PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP BARANG

RUSAK SAAT PENGIRIMAN EKSPEDISI EXPRESS

Putu Candra Daniswara Irawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Anak Agung Istri Ari Atu Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penulisan ini tujuan umumnya tentunya untuk penemuan baru maupun mengembangkan pengetahuan yang sudah ada sedangkan jika dilihat secara kekhususan penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apa pertanggung jawaban pihak ekspedisi jasa pengiriman dan bagaimana penyelesaian sengketa tersebut jika ditinjau melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Metode yg dipakai pada artikel ilmiah aturan ini merupakan metode aturan normatif dimana metode aturan normatif ini merupakan jenis penelitian yang menyelidiki tentang asas-asas, sistematika, sejarah & tingkat sinkronisasi aturan. Jenis pendekatan yang digunakan yaitu instrument hukum atau produk aturan (The Statute Approach) yang dimana pendekatan ini dilakukan menggunakan menganalisis beberapa jenis undang – undang dan regulasi yg mendukung aturan yg dianalisis. Pihak perusahaan pengiriman yang melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan aturan harus bertanggungjawab buat membayar ganti rugi yg terdapat lantaran perbuatan yang pada buat disengaja maupun tidak disengaja, sedangkan pembeli yang merasa rugi berhak buat menangih kompensasi menurut sisi yang kerja. penyelesaian konkurensi konsumen bisa dilakukan dengan menggunakan Penyelesaian Litigasi dan Non Litigasi.

Kata Kunci: Pengiriman, Tercela, Ganti Rugi.

ABSTRACT

This writing has a general purpose of course for new discoveries and developing existing knowledge, while if seen specifically this writing aims to find out what the responsibility of the shipping service expedition is and how the dispute is resolved when viewed through the Consumer Protection Law. The method used in this scientific article is the normative rule method where the normative rule method is a type of research that investigates the principles, systematics, history & level of synchronization of rules. The type of approach used is legal instruments or regulatory products (The Statute Approach) where this approach is carried out using analyzing several types of laws and regulations that support the analyzed rules. The shipping company that commits a misconduct that is contrary to the rules must be responsible for paying the compensation contained because of the actions that are made intentionally or unintentionally, while the buyer who feels lost has the right to win compensation according to the working side. the settlement of consumer concurrency can be done using Litigation and Non-Litigation Settlements.

Keywords: Delivery, Disgraceful, Compensation.

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Era pertumbuhan digital global akhir-akhir ini memberikan dampak besar bagi kehidupan, internet tidak hanya berfungsi untuk menerima informasi tetapi Siregar, Victor dalam jurnalnya menjelaskan juga berdampak pada kehidupan ekonomi sebagai wahana perdagangan dengan membuat website perdagangan.1 Perekonomian yang dimaksud yakni mekanisme transaksi jual beli, yang telah bergeser dari cara yang konvensional menuju cara yang modern.

Transaksi jual beli yang berbasis teknologi sangatlah berkembang dan beragam. Hal ini kita bisa nilai dengan banyaknya dan berevolusinya berbagai platform marketplace online ( E-Commerce ). Tertulis dalam jurnal Aribowo, D. P. dan Nugroho bahwa Belanja online memiliki beberapa keuntungan bagi konsumen, Ini berarti Dengan mengklik beberapa tombol, Anda bisa berbelanja tanpa mengabaikan aula atau mengaci-acikan makna harta di tunggal toko. Tindakan komersial atau perdagangan media internet disebut sebagai Electronic-Commerce.2

