Jurnal Psikologi Udayana 2023, Vol.10, No.1, 232-243


Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607

DOI: 10.24843/JPU/2023.v10.i01.p03

Makna hidup perempuan Bali penyintas kanker payudara

Ni Komang Adinda Cahyani Vergiana P1, L. M. Karisma Sukmayanti Suarya2

Abstrak

Kanker payudara merupakan kejadian kanker tertinggi yang sering dialami oleh perempuan di Indonesia. Menurut beberapa penelitian, kanker payudara berkaitan dengan kondisi psikologis yang buruk seperti, depresi dan kecemasan. Kajian lainnya menemukan bahwa kebermaknaan hidup memungkinkan individu memandang penyakit kanker payudara ke arah yang lebih positif seperti, sebagai jalan pertumbuhan pasca trauma. Kebermaknaan hidup juga dikaitkan dengan kepuasan hidup, kesejahteraan psikologis, serta kesehatan yang lebih baik. Berdasarkan beberapa temuan, setiap penyintas kanker payudara memberikan pemaknaan subyektif terhadap penyakit yang dialami. Pemaknaan tersebut terkait erat dengan keyakinan individu yang biasanya dipengaruhi oleh budaya setempat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna hidup perempuan Bali penyintas kanker payudara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologi, teknik analisis interpretative phenomenological analysis (IPA). Terdapat tujuh tema super-ordinat dalam penelitian ini yaitu, 1) penurunan aktivitas kerja akibat kanker payudara; 2) respon fisiologis (seperti: nyeri payudara, cepat lelah dan mengalami mual, muntah, serta rambut rontok sebagai efek kemoterapi) dan psikologis (seperti: kecewa, sedih, kaget, takut, khawatir, merasa lega pasca operasi) terkait kanker payudara; 3) koping (menjalani pengobatan medis, kegiatan religius, dan membuat sarana upacara); 4) keputusan menjalani pengobatan medis; 5) hambatan selama pengobatan; 6) pandangan tentang penyakit kanker payudara; dan 7) perasaan bersyukur. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa setiap penyintas kanker payudara memiliki pemaknaan unik tentang penyakit kanker payudara. Walaupun demikian, penyintas kanker payudara sama-sama memaknai hidupnya mengalami penurunan aktivitas kerja. Terlepas dari pemaknaan hidup yang disampaikan, penyintas kanker payudara tetap menunjukkan rasa syukur atas hal-hal baik yang telah mereka alami selama menjalani perawatan.

Kata kunci: Bali;, kanker payudara; makna hidup; perempuan

Abstract

Breast cancer is the most common cancer diagnosed among women in Indonesia. Based on several studies, breast cancer is related to psychological issues such as depression and anxiety. Another research found that meaning in life allows individuals to view breast cancer in a more positive direction, for example, by experiencing post-traumatic growth. Meaning in life is also related to better life satisfaction, psychological well-being, and health. Several findings showed that each breast cancer survivor gives subjective meaning to their illness. Those meanings are closely related to individual beliefs, which are usually influenced by the culture in which the individuals live. This study aims to determine the meaning in life of Balinese women who are breast cancer survivors. This qualitative study was conducted by using Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). There are seven super-ordinate themes in this study, 1) decreased work activity due to breast cancer; 2) physical (e.g., breast pain, fatigue, nausea and vomiting, and hair loss as a chemotherapy effect) and psychological (e.g., disappointment, surprise, fear, worry, and relief after surgery) responses related to breast cancer; 3) coping (undergo medical treatment, religious activities, and making offerings); 4) the decision to undergo medical treatment; 5) obstacles during treatment; 6) views on breast cancer; and 7) gratitude. Each breast cancer survivor has unique meanings regarding their illness. However, they similarly view their lives as experiencing a decline in work activities. Even so, breast cancer survivors still show gratitude for the good things they have experienced during their treatments.

