TELAAH EKSISTENSI PARALEGAL SEBAGAI SALAH

SATU PEMBERI BANTUAN HUKUM TERHADAP
MASYARAKAT KURANG MAMPU

Ni Komang Niken Ayu Fortuna, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: nikenfortuna99@gmail.com

I Gusti Ayu Stefani Ratna Maharani, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: stefaniratnamaharani@unud.ac.id

ABSTRAK

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yakni guna menganalisis dan mengetahui eksistensi atau kehadiran dari paralegal dalam sistem hukum indonesia serta bentuk fungsi dan kewenangannya. Studi ini dilakukan yang memakai metode penelitian hukum normatif dan pendekatan yang digunakan yakni pendekatan yuridis normatif. Hasil dari studi ini menunjukan bahwasanya paralegal memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sistem hukum di Indonesia, paralegal dalam pelaksanaannya perlu memenuhi beberapa syarat serta kewenangan yang diberikan kepada paralegal untuk memberikan upaya lanjutan khususnya orang yang finansialnya kurang bersifat terbatas berupa bantuan hukum dalam lingkup non-litigasi. Paralegal sebagai salah satu subjek penolong edukasi pendidikan hukum khususnya advokat, dosen, serta mahasiswa hukum bekerja dengan tujuan pengabdian.

Kata Kunci : Bamtuan Hukum, Eksistensi, Paralegal

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze and determine the existence or presence of paralegals in the Indonesian legal system as well as the form of their functions and authority. This study is conducted using normative legal research methods and the approach used is a normative juridical approach. The results of this study show that paralegals have an existence or presence in the legal system in Indonesia, paralegals in their implementation need to fulfill several conditions and the authority given to paralegals to provide advanced efforts, especially for people with limited financial resources in the form of legal assistance in the scope of non-litigation. Paralegals as one of the subjects helping legal education, especially advocates, lecturers, and law students work with the aim of service.

Keywords : Existance, Legal Aid, Paralegals.

  • 1.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 negara Indonesia merupakan negara yang memiliki konsep bentuk negara sebagai negara hukum, hal tersebut sebagaimana tertuang dalam konstitusi negara apabila ditelusuri secara etimologis, pemaknaan negara hukum berasal dari istilah rechtstaat dan rule of law yang memiliki makna bahwa hukum merupakan bentuk kekuasaan tertinggi dalam suatu pemerintahan. Negara hukum adalah sebuah konsep atau bentuk negara yang bertujuan untuk membatasi kekuasaan penguasa, yang dalam konteks negara Republik Indonesia disebut sebagai presiden, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang bersifat absolut yang dapat mengancam hak asasi manusia masyarakat. Dalam negara hukum, aturan dan pijakan menjalankan pemerintahan dan keluarga, sehingga setiap tindakan yang diambil harus searah dengan hukum yang ditetapkan serta tanpa membuat rugi hak-hak masyarakat.1 Negara hukum memiliki peran yang sangat penting didalam menjaga keadilan serta kebebasan warga negaranya serta memastikan terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera.

Negara hukum dalam pelaksanaannya memiliki konsep yaitu bentuk pengakuan atas hak bagi masyarakat berupa adanya kesetaraan terhadap setiap orang di hadapan hukum yang melekat terhadap setiap orang dalam negara tersebut tanpa terkecuali memandang status sosial maupun jabatan dalam pemerintahan.2 Konsep negara hukum merupakan solusi untuk mengatasi pemerintahan yang bersifat absolut dengan pemimpin yang memiliki kekuasaan mutlak dalam memimpin negara. Dalam konsep negara hukum, kekuasaan tidak lagi berada di tangan seorang pemimpin yang memiliki kesewenangan, melainkan ditempatkan di tangan hukum yang berlaku secara menyeluruh dan memberikan batasan-batasan yang tegas terhadap setiap bentuk kesewenangan. Dalam hal ini, yang berfungsi sebagai penjaga keadilan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali. Dengan konsep ini, diharapkan bahwa setiap tindakan pemerintah akan selalu berlandaskan pada prinsip keadilan yang dijamin oleh hukum, sehingga kemanfaatan, keadilan, dan kesejahteraan dapat terwujud bagi seluruh warga negara.

