EFEKTIVITAS AIR RENDAMAN KULIT JAGUNG (Zea mays L.) SEBAGAI ATRAKTAN OVITRAP NYAMUK AEDES AEGYPTI
on
JMU
Jurnal medika udayana
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.8,AGUSTUS, 2023
Diterima: 2022-12-10 Revisi: 2023-06-30 Accepted: 25-07-2023
EFEKTIVITAS AIR RENDAMAN KULIT JAGUNG (Zea mays L.) SEBAGAI ATRAKTAN OVITRAP NYAMUK AEDES AEGYPTI
I Kadek Dana1, Putu Ayu Asri Damayanti2, Ni Luh Putu Eka Diarthini2, Dewa Ayu Agus Sri Laksemi2 “1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali” “2Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
“Penggunaan ovitrap dengan modifikasi penambahan atraktan telah dikenal sebagai metode alternatif dalam pengendalian vektor Demam Berdarah Dengue (DBD). Bahan atraktan dapat dibuat dari bahan alami yang mudah dijumpai sehingga ramah lingkungan dan murah. Tanaman jagung cukup mudah diperoleh serta mudah diolah sebagai bahan atraktan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas air rendaman kulit jagung (Zea mays L.) dalam berbagai konsentrasi sebagai atraktan nyamuk Aedes aegypti. Penelitian dengan desain eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap. Bahan penelitian berupa kulit jagung dengan kondisi kering dan direndam selama tujuh hari menggunakan ember yang tertutup. Sampel penelitian adalah nyamuk Aedes aegypti betina kenyang darah yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu 4 kelompok perlakuan yang masing-masing air rendaman jagung konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% dan satu kelompok tanpa rendaman air jagung . Setiap kelompok terdiri dari 25 ekor nyamuk dan replikasi dilakukan sebanyak 5 kali. Selama tujuh hari pengamatan jumlah telur tertinggi terdapat pada hari kelima dengan jumlah rata-rata telur adalah konsentrasi 5% (100,60±67,09), 10% (30,40±16,80), 15% (2,80±2,94), 20% (2,00±2,44). hasil uji anova menunjukkan terdapat perbedaan bermakna berbagai konsentrasi atraktan ovitrap air rendaman kulit jagung. Hasil uji LSD (Least Significant Differences) terdapat perbedaan bermakna (p< 0,05) pada perlakuan akuades-atraktan 5% (p= 0,027), atraktan 5%-10% (p= 0,005), atraktan 5%-15% (p= 0,000), dan atraktan 5%-20% (p= 0,000). Kesimpulan dari hasil menunjukkan konsentrasi atraktan 5% efektif dalam meningkatkan jumlah telur pada ovitrap.”
Kata kunci : Aedes aegypti., Kulit jagung (Zea mays L.)., Atraktan
ABSTRACT
“The application of ovitrap with attractants in mosquito control programs as a vector for DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) has been widely carried out. Atractant form natural ingridient has some advantages such as environmentally friendly and inexpensive. Corn plants are quite easy to obtain and easy to process as attractants. This study aims to determine the difference in the effectiveness of corn husk (Zea mays L.) soaking water in various concentrations as an attractant for the Aedes aegypti mosquito. Research with experimental design used a completely randomized design. The research material was corn husk with dry conditions and soaked for seven days using a closed bucket. The research sample was female Aedes aegypti mosquitoes which were filled with blood, which were divided into 5 groups, namely 4 treatment groups, each with 5%, 10%, 15%, 20% concentration of corn-soaked water and one group without corn water immersion. Each group consisted of 25 mosquitoes and replication was carried out 5 times. The results showed that the fifth day was the peak of the number of eggs in the corn husk solution. The average number of eggs on the fifth day was a concentration of 5% (100.60±67.09), 10% (30.40±16.80), 15% (2.80±2.94), 20% (2.00±2.44). The results of the ANOVA test showed that there were significant differences in various concentrations of ovitrap attractant in corn husk soaking water. The results of the LSD (Least Significant Differences) test showed significant differences (p < 0.05) in the 5% aquadest-attractant treatment (p= 0.027), 5%-10% attractant (p= 0.005), 5%-15% attractant (p= 0.000), and 5%-20% attractant (p= 0,000). The conclusion of the results showed that 5% attractant concentration was effective in increasing the number of eggs in ovitrap.”
