PENYELESAIAN INDIKASI SERTIPIKAT TUMPANG TINDIHGANDA (OVERLAPPING) DALAM MENJAMIN LEGALITAS PEMEGANG HAK ATAS TANAH (STUDI KANTOR PERTANAHAN KOTA DENPASAR)
on
PENYELESAIAN INDIKASI SERTIPIKAT TUMPANG
TINDIH/GANDA (OVERLAPPING) DALAM MENJAMIN LEGALITAS PEMEGANG HAK ATAS TANAH
(STUDI KANTOR PERTANAHAN KOTA DENPASAR)
David Maruli Tua Tampubolon, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: davidmaruli12@gmail.com
Cokorda Dalem Dahana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: Cok_dahana@unud.ac.id
ABSTRAK
Tujuan studi ini adalah untuk mengkaji terkait penyelesaian indikasi sertipikat tumpang tindih (overlapping) untuk menjamin legalitas pemegang hak atas tanah. Studi ini menggunakan metode penilitan empiris dengan metode penelitian yuridis sosiologis yang menggunakan pendekatan antropologi hukum. Hasil Studi Menunjukkan bahwa permasalahan terkait dengan tumpang tindih (Overlapping) masih sering terjadi kepada pemegang sertipikat hak atas tanah, dan secara nasional pengaturan terkait dengan ruang lingkup Agraria diatur didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Dalam perspektif indikasi tumpang tindih, kepastian hukum subyek pemegang hak atas suatu bidang tanah yang mengalami tumpang tindih (overlapping) perlu untuk diketahui serta diselesaikan sehingga di kemudian hari tidak menimbulkan permasalahan baru terkait bidang tanah yang sejak awal memang mengalami permasalahan terkait dengan tumpang tindih baik keseluruhan maupun sebagian terhadap suatu bidang tanah.
Kata kunci: Penyelesaian, Indikasi, Tumpang Tindih (overlapping), Sertipikat, Agraria
ABSTRACT
The purpose of this study is to examine the settlement of indications of overlapping certificates to ensure the legality of land rights holders. This study uses empirical research methods with sociological juridical research methods that use a legal anthropology approach. The results of the study show that problems related to overlapping (overlapping) still often occur to holders of land rights certificates, and nationally arrangements related to the agrarian scope are regulated in Law Number 5 of 1960 concerning Basic Regulations on Agrarian Principles. In the perspective of overlapping indications, the legal certainty of the subject of the rights holder to an overlapping plot of land needs to be known and resolved so that in the future it does not cause new problems related to land parcels which from the beginning had problems related to overlapping both overall or part of a plot of land.
Keywords: Settlement, Indication, Overlapping, Certificate, Agrarian
Dewasa ini perkembangan penduduk di Indonesia sangatlah pesat hal ini dibuktikan dengan jumlah data BPS yang dimana penduduk di Indonesia mencapai 270.203,917 juta jiwa pada tahun 2020.1 Peningkatan jumlah penduduk yang sangat signifikan di Indonesia tersebut mebuat kebutuhan akan lahan/tanah menjadi semakin besar, sehingga menyebabkan banyak dibuka nya lahan-lahan di Indonesia untuk dijadikan sarana tempat tinggal, dan penyokong kegiatan lainnya seperti jual beli, belajar mengajar dan lain-lain. Pembukaan lahan sebagai sarana penyokong kehidupan manusia sendiri merupakan hal yang lumrah dan penting karena menyangkut aktivitas masyarakat yang dimana hal tersebut merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyakrakat.
Peningkatan jumlah penduduk yang pesat di Indonesia saat ini menyebabkan banyaknya lahan/tanah yang didaftarkan/terdaftar. Tinggi nya jumlah bidang tanah yang didaftarkan saat ini seringkali menyebabkan sengketa maupun konflik yang terjadi di masyarakat terkait kepemilikan hak bidang atas tanah. Permasalahan terkait bidang tanah sendiri merupakan masalah yang cukup dasar terjadi di masyarakat, Terjadi nya permasalahan terkait bidang tanah sendiri memang tidak bisa dilepaskan dari aspek nilai ekonomis dari tanah itu sendiri, sehingga bukti kepemilikan dari bidang tanah sangat diperlukan dan sangat penting untuk masyarakat pemegang hak atas bidang tanah itu sendiri.