Dalam perkembangannya, konsep negara hukum terbagi menjadi sebuah konsep yang menyatakan bahwa pemerintahan suatu negara harus dilaksanakan berdasarkan atas norma hukum yang tersurat dan terdokumentasi dengan baik. Dalam hal ini, negara hukum formil menekankan pada aspek hukum positivistik, di mana pelaksanaan pemerintahan harus dilakukan dengan mematuhi aturan yang sudah ditetapkan secara sah dan resmi. Berbeda dengan negara hukum formil, konsep negara hukum materiil memiliki pemaknaan yang lebih luas. Negara hukum materiil memandang bahwa pelaksanaan pemerintahan harus dilaksanakan berdasarkan atas norma-norma hukum yang bersifat konkrit dan nyata, serta diupayakan untuk menyelenggarakan kesejahteraan bagi masyarakat umum. Dengan demikian, konsep negara hukum materiil lebih menitikberatkan pada kepentingan masyarakat dan kesejahteraan yang harus dicapai oleh pemerintah, bukan hanya sekadar mematuhi aturan yang sudah ditetapkan. Dalam hal ini,

  • 1    Khalid, Afif., dan Eka Saputra, Dadin. “Tinjauan Yuridis Tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum. Al-Adl: Jurnal Hukum 11, No 1 (2019): 103-113.

  • 2    Sihombing, Eka N.A.M. Eksistensi Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin. Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum 6, No 1 (2019): 71.

pemerintah harus senantiasa berupaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan taraf hidup mereka dengan mengacu pada norma-norma hukum yang bersifat konkrit dan memberikan jaminan hak-hak asasi manusia secara adil dan merata.

Dicey menyatakan pendapatnya mengenai bentuk negara hukum, menurutnya dalam memaknai sebuah negara disebut sebagai negara hukum apabila memiliki unsur-unsur berupa pengakuan atas perlindungan Hak Asasi Manusia, Pengakuan atas kesamaan dimuka hukum, dan Pengakuan supremasi hukum3. Apabila dikaitkan secara lebih lanjut, negara hukum dan bantuan hukum yakni dua hal sama. Pemahaman mengenai hal tersebut dikarenakan bantuan hukum merupakan salah satu bentuk atas perwujudan kedua unsur seperti halnya yang dikemukakan oleh Dicey diatas. Bantuan hukum merupakan bentuk perwujudan atas HAM dan perlakuan di depan hukum yang sama terhadap seluruh individu.

Perwujudan dari diakuinya dan dilaksanakannya HAM dan setara hukum tercermin pada Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999. Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 ada ketentuan mendasar mengenai apa saja yang termasuk dalam klasifikasi. Apabila dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyebutkan hal yang berkaitan atau dekat dengan permasalahan tersebut pada Bagian Keempat dalam BAB III yang membahas mengenai perihal hak memperoleh keadilan. Ketentuan mengenai hak untuk memperoleh keadilan dapat diperoleh mengenai batasan hak.

Seorang memperoleh hak asasi manusi dalam hak keadilan dan kesamaan dihadapan hukum. Dalam Pasal 17 sebagaimana dijabarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 sehingga apabila berhubungan dengan kasus dorongan hukum yang diperuntukan kepada warga hingga perbuatan ataupun sikap buat membagikan dorongan hukum tersebut ialah wujud atas proteksi serta spesialnya menimpa hak kala menemukan keadilan di hadapan hukum. Tidak hanya termuat dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, dalam perihal keadilan kesamaan, dan sikap non- diskriminatif dalam hukum termuat dalam Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Kasus menimpa pemberian dorongan hukum untuk warga apabila berhubungan dengan hak asasi manusia spesialnya yang berkaitan dengan Mengenai kepidanaan. Bersumber pada penjelasan dari Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 diatas, bisa diambil kesimpulan kalau atas wujud perwujudan atas HAM spesialnya hak atas keadilan di hadapan hukum, seorang mempunyai hak buat memperoleh dorongan hukum atas kasus hukum yang dihadapinya. Apabila ditelusuri secara lebih mendetail, pemaknaan dorongan hukum bersumber pada Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 ialah dorongan hukum dalam ranah kasus kepidanaan sebab berhubungan dengan penyidikan. Pemaknaan menimpa dorongan hukum tidak terbatas pada pemaknaan selaku proteksi HAM dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, tetapi pemakaian sebutan dorongan hukum sendiri pula termuat dalam Undang-Undang 4 Tahun 2004 yang membagikan batas serta ekspansi arti dari dorongan hukum jadi lebih jelas serta lebih terencana.

