E-ISSN 2579-9487

P-ISSN 0215-899X

Vol. 39, No. 3, DESEMBER 2017

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthapatrika

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN DARI PROFIT MENUJU STAKEHOLDERS ORIENTED STUDI CSR DI TABANAN

Oleh :

Ida Ayu Sukihana1 I Gede Agus Kurniawan2

Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar

Abstrak

Konsep tanggung jawab perusahaan mengalami pergeseran dari profit oriented semata ke stakeholders oriented, dari voluntary ke mandatory, termasuk di Indonesia menganut model kewajiban hukum sebagaimana diatur melalui Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis implementasi tanggung jawab sosial perusahaan di Kabupaten Tabanan Bali serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan fakta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan sudah menjalankan CSR yang berorientasi pada kepentingan stakeholders dalam bentuk kegiatan: sumbangan pembangunan desa, beasiswa pendidikan, kesehatan dan pelestarian lingkungan. Namun pelaksanaannya belum maksimal, disebabkan beberapa faktor: kegiatan CSR belum dianggarkan dalam perencanaan Anggaran Dasar perusahaan, kegiatan CSR belum berkesinambungan, kurang adanya kordinasi dengan instansi pemerintah terkait, masih ada perusahaan yang menganggap CSR bukan suatu kewajiban hukum, serta kurang adanya sosialisasi. Oleh karenanya, urgensi pemerintah maupun akademisi mensosialisasikan ketentuan CSR akan dapat memaksimalkan pemenuhan kewajiban perusahaan berkaitan dengan tanggung jawab sosial, yang tidak hanya berkontribusi bagi masyarakat dan lingkungan, namun juga reputasi baik dan keberlangsungan perkembangan perusahaan untuk jangka Panjang.

Kata Kunci: : CSR, Orientasi Stakeholders, Kewajiban Hukum, Implementasi.

Abstract

The concept of corporate social responsibility (CSR) has moved toward from profit to stakeholders oriented, from voluntary to mandatory, including in Indonesia adopting legal obligation model as regulated through Article 74 of the Company Law. This paper aims to analyze the implementation of CSR in Tabanan Bali including the factors that influence it. This paper uses empirical legal research methods with statutes and facts approaches. The study shows that the companies have implemented CSR which stand to stakeholders oriented in the form of activities: rural development contributions, educational scholarships, community health and environmental conservation. However, the implementation has not been maximized, due to several factors: CSR activities have not been budgeted in the company’s articles of association, CSR activities have not been sustainable, lack of coordination with relevant government agencies, lack of companies understanding concerning CSR legal obligation, and lack of socialization. Therefore, the urgency of government and academicians to socialize CSR provisions will be able to maximize the implementation of corporate obligations related to social responsibility, which not only contribute to society and environment but also good reputation and long-term development of the company.

Keywords: CSR, Stakeholders Oriented, Legal Obligation, Implementation.

DOI: 10.24843/KP.2017.v39.i03.p04

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Perusahaan didirikan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, bahkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan manajemen pengelolaan efisien, pengeluaran sekecil-kecilnya agar perusahaan tetap dapat bertumbuh dan berkembang serta mendatangkan keuantungan bagi pemilik perusahaan. Secara klasik memang demikian adanya, keberadaan perusahaan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dimaknai sebagai manipestasi tanggung jawab bagi orang yang menjalankan perusahaan untuk pemodalnya. Namun demikian, perilaku perusahaan acapkali terlihat mengabaikan aspeksosial yang sesungguhnya sangat mendukung keberlangsungan usaha perusahaan. Pengabaian aspek sosial tidak jarang berujung konflik antara perusahaan dengan masyarakat disekitarnya. Seperti misalnya diabaikannya keberadaan hak masyarakat setempat untuk ikut dilibatkan dalam perusahaan serta ketidakpedulian terhadap aspek lingkungan. Fenomena ini menunjukkan di satu sisi tanggung jawab ekonomi perusahaan berhasil dilaksanakan,3 akan tetapi belum menyentuh tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Tanggung jawab perusahaan sesungguhnya tidak hanya menyangkut tanggung jawab ekonomi saja, akan tetapi sangat relevan dikaitkan dengan tanggung jawab sosial yang sering disebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR), yang pada awal perkembangannya model tanggung jawab ini dilaksanakan lebih pada voluntary basis.4 Namun sekarang ini, termasuk di Indonesia, CSR bagi perusahaan merupakan kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, serta PP No. 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.5