Keywords: Bali; breast cancer; meaning in life; women

LATAR BELAKANG

Kanker merupakan penyebab kematian ketiga tertinggi setelah jantung dan stroke dari seluruh penyebab kematian di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020). Definisi kanker menurut Sarafino dan Smith (2011) yaitu, penyakit yang dapat menghasilkan sakit kronis progresif, bertambah buruk dan semakin intens, ditandai dengan rasa ketidaknyamanan secara terus-menerus. Sel kanker berbeda dengan sel lainnya, tidak memberikan manfaat yang baik bagi tubuh (Taylor, 2015). Semua sel kanker dihasilkan dari disfungsi Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), bagian dari pemrograman seluler yang mengontrol pertumbuhan dan reproduksi sel. Disfungsi DNA dapat menyebabkan pertumbuhan sel dan proliferasi yang terlalu cepat.

Menurut Kemenkes RI, jenis kanker dengan kejadian tertinggi pada perempuan di Indonesia adalah kanker payudara yaitu, 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019). Kanker payudara paling sering dialami oleh perempuan dewasa madya dibandingkan rentang usia lainnya. Santrock (2018), mendefinisikan dewasa tengah atau madya sebagai periode perkembangan pada usia sekitar 40 sampai 60 tahun. Beberapa studi mendukung pernyataan sebelumnya, bahwa sebagian besar pasien yang didiagnosis kanker payudara berada dalam rentang usia 35-46 tahun (Azhiman, 2016; Farisyi & Khambri, 2018).

Kanker banyak dikaitkan dengan kondisi psikologis yang buruk. Pada beberapa studi, kanker dikaitkan dengan depresi dan kecemasan (Stanton, dkk., 2018; Okati-Aliabad, dkk., 2022). Pada pasien kanker ditemukan korelasi positif antara kecemasan dan depresi serta dengan kebutuhan psikologis yang tidak terpenuhi, kebutuhan perawatan atau dukungan, dan strategi koping emosi (Okati-Aliabad, dkk., 2022). Perempuan dengan kanker yang berusia di bawah 45 tahun melaporkan fungsi lebih buruk terkait depresi, kelelahan, atensi, fungsi seksual, dan spiritualitas (Champion, dkk., 2014).

Kondisi psikologis yang buruk seperti depresi dan stress dapat meningkatkan risiko kejadian kanker payudara. Pernyataan ini diperkuat dengan temuan sebelumnya, bahwa penghindaran atau ketidakmampuan dalam menghadapi penyakit dan depresi dikaitkan dengan pertumbuhan sel kanker yang lebih cepat (Taylor, 2015). Maria, dkk (2017) juga menyatakan stres sebagai faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara. Penelitian yang lebih baru menyatakan bahwa penyintas kanker payudara yang melaporkan gejala sakit tunggal atau kombinasi ditemukan berkaitan dengan tingkat kualitas hidup yang lebih rendah (Hamood, dkk., 2018).

Kanker payudara menimbulkan ketakutan bagi individu yang mengalaminya. Penyintas kanker menganggap diagnosis kanker payudara sebagai pengalaman yang traumatis (Hamid, dkk., 2021). Reaksi penyintas kanker payudara terhadap diagnosis yang diberikan seperti takut akan kematian dan kehilangan payudara. Selain itu, hal yang menjadi kekhawatiran penyintas kanker adalah kemungkinan ditinggalkan suami, konflik dengan anggota keluarga, serta kecemasan untuk menjalani pengobatan (Zahara & Minerty, 2021).

Kehadiran makna hidup memungkinkan individu memandang penyakit kanker ke arah yang lebih positif. Sebagai contoh, individu dapat melihat penyakit kanker sebagai jalan pertumbuhan pasca trauma seperti yang dikatakan Taylor (2015). Beberapa studi mendukung pernyataan tersebut, bahwa dukungan sosial serta kebermaknaan dalam hidup dapat memprediksi pertumbuhan pascatrauma (Aflakseir, dkk., 2018). Kehadiran dan pencarian makna hidup juga dikatakan memediasi hubungan pertumbuhan pasca trauma dan kepuasan hidup (Mostarac & Brajkovic, 2022).

Kebermaknaan hidup juga dikaitkan dengan kepuasan hidup, kesejahteraan psikologis, serta kesehatan yang lebih baik. Pada orang dewasa, makna hidup menjadi prediktor kepuasan hidup secara positif (Karatas, dkk., 2021). Pada pasien kanker payudara, terdapat korelasi positif antara kebermaknaan hidup dengan kepuasan hidup (Khurshid, dkk., 2018). Kajian lainnya, menyebutkan makna hidup bertindak sebagai mediator antara penerimaan diri dan kesejahteraan psikologis (Zhou & Xu, 2018). Rasa makna yang lebih kuat juga berkaitan dengan fungsi kesehatan yang lebih baik (Loeffler, dkk., 2018).

