PENGATURAN BATAS MINIMUM MODAL PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PERORANGAN PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA
on
PENGATURAN BATAS MINIMUM MODAL
PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PERORANGAN PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA
Ni Made Wulan Puspita Mahayani, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Made Aditya Pramana Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI: KW.2022.v12.i01.p2
ABSTRAK
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk memahami pengaturan hukum mengenai syarat pendirian Perseroan Terbatas Perorangan dan menganalisis implikasi yang dapat ditimbulkan apabila dihapusnya nominal batas minimal modal dari pendirian Perseroan Terbatas Perorangan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja. Dalam mengkaji tulisan ilmiah ini menggunakan metode normatif yang utamanya mempergunakan metode pendekatan dari suatu peraturan perundang-undangan yang disebut sebagai (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa persyaratan pendirian Perseroan Terbatas diubah pengaturannya kedalam Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam pengaturannya yang baru, Perseroan Terbatas mengenal konsepsi baru yakni Perseroan Terbatas dengan persekutuan modal dan Perseroan Terbatas Perorangan. Ketentuan mengenai Perseoran Terbatas Perorangan dengan persyaratan yang diatur yakni pertama, kepemilikan Perseroan yang hanya dapat dimiliki oleh satu orang saja, kedua pendirian Perseroan dapat dilakukan dengan pembuatan surat pernyataan pendirian, ketiga didaftarkan secara elektronik kepada Menteri. UU Cipta Kerja juga menghapus batas minimal modal pendirian perseroan, implikasi yang ditimbulkan yakni disatu sisi guna meningkatkan pelaku usaha dengan mempermudah upaya legalitas menjadi bentuk badan hukum, disatu sisi pula ketentuan ini tidak memberikan kepastian dan jaminan terhadap pembayaran piutang kepada pihak ketiga jika adanya pinjaman.
Kata Kunci: Modal Minimal, Perseroan Terbatas Perorangan, Undang-Undang Cipta Kerja
ABSTRACT
The purpose of writing this scientific paper is to understand the legal arrangements regarding the requirements for establishing a Individual Limited Liability Company and to analyze the implications that can arise if the nominal minimum capital limit for the establishment of a Individual Limited Liability Company is removed in Law Number 6 of 2023 concerning Stipulation of Government Regulation in Lieu of Law Number 2 of 2022 About Job Creation. In reviewing this scientific paper using a normative method which mainly uses the approach method from a statutory regulation which is referred to as (statute approach), and a conceptual approach (conceptual approach). The results of this study indicate that there are several requirements for the establishment of a Limited Liability Company that have been modified into the Job Creation Law. In its new arrangement, a Limited Liability Company recognizes a new conception, namely a Limited Liability Company with capital partnerships and an Individual Limited Liability Company. Provisions regarding Individual Limited Liability Companies with the
conditions set forth are first, the ownership of a Company which can only be owned by one person, secondly the establishment of a Company can be done by making a statement of establishment, thirdly it is registered electronically to the Minister. The Job Creation Law also abolished the minimum capital limit for company establishment, the implications that arise are that on the one hand it is to increase business actors by facilitating legality efforts to form legal entities, on the one hand this provision does not provide certainty and guarantees for the payment of receivables to third parties if there is a loan.
Key Words: Minimal Capital, Individual Limited Liability Company, Job Creation Law
Suatu negara menjadi maju salah satunya dipengaruhi oleh perekonomian yang kuat, terintegrasi, dan tepat sasaran. Negara Indonesia sedang menjajaki proses perekonomian tersebut dengan memanfaatkan sumber daya alam maupun sumber daya manusianya secara bersama-sama sehingga dapat memudahkan jalannya roda ekonomi negara. Dalam menjalankan roda perekonomian negara dilakukan dengan cara membuka peluang usaha sebesar-besarnya, melaksanakan penanaman modal atau investasi asing atau dalam negeri, hingga kegiatan-kegiatan usaha lainnya. Dalam melaksanakan kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat, pengusaha, investor, maupun pemerintah guna dapat memenuhi kebutuhan pokok maupun lainnya dari masyarakat selain juga untuk menumbuhkan ekonomi negara, maka dari itu negara hadir memberikan perlindungan hukum utamanya kepada pelaku usaha melalui peraturan perundang-undangan.