Tanggung jawab sosial perusahaan selain merupakan suatu kewajiban hukum, sesungguhnya bagi perusahaan membawa dampak positif tersendiri yaitu dalam rangka membangun reputasi citra perusahaan. Kepedulian terhadap masalah-masalah sosial, baik dalam lingkup kegiatan yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat maupun kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan yang dilakukan perusahaan melalui aktivitas CSR pada gilirannya membawa reputasi baik serta berpengaruh bagi perusahaan, salah satunya dapat meningkatkan loyalitas konsumen atau masyarakat tersehadap perusahaan. Dalam perkembangannya, CSR telah menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan secara bersama sama antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha berdasarkan prinsip saling menguntungkan (kemitraan). Hasil studi Dian Rhesa Rahmayanti pada tahun 2014 mengindikasikan bahwa telah terjadi pergeseran tujuan perusahaan dari profit oriented, yang berfokus semata-mata

pada keuntungan menuju stakeholders oriented, melayani keinginan stakeholders.6 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan tidak hanya membawa reputasi positif bagi perusahaan, namun juga memberikan implikasi positifbagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, peluang kerja terbuka melalui peduli terhadap “people” (masyarakat di sekitar), “planet” (lingkungan) dan tentu saja “profit” bagi perusahaan.

Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan yang diamanatkan oleh Pasal 74 ayat (2) Undang Undang NO. 40 Tahun 2007 pada intinya mengatur bahwa bahwaperseroan yang menjalankan kegiatanusahanya di bidang dan / atau berkaitana dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Lebih lanjut, Pasal 55 huruf b UU.No.25 Tahun 2007 mengatur bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab perusahaan. Namun demikian, dalam implementasinya hasil studi terdahulu menunjukkan implementasi ketentuan tentang kewajiban CSR masih belum efektif. Ironis memang, meskipun kegiatan CSR yang dilaksanakan baik secara voluntary maupun mandatory sesungguhnya mampu mendatangkan citra positif baik bagi perusahaan maupun masyarakat, namun dalam tataran praktik implementasinya belum maksimal.Berangkat dari realita tersebut, implementasi CSR tetap menyisakan ruang untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut. Dengan kata lain, urgensi mengkaji CSR, termasuk implementasi CSR di Bali, khususnya pada perusahaan di Kabupaten Tabanan diharapkanberkontribusi sebagai salah satu alternative peningkatan penegakan hukum kedepannya di bidang tanggung jawab sosial perusahaan.

  • 1.2.    Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, khususnya terkait isu hukum tentang fenomena masih terjadinya gap antara das solen dan das sein berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan, meskipun secara tegas telah diatur kewajiban CSR serta manfaat reputasi baik yang ditimbulkannya bagi perusahaan yang menjalankan CSR, namun implementasinya belum maksimal, maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengelaborasi secara mendalam isu utama tentang pelaksanaan ketentuan CSR serta faktor yang mempengaruhinya, khususnya pada perusahaan-perusahaan di Kabupaten Tabanan dalam rangka perubahan paradigma dari mementingkan perusahaan sendiri menuju melayani pemangku kepentingan terkait.

  • 1.3.    Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta empiris yakni: melalui pendekatan melihat dan mengamati fakta fakta yang ada di perusahaan perusahaan, terutama kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang berbentuk Badan Hukum yang ada di Kabupaten Tabanan. Pendekatan perundang-undangan, khususnya dari Undang-undang PT dan undang-Undang Penanaman Modal. Tehnik pengumpulan data menggunakan study documents dan tehnik wawancara. Studi empiris

melalui wawancara dilakukan secara terstruktur kepada masyarakat di Kabupaten Tabanan khususnya pada perusahaan perusahaan,terutama perusahaan yang sudah ber Badan hukum dan perusahaan yang tidak ber Badan Hukum sebagai pembanding serta instansi instansi pemerintah yang terkait seperti, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPPTSP) di Kabupaten Tabanan. Sampel ditentukan dengan mempergunakan purposive sampling dengan cara non-probability sampling, yaitu peneliti menentukan sendiri secara acak pemilihan sempel didasarakan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya.Lokasi penelitian yang diambil secara acak di antaranya, tiga perseroan terbatas di Kediri, tiga perseroan terbatas di Tabanan Kota,satu perseroan di daerah Samsam dan satu perusahaan yang berbentuk CV di daerah Krambitan. Tehnik Analisa data menggunakan analisis kualitatif.

