PERAN UNITED NATION DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA ANTAR NEGARA (STUDI KASUS RUSIA vs UKRAINA)

Tiffani Roulina Nainggolan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Gusti Ngurah Dharma Laksana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Studi ini bertujuan untuk menjawab peran dan tanggung jawab PBB dalam menyelesaikan sengketa antar negara. Perserikatan Bangsa-Bangsa dibentuk untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional dengan jalan damai. Dalam hubungan antar negara kerap terjadi perselisihan pendapat dari berbagai aspek yang akhirnya menyebabkan sengketa timbul. Sengketa yang terjadi antar negara dapat membawa dampak negatif dari kerugian ekonomi hingga memakan korban jiwa. Agar konflik dapat diselesaikan tanpa adanya gencatan senjata artikel ini menjelaskan bahwa Dewan Keamanan, Majelis umum, serta Sekretaris Jendral PBB melakukan penyelesaian secara damai dengan memberikan saran, rekomendasi penyelesaian sengketa, voting, dan peace talks. Artikel ini menggunakan metode penelitian hukum normative dengan mennggunakan pendekatan hukum positif. Piagam PBB digunakan penulis sebagai konvensi dasar dari peranan dan tanggung jawab Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan literatur-literatur (text book), selain literatur penulis juga menggunakan beberapa tulisan yang diakses melalui internet. Dengan itu studi ini sangatlah penting untuk mengetahui peran dan tanggung jawab PBB dalam menyelesaikan sengketa internasional yang dalam studi ini mengangkat sengketa antara Rusia vs Ukraina.

Kata Kunci: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Penyelesaian Sengketa, Rusia dan Ukraina, Peran dan Tanggung jawab PBB

ABSTRACT

This study aims to answer the role and responsibility of the United Nations (UN) in resolving disputes between countries. The UN was formed to maintain international peace and security by peaceful means. In relations between countries, disagreements often occur from various aspects which eventually cause disputes to arise. Disputes that occur between countries can have a negative impact, ranging from economic loss to loss of life. So that conflicts can be resolved without a ceasefire, this article explains that The Security Council, General Assembly, and The Secretary-Genaral carry out peaceful resolutions by providing suggestions, recommendations for dispute resolution, voting, and peace talks. This article uses a normative legal research method using a positive law approach. The UN Charter is used by the author as a basic convention of the roles and responsibilities of the UN and literature (text book), in addition to literature the author also uses several writings accessed via the internet. Therefore, this study is very important to know the role and responsibility of the UN in resolving international disputes, which in this study raised the dispute between Russia and Ukraine.

Key Words: United Nations (UN), Disputes settlement, Rusia and Ukraine, the Roles and Responsibilities UN

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan organisasi yang tujuan utamanya adalah untuk menjaga perdamain dan kemanan internasional. Franklin D. Roosevelt merupakan Presiden Amerika Serikat yang memberikan sebutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang pertama kali digunakan pada 01 Juni 1942. 25 Juni 1945 merupakan sidang pleno terakhir di San Fransisco yang menghasilkan kesepakatan bersama bahwa Piagam PBB diterima secara keseluruhan, kemudian 26 Juni 1945 menjadi hari penandatanganan Piagam PBB. PBB resmi berdiri setelah Piagam PBB disahkan oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Uni soviet dan Cina pada 24 Oktober 1945.1

Negara-negara yang ada pada saat ini pastinya memiliki kepentingan nasionalnya masing-masing untuk melakukan kerja sama, hidup berdampingan dan hidup yang damai. Sama halnya dengan Rusia dan Ukraina kedua negara ini menjaga negaranya masing-masing sehingga dalam mencapai tujuan tersebut terjadi benturan sehingga menciptakan sebuah konflik.2 Kedekatan historis dan geografis Rusia dan Ukraina memiliki dapak yang bersar terhadap hubungan keduanya. Hubungan keduanya sudah terjalin sejak ketika kekaisaran Rusia masih berkuasa, namun ketidakstabilan hubungan yang pada akhirnya menimbulkan konflik yang bermula th 1900-an setelah keluar dari Uni Soviet yang menyebabkan Rusia dan Ukraina mengambil jalan yang berbeda secara politik dan ekonomi. Rusia memiliki keinginan untuk mengembalikan persatuan negara-negara yang dahulunya merupakan Uni Soviet dan mengklaim bahwa Ukraina merupakan bagian dari Rusia yang sah, namun di sisi lain Ukraina menolak klaim tersebut yang kemudian mencoba untuk bergabung dengan negara-negara Barat.3 Kemudian Ukraina juga menjadi sasaran NATO sehingga Rusia melihat hal ini menjadi ancaman sekaligus agresi, sehingga Presiden Putin melancarkan serangan militernya terhadap Ukraina4. Ancaman Barat yang akan menguasai Laut Hitam secara politik dan milter mendorong Rusia untuk melakukan aneksi wilayah Krimea untuk keutungan yang begitu besar dalam bidang ekonomi, politik dan keamanan Rusia, namun hal ini dianggap illegal oleh DK walupun sebagian besar penduduk Krimea stuju bergabung dengan Rusia. Invasi Rusia terhadap Ukraina terinisiasi pada 24 Februari 2022, invasi yang paling signifikan mengguncang dunia sejak Perang Dunia II.5

