JMU

Jurnal medika udayana


ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.8,AGUSTUS, 2023

I—λ Idirectoryof OPEN ACCESS

I_√ <JΛAJ JOURNALS


Diterima: 2022-12-10 Revisi: 2023-06-30 Accepted: 25-07-2023

UJI EFEKTIVITAS KOMBINASI EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU “PIPER BETLE L” DAN MADU SEBAGAI ANTIMALARIA PADA MENCIT YANG DIINFEKSI PLASMODIUM BERGHEI

I Nengah Raka Swastika1), Dewa Ayu Agus Sri Laksemi2), Putu Ayu Asri Damayanti2), Ni Luh Putu Eka Diarthini2)

  • 1.    Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

  • 2.    Departemen/Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Malaria merupakan penyakit infeksi yang diakibatkan oleh parasit Plasmodium sp. Munculnya strain Plasmodium falciparum yang telah resisten terhadap obat antimalaria mengakibatkan munculnya upaya-upaya untuk mencari alternatif tanaman obat yang mampu mengatasi permasalahan ini. Tanaman yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah sirih hijau (Piper betle L). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L) dan madu dengan dosis 50, 100, dan 200 mg/kgBB sebagai antimalaria pada mencit Balb/c yang diinfeksi Plasmodium berghei. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental secara in vivo dengan menggunakan rancangan metode Randomized Post-test Only Controlled Group menggunakan 28 sampel mencit yang dibagi menjadi empat kelompok yaitu satu kelompok kontrol negatif dan tiga kelompok perlakuan. Didapatkan hasil rerata derajat parasitemia pada kelompok kontrol sebesar 45,51%, kelompok perlakuan dosis 50 mg/kgBB sebesar 35,71%, dosis 100 mg/kgBB sebesar 30,96%, dan dosis 200 mg/kgBB sebesar 31,67%. Berdasarkan hasil analisis dengan One Way ANOVA ditemukan perbedaan rerata antara kelompok kontrol dan perlakuan dengan nilai p value yaitu <0,001. Dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L) dapat menghambat pertumbuhan dari Plasmodium berghei dengan melihat beda rerata antara kelompok kontrol dengan perlakuan dan didapatkan hasil rerata kelompok perlakuan 100 mg/kgBB serta 200 mg/kgBB sama-sama efektif menghambat derajat parasitemia.

Kata kunci : Antimalaria, Piper betle L, Derajat Parasitemia

ABSTRACT

Malaria is an infectious disease caused by the parasite Plasmodium sp. The strains that are resistant to antimalarial drugs has to find alternative medicinal plants that can solved this problem. The plant that has the potential to be developed is green betel plant (Piper betle L). The purpose of this study was to determine the effect of green betel leaf extract (Piper betle L) and honey at doses of 50, 100, and 200 mg/kg BW as antimalarials in Balb/c mice infected with Plasmodium berghei. This study was an in vivo experimental study using the Randomized Post-test Only Controlled Group method design using 28 mice samples which were divided into four groups, namely one negative control group, and three treatment groups. The average degree of parasitemia was obtained in the control group at 45.51%, the treatment group at a dose of 50 mg/kgBW as 35.71%, a dose of 100 mg/kgBW was 30.96% and a dose of 200 mg/kgBW was 31.67%. This study using One Way ANOVA analysis, it was found that the mean difference between the control and treatment groups was with a p value <0.001. The conclusion is that the administration of green betel leaf extract (Piper betle L) can inhibit the growth of Plasmodium berghei by looking at the mean difference between the control and treatment groups and the mean results obtained for the treatment group are 100 mg/kgBW and 200 mg/kgBW which are effective inhibiting the degree of parasitemia.

Keywords : Antimalarial, Piper betle L, Degree of Parasitemia

PENDAHULUAN

Malaria merupakan penyakit infeksi yang diakibatkan oleh parasit Plasmodium sp. yang ditularkan oleh vektor nyamuk Anopheles betina melalui gigitannya. Malaria ini menjadi masalah kesehatan yang menimbulkan banyak kematian, terutama pada

bayi, balita, ibu hamil, dan pasien dengan penyakit HIV/AIDS yang tergolong seklompok orang dengan daya tahan tubuh yang rendah.1 Berdasarkan data terakhir World malaria report yang telah dirilis pada bulan Desember tahun 2019 terdapat sekitar 228

juta kasus malaria pada tahun 2018, kasus ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2017 yang terdapat 231 juta


kasus. Angka kematian akibat malaria pada tahun 2018 dan 2017 adalah sekitar 405.000 jiwa dan 416.000 jiwa. Anak-anak yang khususnya berusia di bawah lima tahun merupakan kelompok yang paling rentan terkena pengaruh malaria. Pada tahun 2018 terhitung sekitar 67% (272.000 jiwa) dari semua kematian akibat malaria di seluruh dunia adalah balita.2

