PENDAFTARAN WARISAN BUDAYA DAN ALAM INDONESIA SEBAGAI WARISAN DUNIA YANG DIAKUI UNESCO

Rizki Paramukti Soemadi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : arzisoemadi@gmail.com

Tjokorda Istri Diah Widyantari Pradnya Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : diah_widyantari@unud.ac.id

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis bagaimana proses pendaftaran warisan budaya dan alam Indonesia sebagai Warisan Dunia melalui sertifikasi UNESCO dan menyelisik keuntungan yang didapatkan dengan gelar ‘Warisan Dunia’. Dalam artikel ilmiah ini menggunakan salah satu jenis penelitian yaitu penelitian normatif yang mengkaji bagaimana proses legalisir budaya dan alam Indonesia sebagai warisan yang dilindungi dalam skup internasional dan bahan literatur yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa : proses penggelaran suatu warisan menjadi Warisan Dunia harus melalui lima tahap: Tentative List/Daftar Tentatif, The Nomination File/File Nominasi, The Advisory Bodies, dan Penentuan Nilai Universal Luar Biasa oleh Komite Warisan Dunia UNESCO. Indikator paling utama dalam penentuan kelayakan gelar Warisan Dunia adalah Nilai Universal Luar Biasa/Outstanding Universal Value, tanpa OUV tidak mungkin suatu warisan dapat tergolong menjadi Warisan Dunia. Terdapat pula beberapa penggolongan keuntungan yang didapatkan bagi negara yang memiliki situs Warisan Dunia, yakni: perlindungan, ekonomi, finansial, politis, dan psikologi. Keuntungan ini didapatkan melalui peraturan internasional yang mengatur ataupun jasa diplomatik dari dalam ataupun luar negeri.

Kata Kunci : UNESCO, Warisan Dunia, Pendaftaran Warisan Dunia, Keuntungan Gelar Warisan Dunia.

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze how the process of registering Indonesia's cultural and natural heritage as a World Heritage through UNESCO certification and examine the benefits obtained with the title ‘World Heritage’. In this scientific article, one type of research is used, namely normative research which examines how the process of legalizing Indonesian culture and nature as a protected heritage in international scope and literature related to the subject matter. The results of this study indicate that : the process of making a heritage a World Heritage must go through five stages: the Tentative List, The Nomination File, The Advisory Bodies, and the Determination of Outstanding Universal Value by UNESCO’s the World Heritage Committee. The most important indicator in determining the eligibility for the title of World Heritage is Outstanding Universal Value, without OUV it is impossible for an inheritance to be classified as World Heritage. There are also several classifications of benefits that are obtained for countries that have World Heritage sites, namely: protection, economic, financial, political, and psychological. This advantage is obtained through international regulations that regulate or diplomatic services from within or outside the country.

Keywords: UNESCO, World Heritage, World Heritage Registration, Advantages of World Heritage Title.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Nusantara merupakan julukan bagi negara Indonesia yang kepulauannya terbentang mencakup lebih dari 17.000 pulau yang memiliki populasi lebih dari 255 juta penduduk.1 Dengan banyaknya jumlah penduduk dan kekayaan alam, tak heran jika banyak warisan budaya dan alam yang lahir. Budaya sendiri dalam arti luas meliputi seluruh pemikiran, perasaan, karya, dan hasil karya manusia yang dilahirkan melalui daya pikir dan proses pembelajaran.2 Diluaskan oleh globalisasi, terdapat 2 jenis budaya, warisan budaya benda (tangible haritages) dan warisan budaya takbenda (intangible haritages). Warisan budaya benda adalah warisan budaya yang bisa dirasakan oleh indera mata dan tangan. Contoh warisan budaya benda adalah cagar budaya dan museum yang sifatnya berwujud dan mampu untuk disentuh serta dilihat. Sedangkan warisan budaya takbenda merupakan kebalikan dari warisan budaya benda yakni tidak bisa dirasakan oleh indera mata dan tangan namun kehadirannya dapat dirasakan dan jelas ada di sekitar. Contoh dari warisan tak benda yakni kebiasaan setempat atau adat istiadat.3 Dengan banyaknya jumlah warisan budaya benda maupun tak benda yang melebihi 9500 budaya, pastinya diperlukan upaya pencatatan dan pelestarian budaya-budaya tersebut sehingga tidak hilang dan punah. Di sisi lain, warisan alam yang merupakan warisan yang berasal dari alam yang lahir dari proses natural. Warisan-warisan ini terdiri dari fitur alam, bentukan geologis dan fisiografis, dan situs alam atau kawasan alam.4 Salah satu instansi yang memiliki tupoksi dalam membantu pemerintah menjaga warisan budaya dan alam salah satunya yakni UNESCO.

