ANALISIS YURIDIS KEBERLAKUAN BENTUK KERJA SAMA JOINT VENTURE DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF INDONESIA

Rachel Sondang Lasmawaty, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Made Dedy Priyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari studi ini adalah guna mengkaji keberlakuan dan kepastian hukum dari bentuk kerja sama secara joint venture yang dilakukan oleh perusahaan asing dengan perusahaan dalam negeri dalam bentuk penanaman modal asing berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan bahan-bahan sekunder lainnya yang mengandung kaidah hukum. Adapun hasil dari studi ini menunjukkan bahwa skema joint venture untuk kegiatan penanaman modal asing secara implisit diatur dalam UU Penanaman Modal. Dari segi bentuk perjanjiannya yaitu joint venture agreement terutama dalam hal pendirian entitas bisnis di Indonesia, joint venture agreement juga tunduk pada peraturan perundang-undangan lain misalnya syarat sahnya perjanjian dalam KUHPerdata dan ketentuan mengenai persyaratan untuk mendirikan Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam UU Perseroan Terbatas.

Kata Kunci: Keberlakuan joint venture, penanaman modal asing, joint venture agreement, Perseroan Terbatas

ABSTRACT

The purpose of this study is to examine the applicability and legal certainty of the form of joint venture cooperation carried out by foreign companies with domestic companies in the form of foreign investment based on applicable law in Indonesia. This study uses normative legal research methods with statutory approaches and other secondary materials that contain legal principles. The results of this study indicate that the joint venture scheme for foreign investment activities is implicitly regulated in the Investment Law. In terms of the form of the agreement, namely a joint venture agreement, especially in the case of establishing a business entity in Indonesia, the joint venture agreement is also subject to other laws and regulations, for example the Indonesian Civil Code has regulated the terms of validity of the agreement and regulations regarding the requirements for establishing a Limited Liability Company as regulated in the Limited Liability Company Law.

Key words: Validity of joint venture, foreign investment, joint venture agreement, Limited Liability Companies

I Pendahuluan

  • 1.1.    Latar Belakang

Akselerasi sektor ekonomi yang bertumbuh dengan cepat di setiap negara adalah fenomena dengan berimplikasi pada banyaknya negara-negara di dunia, khususnya bagi negara yang tengah berkembang untuk mendatangkan investor-investor dari luar negeri untuk menanamkan modalnya pada perusahaan domestik. Hal ini merupakan bentuk dari berkembangnya kerja sama dalam sektor ekonomi internasional yang membuat transaksi bisnis internasional seperti jual beli barang lintas negara atau benua, pemberian lisensi produk, serta kegiatan penanaman secara langsung oleh pemodal asing semakin meningkat.1 Semakin banyaknya modal asing yang diinvestasikan di Indonesia, memiliki implikasi positif terhadap perusahaan dalam negeri dapat dengan mudah meningkatkan mutu pertumbuhan ekonomi karena hadirnya investasi dapat memberikan harapan atas keuntungan yang lebih besar di kemudian hari, sehingga hal tersebut membuat investasi menjadi salah satu parameter untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami kemajuan atau sebaliknya. Apabila melihat pada aspek investasinya, suatu bentuk penanaman modal asing erat kaitannya dengan bentuk investasi langsung atau direct investment. Mengutip penjelasan oleh Krugman, direct investment oleh asing adalah investasi yang secara langsung dari suatu perusahaan ke negara dengan mendirikan perusahaan atau memperluas perusahaannya di negara lain sehingga kontrol perusahaan dalam suatu negara yang dituju serta sumber daya di dalamnya dikendalikan oleh perusahaan dari luar negeri.2

Penjelasan tersebut juga memiliki keterkaitan dengan istilah ’penanaman modal asing’ menurut aspek yuridis di Indonesia, melalui pengaturan dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut UU Penanaman Modal) diatur bahwa:

”Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.”