Penderita yang terkena infeksi dari malaria di seluruh dunia pada dua dekade terakhir mengalami peningkatan, terutama disebabkan oleh munculnya strain Plasmodium falciparum yang telah resisten terhadap obat antimalaria. Obat-obat yang mengalami resistensi ini menggunakan teknologi dalam bentuk nano vesikel yang unik dan menarik dengan metode transfersom yang biasa dikenal dengan sebutan deformable vesicle atau elastic liposom. Kegagalan dalam penanggulangan penyakit malaria ini disebabkan oleh tersebar luasnya resistensi obat antimalaria lini pertama (monoterapi) dan juga resistensi yang terjadi pada obat-obat lain.3 Hal ini mengakibatkan munculnya upaya-upaya untuk mencari alternatif tanaman obat yang mampu mengatasi permasalahan ini.

Tanaman yang mempunyai potensi untuk dikembangkan yaitu Piper betle L, atau biasa dikenal tanaman sirih hijau. Tanaman ini banyak ditemukan di seluruh wilayah Indonesia. Di Indonesia, tanaman ini biasanya dimanfaatkan sebagai obat antidiabetes dan antioksidan. Laporan baru-baru ini mengatakan bahwa manfaat dari ekstrak daun Piper betle L tidak hanya sebagai antidiabetes dan antioksidan, namun tanaman ini ternyata telah menunjukkan adanya efek farmakologis anti parasit yang signifikan terhadap parasit dari nyamuk Anopheles.4 Kombinasi ekstrak daun ini dengan madu akan membantu dalam meningkatkan sistem metabolisme yang berakibat pada peningkatan sistem kekebalan tubuh.5

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental secara in vivo dengan mempergunakan rancangan metode Post-test Only Controlled Group. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli yang sudah memperoleh izin kelayakan etik dengan nomor 515/UN14.2.2.VII.14/LT/2022 dari Komisi Etik Penelitian FK Unud. Penelitian ini menggunakan sampel mencit jantan galur Balb/C dengan pemilihan sampel melalui kriteria inklusi yang telah ditentukan. Kriteria inklusinya adalah mencit jantan galur Balb/c sehat dengan berat 20-25gram dan berumur 2-3 bulan. Apabila mencit ditemukan tidak mau makan, kurang sehat, cacat, atau mati maka akan dimasukkan dalam kriteria ekslusi. Selanjutnya dari jumlah sampel yang terpilih secara acak akan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: kelompok kontrol negatif, kelompok perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3 dengan kelompok perlakuan yang dibedakan berdasarkan jumlah dari pemberian ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L). Jumlah sampel minimal per kelompok dihitung menggunakan rumus Federer, diperoleh kesimpulan bahwa jumlah sampel yang dibutuhkan adalah lebih dari atau sama dengan 6 ekor untuk setiap kelompok. Untuk mengurangi angka eksklusi maka setiap kelompok akan ditambah 1 ekor mencit, sehingga total jumlah mencit adalah 28 mencit Plasmodium

berghei yang digunakan diperoleh di Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya yang disimpan pada nitrogen cair dan kemudian akan dikembangbiakan pada mencit donor. Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak daun sirih dan madu. Variabel terikat adalah derajat parasitemia pada mencit, Variabel kontrol adalah jenis kelamin mencit, umur mencit, berat badan mencit, galur mencit, kondisi lingkungan, dan makanan mencit. Aktivitas antimalaria diukur dengan menggunakan perhitungan derajat parasitemia pada masing-masing sampel mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei. Metode yang digunakan adalah metode modifikasi Test Peter (The 4-days suppressive test schizontocidal action).