Keywords : Aedes aegypti., Corn husk (Zea mays L.)., Attractant
PENDAHULUAN
Nyamuk adalah vektor kompeten berbagai penyakit japanese encephalitis dan demam berdarah dengue1.
seperti, chikungunya, demam kuning, malaria, kaki gajah, Penyakit DBD masih endemis di Indonesia, dan kasus DBD
tertinggi terjadi di Provinsi Bali2. Melalui kelenjar liurnya, nyamuk menyebarkan virus dengue ke dalam tubuh manusia. Infeksi yang disebabkan oleh virus dengue hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian2. Hingga saat ini belum ditemukan obat dan vaksin yang efektif untuk virus dengue sehingga pengendalian vektor nyamuk berperan sangat penting. Pengendalian vektor nyamuk yang dapat diterapkan secara biologi, kimia dan mekanik. Pengendalian saat ini yang dapat dilakukan yaitu dengan pengasapan (fogging) dan abatisasi massal merupakan suatu tindakan alternatif pengendalian kimiawi dalam pencegahan DBD yang sudah teruji efektif dalam meminimalisir populasi vektor, tetapi tindakan tersebut tidak menjamin untuk dapat dilaksanakan secara berkala, dikarenakan biaya pekerjaan yang cukup tinggi serta pemakaian insektisida dengan takaran yang berlebihan akan menimbulkan efek pada lingkungan, hingga mengganggu sistem pernafasan manusia3.
Pemerintah Indonesia melalui departemen kesehatan telah melakukan pemberantasan jentik nyamuk dengan penerapan 3M yaitu, Menguras, Menutup, dan Mengubur wadah atau tempat yang menimbulkan genangan air4. Meskipun mudah, aman, dan praktis, upaya ini belum sepenuhnya efektif dalam menekan populasi nyamuk karena partisipasi masyarakat yang belum optimal. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) juga menyebabkan nyamuk mencari tempat tinggal di luar rumah karena tempat perindukan dalam rumah sudah hilang5.
Salah satu cara lain untuk mengurangi populasi vektor adalah dengan menggunakan ovitrap. Ovitrap adalah ala sederhana yang dapat digunakan sebagai perangkap telur nyamuk. Alat ovitrap berbentuk tabung gelas hitam berbahan plastik bekas ini kemudian diisi air kemudian pada permukaannya diberi kertas saring atau kain kasa untuk meletakan telur. Kemudian telur nyamuk akan dimusnahkan apabila telur sudah terkumpul. Untuk menarik nyamuk agar bertelur pada ovitrap tidak cukup menggunakan air biasa saja, maka untuk menarik penciuman nyamuk untuk bertelur dibutuhkan suatu atraktan1,6,7. Beberapa jenis atraktan yang pernah diteliti dan efektif yaitu, air rendaman jerami padi, rendaman cabai merah, dan larutan ragi-gula dimana salah satu yaitu jerami padi memiliki kandungan protein, serat kasar, NDF, ADF, selulosa8.
“Bahan atraktan dapat berasal dari air rendaman tanaman atau bahan lain yang mempunyai aroma dan zat yang dapat menarik nyamuk untuk meletakkan telurnya. Perbedaan dari penelitian ini dengan yang lain adalah dari segi bahan atraktan yang digunakan yaitu kulit jagung (Zea mays L.) berdasarkan penelusuran pustaka tanaman ini belum pernah digunakan sebagai atraktan untuk nyamuk Ae. Aegypti. Agar dapat diaplikasikan oleh masyarakat, metode ovitrap harus menggunakan bahan atraktan yang mudah didapat dan selalu tersedia, diantaranya kulit jagung (Zea mays L.). Studi fitokimia menyebutkan bahwa kulit jagung
mengandung protein, lemak, serat kasar, abu dan tanin meningkat akibat perlakuan fermentasi sedangkan zat anti nutrisi seperti xilane dan phytate akan mengalami penurunan itu terjadi seiring dengan adanya aktivitas mikroba8–11. Keunggulan kulit jagung selain mudah didapat, proses pembuatan atraktan dari kulit jagung juga cukup mudah, yaitu dengan dikeringkan kemudian direndam dengan air. Rendaman air kulit jagung tersebut yang dapat digunakan sebagai bahan atraktan. Maka dari itu rendaman kulit jagung perlu di teliti sebelum dapat diaplikasikan di lapangan, suatu metode pengendalian vektor nyamuk harus terlebih dahulu melalui pengujian di laboratorium.”