Tanah yang merupakan bagian dari bumi diatur didalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 dinyatakan yang termasuk macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang dapat diberikan dan dimiliki subyek hukum yang dimana pengertian dari subyek hukum itu sendiri adalah setiap orang maupun badan hukum yang memiliki wewenang untuk memiliki, memperoleh dan menggunakan haknya serta kewajibannya didalam lalulintas hukum dalam hal ini pada objek tanah2. Jika ditinjau dari aspek filosofis tanah sesungguhnya bukanlah sesuatu yang diberikan kepada seseorang, maka dari itu penjualan terhadap tanah bukan memiliki arti bahwa seseorang tersebut menjual miliknya sehingga yang sebenarnya seseorang tersebut hanya menjual jasa pemeliharaan serta penjagaan terhadap bidang tanah yang dikuasainya selama seseorang tersebut memegang hak kepemilikan dari bidang tanah yang dikuasainya tersebut, sehingga dapat diartikan bahwa seseorang yang memiliki hak atas bidang tanah hanya selaku pengelola dari bidang tanah tersebut . 3 Kendati secara filosofis hak atas kepemilikan suatu bidang tanah tidak dapat diartikan secara mutlak bahwa seseorang memiliki suatu bidang tanah tetap saja untuk menjamin perlindungan terhadap hak seseorang maka penting untuk adanya campur tangan dari pemerintah dalam kaitannya dengan penjaminan serta perlindungan hukum atas
hak kepemilikan dari suatu bidang tanah, maka dari itu pendaftaran hak atas kepemilikan suatu bidang tanah perlu dilakukan.
Pendaftaran hak atas tanah merupakan program pemerintah yang dilakukan guna menjamin adanya legalitas serta perlindungan hukum bagi para pemegang sertipikat hak atas tanah yang dimiliki oleh seseorang, sehingga setiap pihak yang berstatus sebagai pemegang hak atas tanah yang dimilikinya berhak mendapatkan perlindungan hukum atas tanah yang dimilikinya, adapun produk undang-undang yang dijadikan dasar hukum dalam lingkup pertanahan adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dam Pendaftaran Tanah pada pasal 1 angka (9) juga dinyatakan bawasannya pendaftaran tanah merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur sehingga memang sudah menjadi tugas dari lembaga/instansi terkait untuk terus berupaya dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat sehingga masyarakat yang memiliki suatu bidang tanah dapat mendaftarkannya guna menjamin legalitas serta perlindungan hukum terhadap bidang tanah yang dimiliki.
Saat ini pendaftaran tanah memanglah menjadi suatu keharusan bagi siapa saja yang ingin menjamin legalitas dari kepemilikan tanah nya, namun pendaftaran tanah oleh pemilik bidang tanah yang telah didaftarkan juga tidak serta merta menyebabkan permasalahan yang terkait dengan hak dari suatu bidang tanah yang telah memiliki sertipikat tidak terjadi, sehingga tidak jarang hal ini menimbulkan sengketa kepemilikan hak atas tanah di masyarakat.4 Terkait dengan suatu bidang tanah masih memungkinkan untuk terjadinya permasalahan terkait dengan sertipikat yang dimiliki oleh subyek pemegang hak atas salah satu kasus yang terjadi adalah adanya tumpang tindih (Overlapping) yang dimana merupakan keadaan terdapatnya sertipikat yang menguraikan suatu bidang tanah yang sama baik sebagian yang mengalami irisan dengan suatu bidang tanah yang dimiliki subyek pemegang hak atas tanah lainnya maupun secara keseluruhan yang dimana menguraikan suatu bidang tanah yang sama namun dengan sertipikat yang subyek hak kepemilikan nya berbeda , sehingga tentu saja keadaan ini akan menimbulkan suatu pertanyaan terkait dengan legalitas hukum terhadap pemilik sesungguhnya dari bidang tanah tersebut. 5
