PENERAPAN PRINSIP SOVEREIGNTY OLEH INDONESIA DALAM PENANGANAN KASUS PENYELUNDUPAN ORANGUTAN
on
PENERAPAN PRINSIP SOVEREIGNTY OLEH
INDONESIA DALAM PENANGANAN KASUS
PENYELUNDUPAN ORANGUTAN
Salina Naila Setianto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Tjokorda Istri Diah Widyantari Pradnya Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI: KW.2022.v12.i01.p1
ABSTRAK
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui tentang penerapan asas kedaulatan Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Metode penelitian ini yakni penulisan normatif adalah penelitian hukum yang meneliti dengan data sekunder. Negara diakui dalam hukum internasional apabila negara bersangkutan telah memenuhi kriteria negara sesuai dengan Konvensi Montevideo. Negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat memiliki kemampuan untuk mengatur segala hal yang ada sesuai dengan yuridiksinya. Negara menggunakan hukum sebagai alat untuk mengontrol segala hal mengenai kedaulatan negaranya. Hal ini terimplementasikan pada kasus penyelundupan orangutan yang dilakukan oleh warga negara asing asal rusia. Badan Pusat Statistik Indonesia mengklasifikasikan orangutan sebagai salah satu dari dua puluh hewan dilindungi yang terancam punah pada tahun 2017. Indonesia sebagai negara berdaulat berhasil menghentikan penyelundupan satwa dilindungi tersebut dengan menggunakan hukum yang berlaku. Atas perbuatannya warga negara asing tersebut diproses menurut hukum positif Indonesia yang berlaku.
Kata Kunci: Negara, Berdaulat, Kedaulatan, Warga Negara Asing, Penyelundupan, Orangutan.
ABSTRACT
This writing aims to find out about the application of the principle of Indonesian sovereignty as a sovereign country. This research method, namely normative writing, is legal research that examines secondary data. A state is recognized in international law if the country in question has met the criteria of a state in accordance with the Montevideo Convention. As a sovereign state, Indonesia has the ability to regulate everything that exists within its jurisdiction. The state uses the law as a tool to control everything regarding the sovereignty of its country. This is implemented in the case of orangutan smuggling by foreign nationals from Russia. In 2017, the Central Statistical Agency of Indonesia listed orangutans among the twenty protected species that are in danger of extinction. Indonesia, as a sovereign country, has been successful in preventing the smuggling of these endangered species because it is a sovereign nation. For his actions, the foreign national is processed according to the applicable Indonesian law.
Keywords: State, Sovereign, Sovereignty, Foreign National, Smuggling, Orangutan.
I . Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah archipelago state dengan luas 1,905 juta km2 serta terdiri dari 16.771 pulau yang terbagi atas 38 (tiga puluh delapan) provinsi. Letak Indonesia berada di antara Benua Asia dan Australia yang menyebabkan Indonesia memiliki letak geografis yang strategis. Hal ini mempengaruhi keragaman sumber daya alam Indonesia yang melimpah di setiap daerahnya. Indonesia menyimpan sumber daya alam yang berlimpah, terutama satwa. Setiap satwa di Indonesia mempunyai keistimewaan yang khas dan berbeda baik dari sabang sampai merauke.
Merujuk kepada ketentuan UU No. 5 tahun 1990, satwa di Indonesia diklasifikasikan jadi 2 (dua) golongan yakni satwa yang dilindungi dan tidak dilindungi. Satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud adalah satwa dalam bahaya kepunahan dan populasinya jarang. Perlindungan satwa langka di tingkat nasional diatur dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan turunannya yakni PP No. 7 tahun 1999, PP No. 8 tahun 1999, serta Keputusan Menteri yang memperkuat perlindungan satwa langka di Indonesia. Perlindungan satwa dilindungi atau langka di dunia tidak hanya diatur oleh hukum nasional melainkan hukum Internasional yaitu meliputi Deklarasi Stockholm, Deklarasi Rio, CITES, CBD, dan Protokol Cartagena. Indonesia sebagai negara yang berdaulat (state sovereignty) merupakan negara yang memiliki kapasitas untuk menguasai masyarakatnya, wilayah negaranya, pemerintahan negaranya, dan kemampuan menjalin hubungan kerjasama dengan negara berdaulat lainnya dan tidak bergantung dengan negara berdaulat lainnya. Negara sebagai pemegang dari hak berdaulat (sovereign rights) harus menjalankan fungsi negaranya demi mengatur masyarakatnya menggunakan instrumen yang terpenting yaitu hukum. Ruang berlakunya hukum ini hanya terbatas pada yurisdiksi negara berdaulat tersebut.1 Indonesia telah meratifikasi Konvensi internasional yaitu ‘United Nations Convention On Biological Diversity (CBD)’ atau ‘Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa’ tentang Keanekaragaman Hayati melalui UU No. 5 tahun 1994.