Setiap pasien atau penyintas kanker payudara dapat memberikan pemaknaan subjektif terhadap penyakit yang dialami. Pernyataan ini sesuai dengan gagasan Schnell (2021) yang menyatakan makna hidup sebagai arah atau tujuan dan evaluasi subjektif serta dinamis dari kehidupan seseorang sebagai lebih atau kurang bermakna. Pemaknaan subjektif penyintas kanker payudara seperti, beberapa memandang hidup menjadi sederhana serta lebih menghargai kehidupan (Dewi & Kahija, 2018); atau sakit sebagai ujian untuk menebus kesalahan, belajar sabar dan ikhlas terhadap takdir, dan sebagai jalan lebih dekat dengan Tuhan (Rahayuwati, dkk., 2017). Pasien kanker dengan persepsi yang kuat tentang makna hidup juga menggambarkan kematian sebagai sebuah bagian dari perjalanan hidup (Testoni, dkk., 2018).

Temuan-temuan di atas menunjukkan bahwa kehadiran makna atau rasa kebermaknaan penting bagi penyintas kanker payudara. Menurut Park (2010) membangun makna adalah koping yang paling adaptif dibandingkan bentuk koping lainnya pada trauma, kehilangan, serta penyakit serius. Contohnya, penyesuaian psikologis pada perempuan dengan penyakit kanker payudara dicapai melalui proses pemaknaan ulang atas pengalaman terkait kanker payudara (Ching, dkk., 2012). Contoh lainnya, melihat situasi

negatif dengan cara yang lebih positif ditemukan memediasi dukungan sosial yang tinggi terhadap penurunan gejala depresi dan kecemasan pasien kanker payudara (Zamanian, dkk., 2021).

Keyakinan merupakan skema utama mengenai cara individu menafsirkan pengalaman (Park, 2010). Proses membangun makna dapat melibatkan perubahan penilaian terhadap situasi tertentu atau mengubah keyakinan dan tujuan global, untuk menyesuaikan keduanya (Park, 2013). Menurut model ini, sejauh mana individu merasakan penyakitnya tidak sesuai dengan keyakinan dan tujuan global menentukan sejauh mana penyakit tersebut menyulitkan individu (Park 2013). Sebagai contoh, dalam sebuah studi, penilaian subjektif terhadap stres terkait gejala pada pasien kanker payudara secara signifikan menjadi prediktor kesejahteraan, dan mediator dari indikator kesejahteraan (Badana, dkk., 2019).

Keyakinan biasanya dikaitkan dengan aspek budaya seperti, agama, yang dapat memengaruhi cara individu melihat dirinya sendiri serta dunia di sekitarnya. Sesuai dengan definisi keyakinan menurut Park (2010) yaitu, skema utama mengenai cara individu menafsirkan pengalaman. Latar belakang budaya tampaknya ikut berperan dalam proses pemaknaan hidup penyintas kanker payudara. Studi terkait tentang dampak budaya terhadap pemilihan metode koping pada etnis Melayu di Malaysia, mengusulkan bahwa kultur melayu, yang dijiwai dengan keyakinan Islam, sangat kuat memengaruhi metode koping serta cara pandang terhadap pengalaman partisipan sebagai pasien kanker (Ahmadi, dkk., 2019). Kajian serupa pada perempuan di Arab Saudi, memaknai penyakit kanker payudara memiliki stigma budaya terkait kematian. Hal ini mengubah persepsi diri individu dan masyarakat yang mengarahkan beberapa perempuan untuk menyembunyikan diagnosis dari publik dan keluarga (ALmegewly, dkk., 2018).

Uraian di atas menunjukkan kebermaknaan hidup penyintas kanker payudara cenderung dikaitkan dengan kondisi psikologis yang positif dalam berbagai konteks dan latar penelitian. Setiap penyintas kanker payudara dapat memberikan pemaknaan subjektif yang bervariasi dari satu individu dengan individu lainnya. Keyakinan dan latar belakang budaya tampaknya ikut berperan dalam pembentukan makna hidup seorang penyintas kanker payudara. Berdasarkan fenomena tersebut, maka penelitian ini bertujuan mengetahui makna hidup perempuan Bali penyintas kanker payudara.