Dalam keadaan dilapangan sendiri di Indonesia keadaan sertipikat yang tumpang tindih sendiri cukup sering terjadi. Salah satu kota di Indonesia yang tak luput dari permasalahan ini adalah Kota Denpasar. Kota Denpasar sendiri merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang cukup padat sehingga bidang tanah yang didaftarkan akan semangin banyak pula, banyaknya bidang tanah yang didaftarkan di Kota Denpasar menyebabkan terdapat pula kasus tumpang tindih sertipikat atau Overlapping ini sendiri sehingga perlu adanya tindak lanjut dari Kantor Pertanahan Kota Denpasar dalam menangani sengketa terkait tumpang tindih sertipikat tanah yang terjadi di Kota Denpasar.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu untuk dikaji terkait dengan “Penyelesaian Indikasi Sertipikat Tumpang Tindih/Ganda (Overlapping) Dalam Menjamin Legalitas Pemegang Hak Atas Tanah (Studi Kantor Pertanahan Kota Denpasar)” Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini menggunakan penelitian yang sudah ada sebelumnya sebagai refrensi dalam penelitia ini seperti penelitian “Peran Kantor Pertanahan dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Terindikasi Overlapping untuk Mewujudkan Kepastian Hukum di Kabupaten Sukoharjo” yang memiliki kesimpulan mengenai cara-cara penangan kasus overlapping yang dapat dilakukan dengan cara litigasi maupun non litigasi.6 Penelitian dengan judul “Settlement of Double Certificate Cases in Bandung (Case Study of Judge’s Decision Number: 976k/Pdt/2015) juga merupakan penilitian yang dijadikan refrensi oleh penulis dimana disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya overlapping serta pencegahan nya yang dapat dilakukan dengan GPS (Global Positioning system).7
Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian diatas terletak pada lokasi dari penelitian yaitu pada Kantor Pertanahan Kota Denpasar dan juga terletak pada cara Kantor Pertanahan Kota Denpasar dalam menyelesaikan kasus (Overlapping) dengan klasifikasi bentuk tumpang tindih seluruhnya maupun sebagian.
-
1. Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan Jurnal ini yaitu sebagai berikut Apa saja yang merupakan penyebab tumpang tindih (Overlapping) ?
-
2. Bagaimana cara meminimalisirnya serta Bagaiamana penanganan Kantor Pertanahan Kota Denpasar dalam menyelesaikan permasalahan jika terdapat indikasi sertipikat tumpang tindih (Overlapping)?
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan jurnal ini yaitu untuk mengetahui apa saja yang menjadi penyebab tumpang tindih (Overlapping) serta cara untuk meminimalisir terjadinya (overlapping) serta untuk mengetahui penanganan Kantor Pertanahan Kota Denpasar dalam menyelesaikan permasalahan jika terdapat indikasi sertipikat tumpang tindih (Overlapping).
Metode penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan metode penelitian yuridis sosiologis, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan antropologis hukum yang menggali
informasi melalui wawancara untuk melihat fakta terkait implementasi atau pelaksanaan aturan hukum di masyarakat atau lembaga hukum dan pengaruh hukum yang ada. 8
Sertipikat tumpang tindih/ganda (overlapping) dewasa ini memang masih sering terjadi di masyarakat yang memiliki hak kepemilikan atas suatu bidang tanah yang dimana hal ini merupakan keadaan dimana suatu bidang tanah mengalami tumpang tindih atas sebagian maupun mengalami tumpang tindih pada seluruh bidang nya yang menyebabkan terjadinya sertipikat ganda yang berarti suatu bidang tanah memiliki dua sertipikat yang dimana masing-masing dari sertipikat tersebut dimiliki oleh pihak dengan identitas yang berbeda namun pada objek tanah yang sama. Terjadinya sertipikat ganda sendiri baik yang mengalami tumpang tindih sebagian maupun keseluruhan yang menyebabkan sertipikat ganda sendiri memiliki banyak penyebab.