Berdasarkan statistik Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2017, jumlah satwa terancam punah di Indonesia terdiri dari Harimau Sumatera berjumlah 68 ekor, Monyet Hitam Sulawesi berjumlah 63 ekor, badak berjumlah 80 ekor, Burung Maleo berjumlah 1.204 ekor, dan orangutan 1.890 ekor.2 Dari sekian satwa Indonesia yang diambang kepunahan, orangutan adalah salah satu yang kerap menjadi objek perdagangan satwa ilegal. Indonesia memiliki peran besar dalam konservasi orangutan, karena sebagian besar orangutan yang masih hidup berada di wilayah Indonesia.3 Kini, populasi orangutan sedang mengalami penurunan yang signifikan, yang disebabkan oleh pembunuhan, perdagangan, serta kerusakan habitat asli dari orangutan yang mempengaruhi punahnya orangutan. Hal ini yang menyebabkan
orangutan diklasifikasikan sebagai satwa yang terancam musnah. Data The International Union for Conservation of Nature tentang threatened species menyatakan bahwa orangutan dalam posisi critically endangered yang artinya orangutan dilarang untuk diperdagangkan.
Status orangutan yang dilindungi, memotivasi para pedagang satwa langka untuk menjadikan orangutan sebagai sumber pendapatan dengan cara menangkap, menyimpan, menyelundupkan, dan menjualnya kepada pihak ketiga (buyer) dengan keadaan hidup atau mati.4 Maraknya transaksi jual beli satwa yang dilindungi dapat mengancam keberlangsungan hidup satwa tersebut dan mengakibatkan kepunahan. Semakin langka satwa tersebut maka, harga jualnya semakin tinggi. Satwa langka seperti orangutan banyak diminati oleh pembeli kelas atas, serta memiliki nilai jual tinggi dalam perdagangan satwa ilegal. Perdagangan satwa langka seperti orangutan tidak hanya dilakukan antar Warga Negara Indonesia saja, orangutan pun menjadi daya tarik Warga Negara Asing untuk melakukan transaksi jual beli ilegal, hal ini dapat dikategorikan sebagai perdagangan internasional apabila orangutan tersebut dilaporkan berasal dari Indonesia dan dibawa ke negara lain.5
Lebih lanjut, terdapat penelitian yang bertautan dengan penulisan ini yaitu penelitian yang dibentuk oleh Sigit Riyanto yang berjudul “Kedaulatan Negara Dalam Kerangka Hukum Internasional Kontemporer” pada tahun 2012. Dalam penelitian tersebut mengulas terkait dengan penerapan prinsip sovereignty suatu negara.6 Penerapan prinsip sovereignty dalam menyelesaikan suatu perkara internasional merupakan suatu pendekatan yang melibatkan kekuasaan dan wewenang suatu negara untuk mengambil keputusan dan tindakan yang berlaku di wilayahnya.7 Maka, penelitian ini memfokuskan pada penerapan prinsip sovereignty oleh Indonesia dalam upaya penyelesaian perkara penyelundupan satwa yang dilindungi oleh Warga Negara Asing yang terjadi di wilayah yuridiksinya, dengan menyesuaikan hukum internasional yang berlaku serta menjelaskan terkait hukum mana yang berlaku dalam menyelesaikan perkara sesuai dengan prinsip prinsip sovereignty.