“Penelitian ni bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas air rendaman kulit jagung sebagai atraktan ovitrap nyamuk Aedes aegypti. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada instansi yang terkait mengenai cara pencegahan perkembangan nyamuk melalui atraktan ovitrap.”
BAHAN DAN METODE
“Penelitian dengan desain eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap yang dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar selama 3 bulan bulan yang disetujui oleh Komisi Etik Penelitian RSUP Sanglah/FK Unud Denpasar dengan nomor etik penelitian 1266/UN14.2.2.VII.14/LT/2021. Kulit jagung diperoleh dari pengepul jagung bertempat di padang galak denpasar. Sebelum digunakan kulit jagung terlebih dahulu dikeringkan sampai berwarna kecoklatan dengan dijemur di bawah sinar matahari selama tiga hari (jika cuaca cerah sepanjang hari). Larutan stok atraktan dibuat dengan merendam 2 kg (berat kering) kulit jagung dengan 10 liter air di dalam ember tertutup selama 7 hari. Perendaman selama 7 hari dilakukan dengan merujuk kepada metode yang telah diterapkan pada beberapa penelitian sebelumnya5,12,13. Larutan stok atraktan diencerkan dengan akuades untuk mendapatkan konsentrasi perlakuan sebesar 5%, 10%, 15% dan 20% dalam volume 800ml. Akuades digunakan sebagai kontrol. Larutan perlakuan dan kontrol dimasukkan ke dalam ovitrap berupa gelas plastik hitam ukuran 300ml yang telah ditempelkan kertas saring di bagian sisi dalamnya, kemudian dimasukkan ke dalam kandang nyamuk ukuran 45x45x45 cm.”
“Sebanyak 25 ekor nyamuk Ae. aegypti betina kenyang darah (hasil kolonisasi laboratorium) dimasukkan ke dalam kandang yang telah berisi ovitrap, masing-masing perlakuan dan kontrol dilakukan pengulangan berdasarkan rumus ( t – 1) ( r – 1 ) > 15 dimana t = jumlah perlakuan; r = jumlah ulangan dan 15 = derajat ketelitian sehingga dari perhitungan ditentukan pengulangan sebanyak 5 kali. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai hari ke 7 berdasarkan lamanya siklus gonotropik nyamuk Aedes, selama perlakuan tersebut nyamuk tidak diberi pakan darah lagi. Pada hari ke 7 ovitrap dikeluarkan dan diambil kertas saringnya untuk mengamati dan menghitung telur nyamuk
yang menempel pada kertas saring. Jika ada telur yang menetas maka larva tetap dihitung sebagai telur. Hasil perhitungan jumlah telur dimasukkan ke dalam tabel untuk
HASIL
“Uji larutan air rendaman kulit jagung konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% dan air dilakukan selama tujuh hari dan pengulangan sebanyak 5 kali. Jumlah telur dihitung setiap hari untuk masing-masing larutan. Dari hasil penelitian
dilakukan analisis. Efektivitas atraktan dianalisis dengan uji Analysis of Variance (Anova) dan uji lanjut Least Significance Difference (LSD).”
selama tujuh hari didapatkan jumlah telur nyamuk terbanyak pada larutan air rendaman kulit jagung 5%. Selama tujuh hari pengamatan jumlah telur tertinggi terdapat pada hari kelima dengan jumlah rata-rata telur adalah konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% dan air masing-masing yaitu 100,6; 30,4; 2,8; 2,0 dan 48 telur dapat dilihat pada gambar 1.”
Jumlah Telur Nyamuk Rata-Rata Selama 7 Hari
120
100
80
60
40
20
0
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7
—•—Air —•— Konsentrasi 5% —•— 10% —•— 15% —•— 20%
Gambar 1. Jumlah telur rerata selama 7 hari
“Rerata jumlah telur lima hari yang terperangkap pada ovitrap dapat dilihat pada tabel 1. Rata-rata jumlah telur paling sedikit ditemukan pada ovitrap yang berisi larutan atraktan konsentrasi 20% sedangkan rata-rata jumlah telur paling banyak ada pada ovitrap dengan larutan atraktan kulit jagung konsentrasi 5%. Uji normalitas menunjukkan data berdistribusi normal. Berdasarkan uji one way anova diketahui terdapat perbedaan perlakuan terhadap jumlah telur nyamuk yang terperangkap pada ovitrap (p < 0,05). Uji
lanjut LSD dilakukan untuk melihat taraf signifikansi antar setiap konsentrasi perlakuan.”