UN Charter Psl 1 tentang tujuan dibentuknya PBB adalah untuk menjaga kedamaian dan keamanan Internasional, untuk mengembangkan hubungan persahabatan antar negara, untuk mencapai kerjasama dalam menyelesaikan masalah internasional, dan menjadi pusat untuk tercapainya kesamaan. Psl 2 ayat (4) yang tidak memperbolehkan melakukan pengancaman ataupun kekerasan terhadap negara lain yang memiliki kemerdekaan politik maupun integritas wilayah dengan cara apapun dianggap bertentangan dengan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Berdasar pada pasal tersebut,

sudah jelas bahwa yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina bertentangan dengan Piagam PBB. Agar terciptanya perdamaian antar bangsa maka dari itu konflik yang terjadi antara dua negara tersebut harus segera diselesaikan.

Penulis dalam membuat jurnal melakukan perancangan hingga penulisan yang merupakan gagasan orisinal penulis dengan meneliti beberapa jurnal sebagai pembanding dan acuan dalam penulisan seperti jurnal yang ditulis oleh Syahbuddin dan Tati Haryati “Kompleksitas Konflik Ukraina-Rusia”6 kemudian jurnal kedua yang penulis gunakan ditulis oleh Adib Izzudin, Rossi Indrakorniawan dan Hastian Akbar Stiarso dengan judul “Analisis Upaya Penyelesauan Konflik Rusia-Ukraina Tahun 2022”7. Pada jurnal pertama, mendeskripsikan “kompleksitas Ukraina-Rusia sejak tahun 1991”, jurnal kedua membahas tentang “analisis terkait penyelesaian konflik Rusia-Ukraina melalui proses mediasi dan saran terhadap proses mediasi yang telah berjalan”. Sedangkan yang penulis fokuskan dalam pembahasan jurnal adalah PBB sebagai organisasi internasional berperan dan bertanggungjawab dalam menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina secara damai sesuai dengan UN Charter. Dengan penjelasan diatas menjelaskan bahwa ada perbedaan fokus penulisan dengan tulisan-tulisan terdahulu, sehingga ada keterbaharuan penulisan dalam penelitian hukum. Dengan adanya perbandingan dan latar belakang yang sudah dijabarkan, maka penulis membuat suatu jurnal dengan judul “Peran United Nation Dalam Menyelesaikan Sengketa Antara Negara (Studi Kasus Rusia vs Ukraina)”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Pemaparan latar belakang diatas menjadi arahan bagi penulis untuk menjawab 3 (tiga) pembahasan permasalahan antara lain:

  • 1.    Bagaimana peranan dan tanggungjawab PBB dalam menyelesaikan konflik Rusia dan Ukraina?

  • 2.    Apa yang menghambat PBB dalam menyelesaikan sengketa Rusia dan Ukaraina?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Isu hukum dalam artikel ini dibuat bertujuan untuk menjelaskan penyabab awal dari terjadinya konflik Rusia vs Ukraina, serta peran dan tanggungjawab dari PBB dalam menyelesaikan konflik antar negara terkhusus Rusia dan Ukraina, kemudian untuk menjabarkan faktor-faktor yang memperlambat proses penyelesaian sengketa Rusia dan Ukraina.

  • 2.    Metode Penelitian

Artikel dibuat dengan menggunakan metode penelitian hukum normative. Metode penelitian Hukum Normative adalah kegiatan meneliti hukum yang mana analisis dari penlitian pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan dengan permasalahan hukum yang menjadi fokus penelitian.8Piagam PBB digunakan penulis sebagai konvensi dasar dari peranan dan tanggung jawab Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Teknik penelusuran bahan hukum menggunakan tekhnik studi dokumen.