Inti masalah yang akan dikaji berdasarkan motif penulisan di atas, yakni:
-
1. Apa yang dimaksud dengan prinsip sovereignty dari sudut pandang hukum internasional?
-
2. Bagaimana penerapan prinsip sovereignty dalam kasus penyelundupan orangutan oleh Warga Negara Asing (WNA)?
Artikel ini dituliskan dengan berpedoman pada arah yang dituju untuk mengetahui bagaimana implikasi prinsip sovereign rights di Indonesia dalam upaya mencegah penyelundupan satwa yang dilindungi.
Metode penulisan normatif adalah penelitian hukum yang meneliti dengan data sekunder.8 Penelitian ini akan meneliti prinsip hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta dilakukan penyesuaian terhadap hukum yang ada. Bahan hukum yang diterapkan untuk menunjang penelitian ini adalah instrumen hukum nasional dan internasional. Penelitian yang penulis jalankan dengan metode normatif diterapkan melalui pembahasan mengenai pengaturan Prinsip Sovereignty dalam hukum internasional dengan bahan hukum yaitu konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan tentang sumber daya alam hayati. Penulis menggunakan teknik deskriptif serta teknik studi kepustakaan. Teknik deskriptif digunakan dalam menganalisa instrumen dan bahan hukum yang terkumpul untuk memperoleh representasi menyeluruh dan sistematik atas fakta yang berkaitan dengan rumusan masalah. Teknik studi kepustakaan, yakni dengan mempelajari serta mengutip bahan hukum dari beberapa sumber yang merupakan peraturan perundang-undangan dan literatur mengenai hukum internasional. Penulis menggunakan teknik-teknik tersebut dengan menganalisis bahan-bahan hukum dan juga berita tentang kasus penyelundupan satwa liar oleh warga negara asing.
Dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat membutuhkan hukum sebagai sistem yang mengatur hubungan antar masyarakatnya tidak akan adanya hukum tanpa adanya masyarakat. Hukum selalu hadir dalam kehidupan masyarakat baik itu di sekolah, di kantor, di perguruan tinggi, ataupun di rumah. Hukum selalu bersifat memaksa dan harus ditaati oleh masyarakatnya tidak memandang siapa subjeknya. Yang telah dijelaskan diatas hanyalah hukum secara sederhana yang timbul di masyarakat, hukum juga muncul di lapisan masyarakat, yakni dalam masyarakat internasional. Hukum yang berlaku untuk mengatur kehidupan bermasyarakat dalam lingkup internasional dikenal sebagai hukum internasional.
J.G. Starke mengemukakan, hukum internasional adalah keseluruhan prinsip serta kaidah negara yang telah terikat dan wajib ditaati.9 Sedangkan Bapak Hukum Internasional Indonesia, yaitu Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. menjelaskan bahwa yang dimaksud hukum internasional adalah:
‘keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, dan negara dengan subjek hukum lain yang bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain’
Di sisi internasional, hukum muncul dengan tujuan mengatur hubungan dan perilaku dari masing-masing subjek internasional. Seiringan dengan perkembangan zaman dan pola perilaku masyarakat internasional yang begitu rumit, hukum ini akhirnya meluas sampai hukum internasional mengurus struktur, organisasi
internasional, perusahaan multinasional, batas wilayah definit, dan individu.10 Faktor pendorong hukum internasional dalam mengatur hal-hal tersebut karena adanya masyarakat internasional yang beragam jenisnya.
Masyarakat internasional dapat dikatakan juga sebagai subjek-subjek yang memiliki kewenangan untuk membuat hubungan hukum antar sesama subjek yang akhirnya membentuk hak dan kewajiban antar pihak bersangkutan. Subjek hukum internasional yang diakui antara lain:
-
a. Negara
Negara yang diakui oleh hukum internasional merupakan negara yang sudah memenuhi kualifikasi sesuai yang disepakati oleh Konvensi Montevideo pada Tahun 1933. Menurut konvensi tersebut, suatu negara harus memiliki wilayah kekuasaan, pemerintahan yang sah, penduduk, serta memiliki kapasitas untuk menyelenggarakan hubungan dengan negara lain, maka negara dianggap sebagai subjek hukum internasional penuh.