  • II.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 2.1.    Perkembangan Konsep Tanggung Jawab Perusahaan Berbasis Stakeholders Oriented

Tanggung jawab perusahaan yang secara klasik dimaknai berorientasi semata pada profit oriented. Dengan kata lain, perusahaan bertanggung jawab untuk mendapatkan keuantungan sebanyak-banyaknya demi kelangsungan kegiatan usaha perusahaan itu sendiri. Namun dalam perkembangannya, perusahaan dihadapkan pada persoalan urgensinya bertanggung jawab serta peduli terhadap fenomena sosial. Seiring dengan perkembangan tersebut, tanggung jawab perusahaan mulai bergeser tidak semata-mata pada economic-profit oriented namun mulai bergeser kearah stakeholders oriented, yang juga dikenal dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan dalam tataran internasional dikenal dengan sebutan Corporate Social Responsibility (CSR) yang sudah berkembang sejak awal tahun 1970-an. Namun demikian, pada awal perkembangannya para penstudi mencoba memberikan berbagai definisi tentang CSR yang sangat tergantung dari sudut mana konsep CSR tersebut dikaji. Secara garis besarnya, konsep CSR dikaji dari sudut pandang voluntary basis dan mandatory basis. Di negara-negara maju, pendekatan CSR pada awal perkembangannya cendrung berbasis voluntary (kesukarelaan), sehingga definisi tentang CSR juga menitikberatkan pada commitment dari perusahaan dan bukan suatu kewajiban hukum. Seperti contohnya, Philip Kotler and Nancy Lee mendifinisikan CSR as a corporate commitment to improve community well-being through discretionary business practices and contributions of corporate resources.7 Maignan & Ferrell mendifinisikan CSR sebagai “A business acts in socially responsible manner when its decision and action s account for and balance diverse stakeholder interests”.8 Lebih jauh, John Elkington mendifinisikan CSR melalui konsep “the Triple Bottom Line” yaitu bahwa perusahaan

yang menjalankan bisnis sudah seharusnya mempertimbangkan the 3Ps: Profit, People and Planet, yaitu perusahaan tidak hanya mempertimbangkan “single bottom line” semata-mata hanya dari aspek tanggung jawab ekonomi untuk mencari keuntungan (Profit), namun juga menaruh perhatian terhadap tanggung jawab sosial berkaitan dengan pemenuhan kesejahtraan masyarakat di sekitarnya (People) juga aktif berkontribusi terhadap pelestarian dan perlindungan terhadap lingkungan alam (the Planet-the Earth)9. Perusahaan yang secara konsisten dalam jangka waktu panjang menjalankan tanggung jawab sosial perusahaannya akan membawa dampak positif bagi perusahaan dan dapat membuat masyarakat menerima kehadiran perusahaan.10

Dengan mencermati difinisi tersebut di atas, dalam konteks perkembangan perusahaan dewasa ini, sudah sangat sewajarnya perusahaan tidak hanya berfokus pada tanggung jawab untuk mengejar profit demi kelangsungan usaha,melainkan juga bertanggung jawab terhadap aspek sosial masyarakat dan lingkungan. Kewajiban perusahaan tidak hanya kepada shareholder (pemegang saham), namun perusahaan juga harus memenuhi harapan para stakeholders (pemangku kepentingan) mulai dari karyawan, pemerintah dan masyarakat sekitarnya, khususnya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan perekonomian masyarakat. Memperhatikan masyarakat sekitarnya oleh perusahaan merupakan tanggung jawab sosial yang harus dikerjakan oleh perusahaan dengan sepenuh hati sebagai bentuk tanggung jawab kepada stakeholders.11