Metode penelitian dilakukan dengan lebih mengutamakan pendekatan terhadap hukum positif yaitu Piagam PBB dan literatur-literatur tentang hukum internasional dan Organisasi Internasional (text book), selain buku penulis juga menggunakan beberapa jurnal sebagai referensi yang diakses melalui internet sebagai bahan hukum sekunder.9

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Konflik antara Rusia vs Ukraina dimulai sejak runtuhnya Uni Soviet setelah 69 tahun berdiri (tepatnya tahun 1991). Keruntuhannya diawali dengan kebijakan perestroika (demokrasi, keterbukaan, negara berdasarkan hukum) oleh presiden Mikhail Gorbachev. Sehingga menyebabkan kemerosotan ekonomi yang berdampak pada seluruh kehidupan, dan pada itu pula Rusia dan Ukraina menjadi negara yang merdeka bersama dengan 13 negara Eropa Timur lainnya.10

Yuschenko yang terpilih menjadi Presiden ke-4 Ukraina pada th. 2005, menjanjikan untuk dapat bergabung dengan North Atlantic Treaty Oganization beserta Uni Eropa. Kemudian pada th. 2008 North Atlantic Treaty Oganization mengupayakan kesempatan bagi Ukraina terkait penggabungan Ukraina bersama North Atlantic Treaty Oganization suatu hari nanti. Setelah masa jabatan Yuschenko habis maka terpilih Yanukovich sebagai pemimpin Ukraina yang selanjutnya, sebagai Pro-Rusia Yanukovich menangguhkan minat Ukraina untuk dapat melakukan perjanjian berkerjasama perdagangan bebas dengan Uni Eropa dan menggabungkan dirinya dengan North Atlantic Treaty Oganization, serta lebih memilih menerima bantuan potongan harga gas dan pinjaman dari Rusia. Akibat dari hal tersebut memicu kecaman dan demonstrasi besar-besaran dari masyarakat yang Pro-Uni Eropa.11

Seiring dengan berjalannya waktu aksi protes yang dilakukan semakin memanas hingga memakan korban jiwa. Berbagai upaya mediasi dilakukan, kesepakatan pembagian daerah kekuasaan dalam pemerintahan Ukraina juga melibatkan beberapa mediator dari Eropa. Karena Presiden Yanukovich yang menghilang dari Kiev dan perilaku yang semakin diluar kendali para demonstran di beberapa Gedung Pemerintahan Ukraina. Akhirnya Yanukovich, Presiden yang Pro-Rusia resmi turun dari jabatannya dan digantikan oleh Presiden Petro Poroshenco, Pergantian Presiden ini tidak berjalan dengan baik karena terbentuk pemerintahan baru di Ukraina yaitu Pro Barat, sehingga kecenderungan politik Ukraina membuat Rusia menjadi semakin agresif karena usahannya untuk mendominasi Ukraina ternyata tidak membuahkan hasil yang baik.12 Ukraina memiliki keinginan untuk dapat bergabung dengan NATO adalah untuk membuka jalur menjadi bagian dari Uni Eropa karena dengan bergabungnya dengan Uni Eropa maka hal tersebut dapat merubah pandangan negara-negara lain terhadap Ukraina karena derajatnya yang meningkat dan yang menjadi alasan terbesar Ukraina bergabung dengan NATO karena ingin meningkatkan dukungan militer dari para pihak Eksternal.13

Pada th. 2017 hal yang tidak diinginkan Rusia terjadi yaitu Ukraina menandatangani perjanjian kerjasama dengan Uni Eropa untuk perdagangan pasar bebas berupa barang dan jasa termasuk diantaranya perjalanan bebas visa ke wilayah Uni Eropa. Th. 2019 Volodymyr Zelenskyy terpilih menjadi Presiden Ukraina yang kemudian Zelenskyy meminta kepada Presiden AS untuk mengizinkan Ukraina bergabung dengan NATO.