Berdasarkan Pasal 37 dan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, pemaknaan mengenai bantuan hukum menjadi lebih luas daripada pemahaman bantuan hukum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Perluasan yang dimaksudkan adalah dalam hal sejak kapan seseorang dapat diberikan pendampingan hukum serta oleh siapa seseorang meminta pertolongan. Berdasarkan atas Pasal 38 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 menyatakan bahwasanya bantuan hukum terbatas pada seorang advokat, adapun dalam hal pemberi bantuan hukum oleh seorang advokat secara khusus termuat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003.4 Apabila dimaknai secara profesional, merupakan bantuan atau pemberian jasa terhadap seseorang khususnya bagi yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi sosiologis yang berhadapan dengan hukum terhadap masyarakat yang memiliki sumber keilmuan dalam upaya penyelesaian masalah baik dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung5.

Kemudian Permenkumham 3 Tahun 2021 disebutkan bahwasanya “paralegal merujuk pada seseorang yang asalnya juga dari masyarakat, ataupun Pemberi Bantuan Hukum yang telah melaksanakan aktivitasnya, tidak memiliki profesi sebagai advokat, dan tidak dapat secara mandiri memberikan pendampingan hukum kepada Penerima Bantuan Hukum di pengadilan.” Paralegal merupakan suatu profesi yang memberikan bantuan hukum di Indonesia, selain dari advokat, dosen, dan mahasiswa hukum. Meskipun begitu, eksistensi dan kehadiran mereka dalam sistem hukum di Indonesia belum sepenuhnya diketahui oleh masyarakat. Hal ini membuat pemahaman masyarakat tentang fungsi dan kewenangan seorang paralegal jauh lebih rendah dibandingkan dengan advokat, dosen, atau mahasiswa hukum. Akibatnya, kurangnya pengetahuan bagaimana peran paralegal dalam memberikan bantuan hukum bisa berdampak negatif pada upaya penegakan hukum di Indonesia. Maka dari itu, diperlukan edukasi dan peningkatan pemahaman seluruh individu mengenai peran penting paralegal dalam memberikan bantuan hukum.

Penelitian yang berkaitan dengan paralegal selaku pemberi dorongan hukum pada warga yang kurang sanggup sempat dicoba riset terdahulu, yang bertajuk Peranan serta Peran Paralegal Dalam Pemberian Dorongan Hukum Untuk Warga Miskin di Kabupaten Bojonegoro oleh Andrianto Prabowo serta Meter. Abdin Munib yang sudah diterbitkan oleh Harian Independent Fakultas Hukum. Riset tersebut mengkaji menimpa peranan serta peran paralegal dalam membagikan dorongan hukum untuk warga miskin di Kabupaten Bojonegoro selaku penunjang serta guna Advokat pada Lembaga Dorongan Hukum (LDH) ataupun pada Pemberi Dorongan Hukum yang lain, sebaliknya penelitian ini mengkaji menimpa eksistensi paralegal dalam membagikan dorongan hukum spesialnya pada warga yang mempunyai keahlian finansial dibawah rata-rata ataupun warga kurang sanggup. Sistem hukum Indonesia, yang seharusnya menjamin kesetaraan posisi masyarakat di depan hukum, terkadang tidak efektif dalam menyampaikan hal ini kepada masyarakat. Banyak dari mereka yang enggan memperjuangkan hak-hak mereka dalam kasus-kasus hukum karena biaya yang besar dan proses yang rumit. Sebaliknya, sebagian besar orang lebih memilih untuk mengalah dan tidak memperjuangkan hak-hak

mereka karena merasa bahwa upaya tersebut akan merugikan mereka secara finansial.

Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan pendalaman dan analisis bagaimana kedudukan dan kehadiran dari paralegal dalam sistem hukum serta peran dan fungsinya dalam pemberi bantuan hukum. Sehingga berdasarkan uraian tersebut, penulis mengambil judul terkait “Telaah Eksistensi Paralegal Sebagai Salah Satu Pemberi Bantuan Hukum Terhadap Masyarakat Kurang Mampu”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Dari pemaparan uraian latar belakang tersebut, dalam hal untuk memahami mengenai topik dan tema yang lebih sistematis dan terstruktur dengan rumusan masalah :

  • 1.    Bagaimanakah eksistensi atau kehadiran dari paralegal dalam sistem hukum Indonesia?