UNESCO dikategorikan sebagai Non-Governmental Organization atau NGO yang merupakan salah satu subjek hukum internasional. NGO diartikan sebagai organisasi yang bersifat privat atau tidak melibatkan negara.5 Organisasi ini mampu untuk melaksanakan aktivitas yang bersifat transnasional, mampu bekerja sama dengan negara, dan dalam arti sempit hanya tertuju dalam bentuk non-profit.6 Sebagai bentuk NGO non-profit, The United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) merupakan anak organisasi berskala internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertanggung jawab dalam mempromosikan perdamaian, kesejahteraan, keadilan sosial, Hak

Asasi Manusia, dan keamanan internasional yang memiliki tupoksi dalam melakukan kerja sama bekerja di lingkup pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya.7 Melalui program UNESCO’s World Heritage, lahirlah istilah “World Heritage” atau Warisan Dunia. Budaya-budaya yang sudah memiliki gelar Warisan Dunia merupakan budaya yang sudah terverifikasi dan diakui komunitas internasional untuk dilindungi berdasarkan Konvensi tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia UNESCO. Konvensi ini merupakan landasan atau konstitusi dari program Warisan Dunia UNESCO. Untuk melaksanakan misi-misi UNESCO, terbentuklah suatu komite yang bernama The World Heritage Committee atau Komite Warisan Dunia yang beranggotakan 21 negara, yaitu Zimbabwe, Republik Tanzania, Uganda, Tunisia, Spanyol, Saint Kitts dan Nevis, Norwegia, Kirgiztan, Kuwait, Indonesia, Hungaria, Guatemala, Kuba, Cina, Burkina Faso, Brazil, Bosnia dan Herzegovina, Bahrain, Republik Azerbaijan, Australia, Angola, dan masih akan bertambah.

Dengan banyaknya daftar milik UNESCO yang sudah menyantumkan sejumlah negara yang dianugerahi Warisan Dunia, tentunya Indonesia menjadi salah satu penerima gelar tersebut. Berefleksi dari sejarah warisan budaya Indonesia, sampai saat ini kita memiliki 5 warisan budaya Indonesia yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Dunia (WCH) oleh UNESCO. Dimulai dengan penetapan Kawasan Candi Borobudur sebagai WCH pertama di Indonesia pada 13 Desember 1991, dilanjuti dengan Kawasan Candi Prambanan pada 13 Desember 1991 juga, disusul dengan Situs Manusia Purba Sangiran pada 7 Desember 1996, setelahnya yakni Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak Sebagai Manifestasi Filosofi Tri Hita Karana pada 6 Juli 2012, dan terbaru yakni Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto pada 10 Juli 2019. Subak sebagai salah satu situs warisan budaya Indonesia memiliki ciri khas tersendiri mengapa sistem ini layak dijadikan warisan dunia. Sistem Subak Bali adalah sistem pengelolaan pengairan dalam suatu kawasan pertanian tertentu, terbangun pura disampingnya, memiliki sumber air khas, otonom, dan sudah sangat tua apabila dihitung secara usia.8 Subak juga dikenal sebagai identitas masyarakat Bali yang dimana terdapat gabungan antara keberagaman, demokrasi, keuletan, hingga kultur hidup yang diikuti oleh penduduk setempat. Terdapat banyak literatur yang bisa dijadikan bukti nilai sejarah Subak seperti Lontar Markandeya Purana hingga prasasti-prasasti, hal ini membuktikan betapa kaya akan nilai sejarah sistem Subak Bali. Tak berhenti sampai disitu, Subak juga berkaitan erat dengan konsep Tri Hita Karana, hal inilah yang menjadi alasan utama mengapa UNESCO mengakui sistem Subak dengan gelar Warisan Dunia. Berikut contoh transformasi warisan budaya Indonesia menjadi warisan budaya dunia yang bisa kita teliti untuk mengetahui kualifikasi dalam pemberian gelar tersebut melalui akta konstitutif UNESCO.