Negara di kawasan Eurasia menurut pandangan Rusia yang merupakan salah satu poros Geopolitik adalah Ukraina, merupakakn buffer-zone antara North Atlantic Treaty Oganization dan Rusia, maka untuk menanamkan pengaruh ideologi, negara Ukraina layak untuk diperebutkan. AS, Uni Eropa dan NATO mempunyai pengaruh yang sangat besar di Ukraina. NATO yang merupakan kelompok militer yang dibentuk dengan beranggotakan beberapa negara dengan tujuan menjaga pertahanan kekuasaan AS dan sekutunya dari ancaman Rusia. Krisis invasi Rusia ke Ukraina yang terjadi semakin memanas saat NATO yang berusaha untuk dapat menarik Ukraina menjadi salah satu targetnya, namun di sisi lain Rusia juga memiliki misi kembali untuk dapat mempersatukan persemakmuran negara-negara merdeka (CIS) sehingga dapat menciptakan kekuatan baru Rusia dengan Ukraina sebagai proses awal dari misi Presiden Vladimir Putin, hal ini membuat Presiden Putin merasa terancam dan mendesak Ukraina untuk tidak bergabung dengan NATO. NATO menjadikan Ukraina sebagai target karena memiliki lokasi yang vital untuk dapat membangun pangkalan militer dekat dengan Rusia.14

Terancamnya Rusia akan pergerakan yang dilakukan oleh Ukraina membuat Rusia melancarkan invasinya terhadap Ukraina, serangan mulai pada bulan November 2021 dimana citra satelit Maxar Technologies memperlihatkan adanya 100.000an pasukan, tank dan senjata lainnya di perbatasnya dengan Ukraina.15 Bulan Desember Rusia mengajukan tuntutan antara lain:

  • a.    Tidak memperbolehkan bergabungnya Ukraina dengan NATO dan Uni Eropa.

  • b.    Khusus di Eropa Timur, supaya NATO menarik kembali pasukan beserta peralatan senjatanya.

Setelah permasalahan Ukraina yang lebih tertarik bergabung dengan negara Barat aneksasi semenanjung Krimea merupakah permasalahan lanjutan sebuah konflik didalam Ukraina (Revolusi Euromaidan). Konflik antara Ukraina selatan dan Timur karena komposisi pemerintahan yang tidak Pro-Rusia pada saat Yanukovich kabur, Wilayah Krimea menjadi pengerak konflik ini. Krimea pernah menjadi bagian Uni Soviet selama 170 thn membuat etnis terbanyak di wilayah Krimea adalah Rusia menjadikan 77% bahasa yang digunakan adalah Rusia. Konflik internal Ukraina membuat Rusia merasa perlu untuk melindungi Krimea yang Rusia yakini masih menjadi bagian dari negara Rusia. Dalam kekosongan kepemimpinan Ukraina, Rusia mengadakan referendum terkait status Krimea dan Sevastopol. Hasil akhir menunjukkan bahwa sebagain besar setuju untuk bergabung dengan Rusia. Aneksasi yang dilakukan Rusia terhadap wilayah Krimea dinyatakan illegal oleh DK karena

bertentangan dengan Memorandum Budapest 199416. Dorongan Rusia untuk memasuki Krimea adalah ancaman peluasan politik dan milter Barat ke kawasan Laut Hitam. Black Sea Fleet atau Laut Gitam Rusia merupakan tempat terkuat untuk armada Laut Hitam Rusia, meraih kembali posisi utama dalam Laut Hitam, keamanan militer, politik dan energy.17 Sejarah khususnya PD II selalu menjadi pembenaran dari agresi militer hingga territorial aneksi.18

  • 3.1.    Peran dan Tanggungjawab PBB

Konflik Rusia vs Ukraina yang sudah dijelaskan di atas, mendapatkan perhatian dari dunia internasional sehingga satu hal yang benar untuk dapat melibatkan PBB. Peran PBB sangat diperlukan untuk mencegah meluasnya sengketa, agar tidak terganggunya perdamaian dan keamanan internasional. Melindungi masyarakat internasional dari bencana perang merupakan salah satu dari peran dibentuknya PBB. Dalam melaksanakan fungsi dan tujuan PBB membagi kedalam 6 organ, namun Dewan Keamanan, Majelis Umum dan Sekretaris Jendral (Sekjen) merupakan organ-organ PBB yang memiliki peran utama dalam menyelesaikan perselisihan secara damai.