  • 2.    Bagaimana bentuk fungsi dan kewenangan dari paralegal?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Menurut yang ada diatas, penelitian ini memiliki tujuan berupa untuk menganalisis dan mengetahui eksistensi atau kehadiran dari paralegal dalam sistem hukum indonesia serta bentuk fungsi dan kewenangannya.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode penelitian hukum normatif dipilih sebagai metode pada studi ini.6 Teknik analisis secara kualitatif dipilih sebagai teknik dalam menganalisis pada studi ini dimana dipadukan dengan pendekatan yuridis normatif yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama berupa studi dokumen yang diperoleh dari bahan hukum penelitian normatif.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Eksistensi Dan Kehadiran Paralegal Dalam Sistem Hukum Di Indonesia.

Paralegal sebagai individu yang memiliki keterampilan hukum, tetapi tidak merupakan pengacara, serta melakukan pekerjaan di bawah pengawasan seorang pengacara atau yang diizinkan oleh hukum dalam mempergunakan keterampilan hukum tersebut. Dalam praktiknya, pekerjaan paralegal hampir sama dengan pekerjaan yang dilakukan oleh para profesional yang melakukan pekerjaan. Negara di Eropa dan Amerika, konsep dan pengertian mengenai paralegal. Artinya, sistem bantuan hukum tersebut menyediakan kesempatan bagi paralegal untuk melaksanakan tugas-tugas yang biasanya dilakukan oleh pengacara, seperti membantu dalam penyusunan dokumen hukum dan memberikan saran hukum, namun dengan pengawasan yang ketat oleh pengacara atau oleh sistem peraturan hukum yang berlaku. Hal tersebut menunjukkan bahwa paralegal memiliki peran yang sangat penting dalam sistem hukum, terutama dalam membantu masyarakat yang membutuhkan akses ke layanan hukum yang terjangkau dan terpercaya.7

Peran Paralegal dalam memberikan bantuan hukum kepada Masyarakat kurang mampu sangatlah penting. Dasar hukum paralegal adalah berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Yang menyatakan bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Sebagai seorang professional, paralegal dapat direkrut oleh pemberi bantuan hukum sesuai dengan Pasal 9 huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, yang memungkinkan pemberi bantuan hukum untuk melibatkan advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa Fakultas hukum dalam memberikan jasanya.8

Eksistensi dalam paralegal, diperlukan terlebih dahulu pemahaman mengenai konsep praktiknya dapat ditemui terbagi menjadi dalam bentuk tradisional dan konstitusional. Kedua bentuk dari konsep bantuan hukum tersebut dilandaskan atas pemahaman dari penerima bantuan hukum serta ruang lingkupnya. Bantuan hukum dalam bentuk tradisional menitikberatkan bantuan khusus pembelajaran secara pasif dan individual, dalam pemahaman konsep ini bantuan hukum diberkan kepada masyarakat sebagai individu bukan sebagai sebuah kelompok. Konsep konstitusional, hal tersebut dikarenakan penerima bantuan hukum bukanlah masyarakat sebagai individu namun sebagai sebuah kelompok. Adapun bantuan hukum dapat dilaksanakan terhadap penerima bantuan untuk perkara secara litigasi maupun non-litigasi.

Dilihat pada kasus Risman Lakoro dan Rostin Mahaji adalah contoh dalam pemenuhan hak memperoleh bantuan hukum, tahun 2002 mereka berdua dijatuhi vonis tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tilamuta Gorontalo atas tuduhan melanggar Pasal 170 dan Pasal 351 ayat 3 KUHP, yaitu membunuh anak kandung mereka Alta Lakoro. Selesai menjalani pidana salaam tiga tahun, anak yang semula diduga telah mereka bunuh ternyata masih hidup dan Kembali. Risman yang sehari-harinya petani penggarap itu mengungkapkan bahwa mereka berdua terpaksa mengaku setelah tak sanggup menerima berbagai siksaan saat tahap pemeriksaan. Selain itu sejak pemeriksaan hingga putusan oleh Hakim, keduanya tidak didampingi penasihat hukum karena tak sanggup membayar. Dimana berarti sesuai Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, bahwa mereka berhak memperoleh bantuan hukum dari negara yang sifatnya cuma-cuma.9