Sebagai bentuk penelitian State of the Art, penulis mempertimbangkan penelitian oleh Dyah Permata Budi Asri dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Kebudayaan Melalui World Heritage Centre UNESCO yang membahas tentang perlindungan hukum terhadap kebudayaan Indonesia yang dikaji dari perspektif ekspresi budaya tradisional.9 Selain itu juga merujuk pada penelitian oleh Ary Aprianto dengan judul Konvensi Warisan Dunia dan Transnasional Legal Process untuk Melindungi Alam Semesta, disini penelitian tersebut membahas tentang Konvensi Warisan Dunia yang dihubungkan dengan mekanisme konservasi dan perlindungan warisan alam dan budaya.10 Tidak dapat dipungkiri, penulis mendapat hambatan kecil dalam menginventarisir jurnal maupun literatur yang membahas masalah terkait, jumlah literatur yang ada nyatanya lebih sedikit dari yang penulis bayangkan karena pembahasannya yang cukup khusus, namun meskipun begitu tidak mengurangi rasa haus akan pengetahuan penulis untuk membawa rumusan masalah ini. Terkait dengan kedua penelitian tersebut, penulis memiliki ide untuk memahami proses pendaftaran warisan budaya Indonesia menjadi warisan budaya dunia oleh UNESCO yang terhubung langsung dengan keuntungan atas gelar Warisan Dunia yang didapatkan seperti yang dibahas di jurnal sebelumnya dengan konservasi, perlindungan, dan juga pelestarian budaya untuk generasi berikutnya. Penulis berharap penelitian ini mampu dijadikan bahan acuan bagi siapapun untuk memahami bagaimana UNESCO menganugerahi Warisan Dunia atas warisan budaya Indonesia yang pastinya membawa juga segala keuntungan yang bisa dirasakan. Penulis percaya bahwa warisan budaya dan alam kitalah yang akan menjadi identitas negara kita yang akan diturunkan turun-temurun.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1    Bagaimana proses pendaftaran warisan budaya dan alam Indonesia menjadi Warisan Dunia oleh UNESCO?

  • 2    Apa manfaat yang diperoleh dari gelar “Warisan Dunia” yang dimiliki oleh suatu warisan budaya dan alam?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Landasan yang menjadi titik utama penelitian ini yaitu untuk mencari tahu bagaimana proses pendaftaran warisan budaya dan alam Indonesia sebagai Warisan Dunia melalui sertifikasi UNESCO, serta menyelisik keuntungan yang didapatkan dengan gelar ‘Warisan Dunia’. Sehingga penelitian ini dilakukan dengan membaca literasi, menyelisik peraturan-peraturan, serta meneliti jurnal ilmiah yang berhubungan terhadap isu Warisan Dunia oleh UNESCO. Dalam jurnal penelitian ini menekankan pada aspek prosedural dan kualifikasi dari gelar ‘Warisan Dunia’ dan dilanjuti dengan penjabaran terperinci terkait keuntungan-keuntungan yang bisa didapatkan warisan budaya dan alam Indonesia yang sudah memiliki gelar tersebut.