Kegiatan penanaman modal asing dalam pelaksanaan skema bisnisnya mengenal istilah ’joint venture’ yang pada prakteknya sudah sering dilakukan oleh perusahaan asing dengan perusahaan domestik di suatu negara. Dilakukannya joint venture ini ditujukan agar mendapatkan modal, keahlian serta teknologi baru3 sehingga kemajuan pada berbagai aspek sumber daya manusia dan finansial dapat diperoleh demi menunjang pertumbuhan ekonomi di suatu negara.Joint Venture merupakan bentuk kesepakatan antara dua entitas atau lebih guna mengadakan suatu kerja sama yang dapat memperkuat posisi masing-masing pihak dalam kegiatan.4 Pengertian ini menunjukan bahwa bentuk joint venture adalah bentuk kerjasama komersial yang dilakukan oleh beberapa pihak dalam hal usaha bisnis.

Joint venture menjadi salah satu strategi bisnis yang penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi internasional, hal ini diperkuat oleh pernyataan Ian Hewitt yang menyatakan bahwa terkhusus pada perusahaan yang beroperasi dalam lingkup internasional, joint venture menjadi salah satu pilihan yang sangat strategis dan penting.5 Joint venture sebagaimana telah dijelaskan di atas secara definisi dapat melahirkan suatu entitas bisnis yang baru yang menempatkan statusnya sebagai ventura capital company. Ventura capital

company atau perusahaan modal ventura ialah suatu bentuk entitas usaha dengan keuntungan melalui pembiayaan yang melibatkan investasi beserta risiko-risiko tinggi yang ada di dalamnya.6 Kemudian, mengenai perusahaan modal ventura itu sendiri, telah diatur pengertiannya pada Pasal 1 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan (selanjutnya disebut PP Lembaga Pembiayaan) yaitu:

”Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.”

Di samping pentingnya strategi joint venture sebagaimana telah disebutkan di atas, hal yang menjadi perhatian adalah bagaimana keberlakuan joint venture itu sendiri dalam aspek hukum positif di Indonesia. Sebagaimana telah diketahui, Indonesia melalui pengaturan dalam UU Penanaman Modal hanya mengenal istilah perihal joint venture, yaitu penanaman modal asing, namun pengaturan lebih lanjut mengenai joint venture belum dirinci dan ditegaskan bagaimana keberlakuannya atau bahkan mengenai definisi secara yuridis tentang joint venture itu sendiri. Pada dasarnya, joint venture memang bertujuan yang tidak lain adalah untuk menjalin kerja sama bisnis secara bersama-sama dalam suatu perusahaan, terlebih strategi joint venture dapat memperkuat posisi masing-masing pihak yang melakukan joint venture. Pada penelitian ini, pokok permasalahan yang diteliti yaitu perihal keberlakuan joint venture itu sendiri sebagai skema kerja sama antar satau atau lebih entitas usaha dalam perspektif hukum positif di Indonesia.

Penelitian ini didasarkan pada pemikiran dan gagasan penulis sendiri dengan mambaca dan menganalisis. Dalam penelitian ini ada 2 penelitian terdahulu yang relevan yang diigunakan sebagai referensi, yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Sastria Sukananda dan Wahyu Adi Mudiparwanto dengan judul ”Pengaturan Penanaman Modal Asing Dalam Bentuk Perusahaan Joint Venture di Indonesia”7 dan penelitian lain yang dilakukan oleh Remigius Jumalan dengan judul ”Sinkronisasi pengaturan Joint Venture Aggrement dan Anggaran Dasar Dalam Perusahaan Patungan”,8 penelitian ini memiliki hasil serta tujuan yang berbeda. Pada penulisan jurnal ini penulis hanya berfokus pada keberlakuan joint venture menurut hukum positif di indonesia dan bentuk perjanjian joint venture dalam mendirikan entitas bisnis baru di indonesia. Berdasarkan hal itu, penulis tertarik melakukan penelitian jurnal ilmiah dengan judul ”ANALISIS YURIDIS KEBERLAKUAN BENTUK KERJA SAMA JOINT VENTURE DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF INDONESIA”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Merujuk pada pemaparan latar belakang permasalahan di atas, kemudian telah dilakukan perumusan beberapa rumusan masalah, yaitu:

  • 1.    Bagaimana keberlakuan bentuk kerja sama joint venture menurut hukum positif di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana bentuk perjanjian dalam bentuk kerja sama joint venture dalam hal pendirian entitas bisnis baru di Indonesia?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Adapun mengenai tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut ini:

  • 1.    Untuk mengetahui keberlakuan dari suatu kerja sama melalui joint venture menurut hukum yang berlaku di Indonesia (hukum positif).