“Hasil uji lanjut LSD dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan hasil uji LSD pada tabel 2 dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan (p > 0,05) antara jenis perlakuan: akuades-atraktan 10%, akuades-atraktan 15%, akuades-atraktan 20%, atraktan 10%-15%, atraktan 10%-20%. Perbedaan yang signifikan (p < 0,05) terdapat pada perlakuan akuades-atraktan 5%, atraktan 5%-10%, atraktan 5%-15%, dan atraktan 5%-20%.”
Tabel 1.”Hasil Uji Atraktan Air Rendaman Kulit Jagung dengan Berbagai Konsentrasi terhadap Jumlah Telur Nyamuk Aedes aegypti yang Terperangkap.”
‘Konsentrasi’ 'Rendaman Kulit’ ‘Jagung’ |
Jumlah Telur | |||
“Jumlah” |
“Rata-rata” |
Standar error |
Uji anova*) | |
5% |
503 |
100,6 |
30,008 | |
10% |
152 |
30,4 |
7,514 | |
15% |
14 |
2,8 |
1,319 |
0,001 |
20% |
10 |
2,0 |
1,095 | |
Akuades |
240 |
48,0 |
16,214 | |
(kontrol) |
Keterangan: *) taraf kepercayaan 95%
Tabel 2.”Hasil Analisis Uji LSD Rata-Rata Jumlah Telur Terperangkap pada Ovitrap Berdasarkan Jenis Perlakuan.
Konsentrasi Air Rendaman Kulit Jagung” |
Signifikansi (0,05) | |
Akuades (Kontrol) |
5% |
0,027* |
10% |
0,435 | |
15% |
0,054 | |
20% |
0,051 | |
5% |
kontrol |
0,027* |
10% |
0,005* | |
15% |
0,000* | |
20% |
0,000* | |
10% |
kontrol |
0,435 |
5% |
0,005* | |
15% |
0,226 | |
20% |
0,214 | |
15% |
kontrol |
0,054 |
5% |
0,000* | |
10% |
0,226 | |
20% |
0,972 | |
20% |
kontrol |
0,051 |
5% |
0,000* | |
10% |
0,214 | |
15% |
0,972 |
“Keterangan: *) bermakna signifikan” PEMBAHASAN
“Beberapa penelitian telah membuktikan efektivitas dari penambahan atraktan untuk meningkatkan jumlah telur nyamuk yang terperangkap (oviposisi) pada ovitrap14–16. Umumnya atraktan dibuat dari campuran bahan alami (jerami, fermentasi gula dan ragi, maupun bahan alami lainnya)12,17. Pada penelitian ini digunakan rendaman kulit jagung sebagai bahan atraktan. Kulit jagung mudah ditemukan di sekitar masyarakat karena terdapat hampir di setiap wilayah di Indonesia sehingga cocok untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan atraktan.”
“Hasil pengujian menunjukkan bahwa dalam skala laboratorium atraktan air rendaman kulit jagung efektif dalam meningkatkan oviposisi, terutama dengan konsentrasi 5%. Peningkatan yang signifikan terhadap kontrol dapat dilihat pada atraktan 5%, namun perbandingan antara konsentrasi 10% sampai 20% tidak terdapat peningkatan yang signifikan. Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara larutan atraktan 10%, 15% dan 20% ini menunjukkan bahwa larutan atraktan 5% sudah paling optimal dalam meningkatkan jumlah telur yang terperangkap pada ovitrap.”