  • II.    Metode Penelitian

Dalam meyelisik isi dari penelitian ini, pastinya harus ada metode penelitian yang bertujuan sebagai fundamental penggalian informasi dalam membahas jurnal ilmiah tersebut. Berlandaskan hal tersebut, metode penulisan yang tepat untuk mengawal jurnal ini yakni metode penelitian normatif. Penelitian normatif adalah suatu penggalian fakta berdasarkan hukum dan peraturan yang ada dengan menggunakan data primer dan sekunder yang didapatkan di literatur seperti peraturan, buku, jurnal, dan bahan literasi lainnya.11 Peraturan yang digunakan sebagai bahan pokok hukum primer yaitu Konvensi tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia dan Pedoman Operasional Pelaksanaan Konvensi Warisan Dunia. Sedangkan bahan pokok hukum sekunder yaitu beberapa karya ilmiah dan artikel instansi yang memiliki korelasi terhadap rumusan masalah.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Pendaftaran Warisan Budaya dan Alam Indonesia Menjadi Warisan Dunia oleh UNESCO

Konvensi Tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia, yang sering disebut sebagai Warisan Dunia tahun 1972, merupakan landasan program Warisan Dunia UNESCO. Tujuan dari program ini adalah untuk mengidentifikasi, melindungi dan melestarikan warisan budaya dan alam di seluruh dunia. menjadi nilai yang luar biasa bagi umat manusia.12 Pada tahun 1972, daftar Situs Warisan Dunia yang dikelola oleh UNESCO berdasarkan Perjanjian Konservasi dikenal sebagai Konvensi Warisan Dunia telah diratifikasi oleh 160 negara. Penunjukan tempat-tempat yang terentang pada tiap cakrawala didasarkan pada nilai budaya yang luar biasa, keindahan alam yang khas atau kepentingan ekologis tempat tersebut. Dukungan finansial dan administratif diberikan untuk membantu negara tuan rumah dalam menjaga integritas Situs Warisan Dunia yang ditunjuk. Untuk ternominasi dalam daftar Situs Warisan Dunia wajib memiliki Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding Universal Value/OUV) sebagai penentu utama, hal ini diartikan bahwa kepentingan perlindungan atas situssitus ini melampaui batas nasional dan memberikan perlindungan permanen bagi masyarakat internasional secara keseluruhan.13

Pada Pedoman Operasional Pelaksanaan Konvensi Warisan Dunia (Operational Guidelines for the Implementation of the World Heritage Convention), Komite Warisan Dunia akan mempertimbangkan properti memiliki Nilai Universal Luar Biasa ketika sudah memiliki satu atau lebih kriteria sebagai berikut: (i) mewakili mahakarya atau masterpiece kejeniusan kreatif dari manusia; (ii) menunjukan adanya perkembangan dan pertukaran penting nilai-nilai kemanusiaan; (iii) bersaksi tentang tradisi budaya atau peradaban yang masih hidup atau sudah punah; (iv) ada contoh unik bangunan,

struktur, ansambel teknologi atau lanskap yang mewakili tahapan penting dalam sejarah manusia; (v) merupakan contoh pemukiman tradisional manusia, penggunaan lahan atau akuakultur; mewakili budaya yang berbeda atau contoh interaksi manusia dengan lingkungan, terutama jika lingkungan telah mengalami perubahan yang tidak dapat diubah; (vi) berkaitan dengan peristiwa atau tradisi kehidupan, gagasan, kepercayaan, atau karya seni dan sastra yang secara umum mempunyai arti yang secara langsung atau substansial mempengaruhi; vii) yang mengandung fenomena alam dengan tatanan tertinggi atau kawasan alami yang memiliki keindahan dan nilai estetika yang luar biasa; (viii) adalah contoh unik yang mewakili ciri-ciri penting sepanjang sejarah Bumi, termasuk catatan kehidupan, peristiwa geologis besar yang sedang berlangsung, atau ciri geomorfik penting. (ix) Menjadi model unik untuk pentingnya proses biologis dalam pengembangan dan kelangsungan ekosistem darat, air tawar, pesisir dan laut serta komunitas tumbuhan dan hewan. (x) mengandung habitat alami yang paling penting dan signifikan untuk konservasi keanekaragaman hayati in situ, termasuk yang mengandung spesies terancam punah dengan nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang ilmiah atau konservasi.