-
b. Organisasi Internasional
Organisasi Internasional merupakan persekutuan yang punya anggota dalam skala global dengan tujuan yang telah disepakati bersama. Misalnya PBB, WTO, WHO serta organisasi lainnya.
-
c. Palang Merah Internasional
Palang Merah Internasional merupakan organisasi yang berkedudukan di Jenewa, Swiss. Palang Merah Internasional bergerak dibidang kemanusiaan dan setiap pergerakan dari organisasi ini dilarang adanya campur tangan dari negara manapun.
-
d. Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan didasari dengan adanya Perjanjian Lateran tahun 1929. Perjanjian tersebut berisikan mengenai pengembalian sebidang tanah di Roma ke Tahta Suci yang mengakibatkan berdirinya Negara Vatikan.
-
e. Pemberontak
Pemberontak dapat menjadi subjek dalam hukum internasional karena diakui menurut hukum perang.
-
f. Individu
Individu dalam subjek internasional adalah seorang manusia. Hal ini telah dimuat dalam isi dari Perjanjian Versailles. Dalam perjanjian itu, seorang individu dimungkinkan untuk mengajukan perkara internasional ke Mahkamah Arbitrase Internasional (Permanent Court of Arbitration).
Dari enam subjek yang diakui oleh hukum internasional, negara merupakan subjek hukum tertua diantara kelima subjek hukum lainnya. Hal ini sangat masuk akal, sebab pada awal mula lingkup internasional ini lahir jarang sekali subjek lain diluar negara yang melaksanakan hubungan-hubungan di skala internasional. Seiring dengan perkembangan dan bentuk hubungan setiap negara, akhirnya memunculkan subjek-subjek lain seperti yang sudah diakui hingga saat ini.
Berdasarkan Konvensi Montevideo tahun 1933, negara dapat menjadi subjek hukum internasional yakni negara yang berdaulat (sovereign state). Selain itu konvensi ini mengatur bahwa harus ada empat komponen yang dimiliki oleh negara sebagai subjek dalam hukum internasional. Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa The state as an individual under international law should possess the
following qualifications: (1) permanent population (2) defined territory (3) government and (4) capacity to enter into the relations with the other states.’
Kata kedaulatan awalnya dari Bahasa Inggris “sovereignty”, Bahasa Perancis adalah “souverainete”, serta dalam Bahasa Italia adalah ”sovranus”, yang akhirnya dikenal oleh berbagai bahasa ini berasal dari Bahasa Latin “sepranus”, yang artinya tertinggi (supreme).11 Kedaulatan yang sekarang dimiliki oleh setiap negara menjadi tanda “titel” bahwasannya negara tersebut telah merdeka (independent). Melalui kemerdekaan sebuah negara inilah, kedaulatan negara dapat dikatakan memegang peranan penting untuk mengatur urusan negaranya dalam lingkupnya sendiri. Negara yang berdaulat memiliki konsep bahwa kekuasaan pemerintah merupakan kekuasaan tertinggi yang ditujukan untuk kepentingan setiap warga negaranya.