Persiapan Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) dan Madu

Ekstraksi pada daun sirih hijau (Piper betle L) menggunakan larutan etanol 96%. Pada tahap persiapan ekstrak menggunakan teknik maserasi yang dilakukan selama 5 hari dengan etanol 96%. Ekstrak kemudian disaring dan pelarut dipisahkan dibawah tekanan tereduksi pada 520 C dengan menggunakan rotary evaporator. Kemudian pada ekstrak daun sirih hijau ditambahkan 30 cc madu.6 Jenis madu yang digunakan adalah madu dari budidaya lebah kele-kele (Trigona sp). Ekstrak daun sirih hijau diberikan pada mencit jantan galur Balb/c selama 1 kali sehari dengan pemberian dosis pada kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 berturut-turut yaitu 50 mg/kg BB, 100 mg/kgBB, dan 200 mg/kgBB. Pemberian dosis ini berdasarkan lethal dose daun sirih hijau yaitu 1421,91± 230,49 mg/kgBB.7

Persiapan Hewan Uji

Tahapan prosedural pada penelitian menggunakan 28 mencit jantan galur Balb/c yang sehat dan belum pernah mendapatkan perlakuan apapun dengan berat sekitar 20 -25gram dan berusia sekitar 2-3 bulan. Pemeliharaan mencit menggunakan 4 kandang yang berukuran 50 x 40 cm dengan setiap kendang ditempati oleh 7 ekor mencit. Selama aklimatisasi perlakuan, keadaan, dan berat badan diperhatikan dan diukur setiap harinya. Sebagai pembeda antar tikus setiap ekor tikus diberikan tanda dari 1 strip sampai 7 strip pada ekornya. Setiap kelompok uji ini akan diberikan perlakuan dengan larutan ekstrak secara oral sejumlah 0,2 mL dengan dosis pada kelompok perlakuan 1,2, dan 3 berturut-turut yaitu 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 200 mg/kgBB. Pada kelompok kontrol negatif akan diberikan PBS sejumlah 0,2 mL. Pemberian bahan uji akan dilakukan selama 4 hari yaitu dari H0 – H3.8

Pembuatan Apusan Darah Sediaan Tetes Darah Tipis

Pembuatan apusan darah tepi dilakukan di laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Proses pembuatan apusan darah tepi menggunakan darah pada ekor mencit atau supraorbital.

Sedikit darah dari mencit diambil saat sehari setelah pemberian ekstrak untuk dibuatkan apusan tipis yang diletakkan di atas gelas preparat kemudian difiksasi dengan metanol 100% selama 2 menit sebanyak tiga kali9 dan dilakukan pewarnaan dengan larutan Giemsa 10% selama 30 menit.10

Gambar 1A. Apusan darah kelompok kontrol negatif


Pengamatan Derajat Parasitemia

Pengambilan darah dari masing-masing ekor mencit dilakukan setiap hari selama tahap pengujian untuk dibuatkan apusan darah tipis. Apusan ini dibuat di atas object glass, lalu difiksasi dengan metanol dan diteteskan dengan giemsa sebagai pewarna. Selanjutnya dilakukan pembacaan di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 1000 kali untuk perhitungan jumlah parasit. Data yang diperoleh pada pengujian aktivitas antimalaria secara in vivo adalah perhitungan jumlah eritrosit yang diinfeksi oleh parasit (dihitung terhadap sekitar 1000 eritrosit) yang kemudian dilakukan konversi menjadi tingkat parasitemia dalam persen dan persentase penghambatan zat uji terhadap pertumbuhan parasit.11 Persen derajat parasitemia dihitung dengan rumus :

Gambar 1B. Apusan darah kelompok perlakuan 1


Derajat Parasitemia (%) = (jumlah eritrosit yang terinfeksi x 100%) / (jumlah eritrosit)

Analisis Data

Presentasi data derajat parasitemia akan dilakukan tabulasi data. Untuk mengetahui karakteristik data dilakukan analisis deskriptif. Untuk mengetahui distribusi atau persebara data dilakukan uji statistik yaitu uji normalitas. Untuk mengetahui vairan data digunakan uji statistik yaitu uji homogenitas. Aplikasi yang digunakan yaitu aplikasi software SPSS 25.0 dengan menggunakan uji statistik parametrik One Way Anova (p<0,05) dikarenakan data terdistribusi normal, serta akan dilakukan uji Post Hoc.