Paralegal memiliki eksistensi dan landasan hukum untuk memberikan hukum.10 Dalam Undang-Undang tak mengadakan batasan pengertian dari paralegal, sehingga dalam memaknai paralegal merujuk pada pengertian umum dalam kamus hitam atau Black’s Law Dictionary yang menyatakan bahwa paralegal merupakan seorang dengan pengetahuan dan keahlian dalam bidang

hukum sebagai pembantu advokat, paralegal tidak memiliki lisensi beracara.11 Berdasarkan atas uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedudukan paralegal berada di bawah advokat dalam struktur organisasi di dunia hukum. Hal ini dikarenakan paralegal berperan sebagai pembantu atau asisten dari seorang advokat, dan tidak memiliki lisensi resmi seperti yang dimiliki oleh seorang advokat. Meskipun demikian, peran paralegal sangat penting dalam memberikan bantuan hukum kepada klien dan memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan lancar. Sebagai pemberi bantuan hukum, paralegal memiliki fokus yang lebih spesifik pada pengabdian kepada klien. Mereka bertanggung jawab untuk membantu advokat dalam menyelesaikan tugas-tugas administratif, penelitian hukum, mengumpulkan bukti, mengatur jadwal, dan memberikan dukungan moral kepada klien. Selain itu, paralegal juga berperan dalam mempersiapkan dokumen-dokumen hukum dan memastikan bahwa dokumen tersebut sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh hukum. Meskipun paralegal tidak memiliki lisensi yang sama dengan advokat, namun mereka tetap harus mematuhi etika dan standar profesi yang ada. Para paralegal harus memastikan bahwa mereka tidak memberikan nasihat hukum kepada klien secara langsung, melainkan hanya memberikan bantuan teknis kepada advokat dalam memberikan nasihat hukum kepada klien.

Eksistensi dan kehadiran paralegal di Indonesia tidak hanya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011. Kedudukan paralegal diperkuat dengan dikeluarkannya Permenkumham Nomor 3 Tahun 2021, merujuk pada seseorang yang berasal dari komunitas atau masyarakat, ataupun menjalani pelatihan paralegal, tidak memiliki profesi sebagai advokat, dan tidak dapat secara mandiri memberikan pendampingan hukum kepada yang berwenang. Paralegal memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk proses persidangan, penyusunan dokumen hukum, dan pengurusan administrasi hukum lainnya. Sebagai asisten hukum, paralegal dapat membantu advokat dalam menyiapkan berkas perkara, mencari informasi hukum yang dibutuhkan, serta menghadiri pertemuan dengan klien dan pihak terkait lainnya. Selain itu, kedudukan paralegal sebagai yang dapat Indonesia sangatlah penting. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan memadai. Dengan adanya paralegal, diharapkan dapat membantu mengurangi kesenjangan akses bantuan hukum di Indonesia.

Pemberian dorongan hukum pada warga kurang sanggup diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, peraturan tersebut ialah payung hukum yang sangat berarti untuk pemberian dorongan hukum yang membolehkan akses terhadap keadilan yang adil serta menyeluruh untuk warga yang tidak bisa penuhi hak bawah mereka secara mandiri cocok yang dijabarkan pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011. Ada pula dorongan hukum yang diberikan mencakup bermacam tipe permasalahan hukum semacam permasalahan hukum keperdataan, pidana, ataupun tata usaha negeri. Terdapat 2 tipe dorongan hukum yang bisa diberikan, ialah dorongan hukum di dalam sidang (litigasi) serta dorongan hukum di luar sidang (non- litigasi). Ruang lingkup dorongan hukum yang diberikan pula

sangat luas, cocok dengan syarat Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, tercantum melaksanakan kuasa, mendampingi, mewakili, membela serta/ ataupun melaksanakan aksi hukum lain buat kepentingan hukum penerima dorongan hukum. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 pula menetapkan persyaratan serta tata metode pemberian dorongan hukum tanpa bayaran.