  • 2.    Mengetahui bentuk dari suatu perjanjian guna mendirikan entitas bisnis baru yang lahir dari joint venture.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian sebagai landasan penelitian ini yaitu menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan substansi hukum dengan sifat normatif. Melalui penelitian dengan metode normatif ini, pendekatan yang akan dilakukan adalah dengan statutory approach yang mengumpulkan bahan hukum primer dan sekunder yang mengandung kaidah hukum. Penelitian ini juga menitikberatkan pada data kepustakaan yaitu dengan melakukan analisis dari sumber bacaan yang bersifat teoritis guna menemukan suatu kekosongan hukum yang berkaitan dengan pengaturan secara yuridis joint venture dalam hukum positif Indonesia.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1.    Keberlakuan Bentuk Kerjasama Joint Venture dalam Hukum Positif di Indonesia

Indonesia memberikan pengaturan tegas yang mengatur mengenai pengertian dan tata cara penanaman modal asing melalui UU Penanaman Modal. Sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 1 Angka 3 UU Penanaman Modal, mengatur definisi penanaman modal asing yaitu “penanaman modal asing merupakan kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.” Adapun mengenai penanaman modal itu sendiri, dalam Pasal 1 Angka 1 UU Penanaman Modal, yaitu “penanaman modal merupakan segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.” Artinya, kegiatan menanamkan modal oleh pemodal asing dilakukan dengan beberapa skema bisnis selama bisnisnya dilakukan di Indonesia dan berusaha untuk masyarakat Indonesia. Sekilas, UU Penanaman Modal ini memang tidak menyebutkan secara eksplisit frasa dari joint venture itu sendiri. Akan tetapi, apabila melihat dari frasa dalam Pasal 1 Angka 3 UU Penanaman Modal yakni, “… maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri” menandakan bahwa konsep dari joint venture sendiri diperbolehkan dan termasuk dalam klasifikasi dari suatu investasi asing di Indonesia secara legal.9 Mengenai bagaimana suatu pemodal asing dan pemodal dalam negeri dapat melakukan bentuk kerja sama secara berpatungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Angka 3 UU Penanaman Modal, mengacu pada Pasal 1319 KUHPerdata yang mengatur bahwa:

”semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.”

Oleh karena secara yuridis konsep mengenai joint venture itu sendiri telah tertuang pada beberapa aturan terkait, maka perihal pembentukan entitas bisnis baru dalam bentuk perusahaan perlu untuk mengingat pada peraturan perundang-undangan terkait, yaitu yang mengenai perusahaan. Pada Pasal 5 ayat (2) UU Penanaman Modal mewajibkan untuk membentuk PT PMA sebagai entitas badan usaha yang merupakan klasifikasi dari bentuk kerja sama joint venture menurut peraturan perundang-undangan. Artinya, selama suatu penanaman modal asing ini membentuk suatu badan usaha (PT), maka output dari skema joint venture itu sendiri yaitu dalam hal membentuk entitas perusahaan baru terkhusus di Indonesia diperbolehkan, selama dari segi penanaman modalnya hingga pembentukan badan usahanya tunduk terhadap hukum Indonesia, yakni diatur dalam UU PT. Ini artinya, segala

hal yang menyangkut secara formil dari pembentukan suatu Perseroan Terbatas yang lahir dari penanaman modal asing serta joint venture harus mengacu pada segala hal yang diatur dalam UU PT, termasuk juga semua tindakan-tindakan hukum untuk dan atas nama PT tunduk pada ketentuan yang berlaku.10 Dengan demikian, dapat diketahui bahwa dalam hal penanaman modal asing yang membuat entitas bisnis baru Indonesia setidak-tidaknya harus memenuhi unsur sebagai berikut:11

  • 1.    Berbentuk Perseroan Terbatas;

  • 2.    Berlandaskan pada hukum yang berlaku di Indonesia;

  • 3.    Berkedudukan di wilayah hukum Indonesia.