Electronic Commerce berdasarkan Kotler dan Amstrong artinya saluran online yng bisa dijangkau seorang melalui personal komputer , yg dipakai sang pebisnis pada melakukan aktifitas bisnisnya serta dipakai konsumen guna menerima fakta menggunakan memakai donasi personal komputer yang pada prosesnya diawali menggunakan memberi jasa fakta dalam konsumen pada penentuan pilihan.3 Perdagangan yang biasanya dilakuakan secara langsung namun saat ini bisa dilakukan interaksi secara tidak langsung. Pembinis-pembisnis yang masih melakukan cara klasik mau tidak mau harus mengikuti era digital ini dengan mengikuti perdagangan dengan sistem penjualan online (E-Commerce). Dalam sistem penjualan online ini tidak hanya mempermudah penjualan dalam kota saja namun banyak juga transaksi di luar kota. Namun dalam proses ini tentunya perlu adanya proses pengiriman, dimana proses pengiriman ini diperlukan adanya kerjasama dengan Jasa Pengiriman. Kepentingan pelaku komersial adalah untuk mendapatkan keuntungan berdasarkan transaksi dengan konsumen memuaskan kepentingan konsumen dengan pelayanan.4

Delivery service merupakan salah satu bentuk pelayanan publik memfasilitasi delivery paket dari satu daerah satu ke daerah lain melalui pelayanan yang aman dan bertanggung jawab. Barang berupa logistic, dokumen, produk elektronik dan lain-lain pun bisa di terima. Alat angkutan untuk pengiriman produk dapat berupa laut, udara atau darat. Celah sebagai elemen krusial buat memilih indera transportasi apa yang akan dipakai untuk mengangkut barang-barang kiriman tersebut. Teknologi transportasi adalah teknologi yang sangat dibutuhkan ketika Perbuatan mengangkut komoditas atau pembonceng dari suatu daerah ke daerah lain (pelabuhan asal atau pelabuhan persinggahan) ke tempat lain atau bagian dari tujuan kemudian menggunakan alat angkut tersebut merupakan suatu jasa transportasi atau dengan terma lain memberikan pelayanan kepada penduduk yang memerlukan sangat berguna untuk delivery (pemindahan barang).

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Jasa Pengiriman ini sangatlah membantu karena Kemudahan maupun kepraktisan pada pengiriman barang yang pada memesan, selain itu jasa pengiriman jua dirasa sangat efektif maupun efisien. Adanya jarak antara penjual dan pembeli tidaklah menjadi masalah maupun membatasi adanya proses pengiriman. Jasa pengiriman memiliki beberapa jenis pengiriman yang dijelaskan dalam tabel dibawah, yakni :

Tabel 1.

Jenis Pengiriman Ekspedisi

No.

Jenis Ekspedisi

Keterangan

1.

Ekspress

Pada layanan ini memiliki estimasi waktu yang sangat cepat hanya memerlukan waktu dengan perkiraan 1-2 hari.

2.

Ekspedisi Laut

Layanan ini merupakan layanan yang paling murah dan memiliki kapasitas barang yang besar dan berat.

3.

Ekspedisi Udara

Pada layanan ini pengiriman antar pulau atau kota terbilang lebih cepat dibandingkan espedisi udara namun dalam segi tarif harganya lebih mahal.

4.

Full Truck Load (FTL)

Dengan layanan ini, kendaraan darat dan roda empat dapat dimanfaatkan sepenuhnya sesuai kebutuhan dan untuk pengiriman barang berdasarkan satu pengguna.

5.

Less Than Truck Load (LTL)

Berbeda dengan FTL, dalam layanan ini truk akan mengambil barang oleh beberapa pengguna hingga muatan terisi penuh. Harganya juga hemat dan lebih murah.5

Dalam rangkuman jenis pengiriman diatas, tentunya masing-masing ekspedisi tersebut memiliki kekurangan. Seperti yang akan kita bahas yakni ekpedisi Express, sebagaimana disebutkan diatas Ekspedisi Express ini merupakan ekspedisi yang memiliki estimasi pengiriman tercepat.