Gambar 1C. Apusan darah kelompok perlakuan 2


HASIL

Aktivitas antimalaria dapat dilakukan pengamatan melalui pengukuran derajat parasitemia pada setiap kelompok perlakuan. Dari hasil uji deskriptif yang dilakukan, didapatkan bahwa hasil rerata derajat parasitemia tertinggi dialami pada mencit kelompok kontrol negatif (K-) sebesar 45,5 sedangkan untuk nilai rerata derajat parasitemia terendah dialami pada mencit kelompok perlakuan dua (P2) yaitu sebesar 31,0. Data hasil rerata derajat parasitemia dan persen superesi parasit dapat dilihat pada tabel 1.

Gambar 1D. Apusan darah kelompok perlakuan 3


Tabel 1.     Hasil Aktivitas Antimalaria Mencit Jantan galur

Balb/c Pada Masing-Masing Kelompok

Keterangan

Aktivitas Antimalaria

% Parasitemia ± s.b

% Supresi

Kontrol (-)

45,5 ± 4,4

0,0

Perlakuan 1

35,7 ± 0,7

21,5

Perlakuan 2

31,0 ± 0,5

31,9

Perlakuan 3

31,7 ± 1,4

30,4


Berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk didapatkan nilai p > 0,05 yang menunjukkan data terdistribusi dengan normal, maka uji parametrik dapat dilakukan. Data hasil uji normalitas tertera pada tabel2.

Tabel 2.     Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Derajat

Parasitemia Mencit Jantan galur Balb/c Pada Setiap Kelompok

Kelompok

Sampel (n)

Statistika

df

Nilai p

Kontrol (-)

6

0,926

6

0,552

Perlakuan 1

6

0,932

6

0,599

Perlakuan 2

6

0,906

6

0,414

Perlakuan 3

6

0,825

6

0,098

Berdasarkan uji homogenitas yang telah dilakukan dengan menggunakan uji Levene dan berdasarkan uji homogenitas didapatkan hasil p <0.05 yang menandakan data tidak homogen. Data hasil uji homogenitas tertera pada tabel3.

Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Data Derajat Parasitemia Mencit Jantan Galur Balb/c

Variabel

Hasil Uji Homogenitas

Derajat Parasitemia

0,001

Uji parametrik One Way ANOVA dilakukan dengan tujuan untuk dapat mengetahui apakah terdapat perbedaan rerata pada derajat parasitemia di keempat kelompok sampel tersebut. Berdasarkan uji tersebut didapatkan hasil berupa p < 0.05 yang menunjukkan bahwa dengan pemberian ekstrak daun sirih hijau dan madu didapatkan derajat parasitemia yang berbeda signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Data hasil uji parametrik One Way ANOVA tertera pada tabel4.

Tabel 4. Hasil Analisa One Way ANOVA Terhadap Rerata Derajat Parasitemia Mencit Jantan Galur Balb/c

Sum of Squares

df

Mean Nilai p Square

Between Groups

807,718

3

269,239 <0,001

Within Groups

109,29

20

5,461

Total

916,948

23

Berdasarkan hasil dari uji Post Hoc maka didapatkan hasil dari nilai p derajat parasitemia adalah <0,05. Secara statistik, didapatkan perbedaan pada derajat parasitemia yang signifikan antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan 1, 2, dan 3. Pada kelompok perlakuan 2 dan 3 didapatkan hasil yang tidak signifikan. Data dari Uji Post Hoc tertera pada tabel5.

Tabel 5.     Hasil Uji Post Hoc Terhadap Rerata Derajat

Parasitemia Mencit Jantan Galur Balb/c Pada Masing-Masing Kelompok

Kelompok

Beda Rerata

IK 95%

Nilai p

Min

Maks

K (-) vs P (1)

9,80

2,38

17,21

0,015

K (-) vs P (2)

14,55

2,18

3,08

0,003

K (-) vs P (3)

13,84

1,48

2,38

0,002

P (1) vs P (2)

4,75

3,66

5,84

<0,001

P (1) vs P (3)

4,04

1,73

6,35

0,002

P (2) vs P (3)

-0,71

-3,05

1,63

0,871

PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa pada pemberian ekstrak daun sirih hijau dan madu terbukti memiliki dampak pada pencegahan pertumbuhan Plasmodium berghei yang diinfeksikan pada mencit jantan galur Balb/c. Pada penelitian ini didapatkan rerata persentase dari derajat parasitemia pada kelompok kontrol negatif memiliki rerata yang lebih tinggi dibandingkan kelompok perlakuan 1, 2, dan 3. Dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak pada kelompok perlakuan 2 (P(2)) dan 3 (P(3)) terbukti efektif menekan derajat parasitemia. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak daun sirih hijau dan madu memberikan efek pada penghambatan pertumbuhan Plasmodium berghei.