Selain kriteria diatas, properti yang memiliki Nilai Universal Luar Biasa harus memiliki kondisi integritas dan/atau keaslian serta perlindungan dan manajemen sistem yang cukup untuk menjamin pengamanan konservasi. Integritas adalah ukuran keutuhan alam dan/atau warisan budaya serta atributnya. Meneliti kondisi integritas, salah satu penilaian sejauh mana properti masuk dalam kriteria integritas yakni mencakup semua indikator penting untuk mebuktikan Nilai Universal Luar Biasa yang dimiliki. Keaslian adalah Kemampuan untuk memahami nilai yang dikaitkan dengan warisan tergantung pada sejauh mana sumber informasi tentang nilai ini dapat dipahami sebagai kredibel atau benar. Pengetahuan dan pemahaman tentang sumber-sumber ini informasi, dalam kaitannya dengan karakteristik asli dan selanjutnya dari warisan budaya dan alam, dan maknanya sebagai akumulasi dari waktu ke waktu, adalah dasar yang diperlukan untuk menilai semua aspek keaslian. Contoh-contoh kriteria ini seperti bentuk, desain, material, kegunaan, dan lain-lain yang diatur dalam pedoman.

Setelah memahami landasan awal suatu situs dapat dinominasikan harus memiliki Nilai Universal Luar Biasa, perlu diketahui bahwa Konvensi Warisan Dunia 1972 mengategorikan warisan ke dalam dua bidang, yaitu warisan budaya dan warisan alam. Kedua kategori ini walaupun pengertiannya berbeda namun tetap terdaftar dalam satu kesatuan yakni Daftar Warisan Dunia.

Penominasian Warisan Dunia hanya bisa diajukan oleh negara yang sudah menandatangani World Heritage Convention, dan proses pengajuannya tidaklah singkat. Terdapat 4 proses yang harus dilewati:14

  • 1.  Tentative List/Daftar Tentatif

Sebagai Langkah paling awal dalam memulai proses penominasian, negara harus menginventarisir warisan budaya dan/atau alam mana yang ingin dinominasikan sebagai calon Warisan Dunia. Tentative List adalah daftar inventarisasi situs-situs yang terletak di wilayahnya, yang masing-masing negara menganggap cocok untuk dinominasikan ke Daftar Warisan Dunia. Dokumen ini sangat luas cakupannya, terlampir informasi penunjang seperti peta, studi tematik, sejarah properti, dan dokumentasi lain yang diperlukan untuk membuktikan Nilai Universal Luar Biasa dari situs.

  • 2.    The Nomination File/File Nominasi

File Nominasi terdiri dari Preliminary Assessment dan nomination dossier. Preliminary Assessment adalah administrasi wajib untuk segala situs yang ingin dinominasikan didalam Daftar Warisan Dunia oleh negara yang mengajukan. Preliminary Assessment memberikan panduan tentang potensi situs untuk membuktikan Nilai Universal Luar Biasa, termasuk integritas dan/atau keaslian. Lalu negara boleh mengirimkan draf nomination dossiers kepada sekretariat, panitia hanya akan memvalidasi nomination dossiers yang sudah dicantumkan dalam Tentative List negara dan telah menyelesaikan Preliminary Assessment.

  • 3.    The Advisory Bodies

Di dalam Konvensi Warisan Dunia, ada 2 lembaga yang disebut “advisory bodies”. Pertama yakni International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) yang berwenang untuk mengevaluasi file nominasi di bidang budaya, dan kedua yakni International Union for Conservation of Nature (IUCN) yang berwenang untuk mengevaluasi file nominasi di bidang alam. ICOMOS dan IUCN akan melakukan studi tematik untuk mengevaluasi nominasi situs Warisan Dunia yang potensial dalam konteks regional, global, atau tematiknya. Advisory Bodies akan memberikan 3 kategori pertimbangan kepada Komite Warisan Dunia yang terdiri dari:

  • a)    Direkomendasikan untuk pencantuman (dalam daftar Warisan Dunia)

  • b)    Tidak direkomendasikan

  • c)    Direkomendasikan untuk referral atau dereferral

  • 4.    Penentuan oleh Komite Warisan Dunia

Setelah situs nominasi sudah dievaluasi, sisa kewenangan akan diberikan sepenuhnya kepada Komite Warisan Dunia untuk memberikan keputusan akhir. Komite akan mempertimbangkan situs nominasi untuk/untuk tidak dicantumkan dalam Warisan Dunia, pencantuman akan diiringi dengan pernyataan Nilai Universal Luar Biasa yang dimiliki oleh situs nominasi tersebut, serta penentuan referral atau dereferral. Referral artinya diminta tambahan informasi menentukan Nilai Universal yang Luar Biasa dari situs yang dinominasikan dari negara terkait, dan dereferral adalah peninjauan untuk lebih penilaian/studi mendalam atau revisi substansial oleh negara pihak.

  • 3.2    Manfaat Warisan Budaya dan Alam Yang Bergelar “Warisan Dunia”

Dewasa ini, banyak negara-negara khususnya negara berkembang sangat mengharapkan gelar Warisan Dunia di territorialnya. Hal ini disebabkan oleh Konvensi Warisan Dunia yang memberikan keuntungan kepada negara pihak untuk menjadi bagian dari komunitas internasional yang menghargai dan mendukung perlindungan situs penting secara universal dengan keanekaragaman budaya dan kekayaan alam. Ketika ada permasalahan yang timbul dan mengancam pelestarian Warisan Dunia, secara otomatis dunia akan memberikan perhatiannya terhadap masalah tersebut. Contoh hal ini dapat kita lihat pada insiden gempa bumi pada 2 Mei 2006 di DIY Yogyakarta yang menyebabkan kerusakan pada Candi Prambanan. Hal ini mengundang banyak bantuan dan jasa baik yang ditawarkan oleh negara-negara kepada upaya perlindungan Candi Prambanan yang dikenal sebagai situs Warisan Dunia.15 Hal ini menunjukkan bahwa pengakuan UNESCO bersifat universal melintasi batas negara-negara. Secara garis besar, keuntungan gelar ‘Warisan Dunia’ ini meliputi ekonomi, finansial, politis dan psikologi.16

  • a)    Ekonomi

Dapat dibilang bahwa gelar Warisan Dunia merupakan sebuah komoditas karena memiliki nilai jual yang unik. Gelar ini memberikan priviledge kepada situs untuk mampu berkompetisi dengan objek wisata lain sehingga memiliki keuntungan kompetitif. Upaya penunjangan pendapatan dan jumlah pengunjung situs yang tergolong Warisan Dunia merupakan fenomena yang lumrah terjadi.

Obyek Wisata

Pendapatan Obyek Wisata (Rupiah)

2015

Tahunan

Candi Mendut dan

Candi Pawon

90 277 995

Candi Borobudur

96 485 592 500

Telaga Bleder

16 465 000

PAH Candi Umbul

108 375 500

Taman Rekreasi Mendut

470 682 000

Ketep Pass

3 342 992 000

Lainnya

60 585 301

Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil riset Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang berkolaborasi bersama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Magelang,

terlihat bahwa pendapat tahunan obysek wisata paling tinggi di daerah Kab. Magelang diduduki oleh Candi Borobudur. Candi ini telah memiliki tiga kualifikasi Nilai Universal Luar Biasa sehingga dilegalisir dan diresmikan menjadi Warisan Dunia yang diakui UNESCO pada 13 Desember 1991.17 Terkenalnya Candi Borobudur karena media komunikasi yang cukup menyorot Candi sebagai ikon wisata hingga keistimewaan Indonesia. Publikasi dan berita menitikberatkan topik destinasi wisata ke Candi Borobudur sebagai tempat yang wajib dikunjungi, hal inilah yang menyebabkan Candi Borobudur dikenal hingga mancanegara dan diketahui oleh dunia. Dengan terkenalnya Candi Borobudur dan citra ikon wisata yang dilahirkan menghasilkan pendapatan luar biasa bagi negara secara ekonomi.