“Syarat suatu zat berfungsi sebagai atraktan dan stimulan oviposisi adalah jika zat tersebut menyebabkan nyamuk betina gravid bergerak aktif menuju sumber zat tersebut dan terdorong untuk meletakkan telurnya. Jumlah telur yang banyak terdapat pada atraktan air rendaman kulit
jagung dapat dipengaruhi oleh banyaknya nyamuk betina yang datang dan terstimulasi untuk bertelur pada media tersebut sehingga air rendaman kulit jagung dapat dianggap sebagai atraktan oviposisi. Integrasi sensor penglihatan dan penciuman pada serangga umumnya berperan dalam pemilihan media peletakan telur, akan tetapi respon terhadap bau (penciuman) berperan lebih besar18. Berdasarkan observasi langsung pada air rendaman kulit jagung yang digunakan pada penelitian ini, terdapat perbedaan antara larutan kontrol dengan atraktan berupa kepekatan warna dan aroma yang dihasilkan. Larutan atraktan rendaman kulit jagung terlihat berwarna kuning kemerahan, dan semakin terlihat jelas dengan peningkatan konsentrasi. Selain warna, larutan tersebut juga menghasilkan bau busuk yang khas. Bau busuk semakin tajam dengan peningkatan konsentrasi larutan sehingga perubahan kepekatan warna dan bau menyebabkan jumlah telur mengalami peningkat dari hari keempat sampai hari kelima tetapi pada hari keenam mulai mengalami penurunan. Efektivitas rendaman kulit jagung dari masing-masing konsentrasi dimana rata-rata jumlah telur paling banyak ditemukan pada ovitrap yang berisi larutan atraktan konsentrasi 5% sedangkan rata-rata jumlah telur paling sedikit ada pada ovitrap dengan larutan atraktan kulit jagung konsentrasi 20%. Seperti halnya beberapa penelitian terdahulu, pada umumnya atraktan bekerja efektif meningkatkan oviposisi berdasarkan aroma khas yang dihasilkan oleh formulasi atraktan tersebut12,16,19 begitu juga
dalam penelitian ini aroma dan kepekatan dari atraktan lebih berperan dalam menstimulasi nyamuk untuk mendatangi zat tersebut dan bertelur.”
“Nyamuk atau serangga pada umumnya dilengkapi dengan organ sensoris. Salah satunya adalah organ olfactory (penciuman) yang dimiliki nyamuk berbentuk sensilla (rambut) yang tersebar diseluruh permukaan tubuhnya tetapi yang paling banyak sensilla ini terdapat pada antena nyamuk,organ ini sangat peka terhadap bau18. Bau busuk pada air rendaman kulit jagung dihasilkan oleh proses metabolisme yang menghasilkan zat berupa CO2. Zat-zat tersebut mampu menarik saraf penciuman nyamuk Aedes sp. untuk menuju dan bertelur di tempat tersebut.”
“Proses oviposisi pada nyamuk terdiri dari fase pra-oviposisi dan fase oviposisi. Pada fase pra-oviposisi nyamuk menggunakan kemoreseptor penciuman dan organ sensoris lainnya untuk mencari tempat yang cocok, sehingga pada fase inilah aroma dari atraktan dapat membuat nyamuk tertarik mendatangi asal dari aroma tersebut kemudian meletakkan telurnya di tempat tersebut8.”
“Secara umum ada tiga jenis sumber atraktan yang dapat menarik nyamuk, yaitu aroma inang (host odors), feromon, dan habitat atraktan. Aroma inang berasal dari tubuh manusia atau hewan lainnya. Feromon dihasilkan dari telur yang telah diletakkan setelah nyamuk betina menandai tempat yang potensial untuk bertelur. Feromon yang dihasilkan akan menarik nyamuk betina yang lain untuk meletakkan telurnya pada tempat yang sama. Habitat atraktan merupakan senyawa kimia yang dihasilkan dari air rendaman bagian tumbuhan atau hewan seperti air rendaman jerami, fermentasi rumput, air rendaman kentang, air rendaman udang dan kerang. Berdasarkan uraian tersebut maka air rendaman kulit jagung termasuk dalam kategori habitat atraktan. Jenis atraktan ini tergolong mudah dalam pembuatannya, bahannya pun cukup mudah diperoleh karena tanaman jagung terdapat hampir di setiap wilayah di Indonesia.”
“Efektivitas air rendaman kulit jagung konsentrasi 5% paling efektif dalam meningkatkan oviposisi atraktan ovitrap nyamuk Aedes aegypti.”
“Penelitian ini masih dilakukan dalam skala laboratorium. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas ovitrap pada skala lapangan untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap kemampuan atraktan. Selain itu juga perlunya penelitian lanjutan mengenai atraktan dengan konsentrasi dibawah dari 5%.”
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Hartoyo E. Spektrum klinis demam berdarah dengue pada anak. Sari Pediatr. 2016;10(3):145–50.
-
2. KEMENKES RI. Profil Kesehatan Indonesia 2020 [Internet]. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. 2021. 139 p. Available from:
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/p usdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2020.pdf
-
3. Raihan R, Hadinegoro SRS, Tumbelaka AR. Faktor
Prognosis Terjadinya Syok pada Demam Berdarah Dengue. Sari Pediatr. 2016;12(1):47.
-
4. Sayono AR, Jamil IM. Dampak Penggunaan
Perangkap dari Kaleng Bekas Terhadap Penurunan Populasi Nyamuk Aedes sp. In: Prosiding Seminar Nasional UNIMUS. 2010.