PBB memiliki sifat yang universal dan kompleks, UN Charter Psl 1 menjelaskan tujuan PBB yaitu memelihara perdamaian dan keamanan dengan mencegah, melenyapkan dan menyelesaikan konflik secara damai; mengembangkan hubungan persahabatan bangsa-bangsa; mengadakan kerjasama internasional guna menyelesaikan permasalah dibidang ekonomi, sosial, budaya, dan yang bersifat kemanusian; menjadi pusat bagi penyelarasan segala tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan-tujuan bersama.19

Dewan Keamanan (DK) memiliki 15 anggota yaitu, Republik Cina, Perancis, Uni Republik Sosialis Soviet, Kerajaan Inggris dan Irlandia Utara, dan Amerika Serikat merupakan anggota tetap dari DK. Ada juga 10 anggota DK tidak tetap. Dewan Keamanan memiliki fungsi untuk dapat memelihara perdamian dan keamanan internasional sesuai dengan tujuan dan prinsip PBB (Psl 24 Piagam PBB) dan mengeluarkan resolusi mengenai hal-hal prosedural (Psl 27 ayat (2)). Menurut Piagam PBB anggota PBB, Majelis Umum atau Sekjen, serta negara yang bukan bagian dari PBB (menerima terlebih dahulu kewajiban dalam Piagam PBB) dapat meminta bantuan penyelesaian kepada DK PBB jika terdapat permasalahan yang menyangkut perdamaian dan keamanan internasional secara damai.20 DK dapat mengajukan upaya-upaya atau prosedur-prosedur damai. DK PBB menggelar sidang publik membahas tentang invasi Rusia ke Ukraina dan ini akan menjadi pertemuan ke-16 yang akan dilakukan oleh DK PBB sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari. Pertemuan ini dilakukan DK untuk mengupayakan dan mempertahakan tekanan negara barat kepada Rusia, karena kedudukan Rusia sebagai DK tetap PBB yang memiliki hak veto yang mana hal tersebut membuat Rusia dengan mudah untuk menolak tindakan yang

tidak disetujuinya.21 Dalam beberapa kali rapat DK PBB memberikan resolusi terkait konflik yaitu Resolusi yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat atas aneksasi 4 wilayah kepunyaan Ukraina yang mengecam invasi Moskow di Ukraina, serta menghargai Piagam PBB.

Majelis Umum memiliki peran yang besar untuk menyediakan saran dan rekomendasi berdasarkan Bab IV Piagam PBB. Psl 10 dan Psl 12 menyatakan bahwa Majelis dapat membahas semua yang terdapat dalam piagam dan mengajukan rekomendasi kepada anggota PBB dan DK PBB terhadap setiap permasalahan yang terjadi. Majelis Umum dapat menyelesaikan setiap sengketa yang terjadi kecuali sengketa sevara esensial yang menjadi urusan dalam negeri suatu negara, saran atau rekomendasi yang diberikan Majelis Umum sifatnya tidak mengikat. Namun dalam kenyataannya para pihak menghormati serta menerima saran yang direkomendasikan oleh Majelis Umum.22 Dalam hal Rusia Ukraina, DK meminta agar dapat melaksanakan rapat darurat khusus guna membicarakan invasi Rusia terhadap Ukraiana, hal ini dilakukan karena meningkatnya langkah diplomatik negara-negara Barat untuk mengisolasi Rusia sehingga Majelis Umum PBB melaksanakan voting untuk resolusi yang sama dengan resolusi DK PBB yaitu mengakhiri invasi Rusia ke Ukraina dan menghentikan penggunaan kekuatan militer oleh Rusia. Negara-negara anggota PBB tidak memiliki hak veto dalam forum Majelis PBB, pada voting tersebut terdapat 141 negara yang memberikan dukungan terhadap resolusi yang diberikan PBB.23

Sekretariat PBB (Sekjen) sudah ada saat Liga Bangsa-bangsa (LBB) didirikan. Sekjen mengemban tugas untuk menyiapkan pelayanan-pelayanan baik yang bersifat administratif secara umum maupun kesekretariatan kepada badan-badan yang ada dibawah lindungan PBB. Sekjen PBB mempunyai tanggungjawab politik secara eksplisit yaitu sebagai mediator; sebagai informal advisor dari banyak pemerintahan negara anggota PBB; melakukan jasa-jasa baik untuk menyelesaikan konflik secara damai; harmonisasi dalam tindakan-tindakan berbagai negara. Sekjen juga dapat melakukan jasa-jasa baik dalam menyelesaikan dengan cara damai saat DK PBB memintanya.24 Dalam hal invasi Rusia ke Ukraina Sekjen PBB menunjuk dan mengutus Presiden Turki yaitu Recep Tayyip Erdogan sebagai mediator. Dengan upaya diplomatik Turki, Sekjen PBB Antonio Gutterres kembali menegaskan mengakhiri konfik bersenjata.25 Hal tersebut belum menghasilkan sesuatu yang diharapkan yatiu gencatan senjata, namun lebih kearah tidak adanya perubahan serta kemajuan dalam perundiang yang dilaksanakan tersebut.26