  • b)    Finansial

Secara finansial, perlindungan situs Warisan Dunia juga ditunjang dengan The World Heritage Fund/Dana Warisan Dunia yang merupakan dana kolektif yang terdiri dari kontribusi negara-negara secara sukarela. Dana ini bisa diturunkan kepada negara-negara yang memerlukan bantuan internasional demi perlindungan dan konservasi situs Warisan Dunia. Bantuan internasional untuk peningkatan kapasitas juga disediakan dengan mempertimbangkan kegentingan, laporan, hingga rekomendasi para ahli. Komite Warisan Dunia membuat keputusan tentang jumlah anggaran Dana Warisan Dunia serta penggunaannya. Dana Warisan Dunia berjumlah 5,9 juta dolar dalam dua tahun 2022-2023, ditambah 0,4 juta dolar untuk bantuan Darurat sebagaimana didefinisikan dalam pasal 21.2 Konvensi Warisan Dunia.

Di dalam pasal 22 Konvensi Warisan Dunia disebutkan bahwa bantuan World Heritage Fund dapat berupa: a) mempelajari aspek artistik, ilmiah dan teknis dari perlindungan, pelestarian, penyajian dan pemulihan warisan budaya dan alam, sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 11 ayat 1; dalam paragraf 2 dan 4 Konvensi ini; (b) menyediakan tenaga ahli, teknisi dan personel yang memenuhi syarat untuk memastikan bahwa pekerjaan yang telah disepakati dilaksanakan dengan baik; c) melatih staf dan ahli di semua tingkatan dalam identifikasi, perlindungan, pelestarian, penyajian dan pemulihan warisan budaya dan alam (d) menyediakan peralatan yang tidak dimiliki atau tersedia di negara tersebut; e) pinjaman berbunga rendah atau tanpa bunga yang harus dilunasi dalam jangka waktu yang lebih lama f) Hibah yang tidak dapat dikembalikan diberikan dalam kasus khusus dan untuk alasan khusus.

Jika dilihat maka untuk mendapatkan bantuan dari Dana Warisan Dunia haruslah memiliki urgensi penelitian dalam segi artistik, sains, dan permasalahan teknikal yang lahir dalam proses presentasi, konservasi, perlindungan, dan rehabilitasi warisan budaya maupun alam. Dalam menjaga warisan ini juga diperlukan bantuan dari para tenaga ahli untuk menjamin performa terbaik dalam pengerjaan konservasi warisan.

  • c)    Politis

Dengan proses perlindungan dan konservasi atas situs Warisan Dunia, terciptalah koordinasi kolaboratif antar sektor pemerintah dan juga komunitas setempat. Kepentingan egoistik dan sectoral lembaga dapat dihindari karena adanya misi bersama untuk memberikan perlindungan terhadap situs Warisan Dunia. Pendekatan yang berlaku disini berfungsi dalam memperkuat daya tawar negara dalam strategi politik di dunia nasional hingga internasional. Seluruh mata negara-negara akan tertuju kepada negara yang memiliki situs Warisan Dunia, hal inilah yang menyebabkan kuatnya daya tawar negara pemilik dalam pengambilan keputusan demi menjaga konservasi situs Warisan Dunia.