Salah satu bentuk keabsahan pelaku usaha yang mendapat perlindungan hukum dari negara dengan membentuk suatu badan hukum. Dimana badan hukum terdiri dari dua jenis yakni badan hukum publik dan privat, badan hukum publik erat kaitannya dengan usaha yang dikelola langsung oleh pemerintah pusat maupun daerah, sedangkan badan hukum privat merupakan badan hukum yang dikelola oleh masyarakat baik secara perorangan, perkumpulan orang, maupun pihak swasta. Pada prinspinya bentuk perlindungan tersebut sudah ada sejak adanya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang kemudian terjadi pemisahan terkhusus pengaturan dagang yang diatur tersendiri menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Perlindungan yang diberikan kepada pelaku usaha dengan membentuk badan hukum terlebih dahulu. Dalam konteks mencari laba, badan hukum yang dibentuk biasanya ialah perseroan terbatas.
Perseroan terbatas pada awalnya diatur dalam KUHPer kemudian menjadi KUHD hingga beberapa kentuan peraturan perundang-undangan lainnya sebagai lex specialis. 1 Perseroan terbatas atau yang dapat disebut sebagai Naamloze Vennootschap didirikan dengan tujuan untuk mencari keuntungan dan keberlanjutan usaha. Berbicara mengenai keberadaan perseroan tentu bukan merupakan hal yang baru, karena pada faktanya sejarah pembentukan perundang-undangan prihal perseroan terus mengalami perubahan melihat bagaimana perkembangan hukum di masyarakat. Setelah adanya ketentuan Undang-Undang Nomor 1 pada tahun 1995 maka keberlakuan dari KUHD dinyatakan tidak berlaku lagi.2 Kemudian seiring perkembangan teknologi dan atas dasar untuk menjawab persoalan dan dinamika perkembangan masyarakat di bidang usaha terkhusus perseroan maka pada tahun
2007, lahir kembali Undang-Undang Nomor 40 tentang Perseroan Terbatas menggantikan keberlakuan peraturan perundang-undangan sebelumnya. Dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas atau disebut dengan UU PT mengatur prihal syarat pendirian PT.3 Syarat-syarat tersebut meliputi jumlah orang terhadap kepemilikan, akta autentik pendirian, modal dasar, mempunyai kedudukan dan organ yang termuat dalam Anggaran Dasar dari pendirian. Persyaratan tersebut wajib dipenuhi guna dapat mempertanggungjawabkan keberlangsungan dari jalannya usaha dikemudian hari. Keberadaan produk hukum ini memberikan kepastian bagi para pelaku usaha guna menjamin legalitas usaha yang dilakoni. Dalam pembentukan UU ini tidak semata-mata hanya untuk memberikan kepastian hukum kepada pekaku usaha namun juga untuk memastikan bahwa usaha yang dijalankan bermanfaat bagi manusia, membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya serta berupaya untuk menjaga kelestarian lingkungan jika implikasinya terhadap lingkungan. Kemudian juga untuk mengimplementasikan secara maksimal keberadaan Undang-Undang ini maka dibentuklah ketentuan yang mengatur secara teknis yakni melalui Peraturan Pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 kemudian mengatur kembali terkait syarat pendirian PT, yang berfokus pada modal dasar pendirian. Pada aturan sebelumnya yakni UU PT mengatur nominal modal minimal pendirian PT dengan rincian modal paling sedikit sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tetapi diubah menjadi “ditentukan oleh pendiri perseroan” hal tersebut menimbulkan polemik baru. Karena adanya pertentangan norma antara undang-undang dengan peraturan pemerintah, dengan pengaturan yang sama namun substansinya berbeda. Namun jika terjadi pertentangan norma, maka yang dapat digunakan yakni asas superior derogat legi inferiori yang artinya jika terjadinya pertentangan norma antara peraturan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah maka ketentuan yang lebih tinggi diutamakan. Sehingga seharusnya ketentuan UU PT menjadi landasan utama pendirian PT dengan memperhatikan modal miminal pendirian perseroan.
Jika ditelisik lebih jauh, kegiatan usaha sebetulnya tidak hanya dijalani oleh warga Negara Indonesia saja, tetapi kegiatan ekonomi dipergunakan untuk menjalin kerja sama antara negara-negara dunia juga harus memperhatikan kegiatan usaha yang dilakukan oleh investor asing yang berinvestasi di Indonesia. Pada praktiknya pemerintah kesulitan untuk memberikan kemudahan berinvestasi di Indonesia karena terhalang dengan regulasi yang ada. Hingga kemudian pemerintah berinisiatif untuk membentuk satu regulasi dengan berbagai muatan Undang-Undang yang ada. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai muatan menjadi satu regulasi disebut sebagai sistem hukum omnibus law. Pertama kalinya Indonesia membentuk sistem hukum ini yang kemudian disebut sebagai Undang-Undang Cipta Kerja pada tahun 2020, materi muatannya sangat kompleksitas karena mengubah delapan puluh satu undang-undang menjadi satu regulasi. 4
UU Cipta Kerja sebenarnya dibentuk dengan tujuan untuk mempermudah jalannya kegiatan usaha dan investasi lainnya dengan memperhatikan keberlangsungan ekonomi jangka panjang. Namun Undang-Undang ini banyak menuai kritikan dari berbagai lapisan masyarakat pasalnya beberapa ketentuan dianggap tidak berpihak pada masyarakat khusunya prihal ketenagakerjaan dan isu
lingkungan yang pada pokoknya mengenyampingkan kelestarian dari lingkungan itu sendiri dengan dengan cara memberikan ruang kepada para pengusaha mempermudah perizinan untuk pengelolaan yang bersumber dari lingkungan yang nantinya berpotensi terjadinya kerusakan terhadap lingkungan itu sendiri, hingga akhirnya kemudian dilakukan judicial review yang kemudian dinyatakan keberlakuannya inkonstitusional dan harus diperbaiki selama kurang lebih dua tahun dengan pembentukannya wajib untuk memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pembentukan produk hukum.
UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional kemudian dibentuk menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang pada tahun 2022 hingga saati ini kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang pada tahun 2023. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 ini juga mengatur prihal perseroan dengan mengubah dan menambahkan beberapa ketentuan pasal dari UU PT sebelumnya. Salah satunya ialah masih terkait dengan modal minimal pendirian perseroan yang menguatkan klausula peraturan pemerintah yang mengembalikan kepada keputusan pendiri dan menghapus nominal dasar. Bagaimana kemudian implikasi hukum yang terjadi apabila terhadap pengaturan terbaru dalam Undang-Undang Cipta Kerja tidak menyebutkan nominal sebagaimana yang tertuang dalam UU PT sebelumnya.
Untuk menghindari tulisan ini dari tindakan plagiat dan sebagai bentuk memberikan keterangan bahwa tulisan ini merupakan buah pemikiran atau gagasan dari penulis serta orisinalitas tulisan, maka dari itu penulis menyertakan karya tulis yang serupa namun konteks pembahasan permasalahannya yang berbeda. Diantaranya tulisan dari Made Pramanaditya, Desak Putu Dewi Kasih Fakultas Hukum Universitas Udayana dengan judul tulisan “Penyelesaian Konflik Norma Terkait Pengaturan Modal Dasar Minimal Pendirian Perseroan Terbatas Di Indonesia” dengan fokus tulisan mengakaji bagaimana penyelesaian pertentangan norma antara UU PT dengan PP yang berkaitan dengan pengaturan modal dasar pendirian PT. Kemudian tulisan dari I Dewa Gede Putra Agung Diatmika, Ni Putu Purwanti Fakultas Hukum Universitas Udayana dengan judul “Pengaturan Modal Dasar Perseroan Dengan Berlakunya Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 2016. Dengan fokus kajian bahwa apakah pengaturan dari PP bertentangan dengan UU PT jika dihadapkan dengan hak kebebasan dalam melakukan perjanjian. Dengan uraian tersebut diatas maka, penulis berkeinginan untuk mengangkat tulisan berupa jurnal ilmiah dengan judul “PENGATURAN BATAS MINIMUM MODAL PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PERORANGAN PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA”.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, sehingga ditentukan dua permasalahan pokok yang akan dikaji dan dibahas dalam tulisan ini :
-
1. Bagaimana pengaturan mengenai pendirian Perseroan Terbatas Perorangan dalam UU Cipta Kerja?
-
2. Bagaiamana Implikasi hukum apabila dihapusnya nominal batas minimum modal pendirian Perseroan Terbatas Perorangan pasca berlakunya UU Cipta Kerja?
Penulisan ini bertujuan guna memahami tentang pengaturan syarat-syarat pendirian Perseroan Terbatas Perorangan dan menganalisis implikasi yang dapat
ditimbulkan apabila dalam pengaturannya yang baru pada Undang-Undang Cipta Kerja menghapus nominal batas minimum modal dari pendirian perseroan yang kemudian ditentukan berdasarkan organ perseroan melalui keputusannya.
Jenis metode yang dipergunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian hukum normatif. Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji memberikan pengertian terkait penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang mempergunakan pendekatan melalui dokumen atau data sekunder sehingga wajib untuk memperhatikan produk hukum terkait yang memiliki hubungan dan relevansi terhadap apa yang dikaji. Penelitian ini mempergunakan metode regulasi dan analitik.5
Sumber dokumen hukum yang digunakan meliputi dokumen hukum primer, dokumen hukum sekunder dan dokumen hukum tersier. Dokumen hukum utama yang dipergunakan ialah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang Undang. Kepustakaan hukum sekunder meliputi hasil penelitian dari doktrin para ahli hukum. Sumber hukum tersier antara lain kamus, ensiklopedia, dll.6 Teknik yang digunakan untuk melakukan pengumpulan dokumen hukum ialah teknik penelitian dokumen. Metode analisis hukum material yang dipergunakan adalah analisa kualitatif.