  • 3.2.    Faktor Penghambat Penyelesaian Sengketa Rusia dan Ukraina a. Hak Veto

3 November 1950 mulainya Majelis umum PBB mengadopsi vote (52 to 5) yang artinya bahwa anggota DK PBB yaitu 5 (lima) negara anggota tetap yang memiliki hak untuk menolak keputusan, resolusi ini disebut sebagai tindakan Majelis Umum yang paling penting namun tindakan ini memberikan Rusia hak untuk menolak resolusi melalui veto atau taktik lainnya karena Rusia termasuk dari 5 negara anggota tetap DK.27 Menolak keputusan diatur dalam Piagam PBB Psl 27 ayat (3), namun pasal ini tidak menyatakan secara jelas mengenai hak veto. Adanya hak veto ini menimbulkan banyak kritikan dari masyarakat internasional karena hak veto dinilai sudah tidak efisien lagi digunakan pada era Demokrasi ini, terlalu sering dipergunakan untuk kepentingan nasional masing-masing negara dan membuat DK PBB tidak dapat menjalankan tanggungjawabnya dengan maksimal, padahal dalam Psl 27 ayat (3) menjelaskan bahwa hak tersebut dipergunakan untuk dapat menyelesaikan sengketa secara damai dengan ketidakikutsertaan negara yang berkonflik dalam memberikan suara.

Memelihara perdamaian dan keamanan internasional merupakan kewajiban yang tertuang dan mengikat (Piagam PBB Psl 25), Resolusi DK PBB dalam menyelesaikan suatu sengketa iternasinal dijelaskan dalam Piagam PBB Psl 27 adalah sah jika disetujui oleh kesembilan anggota DK PBB dan lima anggota tetap DK PBB tanpa ada veto dari lima negara anggota tetap. Jika salah satu dari ima negara tersebut mem-veto resolusi PBB maka resolusi tersebut tidak berlaku dan tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum28. Dalam kasus konflik Rusia dan Ukraina, Rusia yang mempunyai Hak veto menghambat proses penyelesaian sengketa karena Draft resolusi DK PBB yang diajukan oleh Amerika Serikat di veto oleh Rusia, sehingga tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum dan hak veto yang dimiliki Rusia secara jelas menghambat proses penyelesaian sengketa antara Rusia dan Ukaraina.

b. Peace Talks Mediator Turki

UN Charter Psl. 33 menyatakan bahwa para pihak yang bersengketa dapat mencari solusi dengan cara damai melalui negosiasi, mediasi, arbitrase atau cara damai lainnya. Sulitnya penyelesaian masalah Rusia Ukraina mediasi ditempuh untuk ditempuhnya peacetalks dengan menghadiran pihak penengah sebagai mediator yaitu negara Turki, karena Turki memiliki hubungan yang baik dengan kedua negara yang sedang bersengketa. Namun peace talks ini belum menghasilkan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina, hanya ada Rusia yang bersedia mengurangi intensitas serangan di wilayah Barat, Ukraina. Proses peace talks ini tidak berjalan dengan lancar karena Turki sebagai pihak yang netral terlihat lebih memberi dukungannya kepada Ukraina dengan menjual drone bersenjatanya, namun yang utama adalah kedua belah pihak yang belum dapat memenuhi tuntutan dengan baik. Dimana Rusia meminta kepada Ukraina untuk tidak bergabung dan bersikap netral dengan NATO, serta mengakui Krimea dan menyatakan kemerdekaan Donetsk dan Luhansk. Tuntutan yang diberikan oleh Rusia kepada Ukraina hanya dapat dipenuhi “sebagian dari tuntutan”, dari sisi Ukraina memandang bahwa terkait dengan netralisasi NATO. Ukraina memandang bahwa negara lain dapat memberikan bantuan dan terlibat dalam menyediakan keamanan, kemudian Ukraina juga tidak menginginkan gencatan senjata dengan merelakan sebagian wilayahnya.