Dinamika perkembangan konsep CSR, khususnya yang mengarah pada kewajiban hukum dapat dicermati dari definisi yang dikemukakan oleh Archie B. Carrol melalui Pyramid of CSR dengan 4 lapisannya. Pyramid of CSR: Philanthropic (be a good corporate citizen, desired); Ethical (be ethical, expected); Legal (obey the law, required); and Economic (be profitable, required). Carroll mengemukakan bahwa ekonomi sebagai fondasi, dan di puncak piramidanya adalah philantrofi. Lebih lanjut, A.B. Carroll mengkonstruksi the three-domain model of CSR yang terdiri dari tiga tanggungjawab perusahaan yang tanggungjawabnya meliputi area: ekonomi, hukum dan etik.12 Berdasarkan difinisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa tanggung jawab perusahaan tidak semata-mata terkait dengan urusan ekonomi yaitu memaksimalkan keuantungan agar perusahaan tetap eksis, namun juga yang tidak kalah pentingnya adalah tanggung jawab hukum, suatu kewajiban mentaati hukum (obey the law) serta bertanggung jawab secara etik. Berkaitan dengan tanggung jawab hukum bagi perusahaan untuk menjalankan CSR, atau yang sering dikenal dengan sebutan CSR berbasis mandatory, tampaknya sudah mulai banyak dianut oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam konteks ini negara memiliki tanggung jawab berkaitan dengan pelaksanaan CSR. Negara bertanggung jawab menkonstruksi hukumnya secara normatif, mensosialisasikannya serta bertanggung jawab dalam penegakan hukumnya.

  • 2.2.    Pengaturan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan-CSR

Pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan persoalan lingkungan di tingkat internasional dapat dicermati dari berbagai ketentuan seperti Investment Treaties baik yang Multilateral maupun Bilateral Treaty, meskipun keberadaan Investment Treaty masih sering dikritisi karena kurang berfokus pada persoalan sosial dan lingkungan, sebagaimana dikemukakan oleh Muchlinski. Sehubungan dengan itu, perjanjian internasional yang berkaitan dengan kegiatan investasi sudah seharusnya tidak hanya substansi pengaturannya berfokus pada peningkatan investasi dari faktor ekonomi semata, namun juga substansi pengaturan yang berfokus pada usaha-usaha meminimalisasi dampak negatif persoalan sosial maupun lingkungan.13

The Rio Principles atau yang juga dikenal sebagai The Rio 1992 UN Conference on Environment and development (UNCED)menekankan bahwa kemajuan ekonomi jangka panjang harus dikaitkan dengan perlindungan lingkungan, membutuhkan kemitraan global yang baru dan adil yang melibatkan pemerintah, masyarakat, sektor-sektor masyarakat penentu, termasuk perusahaan. Lebih lanjut, The UN Norms on the Responsibilities of Transnational Corporation juga mengatur tentang CSR namun penekanannya berbasis voluntary. Instrumen internasional yang terbilang paling berpengaruh dalam CSR adalah the OECD Guidelines, the UN Global Compact, dan the ILO Declaration on Fundamental Principles and Rights at Work 1998.14 Dalam perkembangannya, pengaturan CSR yang berkaitan dengan hak asasi manusia secara internasional dapat dicermati dari the Guiding Principles on Business and Human Rights, juga dikenal dengan sebutan the GPs. ISO 26000 memberikan panduan (guidance) tentang bagaimana perusahaan bisnis dan organisasi dapat beroperasi dengan cara yang bertanggung jawab secara sosial, ketentuan ini berkontribusi penting dalam meningkatkan kesadaran perusahaan akan pentingnya melaksanakan CSR. Perusahaan yang bertindak dengan cara yang etis dan transparan berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.15