Bersumber pada penjelasan di atas, paralegal mempunyai eksistensi serta landasan hukum yang jelas buat membagikan dorongan hukum verifikasi serta akreditasi, penyelenggara dorongan hukum bisa bersama-sama dengan advokat, dosen, serta mahasiswa hukum di Indonesia. UU 16 / 2011 serta Permenkumham Nomor 3 Tahun 2021 membagikan bawah hukum yang kokoh buat kedatangan paralegal di Indonesia. Tidak hanya itu, pemberian dorongan hukum kepada segala orang yang tidak sanggup didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 yang menetapkan persyaratan serta tata metode pemberian dorongan hukum tanpa bayaran. Penyelenggaraan harus hukumnya diberikan didasari oleh ketentuan serta tata metode yang dorongan hukum bersumber pada Peraturan Pemerintah No 83 Tahun 2008, diresmikan sampai masalah terselesaikan. Pemberi dorongan hukum di wilayah ialah Organisasi yang terverifikasi serta terakreditasi oleh KEMENKUMHAM. Bila belum ada pemberi dorongan hukum yang lulus melaksanakan kerjasama dengan semacam advokat serta/ ataupun paralegal di luar dari yang sudah terdaftar. Penerima dorongan hukum ialah yang berhadapan dengan hukum, baik selaku terdakwa, tersangka, tergugat, penggugat, saksi, korban, terlapor ataupun pelapor pemberi dorongan hukum yang sudah lulus verifikasi serta terakreditasi.

Paralegal memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk membantu dalam proses persidangan, penyusunan dokumen hukum, dan pengurusan administrasi hukum lainnya. Sebagai asisten hukum, paralegal dapat membantu advokat dalam menyiapkan berkas perkara, mencari informasi hukum yang dibutuhkan, serta menghadiri pertemuan dengan klien dan pihak terkait lainnya. Kedudukan paralegal sebagai pemberi bantuan hukum sangatlah penting, mengingat keterbatasan akses masyarakat terhadap layanan bantuan hukum yang memadai. Paralegal diharapkan dapat membantu mengurangi kesenjangan akses bantuan hukum di Indonesia, sehingga masyarakat kurang mampu dapat memperoleh keadilan merata.

  • 3.2    Kewenangan Paralegal Sebagai Pemberi Bantuan Hukum

Kewenangan Paralegal ketika mengasikan legal aid yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011. Pasal 10 huruf (c) dalam undang-undang tersebut secara spesifik menjabarkan bahwasanya pemberi bantuan hukum diberikan hak melakukan rekruitmen terhadap advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa fakultas hukum. Dari ketentuan ini, dapat disimpulkan bahwa paralegal telah diakui secara resmi oleh negara. Dalam pasal tersebut, terdapat pengakuan yang jelas bahwa paralegal dapat diandalkan dalam memberikan bantuan hukum. Paralegal mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang cukup dalam bidang. Oleh karena itu, perlu diakui secara lebih luas oleh masyarakat.

Kemudian paralegal dalam melaksanakan fungsinya didasarkan pada Permenkumham Nomor 3 Tahun 2021. Adapun dalam melaksanakan kegiatan pemberian bantuan hukum, seorang paralegal juga memiliki kartu identitas

yang dikeluarkan oleh pihak Pemberi Pertolongan Hukum sebagaimana diatur berdasarkan Permenkumham Nomor 3 Tahun 2021. Selajutnya terkait kewenangan Paralegal sebelum mengalami perubahan, dimulai dengan Permenkumham Nomor 1 Tahun 2018. Jika dilihat berdasarkan historis peraturan, kewenangan paralegal Pasal 13 Permenkumham Nomor 1 Tahun 2018 mengatur mengenai kewenangan Paralegal dalam Pemberian Legal Aid secara non litigasi (diluar pengadilan), melalui kegiatan seperti :

  • a.    penyuluhan hukum;

  • b.    konsultasi hukum;

  • c.    investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;

  • d.    penelitian hukum;

  • e.    mediasi;

Kewenangan Paralegal dibatasi dengan adanya pemberlakuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 mendefinisikan bahwa paralegal adalah tenaga ahli yang membantu advokat dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, tetapi tidak memiliki izin sebagai advokat. Dalam Pasal 16 Undang-Undang Advokat, disebutkan bahwasanya hanya advokat yang memiliki kewenangan untuk memberikan jasa hukum. Paralegal hanya diperbolehkan membantu advokat dalam memberikan jasa hukum dan tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh advokat, seperti memberikan nasihat hukum, membuat kesimpulan hukum, dan melakukan tindakan hukum atas nama kliennya. Dalam prakteknya, peran paralegal dapat berbeda-beda tergantung pada kesepakatan dengan advokat atau firma hukum tempat mereka bekerja. Namun, tetap diharapkan bahwa paralegal tidak melanggar ketentuan hukum yang mengatur praktik advokat di Indonesia.