Indonesia merupakan contoh konkret dari negara berdaulat (sovereign state). Apabila kita analisa, tentu saja Indonesia sudah memenuhi seluruh komponen negara berdasarkan Konvensi Montevideo. Pertama, penduduk tetap (a permanent population) merupakan penduduk yang terdiri dari individu yang berbeda gender, dan tanpa melihat etnis, bangsa, bahasa, kebudayaan, bahkan keyakinan. Suatu wilayah tanpa suatu penduduk, tidak dapat disebut menjadi negara.12 Kedua, wilayah yang pasti (a defined territory) yang dimaksud dengan wilayah pernah disinggung di Konferensi PBB ke-III yang membahas mengenai Hukum Kelautan yang ternyata mengelompokkan negara di dunia menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok negara berpantai (the group of coastal states), kelompok negara tidak berpantai (the group of land-locked), dan kelompok negara yang geografisnya dirugikan (the group of geographically disadvantaged). Ketiga, pemerintahan (government) merupakan aspek terpenting suatu negara. Konstitusional negara yang akan melahirkan lembaga eksekutif akan menjalankan tugas yang diberikan oleh rakyat kepadanya. Melalui unsur satu ini, hukum internasional menuntut pemerintahan yang selaras dengan masyarakatnya dan efektif dalam menjalankan fungsi dari negaranya. Keempat, kapasitas untuk membentuk hubungan dengan negara lain (the ability to establish relations with other state) yakni bersifat non fisik, dan menjadi bukti riil dari lahirnya negara berdaulat yang diakui oleh negara lain. Setiap negara pasti memiliki potensi dan kelemahannya masing-masing. Demi mensejahterakan masyarakatnya kemampuan berhubungan dengan negara lain sangat dibutuhkan.
Menurut hukum internasional, negara adalah subjek utama dipadankan dengan subjek lainnya (par excellence) maka dari itu negara berdaulat (sovereign state) merupakan suatu kemampuan yuridis yang dilaksanakan oleh suatu pemerintahan yang memiliki kedaulatan atas wilayah geografisnya. Kedaulatan (sovereignty) merupakan atribut penting bagi suatu negara. Prinsip ini adalah salah satu prinsip fundamental yang dihormati di Piagam PBB, prinsip ini melahirkan kedudukan yang sama antara negara. Hal ini menjadi doktrin "jus cogens" ataupun "peremptory norms", yakni norma yang diterima jadi norma dasar hukum internasional secara umum serta sebagai tidak dapat diganggu gugat. Dalam skala internasional, seharusnya setiap negara telah menerima dan menghormati prinsip ini dengan saling menghargai kedaulatan dari setiap negara.
Negara dianggap berdaulat apabila mempunyai kekuasaan tertinggi yang diberi batas wilayah negara tersebut. Negara yang menganut prinsip sovereignty tidak dapat mengindahkan kekuasaan negara lain. Keadaan ini disebut dengan prinsip sovereign equality atau kesetaraan. Prinsip ini terbagi menjadi dua, yakni prinsip integritas wilayah dan prinsip kedaulatan wilayah. Prinsip integritas wilayah yakni untuk memantau secara eksklusif bebas dari negara lain. Sedangkan, prinsip kedaulatan wilayah yakni negara dapat menggunakan wilayah kekuasaannya sesuai kehendaknya. Oleh karena itu, negara memiliki hak eksklusif untuk mengatur wilayahnya sendiri dan mengaplikasikan hukum domestiknya sendiri. Namun, dalam menjalankan hak kedaulatannya (sovereign rights) suatu negara berdaulat tidak boleh menimbulkan kerugian terhadap wilayah negara lain karena kedua prinsip itu saling berdampingan.13
Prinsip sovereignty di Indonesia diterapkan melalui perkara penyelundupan orangutan di Bali pada tahun 2019. Warga negara asing (WNA) dari Rusia yaitu Andrei Zhestkov berusia 28 tahun ditangkap oleh petugas bea cukai saat hendak kembali ke negara asalnya karena ia berusaha menyelundupkan orangutan melalui jalur penerbangan. Kasus ini bermula saat Andrei Zhestkov tiba di Bandara Udara, Bali. Andrei Zhestkov berniat kembali ke negara asalnya, dengan menaiki maskapai Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-870 tujuan transit Seoul-Vladivostok. Namun, saat Andrei melewati pemeriksaan x-ray, ia tertangkap oleh Ade Permana Surya selaku petugas bea cukai yang berjaga di komputer x-ray. Kemudian, Andrei diberhentikan dan diperiksa oleh petugas dan ditemukan orangutan berumur 2 tahun di kotak anyaman rotan di dalam koper yang dibawa oleh Andrei. Andrei mengatakan bahwa orangutan tersebut ia beli seharga 3,000 US Dollar yang rencananya akan dibawa ke Rusia sebagai hewan peliharaan. Atas perbuatannya, Andrei didakwa menyelundupkan satwa dilindungi, yakni orangutan, tanpa izin. Oleh sebab itu, ia dijerat Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf (a) atau (c) UU No. 5 Tahun 1990.14