METODE PENELITIAN

Konsep yang diteliti

Makna Hidup

Menurut Schnell, makna dalam hidup dapat ditentukan sebagai arah atau tujuan seseorang, dan evaluasi subjektif dan dinamis dari kehidupan seseorang dilihat sebagai lebih atau kurang bermakna (Schnell, 2021). Pada penyintas kanker payudara, setiap individu dapat memaknai kondisinya secara bervariasi. Contohnya, perempuan penyintas kanker payudara memandang hidup menjadi sederhana serta lebih menghargai kehidupan (Dewi & Kahija, 2018) dan melihat sakitnya sebagai ujian untuk menebus kesalahan, belajar sabar dan ikhlas terhadap takdir, dan sebagai jalan lebih dekat dengan Tuhan (Rahayuwati, dkk., 2017). Penelitian ini berusaha menggali perspektif resoonden dengan mengeksplorasi lebih mendalam tentang makna hidup perempuan dengan kanker payudara, menggunakan metode penelitian kualitatif pendekatan fenomenologi.

Metode Sampling

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dalam mengumpulkan responden. Menurut Sugiyono (2020) purposive sampling adalah teknik pengumpulan responden penelitian yang dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Penelitian ini dilakukan pada responden yang merupakan penyintas kanker payudara dengan beberapa kriteria responden yang telah dipertimbangkan berdasarkan topik penelitian.

Subjek Penelitian

Berikut ini adalah kriteria responden dalam penelitian ini:

  • 1)    Responden adalah penyintas kanker payudara antara 1-5 tahun pasca diagnosis.

  • 2)    Responden pernah menjalani proses pengobatan medis (prosedur bedah mastektomi dan/atau kemoterapi kanker payudara).

  • 3)    Responden tinggal dan berdomisili di Bali serta berasal dari latar belakang budaya Hindu Bali.

  • 4)    Responden dalam penelitian ini adalah perempuan dewasa madya. Menurut Santrock (2018) dewasa madya adalah periode perkembangan dari awal usia 40an sampai dengan 60an.

Karakteristik responden penelitian disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik

Wati

Tari

Sita

Usia

55 tahun

51 tahun

46 tahun

Status

Menikah

Menikah

Menikah

Pendidikan

Sarjana

SD

SMA

Jumlah Anak

1

2

1

Pekerjaan

Pedagang

IRT

IRT

Tahun Diagnosis

2020

2017

2017

Pengobatan Medis

Operasi pengangkatan payudara, kemoterapi, dan radioterapi.

Operasi pengangkatan payudara, kemoterapi, dan radioterapi.

Operasi pengangkatan payudara dan kemoterapi.

Nama-nama responden yang tercantum pada tabel di atas maupun dalam keseluruhan naskah ini merupakan nama samaran.

Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan panduan wawancara semi terstruktur sebagai instrumen pengumpulan data.

Beberapa contoh pertanyaan wawancara:

  • 1.    Bolehkah diceritakan bagaimana diagnosis yang Ibu terima saat itu?

  • 2.    Bagaimana respon Ibu setelah mengetahai kondisi Ibu?

  • 3.    Bagaimana perasaan Ibu selama menjalani proses pengobatan?

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif pendekatan fenomenologi. Metode kualitatif adalah penelitian yang berusaha memahami fenomena yang dialami oleh responden penelitian secara holistik dengan mendeskripsikannya dalam bentuk kata-kata, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan menggunakan berbagai metode di dalamnya (Moleong, 2017). Menurut Saldańa (2011), fenomenologi adalah pendekatan penelitian yang seringkali berfokus pada konsep, peristiwa, atau pengalaman hidup manusia. Fenomenologi digunakan dalam penelitian ketika tujuannya adalah untuk mencapai kesadaran dan pemahaman mendalam tentang bagaimana manusia mengalami sesuatu (Saldańa, 2011).