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Pengaturan Pendirian Perseroan Terbatas Perorangan Pasca Berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja
-
Pendirian perseroan tentu menunjang akses perekonomian yang akan memberikan dampak positif kepada negara. Menjamin kepastian dan perlindungan kepada pelaku usaha merupakan kewajiban negara untuk dapat memperluas dan memperkuat proses jalannya usaha di Indonesia. Bahkan kegiatan usaha yang dilakukan di Indonesia dapat menghasilkan barang atau produk yang dapat dijual kepada negara lain, hal ini membuktikan bahwa nilai jual yang diberikan bukan hanya menembus target dalam negeri tetapi juga luar negeri, dan ini merupakan bentuk nyata para pelaku usaha untuk mengembangkan potensi persaingan dalam dunia bisnis ke ranah internasional. Pada prinsipnya perseroan terbatas merupakan badan hukum yang dibentuk oleh dua orang atau lebih sebagai bentuk persekutuan modal dan dibuat dengan perjanjian yang tujuannya untuk melakukan kegiatan usaha atau badan hukum yang dimiliki oleh satu orang dengan memperhatikan jenis kegiatan usaha yang memenihi kriteria usaha mikro, kecil.7 Jadi dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni perseroan yang dibentuk oleh dua orang atau lebih dengan melakukan persekutuan modal untuk menjalankan usaha atau yang dapat disebut sebagai perseroan terbatas biasa, dan perseroan yang hanya dimiliki oleh satu orang saja tanpa
adanya persekutuan modal dan memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil dapat disebut sebagai perseroan terbatas perorangan.8
Sebagai bentuk nyata keseriusan negara dalam menunjang dan mengembangkan kegiatan usaha dari pelaku usaha yang digolongkan sebagai usaha mikro dan kecil pemerintah hadir dengan membentuk satu regulasi khusus menggukan konsep dan gagasan baru untuk mempermudah jalannya usaha dan investasi di Indonesia terkhusus para pelaku usaha mikro dan kecil. Selain juga untuk mempermudah tentunya juga memperkuat eksistensi dari badan hukum berupa perseroan yang sistematis, kondusif, dan lebih teratur. 9 Konsep ini akan memberikan peluang seluas-luasnya kepada pelaku usaha yang belum membentuk usahanya secara formal, karena sebelum-sebelumnya bentuk usaha yang banyak dilakoni secara informal, maka kehadiran regulasi ini dimanfaatkan untuk membetuk usaha secara formal. Pengaturan terhadap perseroan terbatas perorangan juga merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada pelaku usaha yang dilakukan oleh masyarakat yang mendapat penjualan sesuai dengan penggolongan usaha mikro dan kecil. Apalagi negara Indonesia memiliki sangat banyak kegiatan usaha berbentuk informal tetapi sangat berpengaruh dalam menunjang perekonomian negara yang membutuhkan perlindungan secara hukum untuk mendapat legalitas.
Untuk mendirikan perseroan perorangan ini, tentu juga membutuhkan syarat. Perseroan terbatas didirikan dengan memenuhi syarat yang ditentukan dalam UU PT, akan tetapi persyataran yang diberikan dalam oleh regulasi ini memberikan ketentuan yang sama antara perseroan biasa yang dimiliki oleh dua orang atau lebih dengan perseroan perorangan yang dimiliki oleh satu orang yang kemudian tergolong dalam usaha mikro dan kecil. Syarat pendirian perseroan terbatas dalam UU PT mewajibkan pembuatan perjanjian secara tertulis, akta pendirian melalui notaris, hingga pada akhirnya dilakukan pengesahan oleh kementerian terkait, hal ini berupaya semata-mata untuk dapat memberikan perlindungan hukum kepada para pelaku usaha. Namun kemudian konsep tersebut telah dipisahkan pasca berlakunya UU Cipta Kerja, karena pada UU terbaru ini memberikan perbedaan syarat antara pelaku usaha dengan persekutuan modal dengan pelaku usaha yang dilakukan oleh orang perorangan.