Hukum yang diterapkan dalam kasus tersebut adalah hukum nasional Indonesia. Indonesia selaku negara yang berdaulat dapat mengadili kasus tersebut dikarenakan Indonesia merupakan negara berdaulat (sovereignty state) yang memiliki kemampuan untuk mengatur rumah tangga negaranya berdasarkan alat yang sudah dibentuk (hukum nasional) berdasarkan wilayah yang sudah ditentukan. Indonesia memiliki hak eksklusif untuk menggunakan wilayah territorialnya dan menerapkan hukum secara penuh karena memiliki yurisdiksi. Yurisdiksi merupakan atribut dari kedaulatan negara. Kedaulatan negara melahirkan kekuasaan atau kewenangan mengatur negara dan hanya negara yang berdaulat atau menganut prinsip sovereignty yang memiliki yurisdiksi. Indonesia punya yurisdiksi kepada kejadian (orang, benda, perkara pidana atau perdata) di wilayahnya. Maka, kasus penyelundupan oleh Andrei Zhestkov ini dikategorikan sebagai perbuatan pidana yang dilangsungkan oleh Warga Negara Asing (WNA) terhadap satwa yang dilindungi asal Indonesia yakni orangutan.
Indonesia sebagai negara yang berdaulat memiliki hukum untuk mengatur persoalan di yuridiksinya hal ini didasarkan oleh asas teritorial.15 Penerapan hukum nasional kepada Andrei Zhestkov atas penyelundupan satwa dilindungi merupakan bentuk konkret dari penerapan asas teritorial dari negara Indonesia. Andrei dijerat dengan dakwaan alternatif pertama Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf (a) yang berbunyi:
‘Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).’ Jo ’Pasal 21 ayat (2) huruf (a) Setiap orang dilarang untuk: mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;’ Atau kedua Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf (c) UU No. 5 Tahun 1990 yang berbunyi:
‘Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf (c) mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;’
Atas kedua dakwaan alternatif yang didakwakan, Andrei Zhestkov terbukti telah mengangkut, beserta mencoba mengeluarkan satwa yang dilindungi keluar Indonesia. Atas perbuatannya Andrei Zhestkov, Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara satu tahun serta denda Rp. 10.000.000,00. Apabila tidak dibayarkan akan diganti pidana kurungan selama dua bulan. Melalui kasus ini Indonesia sudah membuktikan bahwa Indonesia sebagai negara berdaulat (sovereignty), telah berhasil mengurus rumah tangga negaranya dengan menggunakan hukum sebagai alat pengendali negaranya (law as a tool).
Kedaulatan adalah karakter yang wajib dimiliki oleh negara merdeka. Kedaulatan negara inilah yang mengakibatkan sebuah negara diakui oleh dunia, dan dapat turut ambil peran dalam lingkup internasional. Negara disebut subjek hukum internasional bilamana negara telah memenuhi kualifikasi menurut Konvensi Montevideo pada tahun 1933. Kualifikasi yang dimaksud oleh konvensi tersebut meliputi; penduduk tetap, wilayah yang pasti, adanya pemerintahan, serta memiliki kemampuan dalam menjalin hubungan dengan negara lainnya. Dalam memenuhi keempat unsur tersebut, negara berdaulat (sovereignty state) membentuk hukum untuk mengatur urusan negaranya dengan adanya batasan dengan wilayah yang sudah ditentukan (yuridiksi). Hal ini terimplementasi pada kasus penyelundupan orangutan yang dilakukan oleh Andrei Zhestkov Warga Negara Asing (WNA) asal Rusia pada tahun 2019 silam. Setelah ditinjau melalui beberapa prinsip yang bersinggungan dengan penerapan prinsip sovereignty, Indonesia sebagai negara berdaulat berhasil menjaga kedaulatan negaranya dengan mengontrol individu yang berada di yuridiksinya dengan menggunakan hukum yang berlaku berdasarkan batas batas wilayah tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Efendi, Jonaedi, and Johnny Ibrahim. Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris. Prenadamedia Group, 2016.