Di Negara kita tercinta ini memiliki Hukum dan peraturan yang terlibat dalam proteksi konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, selanjutnya disebut UUPK Pasal 1 ayat 1 UUPK berbunyi: “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.6 Titik acuan UUPK ini merupakan filosofi pembangunan, yang pada hakekatnya memuat perkembangan peraturan perundang-undangan yang memberikan proteksi kepada pembeli demi mewujudkan manusia seutuhnya berdasarkan filosofi NKRI, khususnya Pancasila maupun UUD 1945. UPPK mengatur terkait hak-hak pembeli yaitu hak dan kewajiban para pelaku niaga tersebut diatas, disyaratkan agar orang yang menggunakan jasa antar kargo konsumen terlindungi dengan baik karena individu yang menggunakan layanan pengiriman kargo

menjadi konsumen dan perusahaan pelayaran menjadi pemain komersial yang berkomitmen demi mmewujudkan servis yang lebih efektif kepada pembeli.7 Namun kita kadang menjumpai adanya keluhan dari pembeli contohnya barang hilang atau pesanan itu rusak ketika tiba di pembeli.

Pada Jurnal terdahulu yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Mengalami Kerugian Akibat Pengiriman Barang Oleh Perusahaan Ekspedisi Laut Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen oleh Roida Nababan,dkk hanya membahas persoalan Ekpedisi Laut yang sangat berbeda dari latar belakang di atas8, selain itu pada jurnal yang berjudul Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Ekspedisi Terhadap Kerusakan Barang Kiriman Milik Konsumen (Studi Pada Ninja Xpress) oleh Dewa Kadek Kevin Patria dan I Gde Putra Ariana yang spesifik membahas fasilitan asuransi suatu barang9, maka dari itu saya tertarik dengan melakukan analisis lanjut lebih jauh mengenai proteksi konsumen dan pertanggung jawaban jasa pengiriman yang dituangkan dalam artikel ilmiah hukum yang berjudul “Perlindungan Konsumen Terhadap Barang Rusak Saat Pengiriman Express”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Apa pertanggung jawaban pihak ekspedisi jasa pengiriman terkait rusaknya barang pada saat pengiriman jika ditinjau melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen?

  • 2.    Bagaimana proses penyelesaian sengketa atas terkait rusaknya barang pada saat pengiriman yang dilakukan pihak ekspedisi jasa pengiriman?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Sebagian besar buah karya tentunya mempunyai niat yang bermanfaat jika dilihat melalui aspek teoritis maupun praktis dalam penulisan ini tujuan umumnya tentunya untuk penemuan baru maupun mengembangkan pengetahuan yang sudah ada sedangkan jika dilihat secara kekhususan penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apa pertanggung jawaban pihak ekspedisi jasa pengiriman dan bagaimana penyelesaian sengketa tersebut jika ditinjau melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

  • II.    Metode Penelitian

Metode yg dipakai pada artikel ilmiah aturan ini merupakan metode aturan normatif dimana metode aturan normatif ini merupan jenis penelitian yang menyelidiki tentang asas-asas, sistematika, sejarah & tingkat singkronisasi aturan. Jenis pendekatan yang