Selagi tidak ada perubahan tuntutan dan kesepahaman anatara kedua belah pihak dan ketidakpercayaan antara masing-masing pihak menimbulkan itikad baik atau komitmen untuk berusaha ditampilkan masih akan di tanggapi dengan kurang baik.

Memandang bahwa dasar pembangunan resolusi konflik adalah hubungan itu sendiri dengan tidak adanya hubungan baik antar negara akan sulit untuk mencapi resolusi konflik.29

4. Kesimpulan

Rusia dan Ukraina mengalami konflik karena kedua pihak memiliki kepentingannya masing-masing. Rusia merasa terancam akan keamanan nasionalnya karena keinginan Ukraina untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO, sehingga Rusia melancarkan invasinya untuk menjaga keamanan nasionalnya. Invasi Rusia ke Ukraina merupakan hal yang salah karena semua negara yang menjadi bagian dari PBB wajib mengatasi sengketa internasional melalui cara damai serta menjauhkan diri dari kekerasaan dengan memberikan peranan dan tanggung jawabnya kepada 3 organ utama PBB untuk dapat menyelesaikan sengketa ini dengan memberikan resolusi, mengadakan rapat Majelis Umum dan Sekjen mengutus negara mediator. Namun, penyelesaian secara faktual banyak mengalami hambatan-hambatan dari kedua pihak yang bersengketa dan pihak luar lainnya. Dalam konflik Rusia dan Ukraina upaya alternative yang dapat diberikan adalah meningkatkan sanksi ekonomi yang sudah diberikan kepada Rusia agar ekonomi dapat terguncang, tuntutan yang berikan dapat berubah dan mempercepat proses penyelesaian sengketa. Sanksi dapat terlaksana deng baik jika sanksi ini diberlakukan dalam waktu maka penurunan devisa serta kesulitan dalam memenuhi kewajiban ekonomi sehingga standar kehidupan menurun. Upaya ini dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip perdamaian, dengan menjembatani serta mendorong dialog antar pihak-pihak yang bersengketa agar dapat menemukan akar dari permasalahan dan menemukan jalan keluar penyelesaian sengketa. Kondisi ini melahirkan upaya gencatan senjata dan menimbulkan perjanjian damai dengan konsep win-win solusion/saling menguntungkan (tidak ada menang maupun kalah) kedua belah pihak mempunyai posisi tawar yang sama. Adanya evaluasi dan peningkatan dalam upaya untuk membendung semakin banyaknya korban yang berguguran dan memperparah keadaan dengan cara litigasi maupun non-litigasi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adolf, Huala. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. (Jakarta, Sinar Grafika, 2019).

Merrills, J. G. International Dispute Settlement. (New York, Press Syndicate of the University of Cambridge. 1995).

Suryokusumo, Surmayo. Hukum Organisasi Internasional (Hukum Persetikatan Bangsa-Bangsa) United Nations Law. (Jakarta, PT. Tatanusa, 2022).

Suwardi, Sri Setianingsih. Penyelesaian Sengketa Internasional. (Jakarta, Universitas Indonesia Press, 2006).

Yulianingsing, Wiwin and Sholohin, Moch Firdaus. Hukum Organisasi Internasional (Yogyakarta, Penerbit ANDI, 2014).

Jurnal

Atok, Fransiskus. “Analisis Konflik Rusia dan Ukraina”. Jurnal Poros Politik 4, No.1 (2022).

Benuf and Azhar, Muhanad. “Metodelogi Penelitian Hukum sebagai Instrumen Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer”. Jurnal Gema Keadilan, 7, Edisi I (2020): 24.

Brunk, Ingrid and Hakimi, Monica. “Russia, Ukraine, and the Future World Order”.

American Journal Of International Law 116, Issue 4 (2022): 687-697. DOI: https://doi.org/10.1017/ajil.2022.69

Fadillah, Rizki, et. al. “Peran Persatuan Bangsa-Bangsa Dalam Menciptakan Perdamaian Dari Pertikaian Antar Negara”. Journal Of Islamic and Law Studies 2, No. 1 (2018): 82. DOI: http://dx.doi.org/10.18592/jils.v2i1.4568.