Pengaruh pada pemberian ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L) dan madu terhadap pertumbuhan derajat parasitemia pada mencit yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei adalah disebabkan oleh kandungan-kandungan senyawa berupa alkaloid, terpen, antrakuinon, flavonoid, tannin, saponin, dan steroid. Fitokimia senyawa seperti pada flavonoid telah diteliti terlibat dalam proses aktivitas antiplasmodial. Flavonoid ini mempengaruhi aktivitas anti-parasit yang signifikan terhadap fase parasit yang berbeda-beda, seperti trypanosome dan leishmania. Senyawa (9,10-antrakuinon) inilah yang ditemukan di dalam ekstrak, mungkin dapat bertindak sendiri atau dalam sinergi satu sama lain untuk mengerahkan aktivitas antiplasmodial Piper betle L. Efek antioksidan dari ekstrak daun sirih hijau dapat mewakili mekanisme lain yang memiliki kontribusi terhadap aktivitas antimalaria.4 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasiwi dan kawan-kawannya di tahun 2018 dimana mereka melakukan penelitian terhadap tingkat pertumbuhan Plasmodium berghei dengan menggunakan fraksi etanol dari ekstrak daun tumbuhan jati sabrang (Peronema canescens). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prasiwi dan kawan-kawan, didapatkan dosis efektif untuk mengobati penyakit malaria pada mencit yaitu sebesar 0,084 g/KgBB dimana didapatkan data persentase penghambatan pertumbuhan Plasmodium berghei sebesar 54,06%.12 Penelitian lainnya yang telah dilakukan mengenai ekstrak dari tumbuhan herbal seperti ekstrak tumbuhan berbunga Asteraceae dan Rubiaceae families13, daun bunga nusa indah (Mussaenda erythrophylla)13, daun nyamplung (Calophyllum flavoranulum)14, daun kedondong hutan (Spondias pinnata)15, dan kulit batang gambilo (Gardenia ternifolia)16.

dengan kandungan bahan aktif seperti alkaloid, terpen, antrakuinon, flavonoid, tannin, saponin, dan steroid.

Pemberian madu pada setiap ekstrak daun sirih hijau memberikan bantuan pada penambahan sumber energi. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan pada metabolisme tubuh sekaligus meningkatkan kekebalan tubuh. Kandungan madu yang dihasilkan oleh lebah kele-kele (Trigona sp) ditemukan terdapat senyawa propolis alami. Propolis alami yang dihasilkan oleh lebah ini mengandung senyawa antioksidan seperti flavonoid, vitamin, mineral dan asam amino esensial.17 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur Hasanah terkait tentang pengaruh kombinasi ekstrak akar pasak bumi dan propolis terhadap kadar parasitemia mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei. Ditemukan bahwa monoterapi propolis memiliki daya hambat pertumbuhan Plasmodium berghei sebesar 23,88% (dosis 90 mg/kgBB) dan 51,66% (dosis 180 mg/kgBB).18 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Jirattikarn Kaewmuangmoon adalah tentang skrining awal untuk berbagai bioaktivitas dalam ekstrak madu dan propolis dari lebah Thailand. Ekstrak kasar dari propolis ini menunjukkan bioaktivitas yang baik, didapatkan bahwa propolis menunjukkan aktivitas sebagai antimalaria yang kuat dengan MIC 4,48 g/ml terhadap pertumbuhan Plasmodium falciparum secara in vitro. Didapatkan sejumlah 6,8% dan 73,1% penghambatan pada 1 dan 10 g / ml.19

Dari berbagai jenis penelitian ditunjukkan bahwa pada fisiopatogenesis malaria, radikal bebas ini terbentuk melalui stress oksidatif.20 Antioksidan telah terbukti mengurangi efek negatif dari stres oksidatif, termasuk ROS, yang terjadi pada infeksi malaria.15 Flavonoid merupakan salah satu senyawa aktif yang terkandung pada daun Piper betle L yang memiliki peranan sebagai antimalaria. Terdapat dua target utama pada mekanisme flavonoid yang mampu menghambat pertumbuhan plasmodium. Pertama melalui vakuola makanan parasit malaria dengan penghambatan proses degradasi hemoglobin dan kedua dengan terbentuknya membran parasit malaria stadium intra eritrositik yaitu New Permeation Pathway (NPP) dengan menghambat transpor nutrisi yang dibutuhkan parasit. Flavonoid dan turunannya memiliki peran dalam penghambatan pembentukan hemozoin melalui pembentukan kompleks free heme dengan senyawa aktif. Free heme (Fe3+) sangat toksik karena dapat menyebabkan spesies oksigen sangat reaktif yang dapat memicu reaksi oksidatif sehingga parasit mati.21