digunakan yaitu instrument hukum atau produk aturan (The Statute Approach) yang dimana pendekatan ini dilakukan menggunakan menganalisis beberapa jenis undang– undang serta regulasi yang mendukung aturan yang dianalisis.10 Penelitian ini jua memakai 2 (dua) asal yakni asal bahan aturan utama serta asal bahan aturan sekunder. Pada penulisan asal bahan aturan utama penelitian ini penulis memakai beberapa peraturan yang berkaitan menggunakan pertanggung jawaban sebuah kesalahan seseorang kurir yang pada pakai menjadi acuan. Sedangkan, Bahan aturan sekunder, yakni bahan yang menaruh penerangan tentang bahan menurut aturan utama, dimana bahan aturan sekunder ini ialah eviensi yang diterima maupun diakumulasi oleh peneliti menurut asal-asal yang sudah ada11 dapat diperoleh eksklusif berdasarkan bahan-bahan pustaka berupa kitab-kitab literatur. Dalam hal ini terkait menggunakan aturan keperdataan, perlindungan konsumen, jurnal-jurnal hukum, pandangan para ahli hukum atau karya tulis hukum yang memuat tulisan-tulissan terkait permasalahan. Teknik penulisan yang digunakan pada artikel ini yaitu Teknik penulisan kepustakaan yaitu upaya untuk memperoleh data dari penelusur literatur yang dilakukan menggunakan 2 (dua) cara yakni, pertama cara Offline menghimpun data studi kepustakaan secara eksklusif dan yang ke 2 (dua) cara Online menghimpun Data survei pustaka yang dilakukan menggunakan penelusuran media Internet untuk mengumpulkan data sekunder yang diperlukan.12 Setelah itu penulis akan mencocokkan serta menganalisis data menggunakan peraturan yang berlaku sebagai akibatnya memperoleh jawaban atas konflik penelitian, di mana analisis dilakukan dengan kesimpulan yang biasa disebut dengan analisis kualitatif selanjutnya disajikan dalam kupasan deskriptif, serta gambaran umum atau uraian tentang hal yang akan diperiksa.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pertanggungjawaban pihak jasa pengiriman terkait rusaknya barang pada saat pengiriman jika ditinjau melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Kondisi barang dikatakan rusak (damage goods) apabila terjadi cacat atau tidak sesuai bentuknya seperti yang diketahui oleh seorang konsumen dan tidak dapat diterima secara baik.13 Barang bobrok yang terjadi selama proses pembuatan termasuk dalam barang yang tidak akan lolos sampai di tangan sang pembeli. Produk rusak merupakan produk yang tidak sinkron baku mutu maupun kriteria yang sudah ditetapkan secara irit tidak bisa diperbaharui sebagai produk yg baik. Selain itu produk rusak merupakan produk yang tidak bisa dipakai atau dijual pada pasar lantaran terjadi kerusakan dalam waktu proses produksi. Pelaksanaan Pengiriman jalur darat adalah salah satu jenis pengiriman yang beresiko tinggi. Expedisi Express merupakan ekspedisi yang memiliki estimasi pengiriman tercepat dibandingkan dengan jenis ekspedisi lainnya yang ada. Untuk menjaga kepercayaan dan kesetiaan konsumen merupakan target utama dalam berbisnis maka dari itu harus menjamin ketepatan waktu dan keamanan barang konsumen utuh dan selamat sampai tujuan.14

Dalam pelaksanaannya tersebut pastinya tidak luput dari adanya bebagai macam kendala entah itu kerusakan mesin kendaraan pengangkutan barang, keadaan alam, keadaan lalu lintas mulai dari kemacetan ataupun kecelakaan yang tidak bisa diduga saat pelaksanaan pengiriman barang ke konsumen. Ada beraneka faktor kerusakan barang yang umumnya terjadi ketika proses pengiriman. Kerusakan barang sesungguhnya bukan dikarenakan sekedar faktor keteledoran pelaku ekspedisi saja. Banyak faktor yang menyebabkan kerusakan tersebut, mulai dari lingkungan, kesalahan penanganan (faktor manusia), bencana alam, hingga bencana alam, tetapi itu tetaplah sebuah kewajiban perusahaan.

Perusahaan pengiriman secara mutlak mempunyai pertanggung jawaban yang merupakan kegiatan wajib yang dilakukan saat pengiriman,15 namun walaupun memang perusahaan pengiriman berkewajiban menaruh tanggung jawab pengirim barang. Pertama-tama, pengirim barang harus dapat menjelaskan kesalahan pihak-pihak yang terlibat, pengirim barang juga tidak dapat memikul tanggung jawab apa pun tanpa memverifikasi kesalahan pengirim barang dan perusahaan. Pemasok atas keamanan barang, keterlambatan kedatangan barang, baik kerusakan maupun kehilangan barang yang diangkut.

Pertanggungjawaban adalah kewajiban menaruh jalan keluar yang adalah pertimbangan atas aneka macam hal yang terjadi dan kewajiban buat menaruh pemulihan atas kerugian yang dibuat.16 Pengiriman tentunya harus ada sebuah proses penyelenggaraan pengangkutan yang memiliki standar prosedur yang biasa kita sebut SOP (Standard Operating Procedure) dimana merupakan acuan seorang pekerja sesuai dengan alat penilai kineja seperti penempatan pesanan, pengambilan persediaan, sortir barang, pengemasan, lalu yang terakhir pengiriman. Pengiriman juga memiliki alur proses, mulai menurut proses penyerahan barang, penyortiran, dan pendistribusian sampai akhirnya hingga eksklusif ke tangan pelanggan.