Adapun yang menjadi penyebab terjadinya sertipikat tumpang tindih/ganda yang sering terjadi terhadap suautu bidang tanah memiliki beberapa faktor yaitu :
-
1. Administrasi pertanahan desa dimana objek tanah itu berada tidak tertib yang dimana terjadinya perubahan kepemilikan atas tanah maupun perubahan luas bidang yang tidak dibukukan dengan segera sehingga mengakibatkan terjadinya sengketa tanah seperti sertipikat tumpang tindih.
-
2. Terdapatnya tanah yang sudah didaftarkan namun diterlantarkan oleh pemilik sebelumnya yang dimana tanah tersebut belum meiliki sertipikat ha katas tanah sehingga memungkinkan untuk didaftarkan oleh orang lain.
-
3. Pada saat pendaftaran terdapat pihak yang salah menentukan memberikan informasi kepada petugas ukur terkait dengan patok batas dari tanah yang dimiliki oleh pihak yang mendaftarkan tanahnya, sehingga bersinggungan dengan tanah yang dimiliki oleh orang lain.
-
4. Tidak lengkapnya data base peta pada kantor pertanahan yang berwenang terhadap suatu wilayah bidang tanah, sehingga data-data fisiknya tidak akurat yang menyebabkan seringkali terbit sertipikat terhadap hak milik terhadap suatu bidang tanah yang telah memiliki nomer hak atau bahkan telah memiliki sertipikat sebelumnya dan kesalahan dari pihak pejabat terkait yang melakukan penerbitan terhadap sertipikat terhadap tanah yang sebeumnnya telah memiliki sertipikat.
-
5. Petugas kantor pertanahan yang tidak cermat pada saat proses pengukuran.9
Dari uraian faktor-faktor penyebab sertipikat tumpang tindih/ganda diatas dapat diketahui terdapat dua penyebab terjadinya overlapping yaitu subyek dalam lingkup agraria itu
sendiri maupun pihak kantor pertanahan yang berwenang untuk menerbitkan sertipikat hak atas suatu bidang tanah.
Berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan adapun beberapa langkah-langkah yang digunakan oleh Kantor Pertanahan Kota Denpasar untuk meminimalisir dan menekan terjadinya overlapping diantaranya yaitu :
-
1. Sebelum Melakukan kegiatan pengukuran tanah yang dimohonkan oleh pihak pemohon atas suatu bidang tanah yang akan didaftarkan petugas terlebih dahulu diingatkan terkait dengan Standard Oprasional Prosedur (SOP) dengan mengacu pada pasal 17 Peraturan Pemerintah Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang dimana mewajibkan untuk terrlebih dahulu melakukan inventariasasi terrhadap peta yang terdapat pada kantor pertanahan.
-
2. Pada saat melakukan pengukuran di lapangan para pihak yang memiliki objek dari suatu bidang tanah yang bersebelahan wajib hadir untuk selanjutnya secara bersama-sama menyaksikan serta memperhatikan bawasannya para pihak yang memiliki objek bidang tanah yang bersebelahan harus sama-sama mengetahui dan menyetujui. Terkait dengan pelaksanaan dilapangan mengacu pada Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah. Pada saat melakukan kegiatan pengukuran pada objek biidang tanah yang akan dilakukan pengukuran terlebih dahulu harus sudah terpasang patok/tanda batas tanah yang dimiliki oleh pemohon. Adapun yang menjadi batas penanda tersebut yaitu bangunan fondasi dengan patok yang berupa beton sesuai dengan standar nasional yang ditetapkan oleh kantor pertanahan.
-
3. Setelah kegiatan penngukuran suatu bidang tanah yang dimohonkan oleh pemohon maka petugas ukur harus langsung melakukan ploting terhadap bidang tanah yang telah dilakukan proses pengukuran di lapangan sehingga terhadap peta yang telah dilakukan ploting dapat dijadikan acuan sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih (overlapping) dengan bidang tanah lainnya, dan jika pada saat ploting pada peta kantor pertanahan suatu bidang tanah yang dimohonkan ditemukan adanya kepemilikan atau suatu bidang tanah yang dimohonkan terrsebut telah memiliki sertipikat maka kantor pertanahan tidak dapat mengeluarkan grafik untuk pengukuran, kemudian hal tersebut disampaikan kepada pemohon bahwa pada bidang tanah yang dimohonkan oleh pemohon sudah memiliki sertipikat. Bila hal tersebut telah diberitahukan kepada pemohon maka pemohon dipersilahkan untuk mencabut permohonan nya tersebut dan jika pemohon merasa tidak puas maka pemohon di persilahkan untuk mengajukan kembali kepada kantor pertanahan untuk selanjutnya akan dilakukan mediasi terhdap pemilik sertipikat tanah yang telah terbit.