Secara nasional, CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia diatur dalam berbagai ketentuan hukum, baik pada tingkat Undang-Undang maupun turunannya seperti Peraturan Pemerintah. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi mengatur tentang kewajiban setiap kontraktor kontrak karya membuat program terkait perkembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.16 Pengaturan secara lebih eksplisit tentang tanggung jawab sosial perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan tanggung jawab lingkungan dan kemasyarakatan dalam bentuk program kemitraan dapat dicermati melalui Undang-Undang No.19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Selanjutnya melalui Peraturan Menteri BUMN diatur bahwa setiap BUMN harus menyelenggarakan Program Kemitraan

dan Bina Lingkungan, khususnya bermitra dengan Usaha Kecil. Keberadaan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan juga relevan dikaitkan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Ketentuan Pasal 1 Ayat (3) U.U. No. 32 Tahun 2009 pada intinya mengatur tentang pembangunan berkelanjutan yang secara sadar dan terencana menggabungkan aspek lingkungan, sosial, dan strategi pengembangan ekonomi untuk memastikan integritas dan keamanan lingkungan, kemampuan, kemakmuran berkontribusi terhadap kualitas hidup generasi sekarang dan mendatang. Jadi dalam rangka membangun perusahaan yang berkelanjutan, khususnya yang bersinggungan dengan lingkungan, maka penting memperhatikan, mempertimbangkan dan memelihara secara harmonis tiga pilar utama yaitu keseimbangan ekonomi, lingkungan dan sosial.17

Pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan dituangkan secara tegas melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM). Dalam ketentuan ini, tanggung jawab sosial perusahaan yang mengarah pada stakeholder oriented dapat dicermati dari Pasal 15 huruf b. UUPM beserta Penjelasannya yang pada intinya menekankan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan melekat pada setiap perusahaan untuk menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat. Sementara itu dalam UUPT, tanggung jawab sosial perusahaan eksis melalui ketentuan Pasal 1 angka 3 UUPT yang pada intinya mengatur tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan komitmen perusahaan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui peningkatan kualitas kehidupan dan lingkungan, yang tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan, namun juga masyarakat setempat, serta masyarakat pada umumnya. Pergeseran paradigma konsep CSR dari voluntary ke mandatory basisternormakan secara tegas melalui ketentuan Pasal 15 UUPM dan Pasal 74 Ayat (1) dan (2) UUPT. Sehubungan dengan mandatory basis ini, dalam hal kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR ini tidak diimplementasikan oleh perusahaan maka perusahaan akan dijatuhi sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 74 Ayat (4) UUPT. Berkaitan dengan keberadaan ketentuan hukum tersebut, sudah seharusnya dalam tataran praktik perusahaan-perusahaan wajib menjalankan kegiatan CSR, termasuk perusahaan di Kabupaten Tabanan Bali.

  • 2.3.    Studi Empiris Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Kabupaten Tabanan Bali.

Berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan sebagaimana diatur dalam UUPT, PP No. 47 Tahun 2012, serta UUPM telah dilakukan studi empiris di Kabupaten Tabanan Provinsi Bali. Secara lebih kongkrit penelitian dilaksanakan di Tabanan Kota dengan responden tiga Perusahaan Perseroan Terbatas, yang usahanya bergerak di bidang styrofoam, usaha barang galian bukan logam seperti mill, calcium dan kapur, dan bidang usaha percetakan. Lokasi penelitian selanjutnya adalah di daerah Kediri, sampel penelitian tiga perusahaan, yang menjalankan kegiatan

usaha bidang furniture. Penelitian juga dilakakukan di daerah Samsam dengan mengambil satu perusahaan sebagai sampel penelitian yang menjalankan jenis usaha produk air minum dalam kemasan. Lokasi penelitian terakhir dilakukan didaerah Kerambitan dengan sampel satu perusahaan yang menjalankan jenis usaha furniture. Penentuan sampel dilakukan secara proporsional. Hasil studi empiris menunjukkan bahwa pada umumnya delapan perusahaan yang dijadikan sampel sudah pernah melaksanakan kegiatan semacam tanggung jawab sosial perusahaan sebagaimana diatur melalui ketentuan Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, namun pelaksanaannya tidak secara berkesinambungan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perusahaan tidak menganggarkan pendanaan secara khusus untuk kegiatan CSR dalam perencanaan perusahaan atau Anggaran dasar perusahaan sebagaimana diamanahkan oleh PP No. 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Lingkungan Hidup. Dalam realitanya, perusahaan melaksanakan kegiatan sosial ketika keuntungannya lebih besar dan telah mampu menutupi biaya operasional perusahaan. Lebih jauh juga dikemukakan bahwa jika keuntungan yang diterima perusahaan sedikit yanghanya memadai untukmembayar upah karyawan dan biaya operasional saja, maka kegiatan tanggung jawab sosial tersebut tidak dapat dilaksanakan.