Alur tadi nantinya mampu dijadikan suatu patokan guna mengetahui dimana lokasi kerusakan barang-barang kiriman tadi apakah terdapat dalam pihak yang menyerahkan, pihak penyortiran, ataupun pihak perdistribusian yang dimana bertujuan buat menyesuaikan ganti rugi. Jika kesalahan terjadi dalam pihak penyerahan ganti rugi akan dibebankan dalam Pihak penyerahan terkait. Jika kesalahan terjadi dalam lokasi penyortiran ganti rugi akan dibebankan dalam para pihak penyortir. Jika kesalahan terjadi dalam tempat kerja pendistribusian ganti rugi akan dibebankan dalam tempat kerja pendistribusian tujuan.

Para pembeli lebih mempermasalahkan ketenangan pada memakai jasa pengiriman Express lantaran antara lain tak jarang terjadi keterlambatan buat barang yg mereka kirim juga terima tertutama buat yg mempunyai online shop hal ini sangat merugikan lantaran tak jarang menerima complaine (keluhan) berdasarkan para konsumen mereka.

Setiap paket mereka tidak rusak secara tidak menentu, bahan berubah, bahkan kotaknya rusak saat diterima, mengakibatkan kerusakan isi di dalamnya, yang

mengakibatkan kerugian bagi mereka.17 UUPK menaruh penegakan dan memberi tanggungjawab hukum terhadap konsumen menegaskan pada hal hak-hak konsumen akan selalu terpenuhi, dan menaruh batasan dan tanggung jawab berdasarkan pelaku bisnis buat bersikap tangguh pada aktivitas jual-beli.18     Di Indonesia

Pertanggungjawaban yang dianut yaitu tanggungjawab berdasarkan atas praduga yang dimana berarti menurut setiap kerugian yang terjadi akibat aktivitas pengangkutan merupakan tanggungjawab menurut pihak pengiriman ataupun pengangkut.19

Maka dari itu pembelian dengan pihak saja pengiriman akan mengadakan perjanjian pengangkutan barang apabila konsep perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata yang secara tegas menyatakan bahwa KUH Perdata merupakan unsur wajib dalam suatu perjanjian. Pada UUPK Pasal 7 (tujuh) dijelaskan pelaku bisnis sangat berkewajiban, yakni :

  • 1)    Memiliki itikad baik dalam pengembangan kegiatan usahanya.

  • 2)    Memberikan informasi yang akurat, jelas dan benar tentang kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

  • 3)    Memperlakukan atau melayani konsumen secara adil, jujur dan tanpa diskriminasi.

  • 4)    Menjamin mutu barang dan jasa yang diproduksi dan/atau dipasarkan sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam standar mutu barang dan jasa.

  • 5)    Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk mencoba dan/atau menguji barang dan/atau jasa selain memberikan jaminan dan/atau garansi untuk pembuatan dan/atau pemasaran barang tersebut.

  • 6)    Memberi Anda ganti rugi, ganti rugi dan/atau kompensasi atas setiap kerugian yang timbul dari penggunaan, penggunaan dan eksploitasi barang dan/atau jasa yang dipertukarkan.

  • 7)    Kompensasi, ganti rugi dan/atau pengembalian jika barang dan/atau jasa yang diterima atau digunakan tidak sesuai dengan kontrak.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 berkemas-kemas perihal kepunyaan-kepunyaan pelanggan bagian dalam Pasal 4. Pasal 4(a) mengutarakan bahwa “Konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa” bagian dalam mengkonsumsi dan tentu saja benda kiriman yang distigmatisasi, atau bahkan hilang , sangat mengkhawatirkan dan merugikan masyarakat konsumen yang menggunakan barang kiriman tersebut. terkadang tidak menerima informasi yang akurat, bahkan terkadang tanpa pemberitahuan dari pengangkut. Selain itu, konsumen merasa tidak nyaman melaporkan barang kiriman yang tiba-tiba rusak atau hilang. Expedition Company menerima keluhan konsumen untuk ditanggapi.”20