-
4. Apabila pada suatu bidang tanah didapatkan dari hasil proses jual beli pembeli dari pihak tanah tersebut harus sebaiknnya lebih teliti dan mengecek secara fisik maupun administrasi objek bidang tanah yang di perjualkan. Pengecekan terhadap fisik maupun administrasi sendiri dilakukan di kantor pertanahan kota dimana bidang tanah tersebut berada, yang dimana hal tersebut bertujuan untuk memastikan apakah tanah tersebut memang benar adanya merupakan kepemilikan dari penjual tanah tersebut serta memang tanah tersebut dalam peta kantor pertanahan tidak mengalami tumpang tindih seluruhnya maupun sebagian. Tidak telitinya pihak kelurahan dan kantor pertanahan tempat dimana objek bidang tanah tersebut berada dapat menimbulkan kerancuan dalam kepastian hukum pihak yang berhak atas tanah tersebut, sehingga apabila kedua bela pihak apabila Jurnal Kertha Negara Vol 11 No. 9 Tahun 2023 hlm 971-982 976
sama-sama memiliki sertipikat yang sama atas suatu bidang objek tanah yang sama maka kedua bela pihak dapat dikatan sama-sama memiliki kekuatan hukum yang sah. Untuk menghindari hal tersebut maka penting untuk pembeli melakukan pengecekan terhadap suatu bidang tanah yang diperjualkan agar dapat meminimalisir terjadinya permasalahan maupun sengketa.10
Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab tumpang tindih (overlapping) dapat ditemukan karena adanya laporan dari masyarakat yang memang menyadari pada suatu bidang tanah yang mereka miliki memang mengalami tumpang tindih sehingga masyarakat yang merasa pada bidang tanah yang mereka miliki mengalami tumpang tindih melapor kepada Kantor Pertanahan untuk selanjutnya dilakukan langkah-langkah guna menyelesaikan permasalahan terhadap suatu bidang tanah yang mereka miliki. Peran Kantor Pertanahan tidak lepas pula dalam selalu mengawasi serta melakukan update terkait dengan bidang-bidang tanah yang berada di Kantor Pertanahan yang berwenang terhadap wilayah suatu bidang tanah berada, hal ini ditandai dilakukan dengan ploting kw 456 yang dimana hal tersebut merupakan proses dimana Kantor Pertanahan melakukan proses untuk menemukan bidang tanah yang memang memiliki indikasi terjadinya tumpang tindih (overlapping). Kemudian Kantor Pertanaha juga selalu melakukan survey terhadap bidang-bidang tanah yang memang mengalami indikasi overlapping untuk memasikan apakah memang benar atau tidaknya suatu bidang tanah yang memiliki indikasi tumpang tindih mengalami tumpang tindih (overlapping).11
Pada wilayah Kota Denpasar masih cukup banyak ditemukan indikasi terjadinya tumpang tindih (overlapping) yang dimana hal ini dibuktikan dengan hasil konfirmasi terhadap data total indikasi overlapping yang pada 20 Juni 2022 terhitung terdapat 754 sertipikat yang mengalami overlapping serta terdapat 259 lokasi objek tanah yang mengalami indikasi overlapping berdasarkan data yang ada pada Kantor Pertanahan Kota Denpasar maka Kantor Pertanahan Kota Denpasar secepatnya akan menyelidiki dan menyelesaikan.12 Dalam penyelesaian permasalahan overlapping terdapat beberapa cara serta tahapan-tahapan yang terjadi dalam penyelesaian permasalahan terkait dengan tumpang tindih (overlapping). Terkait dengan penanganan dari kasus overlapping sendiri agar dapat dilakukannya proses oleh Kantor Pertanahan Kota Denpasar terlebih dahulu harus ada pihak yang melakukan laporan maupun mengajukan penyelesaian terkait permasalahan tumpang tindih ini sendiri yang dimana apabila memang ditemukan indikasi tumpang tindih atas suatu bidang tanah yang dimiliki oleh pemohon maka Kantor Pertanahan sendiri akan mengadakan mediasi antara pihak-pihak yang tanah nya memang dirasa oleh pemohon mediasi mengalami tumpang tindih kemudian pihak Kantor Pertanahan Kota Denpasar akan meminta kepada kedua bela pihak untuk melakukan mediasi dengan hadir pada saat dilakukannya mediasi dengan syarat mediasi akan dilakukan