-
5. Kemenkes RI. Data dan informasi profil kesehatan
Indonesia 2016. Jakarta Kementrian Kesehat Republik Indones. 2017;
-
6. Ridha MR, Fadilly A, Hairani B, Sembiring WR,
Meliyanie G. Efektivitas Atraktan terhadap Daya Tetas dan Jumlah Telur Nyamuk Aedes albopictus di Laboratorium. ASPIRATOR - J Vector-borne Dis Stud. 2019;11(2):99–106.
-
7. Ariani PL, Widana INS. Pengaruh air rendaman
jerami pada ovitrap terhadap jumlah telur nyamuk demam berdarah (Aedes sp) yang terperangkap. Emasains. 2016;V(Maret):8–12.
-
8. Ningsih PR, Nukmah N, Soekardi H. Pengaruh Dua
Jenis Atraktan Sebagai Ovitrap Telur Nyamuk Pada Tiga Lokasi Berbeda. Pros SN-SMIAP. 2019;148.
-
9. Hairani B, Ridha MR, Fadilly A, Meliyanie G,
Rosanji A. Efektivitas Air Rendaman Jerami Alang-Alang (Imperata cylindrica) sebagai Atraktan terhadap Jumlah Telur Aedes aegypti. Balaba J Litbang Pengendali Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara. 2020;39–46.
-
10. Rahmidar L, Nurilah I, Sudiarty T. Karakterisasi
Metil Selulosa Yang Disintesis Dari Kulit Jagung (Zea Mays). PENDIPA J Sci Educ. 2018;2(1):117– 22.
-
11. Ginting A. Pemanfaatan Limbah Kulit Jagung untuk
Produk Modular dengan Teknik Pilin. Din Kerajinan dan Batik Maj Ilm. 2016;32(1):51.
-
12. Trisnadewi A, Cakra I, Suarna IW. Kandungan
Nutrisi Silase Jerami Jagung melalui Fermentasi Pollard dan Molases. Maj Ilm Peternak. 2017;20(2):55–9.
-
13. Ambarita LP, Sitorus H, Ni’mah T, Marini M,
Rahayu KS, Oktavia S. EFEKTIVITAS PERANGKAP BERPEREKAT SEDERHANA MENGGUNAKAN ATRAKTAN RENDAMAN JERAMI TERHADAP NYAMUK DI
LABORATORIUM. SPIRAKEL. 2019;11(1):8–15.
-
14. Suyudi A, Fatiqin A, Salim M. Efektivitas Air
Rendaman Cabai Merah ( Capsicum annum ) Jerami ( Oryza sativa ) Serbuk Kulit Jengkol ( Pithecellobium lobattum ) sebagai Atraktan Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Semin Nas Sains dan Teknol Ter. 2018;26–32.
-
15. WP IGAN, Sudjari S, Aurora H. Uji Perbandingan
Potensi Penambahan Ragi Tape dan Ragi Roti pada Larutan Gula sebagai Atraktan Nyamuk Aedes sp.
Maj Kesehat FKUB. 2016;2(4):181–5.
-
16. Chaiphongpachara T, Sumchung K, Chansukh KK. 19.
Larvicidal and adult mosquito attractant activity of Auricularia auricula-judae mushroom extract on Aedes aegypti (L.) and Culex sitiens Wiedemann. J Appl Pharm Sci. 2018;8(8):21–5.
-
17. Satoto TBT, Salim M. Uji efektifitas atraktan pada 20.
lethal ovitrap terhadap jumlah dan daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti. Indones Bull Heal Res. 2015;43(3):20126.
-
18. Sari AK, Octaviana D, Wijayanti SPM. Perbedaan
efektifitas penggunaan atraktan larutan fermentasi
gula-ragi dan air rendaman cabai merah (Capsicum annum) terhadap jumlah telur Aedes sp. yang terperangkap. Kesmas Indones. 2017;9(2):60–8.
Wibowo SG, Astuti EP. Preferensi oviposisi nyamuk Aedes aegypti terhadap ekstrak daun yang berpotensi sebagai atraktan. BALABA J LITBANG Pengendali PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA. 2015;23–8.
Cahyati WH, Asmara W, Umniyati SR, Mulyaningsih B. The phytochemical analysis of hay infusions and papaya leaf juice as an attractant containing insecticide for Aedes aegypti. KEMAS J Kesehat Masy. 2017;12(2):218–24.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i8.P04
29
Discussion and feedback