Berdasarkan penjelasan di atas, bentuk badan usaha bagi investor asing harus berbentuk PT yaitu PT PMA, pada Pasal 1 Angka 1 UU PT mengatur “Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.” Berdasarkan frasa “…modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham…”, maka dapat diketahui bahwa investasi asing yang membentuk PT harus tunduk pula pada pengaturan sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (1) UU PT yang menjelaskan bahwa “modal dasar merupakan keseluruhan dari nilai nominal saham yang terdapat dalam satu perseroan, yaitu paling sedikit sejumlah Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).” Walaupun demikian, dimunginkan pada beberapa bidang usaha ada ketentuan minimal modal dasar yang berbeda-beda dan ditentukan lebih tinggi sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat (2) UU PT, layaknya perusahaan yang bergerak di bidang pasar modal yang mengacu pada ketentuan hukum pasar modal di Indonesia.12

Adapun mengenai seberapa banyak perusahaan asing yang menanamkan modal asingnya di Indonesia melalui joint venture, pada dasarnya tidak ditentukan nilai minimum dan maksimumnya secara umum, artinya modal yang diinvestasikan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan bisnis masing-masing pihak, baik perusahaan asing, maupun perusahaan domestik. Artinya, perusahaan asing yang berdiri di Indonesia bisa memiliki besaran kepemilikan 100% saham perseroan dengan ketentuan perusahaan tersebut harus beroperasi lebih dari 15 tahun yang apabila tidak, maka kepemilikan sahamnya tersebut wajib dijual kepada perusahaan domestik atau dapat ditempuh dengan melakukan merger bisnis secara direct maupun indirect.13 Secara umum terkhusus pada joint venture, investor domestik diberikan modal dasar perseroan minimal 51% dari modal perusahaan patungan tersebut bergantung pada KBLI yang hendak dilakukan pelaku joint venture sesuai dengan daftar negatif investasi yang diterbitkan oleh pemerintah mengenai jumlah tertinggi nilai modal asing diperbolehkan dalam bidang usaha tertentu yang telah ditentukan demikian.14 Sehingga, persentase modal yang dimiliki, apakah lebih tinggi atau lebih rendah dari 51%, baik investor asing ataupun domestic relatif terhadap berbagai jenis KBLI tertentu.

Berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas, joint venture pada hakikatnya merupakan sebuah keterikatan bersama antara pemodal asing dengan dalam negeri untuk mencapai maksud dan tujuan yang sama dengan menanggung risiko secara bersama-sama dan diwujudkan dengan kontribusi modal atau tenaga kerja berdasarkan kesepakatan antar

pihak.15 Hal ini sejalan dengan pengaturan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (3) huruf UU Penanaman Modal yang mengatur:

”Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan

a.mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;

b.membeli saham; dan

  • c.    melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Oleh karena itu, keberlakuan dari joint venture menurut hukum positif di Indonesia pada dasarnya adalah sah melalui ketentuan yang mengatur terkait joint venture, tetapi mengenai pengaturan secara rincinya dirasa belum mampu mengatur secara detail dan mengatur mengenai pengertian yuridis dari joint venture itu sendiri.

  • 3.2.    Bentuk Perjanjian Kerja Sama Joint Venture Dalam Hal Pendirian Entitas Bisnis Baru di Indonesia

Telah dijelaskan pada pembahasan tersebut di atas, bahwa melalui pengaturan pada Pasal 5 ayat (2) UU Penanaman Modal, penanaman modal asing wajib membentuk entitas hukum yaitu PT sebagai bentuk usahanya. Kemudian mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU PT, “sebuah perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia” merujuk atas aturan tersebut, makna frasa “orang” dapat dimaknai sebagai orang-perorangan (WNI dan/atau WNA) atau badan hukum (asing dan/atau domestik). Dengan demikian, mengenai pendirian entitas bisnis baru melalui joint venture harus bisa berbentuk orang perseorangan atau badan hukum yang memiliki modal dalam membentuk joint venture.

Mengenai PT, dalam Pasal 1 Angka 1 UU PT disebutkan pengertian mengenai PT, yang salah satu frasanya menyebutkan “… badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian….” yang kemudian jika mengacu pada Pasal 1319 KUHPerdata yang mengatur:

”Semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.”