Kusumaatmadja, Mochtar, and Etty R. Agoes. Pengantar hukum internasional. Penerbit Alumni, 2021.
Mauna, Boer. Hukum Internasional: Pengertian Peranana dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Alumni, 2015.
Michael Akehurst. A Modern Introduction To International Law. Alexander Orakhelashvili, 2018.
Starke, J. G., and Pengantar Hukum Internasional. "Edisi kesepuluh." Sinar Grafika (2012).
Yulia, Yulia. "Akses Terhadap Biodiversiti dalam pengaturan Internasional dan Indonesia." (2015).
Jurnal
Agasta, Calvin, and Peni Susetyorini. "Hak Berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia Di Kepulauan Natuna (Studi Khusus Indonesia Terhadap Klaim Peta Nine-Dashed Line China Di Kepulauan Natuna)." Diponegoro Law Journal 6, no. 2 (2017): 1-13.
Aristides, Yoshua, Agus Purnomo, and Fx Adji Samekto. "Perlindungan Satwa Langka Di Indonesia Dari Perspektif Convention On International Trade In Endangered Species Of Flora And Fauna (CITES)." Diponegoro Law Journal 5, no. 4 (2016): 1-17.
Thanaya, Eka Wijaya Adhis, and Ni Made Ari Yuliartini Griadhi. "Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan Satwa Dilindungi Berdasarkan Hukum Positif Indonesia." Jurnal Kertha Wicara 8, no. 2 (2019): 1-15
Fahroy, Caesar Ali. "ASPEK HUKUM INTERNASIONAL PADA BATAS ‘IMAJINER’ NEGARA." Jurnal Wawasan Yuridika 1, no. 1 (2017): 54-63.
Kurnia, Mahendra Putra. "Hukum Internasional (Kajian Ontologis)." Risalah Hukum (2008): 77-85.
Pramono, B. and Larasati, A., 2022. Pelaksanaan Prinsip Yurisdiksi Universal Mengenai Pemberantasan Kejahatan Perompakan Laut Di Wilayah Indonesia. NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 9(2), pp.343-351.
Riyanto, Sigit. "Kedaulatan Negara Dalam Kerangka Hukum Internasional Kontemporer." Yustisia Jurnal Hukum 1, no. 3 (2012).
Santoso, M. Iman. "Kedaulatan dan Yurisdiksi Negara dalam sudut pandang Keimigrasian." Binamulia Hukum 7, no. 1 (2018): 1-16.
Sherman, Julie, Maria Voigt, Marc Ancrenaz, Serge A. Wich, Indira N. Qomariah, Erica Lyman, Emily Massingham, and Erik Meijaard. "Orangutan killing and trade in Indonesia: Wildlife crime, enforcement, and deterrence patterns." Biological Conservation 276 (2022): 109744.
Skripsi
Alfin. “Tinjauan Yuridis Terhadap Orangutan Yang Dijadikan Sebagai Objek Eksploitasi Seksual Menurut Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya.” Dharmawangsa University, 2019.
Internet
Aditya Mardiastuti, 2019, Andrei Zhetkov Penyelundup Orang Utan Dituntut 6 Bulan, URL: https://news.detik.com/berita/d-4599735/andrei-zhetkov-
penyelundup-orang-utan-dituntut-6-bulan (accessed February 20, 2023)
Ayu Khania Pranishita, 2019, WNA Rusia didakwa selundupkan orangutan satwa dilindungi, URL: https://kalsel.antaranews.com/berita/104233/wna-rusia-didakwa-selundupkan-orangutan-satwa-dilindungi (accessed February 20, 2023)
Badan Pusat Statistik, 2017, Jumlah Satwa Terancam Punah, URL: https://www.bps.go.id/indicator/152/1297/1/jumlah-satwa-terancam-punah.html (accessed February 20, 2023)
Konvensi Internasional
The United Nations Convention On Biological Diversity (CBD)
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya
Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 01 Tahun 2022, hlm. 1-10
Discussion and feedback