nasib para koruptor. Yang dianggap akan sangat senang dan tidak memberikan efek jera jika KUHP baru ini masih terus berlaku dan Ini bertolakbelakang dengan apa yang diinginkan. dalam UU tindak pidana korupsi yang mengatur mengenai hukuman mati apalagi UU tindak pidana korupsi merupakan lex spesialis.
Implikasi yang akan ditimbulkan menurut analisa penulis yaitu itu dimana dengan hukuman mati dijadikan alternatif oleh pemerintah dalam KUHP baru akan tidak memberikan efek jera bagi para koruptor dimana. Dengan berlakunya KUHP lama yang notabenenya pidana mati masih sangat keras diberlakukan saja masih tidak bisa membendung korupsi itu berhenti di negeri ini. Oleh karena itu penulis mengkhawatirkan jika koruptor akan semakin merajalela, dimana koruptor akan mikir jika dia melakukan korupsi dengan skala yang sangat besar hingga mengancam negara maka dia akan mendapatkan hukuman yang biasa saja dan di dalam penjarapun dia masih bisa bersantai-santai dengan tenang tanpa ada gangguan. Oleh kerena itu apa yang diinginkan mengenai HAM yang takut dilanggar dalam bentuk hukuman mati, justru akan dilakukan pelanggaran HAM yang berdampak besar bagi seluruh warga negara dengan korupsi yang dilakukan oleh para koruptor.
Berdasarkan apa yang telah penulis sampaikan diatas maka penulis berkesimpulan bahwa hukuman mati bagi para koruptor masih memiliki relevansi jika diberlakukan di Indonesia karena tidak melanggar konstitusi kita dimana hal ini dalam hal ini HAM dari para pelaku koruptor bisa dibatasi dalam pasal 28j ayat (2) UUD NRI 1945 oleh karena itu pemerintah tidak perlu takut dalam melakukan efek jera bagi koruptor dengan hukuman mati. Justru dengan pemerintah membiarkan koruptor merajalela maka akan berimplikasi bagi perampasan Hak Asasi setiap warga
negara. Dan terkait kepada menjadikan hukuman mati sebagai alternatif dalam KUHP baru menurut penulis perlu dikaji dan saat diberlakukan haruslah diadakan Uji materiil ke Mahkamah Konstitusi karena penulis mengkhawatirkan dengan Implikasi yang akan ditimbulkan menurut analisa penulis yaitu dimana dengan hukuman mati dijadikan alternatif oleh pemerintah dalam KUHP baru akan tidak memberikan efek jera bagi para koruptor dimana dengan berlakunya KUHP lama yang notabenenya pidana mati masih sangat keras diberlakukan saja masih tidak bisa membendung korupsi itu berhenti di negeri ini. Oleh karena itu penulis mengkhawatirkan jika koruptor akan semakin merajalela, dimana koruptor akan berfikir jika dia melakukan korupsi dengan skala yang sangat besar hingga mengancam negara maka dia akan mendapatkan hukuman yang biasa saja dan di dalam penjarapun dia masih bisa bersantai-santai dengan tenang tanpa ada gangguan. Oleh kerena itu apa yang diinginkan mengenai HAM yang takut dilanggar dalam bentuk hukuman mati, justru akan dilakukan pelanggaran HAM yang berdampak besar bagi seluruh warga negara dengan korupsi yang dilakukan oleh para koruptor.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Hajar, M. Model – Model Pendekatan Dalam Pendekatan Hukum dan Fiqh. Yogyakarta: Kalimedia, 2017.
Hamzah, Andi. istem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnaya Paramita , 1985.
Muladi. Proyeksi Hukum pidana materiil di masa datang. Semarang: Badan Penerbit Undip, 1994.
Radjah, Teri M. Pengantar Filsafat Hukum. Jakarta: Bharata Karya Aksara., 1982.
Ruba’i, Masruhin. Hukum Pidana, Buku Ajar. Malang: Bayumedia Publishing, 2014. Renggong, Ruslan. Hukum Pidana Khusus. Jakarta: Pranamedia Group, 2016.
Jurnal
Anwar, Samsul, et al. "Laki – Laki Atau Perempuan, Siapa Yang Lebih Cerdas Dalam Proses Belajar ? Sebuah Bukti Pendekatan Analisis Surviva." Jurnal Psikologi 18, no. 2 (2019).
Benuf, Kornelius, Muhamad Azhar. "Metode Penelitan Hukum Sebagai Instrumen Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer." Gema Keadilan E-Jurnal Fakultas Hukum Universitas Diponegoro 7, no. 1 (2020).
Rahardian, R. "Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana Mati Dalam Hukum Pidana Indonesia." Diponegoro Law Journal 5, no. 3 (2016).
Rakhmad Hidaya, Dwi Budiarti,Muhammad Mashur. "Tinjauan Yuridis Tentang Pengenaan Sanksi Pidana Mati Dengan Unsur Keadaan Tertentu Dalam Tindak Pidana Korupsi Ditinjau Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia." Jurnal Ilmiah Hukum, 2022.
Roby Anugrah, Raja Desril. "Kebijakan Formulasi Pidana Mati Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Iindonesia." Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 3, no. 1 (2021).
Sodiqin, Ali. "Ambiguitas Perlindungan Hukum Penyandang Disabilitas Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia." Jurnal Legislasi Indonesia 18, no. 1 (2021).
Widayati, Lidya Suryani. "pidana mati dalam ruu kuhp:perlukah diatur sebagai pidana yang bersifat khusus?" jURNAL dpr ri, 2017.
Website/internet
Berita CNBC Indonesia : https://www.cnbcindonesia.com/market/20211214131432-
17-299133/kuasa-hukum-heru-hidayat-tuntutan-hukuman-mati-itu-zalim .
Berita Nasional Kompas :
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/29/12370851/rkuhp-atur-hukuman-mati-sebagai-alternatif-dengan-percobaan# .
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 06 Tahun 2023, hlm. 329-336
Discussion and feedback