Ketentuan ini menandakan skema joint venture untuk pembentukan Perseroan Terbatas wajib didahului dengan perjanjian, yang dalam hal ini dikenal sebagai joint venture agreement.” Mengacu pada pendapat dari Maree Chetwin, yakni sebagai berikut:16 Joint venturers must be in agreement as to which structure is appropriate if they are to reach the consensus necessary for a contract, since very different legal and financial outcomes may result from the structure adopted.”Pendapat tersebut menandakan bahwa tujuan dari bentuk joint venture yang harus dibuat agreement-nya, selain pemenuhan pengaturan hukum yang berlaku di Indonesia, juga bertujuan agar adanya perbedaan hukum yang berlaku bagi perusahaan asing dan domestik serta hasil keuangan yang juga berbeda dapat diadopsi dari struktur-struktur kesepakatan para pihak yang diwujudkan perjanjian, baik tertulis maupun tidak tertulis, namun umumnya dilakukan adalah perjanjian tertulis.

Tidak hanya itu, apabila mengingat pada tujuan dari joint venture itu sendiri, wujud adanya perjanjian atau agreement dalam joint venture juga dapat mewujudkan suatu mutual dependency. R. G. Williams dan M. M. Lilley17 menegaskan bahwa, “joint ventures are a means of creating strengths, rather than intensifying weaknesses, by the partners complementing each other” atau tujuan dari joint venture itu sendiri adalah memperkuat dan bukan untuk mengintensifkan kelemahan oleh pihak-pihak yang saling melengkapi satu sama lain. Sehingga, wujud adanya bentuk agreement yang dicapai melalui suatu kontrak kerja sama,

dapat menjamin terpenuhinya kewajiban dan hak para pihak, dalam hal ini meliputi tugas-tugas apa saja yang perlu dilakukan masing-masing pihak sesuai dengan kelebihannya masing-masing demi memperkuat posisi masing-masing pihak melalui joint venture, sehingga dapat mencapai mutual dependency sebagaimana yang dijelaskan oleh R. G. Williams dan M. M. Lilley yaitu, “when one partner is strong in areas where the other is weak, and vice uersa, mutual respect is fostered, and conflict can be mitigated.”18

Oleh karena joint venture di Indonesia wajib menempuh suatu perjanjian sebelum akhirnya dapat membuat Perseroan Terbatas, maka mengharuskan setiap entitas badan usaha (asing ataupun domestik) untuk tunduk dengan hukum Indonesia, maka tentunya mengenai bentuk perjanjian itu sendiri juga harus tunduk pada hukum perjanjian di Indonesia. Berdasarkan syarat perjanjian dinyatakan sah di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur empat syarat yaitu adanya kesepakatan para pihak untuk saling mengikatkan diri, pihak yang mengadakan perjanjian adalah orang yang cakap menurut hukum, ada sesuatu atau pokok yang diperjanjikan, dan sesuatu yang diperjanjikan adalah hal yang halal atau tidak dilarang.

Berdasarkan syarat-syarat sah perjanjian tersebut, maka langkah pertama bilamana ingin dilakukan kerja sama dalam bentuk joint venture harus memenuhi ke empat syarat sah tersebut. Mengenai persyaratan pertama, yaitu adanya kata sepakat dari para pihak, maka yang menjadi titik beratnya adalah kualitas dari suatu kesepakatan pihak-pihak dalam membuat suatu perjanjian, hal mana kesepakatan itu menciptakan akibat hukum dan mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat.19 Artinya, para pihak harus benar-benar sepakat untuk melakukan joint venture agreement untuk memenuhi persyaratan pertama, yakni syarat formil dari sahnya perjanjian. Kedua, mengenai kecakapan para pihak dalam membuat suatu perikatan.