Pihak perusahaan pengiriman yang melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan aturan harus bertanggungjawab buat membayar ganti rugi yang terdapat lantaran perbuatan yang pada buat disengaja maupun tidak disengaja, sedangkan pembeli yang merasa rugi berhak buat menangih kompensasi menurut sisi yangg kerja. Barangkali pada insiden pengangkatan bila berlangsung kesalahan yang tak terencana sang Karyawan, supir (pengiriman barang), sebagai akibatnya menyebabkan kerugian pada pengguna jasa, perusahaan juga bertanggung jawab atas seluruh kompensasi yang ada pada insiden transmisi tersebut, seseorang tidak hanya tanggungan wacana kompensasi Kerugian yang disebabkan tidak hanya oleh perbuatannya, tetapi juga oleh perbuatan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau oleh sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya" ditentukan oleh Pasal 1367 KUHPerdata.

Menurut Pasal 1243 KUH Perdata, konsep ganti rugi perdata lebih mengacu pada ganti rugi wanprestasi, yaitu kelalaian. dari pelaku usaha secaradefault, antara lain:

  • a.    Budget

  • b.    Kerusakan yang sebenarnya disebabkan oleh kerusakan atau kerugian pada harta konsumen karena kelalaian pelanggar.

  • c.    Laba atau keuntungan yang diharapkan.

Permasalahan umum yang dapat menjadi keterlambatan pengiriman merupakan kendala bagi perusahaan kurir, kerusakan dan kehilangan benda yang disebabkan oleh tim kurir menimbulkan kerugian bagi konsumen. Konsumen merasa diperlakukan tidak adil karena operator tidak mengizinkan penundaan. Selain itu karena tertinggal pihak pengiriman karena lalai dalam pengiriman barang berkali-kali sehingga mengakibatkan kerusakan barang. Karena itu, permintaan kontrak pengadaan barang tidak selalu berjalan mulus. Menurut teori regulasi, kerugian konsumen berhak menuntut kompensasi darimitra usaha.

  • 3.2 Proses penyelesaian sengketa atas terkait rusaknya barang pada saat pengiriman yang dilakukan pihak ekspedisi jasa pengiriman.

Indonesia merupakan negara yang tidak akan pernah lepas oleh hukum, yang dimana dimaksud negara yang menegakkan kekuasaan tertinggi kepada hukum hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan kekuasaan yang harus selalu dipertanggungjawabkan. Di Negara Indonesia tercinta ini, sengketa konsumen bukanlah termasuk dalam golongan masalah besar.21 Konsumen yang merupakan bagian dari masyarakat Indonesia berhak menerima perlindungan. 22 Negara Indonesia memiliki peran besar menjaga hak-hak warga negaranya yaitu salah satunya upaya menaruh proteksi aturan bagi kepentingan Konsumen membantu dalam Peningkatan Kesadaran konsumen tujuan siapa untuk Peningkatan Persepsi konsumen adalah

kemampuan dan kemandirian perlindungan diri untuk menghindari berbagai resiko kerugian.23

Mengenai perlindungan hukum yang merupakan kewajiban dan hak konsumen menurut UUPK pada hal terjadi konkurensi, maka penyelesaian konkurensi konsumen bisa dilakukan pada dilakukan menggunakan dua (2) cara, antara lain :24 1. Penyelesaian Sengketa didalam Pengadilan ( Litigasi )

Pasal 45 ayat 2 UUPK mengungkapkan bahwa mengatur mengenai aplikasi penyelesaian secara hening menjadi upaya aturan yg ternyata bisa diputuskan sang para pihak yang sedang berkonflik. Para pihak menetapkan penyelesaian konkurensi oleh badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK) atau melalui proses pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 47 KUHP dan catatan penjelasannya, Output akhir penyelesaian konkurensi konsumen pada luar pengadilan merupakan konvensi antara konsumen dan pengusaha berupa ganti rugi yang wajib dibayar sang pihak pedagang, besarnya ganti rugi yang akan diberikan atas bisnis pelaku dan agunan sang pedagang berupa Surat Pernyataan bahwa tindakan tersebut tidak merugikan konsumen.25