Pendirian perseroan terbatas perorangan diatur dalam ketentuan pasal 153 Bab Kelima tentang Perseroan Terbatas pada UU Cipta Kerja Tahun 2023 yang pada intinya membedakan syarat pendirian perseroan perorangan yang dimiliki oleh satu orang dengan perseroan yang didirikan oleh dua orang atau lebih. Adapun syarat pendirian perseroan terbatas perorangan diuraikan sebagai berikut;
-
1. Utamanya pendirian perseroan perorangan dapat didirikan oleh satu orang dengan memperhatikan kegiatan usahanya yang dapat tergolong sebagai usaha mikro dan kecil;
Dalam menentukan apakah kegiatan usaha yang dilakoni apakah merupakan termasuk ke dalam kegiatan usaha mikro dan kecil maka dapat memperhatikan ketentuan perundang-undangan tentang usaha mikro dan kecil. Usaha yang digolongkan sebagai usaha mikro yakni memiliki kekayaan bersih paling banyak lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan serta mendapatkan penjualan tiap tahunnya paling banyak tiga ratus juta rupiah. Kemudian usaha kecil
yakni dapat digolongkan dengan memiliki kekayaan dari lima puluh juta rupiah sampai dengan lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan usaha serta mendapat penjualan tiap tahunnya mulai dari tiga ratus juta rupiah sampai dengan dua setengah miliar rupiah. Sehingga penggolongan terhadap kegiatan usaha yang masuk ke dalam usaha mikro dan kecil dapat dilakukan secara jelas dengan parameter dan pengaturan yang tegas dalam peraturan perundang-undangan.
-
2. Pendirian perseroan perorangan dilakukan dengan membuat surat pernyataan pendirian menggunakan bahasa Indonesia;
Berbeda dengan syarat yang diperuntukan pendirian perseroan dengan persekutuan modal dalam UU PT jika dibandingkan dengan pendirian perseroan perorangan yang secara khusus diatur dalam UU Cipta Kerja. Perseroan perorangan didirikan tanpa perlu dibuatkan akta pendirian dari notaris, tetapi pasca berlakunya UU Cipta Kerja pendirian perseroan perorangan dapat dilakukan dengan cara membuat surat pernyataan pendiri dengan menggunakan bahasa Indonesia, hal ini tentunya dapat memberikan kemudahan dan efisiensi waktu kepada pelaku usaha untuk mendirikan perseroan karena sudah tidak lagi membuat akta pendirian melalui notaris yang memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Pernyataan pendirian yang ditujukan berisi mengenai tujuan, kegiatan usaha, modal dasar, dan keterangan lainnya yang secara teknis akan diatur dalam peraturan pemerintah.
-
3. Kemudian didaftarkan secara elektronik kepada Menteri;
Setelah persyaratan surat pernyataan pendirian sudah dibuat dengan memperhatikan muatan dan format surat maka selanjutnya merupakan pendafataran secara elektronik kepada Menteri terkait, hingga kemudian mendapat pengesahan dari Menteri. Setelah mendapat pengesahan oleh Menteri maka sebagai bentuk keterbukaan negara untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa suatu perseroan terbatas atas nama dan tujuan tertentu sudah didirikan hal ini kemudian disebut sebagai tahap pengumuman dalam tambahan berita negara. Setelah menjadi perseroan maka seluruh tata kelola dibebankan kepada seseorang yang telah mendirikan perseroan terbatas perorangan.
Dari persyaratan tersebut diatas dapat dilihat bahwa regulasi ini memberikan suatu kemudahan, percepatan, dengan biaya murah untuk menjadikan usaha yang digolongkan sebagai usaha mikro dan kecil memiliki kesempatan yang sama untuk bersaingan dalam dunia usaha melalui legalitas usaha yang didapat setelah menjadi badan hukum berbentuk perseroan perorangan yang pendiriannya tidaklah terlalu sulit dan berbelit-belit untuk dilakukan. Dari regulasi ini pula akan mematik untuk melahirkan peluang usaha yang luas sehingga dapat berdampak bagi masyarakat, seperti lapangan pekerjaan akan semakin terbuka, perputaran roda ekonomi yang semakin membaik, dan pendapatan negara menjadi bertambah. 10 Selain persyaratan yang dimudahkan oleh regulasi terkait dengan pendirian perseroan terbatas perorangan terkait dengan beban pajak yang harus dibayarkan sebagai bentuk kewajiban dari badan hukum yang tujuannya mencari keuntungan tidaklah terlalu besar pungutannya, hal ini juga tidak akan memberatkan para pelaku usaha yang masih merintis.