apabila memang kedua bela pihak yang memiliki kepentingan terkait tanah tersebut wajib hadir dalam proses mediasi dan tidak dapat hanya diwakilkan oleh kuasa hukumnya maupun keluarga dari masing masing-masing pihak untuk menjamin transparansi serta menggali keterangan terkait dengan suatu bidang tanah yang di sengketakan antara kedua pihak.
Terkait dengan mediasi yang dilakukan antara kedua bela pihak Kantor Pertanahan Kota Denpasar terlebih dahulu membongkar warkah untuk melihat aspek historis dari bidang tanah tersebut guna memperhatikan dan memastikan apakah memang terhadap bidanng tanah yang mengalami tumpang tindih secara keseluruhan sehingga menyebabkan adanya sertipikat ganda yang masing-masing subyek pada kedua sertipikat tanah yang ada memiliki garis keturunan yang sama atau memang memiliki hubungan keluarga, jika berasal dari garis keturunan yang sama maupun memmiliki hubungan keluarga maka akan diberikan pilihan oleh pihak mediator dari pihak Kantor Pertanahan Kota Denpasar akan memberikan opsi apakah akan digunakan sertipikat yang lama atau sertipikat yang baru apakah memang sebelumnya. Apabila dalam pemeriksaan warkah ditemukan bawasannya masing-masing subyek dalam sertipikat tanah tersebut tidak memiliki garis keturunan yang sama maka akan di teliti lebih lanjut lagi apakah memang sebelumnya telah terjadi proses peralihan hak yang dimana peralihan hak atas tanah sendiri adalah sebuah peristiwa dan/atau perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya perpindahan hak atas tanah dari pemilik sebelumnya kepada pihak lainnya. Peralihan sendiri dapat disebabkan karena unsur yang di sengaja oleh pihak yang memiliki hak atas tanah tersebut karena adanya perbuatan hukum seperti jual beli, sewa-menyewa dan lain-lain, serta dapat terjadi karena unsur yang juga tidak disengaja yang disebabkan adanya peristiwa hukum berupa peralihan hak karena waris.
Dalam tahap mediasi maka masing-masing pihak yang bersengketa wajib hadir serta melampirkan alat bukti yang kuat sehingga dapat meyakinkan bawasannya memang benar tanah tersebut merupakan kepemilikan dari subyek tersebut. Proses mediasi sendiri dalam pelaksanaannya tidak serta merta akan berjalan secara lancara, yang dimana pada proses mediasi memang kedua bela pihak memiliki bukti yang sama-sama kuat terkait bidang tanah yang di persengketakan sehingga pada jalannya proses mediasi Kantor Pertanahan Kota Denpasar selalu mengedepankan win-win solution untuk menyelesaikan sengketa dengan menawarkan pilihan agar tanah tersebut sebaiknya dilakukan pembagian. Jika dalam pelaksanaan mediasi yang para pihak yang bersengketa namun sama-sama memiliki bukti yang kuat masih belum di temukan jalan tengahnya maka penanganan Kantor Pertanahan Kota Denpasar akan berhenti sampai tahap mediasi saja dan kepada para pihak yang bersengketa apabila memang masih ada phak yang belum puas dengan hasil mediasi dipersilahkan untuk mengajukan mengajukan perkara ke Pengadilan Tata Usaha (PTUN) untuk dapat ditentukkan oleh pengadilan melalui bukti-bukti yang ada siapakah pihak yang menjadi pemenang sehingga memperoleh putusan yang sah (inkrah) dari pengadilan sebagai pemegang sah atas kepemilikan tanah.