  • 2.    Penyelesaian Sengketa Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ( Non Litigasi )

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan badan spesifik yang dibuat sang setiap daerah Tingkat Dua (II) buat merampungkan konkurensi konsumen pada luar pengadilan secara alami, hukuman pertanggungjawaban tidak dapat dikesampingkan diwajibkan oleh ketentuan peraturan. 26 Penyelesaian sengketa konsumen oleh lembaga BPSK diawali dengan sidang pendahuluan. BPSK akan menuntaskan konkurensi konsumen melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase yang bisa dipilih tergantung pilihan para pihak terkait konkurensi tersebut.

  • 1)    Arbitrase adalah Proses penyelesaian sengketa antar pihak melalui keterlibatan aspek ke-3 yang tidak provokatif.

  • 2)    Mediasi merupakan metode perundingan penuntasan konkurensi maupun penanganan kasus yang metode melibatkan pihak ketiga yang tidak memihak. Menggunakan para pihak yg bersengketa buat mencapai konvensi yang memuaskan.

  • 3)    Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitase merupakan cara-cara pada luar aturan Penyelesaian konkurensi perdata dari Perjanjian Arbitrase yg dibentuk oleh para pihak yang bersengketa secara tertulis

Penuntasan Persaingan Konsumen mengacu pada aturan umum pengadilan berlaku sesuai ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Perlindungan Hak Konsumen No. 8 Tahun

1999. Menunggu penuntasan kasus antar penyerahan, UUPK telah menetapkan syarat-syarat penuntasan kasus konsumen yang timbul yaitu Sidang Pengadilan Negeri selama dua puluh satu (21) hari dan Penetapan Mahkamah Agung selama tiga puluh (30) hari, serta "penangguhan/jeda" 14 hari masing-masing untuk mengajukan kasasi di Pengadilan Negeri atau Kasasi di Mahkamah Agung.

IV. Kesimpulan

Melalui penelitian ini kesimpulan yang dapat di tarik yaitu bahwa kondisi konsumen yang dirugikan berat dalam pengiriman barang memerlukan upaya yang lebih besar untuk melindunginya agar hak-haknya dapat dihormati. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan barang saat pengiriman adalah kelalaian individu maupun perusahaan yang bersangkutan dalam pengiriman biasanya pada faktor ini kesalahan-kesalahan tersebut seharusnys bisa di antisipasi sebelumnya selain itu adanya bencana alam atau musibah yang tidak bisa diduga bisa menjadi faktor. Upaya pelatihan rutin para karyawan harus menjadi program kerja wajib pihak Ekspedisi. Pihak pengiriman bertanggung jawab atas barang yg rusak selama pengiriman serta akan membarui kerugian yangg ditanggung sang pemilik barang. Maka karena itu, Diperlukan peraturan perundang-undangan yangg bisa melindungi para pihak, khususnya konsumen. Ketentuan mengenai proteksi aturan konsumen terhadap kerusakan barang selama pengiriman pada UUPK.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2014).

Amstrong, Gary dan Philip, Kotler. Dasar-Dasar Pemasaran Jilid I, (Jakarta, Prenhalindo, 2012).

H. Zainuddin Ali, M, Metode Penelitian Hukum. (Jakarta, Sinar Grafika, 2019).

Handoko, Haryo Bagus. Toko Online, (Jakarta, PT. Elex Media Komputindo, 2010). Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, (Jakarta, Prenada Media Group, 2010). Rosmawati, Pokok - Pokok Perlindungan Konsumen. (Jakarta, Kencana, 2018).

Sugeng Istanto, Hukum Internasional, (Yogyakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2014).

Jurnal :

Aribowo, D. P., & Nugroho, M. A. “Pengaruh Trust Dan Perceived Of Risk Terhadap Niat Untuk Bertransaksi Menggunakan E-Commerce”. Jurnal Nominal 1, No.3. (2013): 11-35.