Dalam hukum perdata Indonesia, kecakapan seseorang dalam membuat suatu perikatan mengenal adanya batasan usia tertentu untuk dikatakan cakap hukum dan dapat membuat suatu perikatan. Berdasarkan Pasal 330 KUHPerdata yang mengatur bahwa seseorang yang belum dinyatakan cakap adalah orang yang belum dewasa (belum genap berumur 21 tahun, pernah kawin atau telah kawin. Artinya, dalam membuat suatu perikatan, setidaknya harus pada kondisi umur yang dinyatakan dewasa secara hukum perdata. Syarat tersebut tentunya disyaratkan kepada orang perseorangan. Apabila melihat dari bentuk joint venture, berdasarkan Pasal 1 Angka 3 UU PT sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) UU PT, bahwa badan hukum yaitu PT diperbolehkan untuk mengadakan joint venture, baik PT PMA ataupun PT PMDN. Dengan demikian, persyaratan mengenai kecakapan tersebut berlaku dalam hal pihak-pihak yang mewakili masing-masing perseroan adalah mereka yang menurut Anggaran Dasar Perseroan dan UU PT sah bertindak untuk dan atas nama perseroan yang umumnya dilakukan oleh Direksi Perseroan. Hal mana pihak yang mewakili perseroan adalah yang berwenang, maka sudah termasuk dalam klasifikasi cakap di mata hukum. Tak hanya itu, tolak ukur kecakapan dari dua atau lebih badan hukum yang membuat suatu perikatan juga dapat dilihat dari legalitas badan hukum itu sendiri atau pun dari kewenangannya sebagai badan hukum, sebab pada dasarnya, menentukan orang cakap atau tidak melakukan perbuatan hukum terutama yang dilakukan dan mengikat kedua pihak dapat diukur dari pribadi atau badan hukum yang dilihat dari kewenangannya.20

Ketiga, mengenai hal-hal tertentu. Hal-hal tertentu adalah menjadi syarat sah dimana berisikan objek-objek dari perjanjian yang dilakukan atau yang disebut sebagai prestasi.

Adapun mengenai prestasi dapat diklasifikasikan sebagai prestasi positif dan negatif, atau terdiri dari:21

  • 1.    Memberikan sesuatu;

  • 2.    Untuk berbuat sesuatu;

  • 3.    Untuk tidak melakukan atau berbuat sesuatu.

Sehingga, suatu perjanjian yang tertuang pada joint venture agreement akan dipandang memenuhi syarat materil hal atau objek tertentu bilamana secara detail mencantumkan apa saja objek dari joint venture agreement tersebut.

Terakhir, syarat keempat yaitu kausa halal. Syarat ini mensyaratkan para pihak yang mengadakan perjanjian mendasarkan perjanjiannya dengan sebab-sebab yang halal. Mengenai hal tersebut, maka perjanjian tersebut sejalan dengan nilai kesusilaan, ketertiban umum, dan aturan hukum yang berlaku serta hal yang diperjanjikan adalah sebab yang halal.22 Artinya, dalam hal joint venture agreement, sebab dari adanya perjanjian joint venture antara investor asing dan domestik harus didasari pada alasan-alasan yang tidak dilarang atau bertentangan dengan hukum yang berlaku, serta selaras dengan nilai ketertiban umum, kesusilaan, dan nilai agama serta moral di masyarakat. Hal ini untuk memenuhi syarat materiil dari sahnya suatu perjanjian serta secara kumulatif juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah dijabarkan sebelumnya dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Setelah pihak-pihak yang terkait telah membuat joint venture agreement yang telah memperoleh keabsahan dari suatu perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka sesuai asas pacta sunt servanda perjanjian joint venture tersebut telah memiliki kekuatan hukum mengikat para pihak dalam perjanjian itu karena kedua belah pihak telah sama-sama sepakat dalam mengikatkan dirinya dalam joint venture agreement tersebut. Untuk itu, mengenai pendirian PT, selanjutnya wajib terpenuhinya syarat pendirian PT sebagaimana diatur dalam UU PT. Selain daripada keharusan untuk memenuhi syarat-syarat sah perjanjian serta syarat pendirian Perseroan Terbatas sebagai wujud joint venture agreement di atas, dalam melakukan joint venture juga harus memperhatikan jangka waktu izin usaha dari joint venture itu sendiri. Oleh karena itu, pelaksanaan joint venture agreement setidaknya harus secara jelas menuangkan jangka waktu dari perusahaan dalam memegang izin usaha yang tentunya ditentukan oleh para pihak yang ada dalam kegiatan kerjasama itu dan kemudian tertuang dalam suatu perjanjian kerjasama.23

  • 4.    Kesimpulan

Keberlakuan Joint Venture dalam hukum positif di Indonesia menjadikannya sah melalui ketentuan yang mengatur mengenai joint venture, namun peraturan pastinya dinilai belum mampu mengatur secara mendalam dan mengatur makna yuridis dari usaha joint venture itu sendiri. Kerja sama joint venture pada dasarnya telah diatur melalui aturan hukum di Indonesia, hanya saja tidak diatur secara rinci mengenai makna dari joint venture itu sendiri.