Pada suatu bidang tanah yang mengalami tumpang tindih sebagian bagian maka Kantor Pertanahan Kota Denpasar akan menghadirkan kedua bela pihak yang bidang tanah nya beririsan sehingga menyebabkan tumpang tindih terhadap sebagian bidang tanah. Selanjunya Kantor Pertanahan Kota Denpasar akan menggali terlebih dahulu informasi dan kebenaran yang sebenar-benarnya dari masing-masing pihak yang bidang tanah nya beririsan untuk memastikan batas-batas serta patok yang memang benar merupakan bidang tanah dari subyek tersebut sehingga apabila memang telah mendapat konfirmasi dari masing-masing pihak yang bidang tanah nya beririsan maka akan dilakukan pengukuran ulang untuk memperbaiki peta serta data-
data pada warkah kemudian sertipikat yang sebelumnya akan ditarik kemudian akan diterbitkan ulang sertipikat tanah yang telah mengalami perbaikan.13
Overlapping merupakan keadaan dimana suatu bidang tanah yang ada mengalami tumpang tindih baik sebagian maupun secara keseluruhan. Peyebab dari terjadinya tumpang tindih sendiri dapat disebabkan tidak tertibnya administrasi pada tingkat desa juga disebabkan oleh faktor internal kantor pertanahan kota dimana suatu bidang tanah itu berada seperti tidak lengkapnya peta data base kantor pertanahan serta tidak cermatnya petugas ukur ketika melakukan pengukuran. Faktor dari subyek tanah itu sendiri seperti salah dalam menunjuk patok serta tidak dirawatnya tanah yang dimiliki. Adapun dalam mencegah terjadinya tumpang tindih dapat dilakukan dengan beberapa cara yang berasal dari kantor pertanahan dengan memperhatikan SOP, menghadirkan pihak pemilik tanah serta pihak yang objek bidang tanah nya bersebelahan dan segera untuk melakukan plotting pada tanah yang sudah diukur. Sedangkan dalam tumpang tindih secara keseluruhan maka akan terjadi sertipikat ganda yang menyebabkan suatu bidang tanah memiliki dua pemegang sertipikat namun dengan subyek kepemilikan yang berbeda sehingga harus dilakukan mediasi. Dalam proses mediasi Kantor Pertanahan Kota Denpasar selalu menawarkan opsi untuk mencapai win-win solution salah
satunya dengan menawarkan untuk tanah tersebut di bagi sesuai kesepakatan antara kedua bela pihak. Apabila dalam proses mediasi tidak ditemukan nya titik tengah maupun kesepakatan sehingga ada pihak yang mengalami ketidak puasaan dengan hasil mediasi maka hal Kantor Pertanahan akan berhenti sampai tahap mediasi saja dan mempersilahkan untuk pihak yang merasa tidak puas agar mengajukan perkara kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Daftar Pustaka
Buku
Marbun, Rocky. dkk. Kamus Hukum Lengkap, Mencakup Istilah Hukum dan Perundang-undangan Terbaru, (Jakarta: Visimedia, 2013), 264-347
Idham, H., and M. Kn SH. Konsolidasi tanah perkotaan dalam perspektif otonomi daerah guna meneguhkan kedaulatan rakyat dan negara berkesejahteraan, (Medan: Penerbit Alumni, 2022), 279
Jurnal dan Karya Ilmiah
Kusuma, Dadi Arja, Rodliyah Rodliyah, and Sahnan Sahnan. "Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Sebagai Alat Bukti Hak Yang Kuat." Jurnal IUS Kajian Hukum Dan Keadilan 5, no. 2 (2017): 309-321.