Berdasarkan temuan-temuan yang telah dipaparkan, dapat membuktikan bahwa terdapat banyak tumbuh-tumbuhan herbal yang memiliki efek sebagai antimalaria pada Plasmodium berghei seperti ekstrak daun jati sabrang (Peronema canescens), tumbuhan berbunga Asteraceae dan Rubiaceae families, daun bunga nusa indah (Mussaenda erythrophylla), daun nyamplung (Calophyllum flavoranulum), daun kedondong hutan (Spondias pinnata), dan kulit batang gambilo (Gardenia ternifolia). Kandungan zat-zat alami yang ditemukan pada tumbuhan herbal tersebut seperti alkaloid, terpen, antrakuinon, flavonoid, tannin, saponin, dan steroid juga ditemukan pada ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L) yang terbukti sebagai antimalaria.

Pada penelitian ini dosis ekstrak yang efektif dalam menekan derajat parasitemia adalah dosis 100 dan 200 mg/kgBB. Berdasarkan hasil penelitian ini dan penelitian sebelumnya yang

telah dilakukan, pemberian ekstrak daun sirih hijau dengan dosis lebih besar sama dengan 100 mg/kgBB mampu secara efektif menekan derajat parasitemia.

SIMPULAN DAN SARAN

Pemberian ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L) terbukti memiliki efek dalam aktivitas antimalaria dengan penekanan pada peningkatan jumlah persentase derajat parasitemia pada mencit yang terinfeksi Plasmodium berghei. Ditemukan bahwa pemberian ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L) dan penambahan madu pada kelompok perlakuan 2 dan 3 dengan dosis yaitu 100 dan 200 mg/kgBB terbukti efektif menekan derajat parasitemia.

Penelitian lanjutan perlu dilakukan mengenai uji toksisitas pada ekstrak daun sirih hijau dan madu untuk penentuan dosis aman yang digunakan dalam pemberian pengobatan alternatif malaria pada mencit. Selain itu, belum diketahui pula secara pasti senyawa yang berperan secara aktif sebagai antimalaria pada ekstrak daun sirih hijau dan penambahan madu, sehingga perlunya dilakukan isolasi senyawa aktif yang terkandung untuk mengetahui efek yang diberikan pada masing-masing senyawa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Juhairiyah., Waris, L., and Budi, H. “Knowledge and Behaviour Society Against Malaria in Malinau District East Kalimantan.” Buski Journal,.2014;5(1):7–16.

  • 2.    World Health Organization. World Malaria Report

2019. Geneva [serial online] 2019 [diakses 29

Desember    2020].    Diunduh    dari:    URL:

https://www.who.int/publications-detail/world-malaria-report-2019

  • 3.    Darlina, Aryanti, Teja, and Aziz. (2016). “Antimalaria Activity of n-Hexane Extract from Artemisia Cina Galur Leaves  Irradiation to Plasmodium berghei

ANKA.”      Jurnal      Ilmu      Kefarmasian

Indonesia,.2016;14(2):226–232.

  • 4.  Al-Adhroey, A. H., Nor, Z. M., Al-Mekhlafi, H. M.,

Amran, A. A., and Mahmud, R. “Antimalarial Activity of Methanolic Leaf Extract of Piper betle L.” Molecules,.2011;16(1):107–118.

  • 5.    Nugroho, A.Y. “Aktivitas Antimalaria  (in vivo)

Kombinasi Buah Sirih (Piper betle L), Daun Miyana (Plectranthus scutellarioides (L.) R. BR.) Madu dan Kuning Telur pada Mencit yang Diinfeksi Plasmodium berghei.”              Buletin              Penelitian

Kesehatan,.2011;39(3):129–137.

  • 6.    Lubis, R. R., Marlisa, “Antibacterial Activity of Betle Leaf   (Piper betle l.) Extract on Inhibiting

Staphylococcus aureus  in Conjunctivitis Patient.”