Dewa Kadek Kevin Patria, I Gde Putra Ariana, “Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Ekspedisi Terhadap Kerusakan Barang Kiriman Milik Konsumen (Studi Pada Ninja Xpress”, Jurnal Hukum Kertha Semaya Universitas Udayana 8, No.9 (2020): 1366-1374.

Endang Fatmawati, “Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Koleksi Perpustakaan”, Jurnal Edulib 7, No. 2 (2017): 108-119.

I Gusti Agung Bagus Putu Editya Hambarsika, Dewa Gde Rudy, “Pengaturan Hukum Terhadap Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Angkutan Ekspedisi Atas Kerugian Yang Dialami Oleh Konsumen”, Jurnal Hukum Kertha Semaya Universitas Udayana 9, No. 5 (2021): 760-770.

Kadek Anggiana Dwi Cahyani, I Wayan Wiryawan, “Penyelesaian Sengketa Konsumen Apabila Tidak Hanya Satu Konsumen Yang Merasa Telah Dirugikan Oleh

Produk Yang Sama”, Jurnal Hukum Kertha Semaya Universitas Udayana 6, No.7 (2018): 1-6.

Made Widya Hatman Yogaswara, Made Maharta Yasa, “Pertanggungjawaban Atas Kerusakan Barang Pada Jasa Ekspedisi Pelayanan Satu Malam Pada Perusahaan Tiki”, Jurnal Hukum Kertha Semaya Universitas Udayana 9, No.5 (2018): 760-770.

Ni Komang Ayuk Tri Buti Apsari, Dewa Gede Rudy, “Perlindungan Hukum Dan Penyelesaian Sengketa Konsumen Belanja Online Di Luar Pengadilan”, Jurnal Hukum Kertha Semaya Universitas Udayana 2, no.2 (2014): 112–139.

Ni Made Santi Adiyani Putri, I Made Sarjana, Ni Made Dedy Priyanto, “Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Di Kota Denpasar”, Jurnal Hukum Kertha Semaya Universitas Udayana 2, No.2 (2014): 1-8.

Ni Putu Debby Chintya Kirana, I Ketut Westra, A.A. Sri Indrawati, “Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Media Sosial Instagram”, Jurnal Hukum Kertha Semaya Universitas Udayana 7, No.1 (2018): 113.

Putu Dina Marta Ratna Sari, I Made Dedy Priyanto, “Perlindungan Hukum Kepada Konsumen Terhadap Penggunaan Klausula Baku Yang Tercatum Pada Toko Online”, Jurnal Hukum Kertha Semaya Universitas Udayana 7, No.8 (2018): 1-14.

Roida Nababan, Martono Anggusti, Sonya Lorensa Sirait, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Mengalami Kerugian Akibat Pengiriman Barang Oleh Perusahaan Ekspedisi Laut Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Nommensen Journal of Legal Opinion (NJLO) 2, No.1, (2021): 12-23.

Siregar, Victor Marudut Mulia. "Perancangan Website Sebagai Media Promosi Dan Penjualan Produk”, Jurnal TAM (Technology Acceptance Model) 9, No. 1 (2018): 15-21.

Syarifah Labibah Khodijah, Susilo Toto Rahardjo, “Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Produk Pada Proses Cetak Produk (Studi Kasus pada Majalah Sakinah PT. Temprina Media Grafika (Jawa Pos Group) Semarang”, Diponegoro Journal Of Management 4, No.3, (2015): 474-484.

Skripsi :

Nasution, S. S. Penegakan Hukum Terhadap Pengedar Kosmetik Illegal Oleh Pihak Kepolisian (Studi Di Kepolisian Daerah Sumatera Utara). Skripsi, (2020).

Internet :

Auria Ardiyani, 2022, “Lima Jenis Usaha Pengiriman Barang dan Peluang Kemintraanya”, URL : https://mitra.bukalapak.com/artikel/5-jenis-usaha-pengiriman-barang-dan-%20peluang-kemitraannya-114930 (diakses 4 Februari 2023).

Peraturan Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 2 Tahun 2023 hlm 211-222

221