-
3.2. Implikasi Hukum Dihapusnya Nominal Batas Minimum Modal Pendirian Perseroan Terbatas Perorangan Dalam Undang-Undang Cipta Kerja
Salah satu bentuk syarat dalam mendirikan perseroan terbatas ialah memiliki modal dasar. Menurut KBBI modal merupakan sesuatu uang atau barang yang dapat dimanfaatkan oleh pedagang untuk mendapatkan keuntungan. Dalam konteks perseroan modal dipergunakan semata-mata untuk menunjang jalannya kegiatan usaha guna mencapai laba yang diinginkan. Kaitannya dengan pendirian perseroan bahwa kegiatan usaha yang dijalankan wajib untuk memiliki modal dasar untuk memudahkan kegiatan usahanya. Perseroan mengenal tiga jenis modal yakni; pertama, modal dasar dengan memperhatikan batas minimal pendirian perseroan yakni jumlah uang atau saham yang dikehendaki oleh pemilik atau pemegang saham untuk mendirikan perseroan yang pada saat ini batas minimum modal dihapuskan berdasarkan UU Cipta Kerja. Kemudian kedua, modal ditempatkan merupakan modal yang telah disanggupi oleh pemilik atau pemegang saham untuk dilunasi sehingga saham tersebut diserahkan dan dimilikinya. Kemudian yang ketiga, modal disetor merupakan bentuk pelunasan pembayaran saham dari pemilik atau pemegang saham atas modal dasar yang ditempatkan.11
Pada UU PT sebelumnya telah mengatur prihal nominal dari batas minimum modal yang digunakan untuk mendirikan perseroan, sehingga kemudian jelas berapa jumlah uang yang wajib untuk dijadikan modal dalam mendirikan badan hukum perseroan terbatas, namun ketentuan ini beberapa kali telah mengalami perubahan dengan adanya Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana dari undang-undang. Harmonisasi tentunya sangat diperlukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan udang-undang diatasnya hingga tidak adanya konflik norma. Yang terjadi ialah peraturan pelaksana mengatur prihal yang sama namun dengan substansi yang berbeda, awalnya UU PT menghendaki adanya batas minimum pendirian perseroan dengan nominal angka paling sedikit yakni lima puluh juta rupiah, yang kemudian diubah menjadi besaran modal yang dijadikan sebagai modal dasar ditentukan berdasarkan keputusan dari pendiri perseroan terbatas yang tertuang dalam peraturan pemerintah. 12Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2020 pemerintah menerbitkan UU Cipta Kerja yang sempat berlaku beberpa saat hingga akhirnya dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi dan pada tahun 2022 UU tersebut dibentuk menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau yang selanjutnya disebut sebagai (PerPPU) hingga pada tahun 2023 kemudian PerPPU ini dikuatkan kembali menjadi undang-undang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 ini merupakan penyederhanaan beberapa undang-undang menjadi satu regulasi yang utuh. Salah satu undang-undang yang diubah ialah UU PT, fokusnya ialah merubah ketentuan batas minimal modal yang sebagaimana disebutkan dalam UU PT dan menguatkan isi dari Peraturan Pemerintah bahwa terkait dengan nominal dasar pendirian perseroan dihapuskan dan modal tersebut dikembalikan kepada pendiri perseroan. Jika dihadapkan dengan persoalan yang demikian maka untuk menghindari kebingungan terhadap UU mana yang diberlakukan, dengan memperhatikan asas prefensi hukum yakni (lex posteriori derogat legi priori) yang artinya ketentuan hukum yang lama atau terdahulu dapat dikesampingkan oleh ketentuan hukum yang baru sehingga beberapa ketentuan pasal
pada UU PT yang telah diubah kedalam UU Cipta Kerja sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dalam UU Cipta Kerja memberikan pelunakan kepada pelaku usaha yang dapat digolongkan sebagai usaha mikro dan kecil untuk dapat mendirikan perseroan dengan modal yang tidak ditentukan lagi batas minimumnya.13 Jika dilihat dari Naskah Akademik Pembentukan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disebutkan alasan bahwa perubahan atas pasal 32 UU PT ke dalam UU Cipta Kerja yakni semata-mata untuk memberikan dan meningkatkan nilai kemudahan berusaha di Indonesia. Ketentuan dari pasal ini disatu sisi dapat meningkatkan iklim kegiatan usaha yang semakin baik dan mudah dengan berorientasi kepada pelaku usaha dengan modal kecil. Tentunya pasal ini memberikan angin segar dan semangat baru kepada pelaku usaha dengan modal kecil untuk mengembangkan usahanya menjadi badan hukum perseroan terbatas perorangan.