Bentuk kegiatan yang sudah dilaksanakan perusahaan di Kabupaten Tabanan berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan, meskipun belum secara berkesinambungan meliputi:

  • -    Sumbangan berupa sejumlah uang kepada desa yang melaksanakan pembangunan. Seperti: pembanguan Bale Banjar, pembangunan TempatSuci, serta menyumbang sembako ke Panti Werda dan Panti Asuhan.

  • -    Bentuk kegiatan sosial yang berkaitan dengan bidang Pendidikan, seperti: memberikan bea siswa kepada anak sekolah setingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Pertama.

  • -    Bentuk kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan taraf kesehatan seperti: melakukan donor darah.

  • -    Bentuk kegiatan sosial yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan, seperti: melakukan penanaman pohon atau kerja bakti di sekitar lokasi perusahaan.

Dengan mencermati jenis-jenis kegiatan seperti tersebut di atas, meskipun perusahaan mengemukakan pihaknya tidak melakukan kegiatan secara berkesinambungan karena sangat tergantung dari tingkat keuntungan perusahaan, namun sesungguhnya perusahaan-perusahaan di Kabupaten Tabanan telah melaksanakan ketentuan Pasal 74 UU PT yang berkaitan dengan kewajiban perusahaan mengimplementasika tanggung jawab sosial dan lingkungan, meskipun belum maksimal. Bahkan bentuk kegiatannya juga sudah dapat dikatakan berbasis stakeholders oriented, karena menyasar mulai dari stakeholders masyarakat yang sedang membangun desa, kesehatan masyarakat, pendidikan untuk anak-anak sekolah dasar, hingga berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan, tentu saja masih belum maksimal sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.

Mengimplementasikan suatu konsep yang berbeda dari rutinitas perusahaan yang pada awalnya berfokus pada peningkatan ekonomi untuk kepentingan perusahaan semata, menuju

suatu perusahaan yang bertumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya memang tidak mudah. Tidak semudah membalik telapak tangan, demikian orang bijak sering bertutur. Demikian pula halnya dalam pengimplementasian tanggung jawab sosial perusahaan di Kabupaten Tabanan masih belum maksimal. Hasil penelitian juga menunjukkan masih ada pemilik perusahaan belum mengetahui bahwa tanggung jawab sosial perusahaan sudah diatur dalam ketentuan Pasal 74 UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dalam hal ini pemilik perusahaan mengganggap bahwa tanggung jawab sosial bagi perusahaan bukanlah merupakan suatu kewajiban hukum bagi perusahaan yang wajib untuk diimplementasikan. Berkaitan dengan ketidaktahuan pemilik perusahaan akan keberadaan Pasal 74 UU.NO.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, salah satu faktor penyebabnya karena memang tidak pernah mendapatkan sosialisasi dari pemerintah. Dalam bidang hukum ada adagium yang mengemukakan bahwa setiap orang dianggap tahu akan hukum, namun dalam realitanya tidak demikian adanya. Oleh karena itu, kegiatan sosialisasi baik dari pemerintah, akademisi, maupun stakeholders terkait tetap relevan untuk dilaksanakan.