Mengenai bentuk dari perjanjian kerja sama joint venture dikenal sebagai joint venture agreement, karena jika merujuk pada aturan hukum yang berlaku, joint venture wajib didahului dengan bentuk perjanjian sehingga wajib terpenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur pada Kewajiban untuk memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian merupakan bentuk dari pemenuhan syarat pendirian suatu Perseroan Terbatas sebagai entitas bisnis yang lahir dari

joint venture yang salah satunya adalah didirikan berdasarkan oleh perjanjian dan perjanjian itu telah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Harjono, Dhaniswara K. Hukum Penanaman Modal: Tinjauan Terhadap Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. (Jakarta: Raja Grafindo, 2012).

Hewitt, Ian. Joint Ventures. (London: Sweet and Maxwell A Thompson Company, 2001).

Jurnal

Chetwin, Maree. “The Broad Concept of Joint Venture: Should It Have A Fixed Legal Meaning?”. International Business & Economics Research Journal 7, No.1 (2008).

Hartana. ”Hukum Perjanjian (Dalam Perspektif Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara”. Jurnal Komunikasi Hukum 2, No. 2 (2016).

Jamil, Poppy Camenia dan Hayati, Restu. “Penanaman Modal Asing”. Jurnal Ekonomi KIAT 31, No. 2 (2020).

Jumalan, Remigius. ”Sinkronisasi Pengaturan Joint Venture Agreement dan Anggaran Dasar dalam Perusahaan Patungan”. Jurnal Bina Mulia Hukum 2, No. 2 (2018).

Lestari, Tri Wahyu Surya. ”Komparasi Syarat Keabsahan “Sebab yang Halal” Dalam Perjanjian Konvensional dan Perjanjian Syariah”. Jurnal Yudisia 8, No.2 (2017) 281-298.

Paulin, Sara Tomu. ”Perkembangan Joint Venture dalam Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan”. Jurnal Hukum Tora 7, No. 2(2021).

Pratiwi, Puspa. ”Kerjasama Garuda Food Indonesia dengan Suntory Beverage and Food dalam Bidang Industri Makanan dan Minuman Ringan di Indonesia”. Jurnal JOM Fisip 3, No. 2 (2016).

Sari, Indah. ”Syarat- Syarat Penanaman Modal Asing (PMA) Di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal”. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara 10, No. 2 (2020).

Sari, Novi Ratna. ”Komparasi Syarat Sah Nya Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Islam”. Jurnal Repertorium 6, No. 2 (2017).

Sukananda, Satria. “Pengaturan Penanaman Modal Asing Dalam Bentuk Perusahaan Joint Venture di Indonesia”. Jurnal Uniska Kediri 5, No 2 (2019).

Suryana, I Gusti Ngurah Rendra, Dkk. ”Perjanjian Kerja Sama (Joint Venture) Penanaman Modal Asing dalam Usaha Perhotelan”. Jurnal Konstruksi Hukum 1, No. 2 (2020).

Syafitri, Isdiana dan Dewi, Atika Sandra. “Aspek Hukum Joint Venture Dalam Penanaman Modal Asing pada Sektor Perindustrian di Indonesia”. Jurnal Institusi Politeknik Ganesha Medan 5, No. 1 (2022).

Viemayanti, Kadek Mitha. ”Tanggung Jawab Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) Dalam Hal Perusahaan Pasangan Usaha Mengalami Pailit”. Jurnal Kertha Negara 1, No. 2 (2013).

Williams, R. G. dan Lilley M. M. “Partner Selection for Joint-Venture Agreements”. International Journal of Project Management 11, No, 4 (1993).

Wirahutama, Danang, Dkk. ”Kecakapan Hukum dan Legalitas Tanda Tangan Seorang Terpidana Dalam Menandatangani Kontrak”. Jurnal Masalah-Masalah Hukum 47, No. 2 (2018).

Yuliati, Sri. ”Analisis Hukum Tentang Pemilikan Saham Pada Perusahaan Penanaman Modal Asing”. Premise Law Jurnal 3, No. 3 (2013).

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2007)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756)

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3552)

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 7 Tahun 2023 hlm 789-798

798