  • d)    Psikologi

Aspek psikologi yang dapat lahir yakni melalui tercantumnya nama situs menjadi Warisan Dunia yang memiliki Nilai Universal Luar Biasa, dapat memupuk rasa bangga dari masyarakat setempat. Hal ini diharapkan dapat mendorong perlindungan dan konservasi pada situs Warisan Dunia tersebut. Dengan dorongan ini, masyarakat mampu untuk mengubah perilakunya untuk terlibat aktif dalam mempromosikan Warisan Dunia yang ada di wilayahnya.18

IV. Kesimpulan

Berdasarkan kepada pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa proses penggelaran suatu warisan menjadi Warisan Dunia harus melalui lima tahap: Tentative List/Daftar Tentatif, The Nomination File/File Nominasi, The Advisory Bodies, dan Penentuan Nilai Universal Luar Biasa oleh Komite Warisan Dunia. Indikator paling utama dalam penentuan kelayakan gelar Warisan Dunia adalah Nilai Universal Luar Biasa/Outstanding Universal Value, tanpa OUV tidak mungkin suatu warisan dapat tergolong menjadi Warisan Dunia. Terdapat pula beberapa penggolongan keuntungan yang didapatkan bagi negara yang memiliki situs Warisan Dunia, yakni: perlindungan, ekonomi, finansial, politis, dan psikologi. Keuntungan ini didapatkan melalui peraturan internasional yang mengatur ataupun jasa diplomatik dari dalam ataupun luar

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Aprianto, Ary. 2019 “Warisan Dunia dan Transnasional Legal Process untuk Melindungi Alam Semesta”, Padjajaran Journal of Law 6(3): 489-507.

Asri, Dyah Permata Budi. Mei 2018. “Perlindungan Hukum Terhadap Kebudayaan Melalui World Heritage Centre UNESCO”, JH Ius Quia Iustum 25(2): 256-276.

Butler, Diane. Mei 2016. “Dari Istilah menuju Praktek: Konsep-konsep dalam Konvensi Internasional UNESCO untuk Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia dan Warisan Budaya Takbenda”, Museum Airlangga : 2.

Islam, Muh Arrifuddin. Desember 2013. “Peran Brand Borobudur Dalam Pariwisata dan World Heritage”, Dewa Ruci 8(3):380.

Juliana Purba, Eva. 2020. “Perlindungan Hukum Warisan Budaya Tak Beda Berdasarkan Convention for The Safeguarding of The Intangible Cultural Heritage 2003 dan Penerapannya di Indonesia”, Uti Possidetis: Journal of International Law 1(1): 93.

kurnia, pramitha astri dkk. 2016. “peranan united nations educational scientific and cultural organization (unesco) dalam perlindungan benda-benda bersejarah yang hancur akibat konflik bersenjata (Studi Kasus Perlindungan Benda-Benda Bersejarah yang Hancur Akibat Konflik Bersenjata di Suriah)” Diponogoro Law Journal 5(4):5.

Sam, Bram Andre Zefanya. Mei 2019. “Perlindungan Hak Cipta Terhadap Warisan Budaya Bangsa Indonesia di Tinjau Dari Perspektif Hukum Internasional”. Lex Et Societatis 8(5):172.

Sonata, Depri Liber. Maret 2014. “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakteristik Khas dari Metodemeneliti Hukum”, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum 8(1): 25.

Sumarto. Juli 2019. “Budaya, Pemahaman dan Penerapannya “Aspek Sistem Religi, Bahasa, Pengetahuan, Sosial, Keseninan dan Teknologi””, Jurnal Literasiologi 1(2):144

Sumiyati, Wayan Windia, Gede Sedana. April 2015. ”Aspek Ritual pada Sistem Irigasi Subak sebagai Warisan Budaya Dunia”, jurnal kajian bali 5(1), hlm. 52.

Wulan, Rizky Madya dan Muhammad Muktiali. Desember 2013. “Peran Non

Governmental Organization (GIZ dan LSM Bina Swadaya) terhadap Klaster Susu Sapi Perah di Kabupaten Boyolali”, Jurnal Wilayah dan Lingkungan 1(2):159.

Yunani. Agustus 2016. “Tinjauan Sejarah Terhadap Penetapan Pulau-Pulau Di

Indonesia”, Jurnal Criksetra 5(2):126

Peraturan Perundang-Undangan:

Konvensi tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia.

Pedoman Operasional Pelaksanaan Konvensi Warisan Dunia.

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 9 Tahun 2022 hlm 960-970

970