Secara empiris, menurut penjelasan Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu ( DPMPPTSP) Kabupaten Tabanan bahwa pelaksanaan Tanggung jawab sosial perusahaan belum dapat dikatakan telah terlaksana secara efektifdisebabkan oleh karena tidak adanya koordinasi antara perusahaan dengan pemerintah dan sebaliknya antara pemerintah dengan perusahaan. Perkembangan dalam praktiknya di lapangan walaupun UUPT sudah lama dikeluarkan, namun masih banyak pemilik perusahaan belum memahami benar tentang tujuan dari Undang Undang tersebut termasuk ketentuan Pasal 74 UU PT Tahun 2007 yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan tanggungjawab sosialnya. Pemerintah Kabupaten Tabanan menyadari akan hal tersebut, sehingga ada upaya untuk mengefektifkan Pasal 74 UU PT dengan membuat PERDA yang berkaitan dengan tanggungjawab sosial perusahaan.PERDA yang mengatur kewajiban perusahaan untuk menjalankan tanggung jawab sosialnya, substansinya tidak hanya menyasar perusahaan yang berbentuk Badan Hukum, namun juga perusahaan yang tidak berbentuk Badan Hukum juga wajib untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.Tujuanya adalah agar adanya kepekaan sosial di kalangan perusahaan seperti rasa empati, rasa simpati dari perusahaan kepada masyarakat sekitarnya dalam usaha meningkatkan kesejateraan masyarakat sekitarnya, serta berpartisipasi dalam pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup.

Belum maksimalnya pelaksanaan tanggung jawab sosial juga dikemukakan oleh Kadis Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang menjelaskan bahwa pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan di Kabupaten Tabanan belum dilaksanakan secara efektif, karena perusahaan melakukan kegiatan sosial hanya sewaktu waktu dan tidak secara berkesinambungan,tergantung kekuatan dana yang dimiliki oleh perusahaan. Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan acapkali juga dirasakan menjadi kurang bermanfaat atau terkesan mubasir karena tidak diikuti dengan program perencanaan dan program lanjutan yang saling bersinergi. Seperti misalnya penanaman pohon yang tidak diikuti tengan perawatan dan pemeliharaan pohon, tidak ada yang bertugas untuk pemeliharaan, akibatnya pohon pohon yang ditanam menjadi layu dan

mati. Tentu saja kegiatan seperti itu menjadi mubazir. Selain itu perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosial tidak berkordinasi kepada pemerintah maupun instansi terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan manakala perusahaan melaksanakan kegiatan tanggung jawab sosial, sehingga perusahaan tidak mendapat pengarahan dalam bentuk apa dan untuk masyarakat yang bagaimana tanggung jawab sosial tersebut ditujukan agar menjadi lebih efektif.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapatdikemukakan bahwa suatu aturan dapat dilaksanakan secara efektif, jika aturan tersebut dapat mencapai tujuannya. Tujuan dari ketentuan Pasal 74 UU PT agar perusahaan perusahaan tidak hanya semata mata mencari keuntungan saja, namun juga wajib untuk memperhatikan dan memberikan manfaat kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Konsep tanggung jawabnya tidak hanya menekankan pada economic oriented namun sangat penting dan wajib menuju stakeholders oriented. Perusahaan dalam melakukan kegiatan usaha, memiliki kewajiban selain kepada pemodal atau pemegang saham (shareholders), namun juga harus memenuhi harapan para pemangku kepentingan (stakeholders) yakni, karyawan, pemerintah dan masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial harus dilakukan dengan sepenuh hati sebagai tanggung jawab kepada shareholders. Melalui tanggung jawab sosial sesungguhnya perusahaan akan dapat membangun perusahaannya secara berkelanjutan (sustainable) dalam jangka waktu panjang, karena terjadi interaksi dan hubungan sosial yang harmoni antara perusahaan dengan kepentingan terkait, utamanya masyarakat di sekitar perusahaan tersebut berlokasi.

  • III.    PENUTUP

Kelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan di Kabupaten Tabanan sebagaimana diamanahkan oleh Pasal 74 UU PT sudah terlaksana, dan bentuk-bentuk kegiatannya sudah berorientasi pada kepentingan stakeholders yang meliputi kegiatan: sumbangan pembangunan desa maupun pembangunan Bale Banjar, dana Pendidikan untuk anak-anak SD, program kesehatan donor darah serta kegiatan pelestarian lingkungan berupa penanaman pohon. Namun demikian, secara keseluruhan kegiatan tanggung jawab sosial yang dilaksanakan perusahaan belum dapat dikatakan maksimal, yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti: pelaksanaannya dilakukan tidak secara berkesinambungan atau dilakukan sewaktu waktu, tidak direncanakan serta anggaran untuk pelaksanaan Tanggung jawab sosial tidak dimasukan kedalam Anggaran Dasar perusahaan, tidak adanya koordinasi dengan pemerintah setempat ketika perusahaan melaksanakan kegiatan, kurangnya sosialisasi tentang keberadaan Pasal 74 UU PT karena masih ada perusahaan yang beranggapan bahwa tanggung jawab sosial bukan kewajiban hukum.