Ketentuan ini juga diperuntukkan untuk mendorong para pelaku usaha kecil agar dapat bersaing dengan pelaku usaha yang cukup besar dengan cara memberikan wadah yang sama, namun dengan syarat yang berbeda. Wadah yang sama diartikan bahwa tidak hanya seseorang yang mempunyai modal saja dapat mendirikan perseroan akan tetapi pelaku usaha yang memiliki modal yang tidak banyak juga dapat mendirikan perseroan sehingga dapat bersaing dalam dunia usaha. Kemudian dengan syarat yang berbeda diartikan bahwa persyaratan pendirian perseroan antara persekutuan modal yang dengan jumlahnya lebih dari dua orang jika dibandingkan dengan persyaratan perseroan yang hanya dimiliki oleh satu orang saja memiliki perbedaan, bahwa perseroan perorangan lebih diuntungkan dan dimudahkan oleh regulasi pendiriannya. Hal demikian sejalan dengan visi pembentukan dari UU Cipta Kerja yakni untuk mempermudah jalannya kegiatan usaha dan untuk membuka sebanyak-banyaknya lapangan pekerjaan demi mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Demikian pula ada beberapa perbedaan yang terlihat antara perseroan terbatas perorangan dengan perseroan terbatas biasa, pada konsep yang diatur dalam UU Cipta Kerja selain dibedakan dengan jumlah pendiri, ada beberapa hal di pangkas dalam kepemilikan perseroan perseorangan seperti pemegang saham atau pendiri harus merupakan warga negara Indonesia, dan apabila pendirinya merupakan warga negara asing maka ia diharuskan untuk mendirikan perseroan biasa. Kemudian pendirian perseroan perongan hanya dapat mendirikan satu perseroan saja dalam satu tahun berbeda dengan perseroan biasa yang diperbolehkan mendirikan beberapa perseroan dalam satu tahun dengan jumlah yang tidak terbatas. Terakhir, perseroan perorangan memiliki batasan hasil penjualan atau omzet dengan nominal dua miliar rupiah sampai lima miliar rupiah pertahunnya. Apabila kemudian hasil penjualan yang didapat pertahun melebihi dari ketentuan yang telah diatur maka perseroan tersebut tidak dapat lagi digolongkan menjadi kegiatan usaha mikro dan kecil sehingga wajib perseroan perorangan tersebut diubah menjadi perseroan pada umumnya.
Namun bukan hanya dari sisi positifnya saja, tentu keberlakuan suatu undang-undang juga mempunyai konsekuensi negatif. Seperti halnya pisau bermata dua ketentuan perundang-undangan ini bukan hanya memberikan kebermanfaatan bagi pelaku usaha kecil namun juga memiliki potensi yang berakibat buruk. Implikasi hukum yang dapat terjadi apabila ketentuan prihal batas minimum modal pendirian
perseroan nominalnya kemudian ditentukan oleh pendiri perseroan ialah berakibat adanya ketidakpastian dan perlindungan hukum bagi pihak ketiga terhadap pembayaran atas piutang yang dipinjamkan. Atas tidak adanya batas minimum modal pada perseroan perorangan berpotensi menimbulkan ketidakmampuan atas pembayaran piutang karena tidak adanya jaminan modal yang dipergunakan sebagai satu sarana untuk kepentingan pelunasan piutang.14
Sebagai bentuk cita-cita hukum (ius constituendum) terhadap pengaturan perseroan terbatas dalam peraturan perundang-undangan negara Indonesia dimasa mendatang sebetulnya diperlukan adanya satu kajian khusus terhadap apa yang menjadi kendala, evaluasi, dan apa yang seharusnya masih dipertahankan karena masoh sesuai dengan perkembangan hukum di masyarakat.15 Terkait dengan hal itu maka sinkronisasi terhadap apa yang perlu untuk diubah dan tidak diubah dari peraturan perundang-undangan yang lama ke dalam undang-undang yang baru merupakan bentuk moril dari pembentuk undang-undang, disatu sisi konsepsi yang dibawakan terhadap pelaku usaha kecil yang nantinya ditingkatkan menjadi sebuah perusahaan yang memiliki legalitas berbadan hukum dengan persyaratan-persyaratan yang ditawarkan begitu mudah, efisien dan biaya ringan memberikan nilai positif yang bermanfaat bagi masyarakat melalui keberlakuan UU Cipta Kerja ini. Namun persoalan yang dapat dipertanyakan dan berpotensi menjadi sumber permasalahan yang baru, ialah terkait eksistensi batas nominal modal pendirian dihapuskan yang kemudian ditentukan berdasarkan dengan keinginan dari pendiri perseroan. Apabila kemudian tidak adanya batas minimum modal pendirian perseroan, maka apabila selama pengoperasian perseroan tersebut menimbulkan hutang piutang akan menjadi sulit bagi pihak ketiga sebagai kreditur untuk terpenuhinya pembayaran yang dilakukan oleh perseroan karena regulasi ini tidak menentukan jumlah batas minimal modal sehingga berpotensi gagal untuk melakukan pelunasan terhadap hutang. Karena pada prinsipnya jika diperhatikan dari filosofi ketentuan pasal yang ada pada UU PT untuk mempertahankan kekayaan perseroan agar pembayaran yang dilakukan agar tidak mengganggu dana cadangan lainnya. Hingga akhirnya perlu sinkronisasi horizontal peraturan perundang-undangan terhadap pengaturan batas minimal modal pendirian perseroan baik perseroan pada umumnya maupun perseroan yang dimiliki orang perorangan dengan mengatur kembali nominal batas minimal modal pendirian perseroan, walaupun untuk penentuan jumlahnya dapat diperkecil dari yang sebelumnya dengan mempertimbangkan kondisi perkembangan perseroan saat ini dan dimasa mendatang.