Izzuddin, Adip. Indrakorniawan, Rossi and Stiarso, Hastian Akbar. “Analisis Upaya Penyelesaian Konflik Rusia-Ukraina Tahun 2022”. Jurnal Pena Wimaya, International Relations Journal of UPN “Veteran” Yogyakarta 2, No.2 (2022):   8.

DOI: https://doi.org/10.31315/jpw.v2i2.7226.

Mahesti, Indira Putri and Laksana, I Gusti Ngurah Dharma. “Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Titip Online”. Jurnal Kertha Negara 7, No.10 (2019): 5-6.

Otaviano, Devindra, Ramkas and Fachri, Yuli. “Kepentingan Rusia Me-Aneksi Semenanjung Krimea Tahun 2014”. Jurnal Transnasional 7, No. 1 (2015): 1898-1913.

Ornay, Emanuel Sani de and Azizah, Nur. “Kepentingan Keamanan Nasional Rusia Dalam Serangan Militer Terhadap Ukraina Tahun 2022”. Jurnal Communitarian Program Studi Ilmu Politik 4, No.1 (2022):      565.

DOI: http://dx.doi.org/10.56985/jc.v4i1.226

Syahbuddin and Haryati, Tati. “Kompleksitas Konflik Ukraina Rusia”. Jurnal Pendidikan IPS 12, No.1 (2022): 39. DOI: https://doi.org/10.37630/jpi.v12i1.617.

Syuryansyah, and Berthanila, Rethorika. “Upaya Penyelesaian Konflik Rusia-Ukraina”. Jurnal   PIR,   Power in International Relation 7, No.1 (2022):   98.

DOI: http://dx.doi.org/10.22303/pir.7.1.2022.96-104.

Vushko, Iryna. “Historians at War: History, Politics and Memory in Ukraine”. Journal: Contemporary European History 27, Issue 1   (2018):   112-124. DOI:

https://doi.org/10.1017/S0960777317000431

Woolsey, L, H. “The “Uniting for Peace” Resolution of the United Nations”. American Journal of International Law 45. Issue. 1   (2017):   129-137. DOI:

https://doi.org/10.2307/2194786 .

Internet

CNN Indonesia. 2022. “Kenapa Ukraina Ngebet Jadi Anggota NATO Meski DitentangRusia?.                                                       URL:

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220217102900-134-760336/kenapa-ukraina-ngebet-jadi-anggota-nato-meski-ditentang-rusia/2 diakses 28 November 2022.

Harbani, Rahma Indina. 2022. “Kronologi Konflik Rusia-Ukraina Sejak 1991, Berawal dari        Pecahnya        Soviet”.        detikedu.        URL        :

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5966988/kronologi-konflik-rusia-ukraina-sejak-1991-berawal-dari-pecahnya-soviet diakses tanggal 28 November 2022.

Michael Gabriel Hernandez. 2022. “Sekjen PBB Dan Presiden Turki Berupaya Untuk Akhiri   Perang Di Ukraina”. AA (Anadolu Agency). URL :

https://www.aa.com.tr/id/dunia/sekjen-pbb-dan-presiden-turki-berupaya-untuk-akhiri-perang-di-ukraina/2572912 diakses 4 Desember 2022.

Rosa, Nikita. 2022. “Kisah Putin Aneksasi Krimea, Sejarah dan Reaksi Dunia”. Detikedu. URL: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5957951/kisah-putin-aneksasi-krimea-sejarah-dan-reaksi-dunia diakses 5 Mei 2023

Oktarianisa, Sefti. 2020. “Kronlogi dan Latar Belakang Konflik Rusia dan Ukraina”. CNBC Indonesia. URL : https://www.cnbcindonesia.com/news/20220304134216-4-320044/ kronologi-dan-latar-belakang-konflik-rusia-dan-ukraina diakses 28 November 2022.

Tim detik.com. 2022. “Dewan Keamanan PBB Akan Sidang Lagi Soal Invasi Rusia Ke Ukraina”. URL :  https://news.detik.com/internasional/d-6071055/dewan-

keamanan-pbb-akan-sidang-lagi-soal-invasi-rusia-ke-ukraina/2     diakses 4

Desember 2022.

Tommy Kurnia. 2022. “Poin Penting Resolusi PBB yang kecam Invasi Rusia ke Ukraina”. URL: https://www.liputan6.com/global/read/4902577/7-poin-penting-resolusi-pbb-yang-kecam-invasi-rusia-ke-ukraina diakses 4 Desember 2022.

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 7 Tahun 2023 hlm 763-773

773