Terpaut kewenangan paralegal, pada peraturan lebih dahulu ialah Permenkumham Nomor 1 Tahun 2018 dalam Pasal 11 serta Pasal 12 sudah membagikan kewenangan untuk paralegal buat membagikan dorongan hukum baik dalam litigasi ataupun non litigasi. Tetapi syarat tersebut berlawanan dengan Pasal 1 ayat (1) serta (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, Pasal 1 Ayat (1) yang berbunyi Advokat merupakan orang yang menjabat berikan jasa hukum, baik di dalam ataupun di luar majelis hukum yang penuhi persyaratan bersumber pada syarat Undang- Undang ini serta Ayat (2) yang berbunyi Jasa Hukum merupakan jasa yang diberikan Advokat berbentuk membagikan konsultasi hukum, dorongan hukum, melaksanakan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, serta melaksanakan aksi hukum lain buat kepentingan hukum klien. Sehingga buat menjamin kepastian hukum, dibatalkannya Pasal 11 serta 12 Permenkumham.

Lewat Vonis Mahkamah Agung No 22/ P/ HUM/ 2018 tersebut kalau kewenangan Paralegal hadapi pengurangan. Dalam konteks ini, Paralegal cuma berhak membagikan dorongan hukum lewat jalan non- litigasi yang sudah diatur dalam Pasal 13 Permenkumham Nomor 1 Tahun 2018. Ada pula dorongan hukum tersebut bisa dicoba lewat sebagian aktivitas, antara lain merupakan membagikan konsultasi serta penyuluhan hukum, melaksanakan investigasi masalah baik yang bertabiat elektronik ataupun non-elektronik, melaksanakan eksplorasi hukum, jadi pihak ketiga dalam perihal mediasi serta perundingan, memberdayakan warga, membagikan pendampingan secara non- litigasi, serta melaksanakan penataan dokumen hukum. Tidak hanya itu, kedudukan Paralegal di sebagian negeri maju di dunia pula menampilkan

kalau mereka bisa melaksanakan aktivitas pembelaan di majelis hukum tanpa wajib terletak di dasar kontrol langsung dari seseorang Pengacara. Tetapi, lewat Vonis MA No 22/ P/ HUM/ 2018, di informasikan dengan jelas bahwasanya Paralegal tidak mempunyai kewenangan dalam aktivitas pembelaan di meja hijau ataupun di majelis hukum tidak hanya terletak di dasar kontrol dari seseorang Advokat.

Dikeluarkannya Vonis Mahkamah Agung No 22/ P/ HUM/ 2018, hingga ada update Menteri Hukum serta Hak Asasi Manusia Indonesia dengan menghasilkan Permenkumham Nomor 3 Tahun 2021. Peraturan ini secara formal berlaku buat para paralegal yang tergabung dalam Pemberi Dorongan Hukum di Indonesia. Dalam perihal kewenangan paralegal pada peraturan terkini bersumber pada Pasal 3 ayat (2) Permenkumham Nomor 3 Tahun 2021, bahwasanya paralegal harus melakukan Dorongan Hukum serta pelayanan hukum bersumber pada penugasan dari Pemberi Dorongan Hukum cocok dengan syarat peraturan perundangundangan serta standar layanan dorongan hukum.

Dari kewenangan yang dipaparkankan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwasanya peran dan tanggung jawab seorang paralegal memiliki batasan yang lebih jelas dibandingkan dengan advokat dalam memberikan layanan bantuan hukum kepada kliennya yang diatur dalam Permenkumham Nomor 3 Tahun 2021. Dalam hal ini, peran seorang advokat jauh lebih luas karena mereka dapat melakukan pendampingan dan penegakan hukum terhadap seseorang. Selain itu, perbedaan lain antara advokat dan paralegal adalah dalam hal motivasi mereka untuk memberikan bantuan hukum. Seorang advokat dapat bersifat mencari keuntungan dalam melaksanakan bantuan hukum, sedangkan paralegal cenderung lebih fokus pada pengabdian mereka kepada masyarakat dengan memberikan pertolongan hukum. Meskipun paralegal memiliki keterbatasan dalam kewenangannya dalam memberikan layanan bantuan hukum dan juga sistem hukum. Karena mereka dapat memberikan kontribusi yang berharga dalam membantu klien mereka dalam menavigasi proses hukum, memberikan informasi yang akurat dan memberikan dukungan yang diperlukan selama proses hukum.