Dari pembahasan yang diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa UU Cipta Kerja mengenal konsepsi baru yakni keberadaan perseroan perorangan. Perseroan perorangan dalam UU ini diatur syarat pendiriannya, syarat mutlaknya ialah usaha yang dilakoni oleh pelaku usaha termasuk kedalam golongan usaha mikro dan kecil, untuk mengklasifikasikan bahwa apakah termasuk ke dalam usaha tersebut dengan melihat ketentuan perundang-undangan tentang usaha mikro kecil dan menengah.
Kemudian secara syarat pendirian lainnya yakni, pendiri perseroan perorangan hanya dapat berjumlah satu orang saja, kemudian dilakukan dengan cara membuat surat pernyataan pendirian perseroan dengan mengisi beberapa materi muatan sesuai dengan aturan teknisnya, lalu kemudian tahap pendaftaran yang dilakukan secara elektronik. Tentu dengan kemudahan pendirian ini akan membantuk memperbanyak pelaku usaha baru dalam meningkatkan ekonomi negara. Selain persyaratan, batas minimal modal dalam UU Cipta Kerja dihapus nominalnya yang kemudian ditentukan sendiri oleh pendiri, hal ini tentu menjadikan pelaku usaha yang awalnya tidak berbentuk badan hukum dapat meningkatkan menjadi perseroan dengan modal yang tidak banyak. Tetapi diluar dari kemudahan tersebut nampaknya ada potensi permasalahan yang mungkin saja dapat terjadi salah satunya ialah ketidakmampuan perseroan dalam melakukan pembayaran terhadap pemberi pinjaman karena tidak diaturnya batas minimal modal secara digit.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Harahap, Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta, Sinar Grafika, 2016).
Salim, HS. Penerapan Terhadap Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi. Cetakan ke-3., (Jakarta, RajaGrafindo, 2014).
Soekanto & Mamuji. Penelitian Hukum Normatif Dalam Suatu Tinjauan Singkat. (Jakarta, RajaGrafindo, 2014).
Jurnal Ilmiah
Arifin, Zaenal. “Politik Pembentukan Hukum Sebagai SocioEquilibrium Di Indonesia.” Jurnal Ius Constituendum 4, No. 2 (2019)
Chalim, Listyowati, Hanim, L. and Noorman “Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Koperasi Modern Dan UMKM Berdasarkan PP No. 7 Tahun 2021.” Jurnal Penelitian Hukum, No.1 (2022)
Febriananingsih, “Perseroan Terbatas Perseorangan Bagi UMK Melalui Rancangan UU Tentang Cipta Kerja.” Jurnal Recht Vinding, No. 1 (2019)
Gloria, M. “Perseroan Perorangan dalam UU Cipta Kerja.” Jurnal Panorama Hukum 6, (2021)
Junaidi, Y. Politik Hukum Dalam Omnibus Law di Indonesia. Jurnal Pamator, Vol.13. (2020)
Pangesti. “Regulasi Penguatan Perseroan Terbatas Perorangan UMK.” Jurnal Rechts Vinding: Media Hukum Nasional. No.1 (2021)
Putra, Antoni. “Implementasi Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi,” Jurnal Legislasi Indonesia 17, No. 1 (2020)
Putri, Adinda Afifa. “Analisa Terkait Simulasi Pernyataan Pendirian Perseroan Terbatas Oleh Pendiri Tunggal,” Indonesian Notary 3, No. 1 (2021)
Riyanto, Sigit dan Para Akademisi Hukum Fakultas Hukum Universitas Gajah Madha. Kertas Kebijakan; Catatan Kritis Terhadap UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Edisi 5. (2020)
Syahrullah, “Sejarah Perkembangan Perseroan Terbatas Indonesia,” Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum 9, No. 1 (2020)
Widiatmoko & Simarmata. Analisis Terhadap Undang Undang Cipta Kerja dan Kemudahan Berusaha Bagi UMK. Jurnal Ilmiah Indonesia 7, (2020)
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 01 Tahun 2022, hlm. 11-22
Discussion and feedback