Dalam rangka perusahaan mampu mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya secara lebih maksimal, yang berorientasi tidak hanya bagi kepentingan shareholders namun juga bagi kepentingan stakeholders, maka penting dilakukan koordinasi antara perusahaan dengan pemerintah dan instansi terkait dalam pengimplementasian kegiatan termasuk urgensinya melaksanakan sosialisasi tentang kewajiban tanggung jawab sosial kepada perusahaan baik oleh pemerintah maupun akademisi.

DAFTAR PUSTAKA

  • A.    Buku

Azheri, Busyra, 2012, Corporate Social Responsibility Dari Voluntary Menjadi Mandatory, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Heuvel, G.V.D. and Dharmawan, N.K.S., 2014,Corporate Responsibility and Corporate Crime Control in the Tourism Sector dalam Faure, M. G., Dharmawan, N. K. S., & Arsika, I. M. B.,2014, Sustainable Tourism and Law, Eleven International Publishing, The Hague, Netherlands.

Sukandarrumidi, 2012, Corporate Social Responsibility (CSR) Usaha meredam unjuk rasa Akibat Gangguan Lingkungan, Bajawa Press, Yogyakarta.

Susanto, A.B., 2009, Reputation-Driven Corporate Social Responsibility, Esensi Erlangga, Tangerang.

  • B.    Jurnal

Anom, I., & Ngurah, G., (2011), Pengembangan Tanggung Jawab Sosial Perseroan (Corporate Social Responsibility) Dikaitkan dengan Konsep Tri Hita Karana (Studi di Provinsi Bali) (Tesis Program Magister Program Studi Ilmu Hukum Universitas Udayana Denpasar).

Bantekas, I., (2004), Corporate Social Responsibility in International Law, BU Int’l LJ, 22, 309.

Dharmawan, N. K. S., (2010), A Hybrid Framework Suatu Alternatif Pendekatan CSR Di Indonesia. KERTHA PATRIKA, 31(3).

Dharmawan, N. K. S., & Sarjana, M., (2017), Marine Biota and Biodiversity: A Sustainable Tourism Perspective, Advances in Tropical Biodiversity and Environmental Sciences, 1(1), 18-22.

Milamarta, M., (2012), Penerapan Prinsip Tanggung Gugat Dalam Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Rangka Implementasi Triple Bottom Line di Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum, 12(1), 149-159.

Rahmayanti, D. R., (2014), Implementasi Corporate Social Responsibility dalam Membangun Reputasi Perusahaan, Jurnal Ilmu Komunikasi, 11(1).

Siregar, C. N., (2007), Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi Corporate Social Responsibility Pada Masyarakat Indonesia, Jurnal Sosioteknologi, 6(12), 285-288.

Schwartz, M.S. & Carroll, A.B., 2003, Corporate Social Responsibility: A Three-Domain Approach, Business Ethics Quarterly, Vol.13. No. 4.

Widiatedja, I. G. N. P., & Wairocana, I. G. N., 2017, The Lack of the Environmental Concern in Indonesia’s Bilateral Investment Treaties, Hasanuddin Law Review, 3(3), 231-245.

  • C.    Internet

ISO 26000 - Social responsibility. Available online from: https://www.iso.org/iso-26000-social-respon-sibility.html

  • D.    Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, Lembaran Negara No. 140, Tambahan Lembaran Negara No. 5059.

Undang Undang No 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara No. 106, Tambahan Lembaran Negara No. 4756.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Lembaran Negara No. 67, Tambahan Lembaran Negara No. 4724.

Undang-Undang No.19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), Lembaran Negara No. 70, Tambahan Lembaran Negara No. 4297.

Peraturan PemerintahNo. 47 tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara No. 89, Tambahan Lembaran Negara No. 5305.

Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Udayana | 204