  • 4.    Kesimpulan

Paralegal adalah seseorang yang memiliki legalitas yang dalam sebagai pelaku pemberi penyuluhan hukum untuk masyarakat miskin. Legalitas ini berdasarkan pada peraturan yang ada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 dan juga Permenkumham Nomor 3 Tahun 2021, yang secara rinci menjelaskan persyaratan, hak dan kewajiban paralegal sebagai penolong dalam aktivitasnya. Dalam hal ini, peraturan tersebut memberikan kejelasan tentang bagaimana kehadiran atau eksistensi paralegal dapat ditemukan dan diatur. Selain itu, Permenkumham Nomor 3 Tahun 2021 juga menjelaskan mengenai penegakan hukum oleh paralegal saat memberikan pertolongan kepada masyarakat yang membutuhkan. Sementara kewenangan paralegal ketika memberikan pertolongan keadilan bersifat lebih sempit dari kewenangan advokat, namun paralegal juga dapat memberi pertolongan keadilan secara baik dan aman. Kemudian pengasian pertolongan kepada pribadi yang tak akan bisa didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 yang menetapkan syarat serta penerapan yang ada dalam pengasian pertolongan ini. Dalam hal ini, paralegal memiliki pernanan yang begitu penting

dalam menyediakan akses keadilan bagi individu yang tidak membayar biaya jasa pengacara yang mahal. Dengan demikian, keberadaan paralegal dapat membantu meningkatkan kualitas pelayanan hukum bagi masyarakat yang membutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum Revisi. Jakarta: Kencana, 2014.

Suratman dan Dillah, P. Metode Penelitian Hukum. Bandung: Penerbit Alfabeta, 2013.

Jurnal :

Elcaputera, Arie, dan Asep Suherman. Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Dalam Memperoleh Akses Keadilan di Kota Bengkulu. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9, No. 10 (2021): 1777-1795.

Khalid, Afif., dan Eka Saputra, Dadin. “Tinjauan Yuridis Tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum.” Al-Adl: Jurnal Hukum 11, No 1 (2019): 103-113. https://doi.org/10.31602/al-adl.v11i1.2022

Kurniawan, Neo Adhi. “Peran Paralegal Dalam Perlindungan Serta Pemenuhan Hak Hukum Masyarakat.” Jurnal Praksis dan Dedikasi 3, No 1 (2020): 28-33. https://doi.org/10.17977/um032v3i1p28-33

Mahmud, Mustakim., Salam Amrullah, Muhammad., dan Palla, Ardian. “Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin.” Jurnal Tociung Jurnal Ilmu Hukum 2, No. 2 (2022) : 45-59.

Munib, M. Adib., dan Prabowo, Adnrianto. “Peranan dan Kedudukan Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin di Kabupaten Bojonegoro.” Jurnal Independent Fakultas Hukum 7, No 2   (2019):   197-204.

https://doi.org/10.30736/ji.v7i2.102

Ramdan, Ajie. “Bantuan Hukum Sebagai Kewajiban Negara Untuk Memenuhi Hak Konstitusional Fakir Miskin.” Jurnal Konstitusi 11, No 2 (2014): 234. https://doi.org/10.31078/jk1122

Rosalina, Maria. “Aspek Hukum Paralegal Sebagai Pemberi Bantuan Hukum Terhadap Masyarakat Miskin dan Marginal Dalam Mencari Keadilan.” Jurnal Hukum Kaidah 17, No 2 (2018): 63-76.

Sihombing, Eka N.A.M. “Eksistensi Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin.” Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum 6, No 1 (2019): 71. https://doi.org/10.31289/jiph.v6i1.2287

Sunggara, Muhammad Adystia, dkk. “Penerapan Dan Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Kurang Mampu.” Solusi Volume 19, Nomor 2, (2021). https://doi.org/10.36546/solusi.v19i2.360

Suryantoro, D. D. Kedudukan Paralegal Dalam Pendampingan Hukum. Legal Studies Journal, 1(2). (2021).

Wiwik Sugiantari, Anak A. P., Noni Suharyanti, N. P., dan Nistra, I Made. “Efektifitas Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum di LBH-APIK Bali.” Jurnal Analisis Hukum 4, No 1 (2021): 16-33.

Skripsi :

Noeri, Irsyad,. “Bantuan Hukum Cuma-Cuma Kepada Orang Miskin Dalam Peradilan Pidana: Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat” (2008). Universitas Indonesia, and Program Ekstensi.

Peraturan Perundang-undangan :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3886. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 1 angka 4. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5248. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Jakarta.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2021 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum.

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No. 9 Tahun 2023 hlm 947-958

958