Ekawati, Dian, Dwi Kusumo Wardhani, Dian Eka Prastiwi, Suko Prayitno, and Agus Purwanto. "Prosedur Peralihan Kepemilikan Hak Atas Tanah di Indonesia." Community Service Journal 2 (2021): 90-101.
Febriana, Novia Tika. "Langkah Hukum Terhadap Sengketa Tumpang Tindih (Overlapping) atas Hak Sertifikan Tanah: (Studi Kasus Putusan Nomor 181/B/2020/PT. TUN. SBY)." Jurnal Hukum Dan Keadilan (2022): 102-117.
Hartana, Herry Jaya, I. Made Suwitra, and Ida Ayu Putu Widiati. "Penyelesaian Sengketa Sertipikat Ganda di Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar." Jurnal Analogi Hukum 1, no. 3 (2019): 294-299.
Rachma, Yusnita. "Pelayanan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Pangandaran di Desa Wonoharjo Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran." Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan 5, no. 4 (2019): 519-529.
Rampengan, Susan. "Akibat Hukum Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah Karena Terjadi Tumpang Tindih (Overlapping) Antara Hak Atas Tanah Dengan Hak Milik Adat." Civilia: Jurnal Kajian Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan 2, no. 4 (2023): 8394
Wardani, Baiq Rika Septina, Rodliyah Rodliyah, and Aris Munandar. "Akibat Hukum Atas Terbitnya Sertifikat Tumpang Tindih (Overlapping) Dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (Studi Kasus Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Barat)." Jurnal Risalah Kenotariatan 4, no. 1 (2023).
Parsaulian, Anggiat Perdamean. "Masalah Tumpang Tindih Sertipikat Hak Milik atas Tanah di Kota Banjarbaru (Putusan nomor: 24/G/2014/PTUN. BJM)." Jurnal Agraria dan Pertanahan 5, no. 1 (2019): 129-135.
Radina, Thania Audria, Nur Adhim, and Triyono Triyono. "Penyelesaian Sengketa Tanah Overlapping Melalui Proses Mediasi di Kantor Pertanahan Kota Semarang (Studi Kasus di Kelurahan Pedalangan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang)." Jurnal Hukum Diponegoro 10, no. 2 (2021): 505-518.
Indomara, Erwin, Arif Darmawan, and Hufron Hufron. "Legal Protection for Apartment Owners Whose Units Are Demolished Due to Uninhabitable Conditions." International Journal of Social Science Research and Review 6, no. 5 (2023): 1-15.
Dewandaru, Prasetyo Aryo, Nanik Tri Hastuti, and Fifiana Wisnaeni. "Penyelesaian sengketa tanah terhadap sertifikat ganda di badan pertanahan nasional." Notarius 13, no. 1 (2020): 154-169.
Indriani, Pingky Ardiana, Susilowardani Susilowardani, and Desi Syamsiah. "Peran Kantor Pertanaha dalam Penyelesaian Sengketa Tanah terindikasi Overlapping untuk Mewujudkan Kepastian Hukum di Kabupaten Sukoharjo." Jurnal Ilmiah Hospitality 11, no. 1 (2022): 627-634.
Soediro, Soediro, Efi Miftah Faridli, and Dhea Anggit Dwiana. "Settlement of Double Certificate Cases in Bandung (Case Study of Judge’s Decision Number: 976k/Pdt/2015)." Jurnal Dinamika Hukum 21, no. 3 (2021): 512-519.
Karmita, Afandi. “Penyelesaian Sengketa Overlaping Sertipikat Tanah Melalui Mediasi Akibat Permohonan Konversi Pengakuan Hak.” Tesis Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Tahun 2012, h. 1.
Hafidz, Fariski. “Faktor-Faktor terjadinya Tumpang Tindih Sertipikat Hak Atas Tanah Dalam Pendaftaran di Kabupaten Sukoharjo.” Skripsi Program Studi S1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2018, h 64.
Peraturan Perundang-Undang
Kitab undang-undang Hukum Perdata
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104)
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2020 tentang Badan Pertanahan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 84)
Jurnal Kertha Negara Vol 11 No. 9 Tahun 2023 hlm 971-982
982
Discussion and feedback