American journal of  clinical and experimental

immunology,.2020;9(1):1–5.

  • 7.    Putri, D. E. Uji Toksisitas Akut yang Diukur dengan Penentuan LD50 Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Pada Mencit Jantan, Tugas Akhir, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. 2018.

  • 8.    Taek, M. Aktivitas Antimalaria Ekstrak Strychnos ligustrina Sebagai Obat Tradisional Antimalaria Di Timor Dalam Uji In-Vivo Pada Mencit Yang Terinfeksi Plasmodium berghei. [serial online] 2018 [diakses 18 Agustus      2021].      Diunduh      dari:URL:

https://www.researchgate.net/publication/329538239.

  • 9.    Ramadhani D and Nurhayati S. “Automated Estimation Parasitemia of Plasmodium berghei Infected Mice Using CellProfiler.” INKOM,. 2013;7(2):83-89.

  • 10.    Cowmann A and Crabb B. Methods in Malaria Research. 6th Ed. Moll K,editor. Manassass,Virginia: MR/4/ATCC. p. 464; 2013.

  • 11.    Wijayanti, M. A. “Kemampuan Fagositosis Makrofag Peritoneum Mencit yang Diimunisasi Selama Infeksi Plasmodium    berghei.”    In    barkala    Ilmu

kedokteran,.1999;31(4):213–218.

  • 12.    Prasiwi, D., Sundaryono, A., dan Handayani, D. “Aktivitas Fraksi Etanol dari Ekstrak Daun Peronema canescens terhadap Tingkat Pertumbuhan Plasmodium berghei.” Alotrop,.2018;2(1):25–32.

  • 13.    Chaniad, P., Phuwajaroanpong, A., Techarang, T., Viriyavejakul, P., and Chukaew, A.. “Antiplasmodial Activity and Cytotoxicity of Plant Extracts from the Asteraceae      and      Rubiaceae      Families.”

Heliyon,.2022;8(1):1-12.

  • 14.    Abbas, J. and Syafruddin. “Antiplasmodial Evaluation of One Compound from Calophyllum flavoranulum.” Indonesian Journal of Chemistry,.2014;14(2):185–191.

  • 15.    Laksemi, D. A. A. S., Arijana, I. G. K., Sudarmaja, I. M., Ariwati, N. L., Tunas, K., Damayanti, P. A. A., Diarthini, N. L. P. E., Swastika, I. K., and Wiryantini, I. A. D. “Ethanol Extract of Spondias pinnata Leaves Reduce Parasite Number and Increase Macrophage Phagocytosis Capacity of Mice Infected by Plasmodium berghei.”      The      Indonesian      Biomedical

Journal,.2021;13(1):41-47.

  • 16.    Nureye, D., Sano, M., Fekadu, M., Duguma, T., and Tekalign, E. “Antiplasmodial Activity of the Crude Extract and Solvent Fractions of Stem Barks of Gardenia ternifolia in Plasmodium berghei - Infected Mice.”   Evidence-Based   Complementary   and

Alternative Medicine,.2021;2021.

  • 17.    Harini, L. P. I., Laksmiani, N. P. L., and Astawa, I. G. S. “Pkm Peternak Lebah Madu Trigona (Kele) Desa Aan Banjarangkan Klungkung Bali.” Buletin Udayana Mengabdi,. 2020;19(3):322–327.

  • 18.    Hasanah, N. and Astuty, H. (2019). “Influence of the Combinaion of Pasak Bumi Root and Propolis Extracts on Parasitemia Levels in Mice Infected  With

Plasmodium berghei.” International Journal of Applied Pharmaceutics,.2019;11(1):268–271.

  • 19.    Kaewmuangmoon, J. “Preliminary Screening for Various Bioactivities in Honey and Propolis Extracts from Thai Bees.” European Journal of Medicinal Plants,.2012;2(2):74–92.

  • 20.    Aitken, E. H., Alemu, A., and Rogerson, S. J. “Neutrophils and Malaria.” Frontiers    in

Immunology,.2018; 9(December).

  • 21.    Marliana, E., Hairani, R., Tjahjandarie, T. S., and Tanjung, M. “Antiplasmodial Activity of Flavonoids From Macaranga tanarius Leaves.” IOP Conference Series: Earth and Environmental Scienc,.2018;144(1):1-8.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i8.P03

23