Prosedur Pengambilan Data

Pencarian responden dilakukan dengan menyebarkan informasi kepada teman dan kerabat terkait kebutuhan responden penelitian. Peneliti berhasil terhubung dengan seorang responden yang memenuhi kriteria. Peneliti mendapatkan calon responden baru dari responden tersebut, menggunakan teknik sampel rujukan berantai. Proses pengambilan data diawali dengan penyusunan pedoman wawancara. Proposal penelitian dan pedoman wawancara selanjutnya ditinjau untuk mendapatkan persetujuan kelaikan etik. Komisi Etik Penelitian Fakultas Universitas Udayana telah menyetujui penelitian ini dengan menyerahkan Keterangan Kelaikan Etik Nomor 1191/UN14.2.2.VII.14/LT/2022, tertanggal 19 Mei 2022. Pedoman wawancara beserta informed consent yang sudah disetujui oleh komisi etik selanjutnya digunakan pada proses wawancara dengan responden. Pada setiap pertemuan, peneliti menjelaskan secara langsung isi dari lembar persetujuan atau informed consent kepada responden. Ketika di lapangan, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersikap terbuka berdasarkan pedoman wawancara, namun bentuk pertanyaan dimodifikasi dan dikembangkan sesuai dengan keperluan penelitian. Penelitian ini berusaha memahami makna hidup berdasarkan pengalaman pribadi yang dirasakan responden. Oleh karena itu, data utama penelitian diperoleh dari cerita yang disampaikan responden pada saat wawancara.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretative phenomenological analysis (IPA). Teknik ini dianggap sesuai karena tujuan IPA cenderung berfokus pada pengalaman dan/atau pemahaman individu terkait fenomena tertentu. Berikut merupakan tahapan dalam menganalisis data model IPA menurut Smith, dkk. (2009) yaitu: 1) membaca berulang-ulang transkrip data hasil wawancara. Tujuannya adalah agar peneliti dapat menghayati dan merasakan pergeseran dari data yang diperoleh; 2) pencatatan awal, peneliti memberikan komentar pada transkrip orisinal responden penelitian dan dituliskan kolom baru dengan judul komentar eksploratoris; 3) mengembangkan tema-tema, peneliti mengembangkan tema berdasarkan pencatan awal yang dilakukan dan memeriksa serta membandingkan kembali dengan transkrip orisinal; 4) mencari hubungan antar tema-tema yang muncul. Pada tahap ini peneliti mencoba mentransformasikan beberapa tema menjadi sebuah tema super-ordinat atau tema besar (tema yang menampung tema-tema yang diklasifikasikan); 5) berpindah pada transkrip atau akun selanjutnya dari responden. Peneliti mengulangi proses yang sama dari tahap 1-4 dengan transkrip responden lainnya.; 6) mencari pola-pola antar-responden. Peneliti membuat tema super-ordinat atau tema besar lintas responden dengan memeriksa adanya tema super-ordinat yang sama antar responden satu dengan lainnya. Tema super-ordinat lintas responden adalah tema super-ordinat yang menyatukan beberapa responden.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini diperoleh melalui proses pengumpulan data dan analisis menggunakan teknik interpretative phenomenological analysis (IPA). Temuan dalam penelitian ini terdiri atas dua tema induk yang menggabungkan beberapa tema super-ordinat atau tema besar. Tema induk yang pertama yaitu, kehidupan pasca kanker payudara yang menggabungkan lima tema super-ordinat mencakup, 1) penurunan aktivitas kerja akibat kanker payudara; 2) respon fisiologis dan psikologis terkait kanker payudara; 3) koping religius; 4) keputusan menjalani pengobatan medis; dan 5) hambatan selama pengobatan. Tema induk kedua adalah pemaknaan penyintas kanker payudara yang menggabungkan dua tema super-ordinat mencakup, 1) pandangan tentang sakit kanker payudara dan 2) perasaan bersyukur. Fokus tema induk dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Fokus Tema Induk

Fokus Tema Induk

Tema Super-ordinat

1.

Penurunan aktivitas kerja akibat kanker payudara

2.

Respon fisiologis dan psikologis terkait kanker payudara

Kehidupan pasca diagnosis kanker payudara

3.

Koping religius

4.

Keputusan menjalani pengobatan medis

5.

Hambatan selama pengobatan

Pemaknaan penyintas kanker payudara

6.

7.

Pandangan tentang penyakit kanker payudara Perasaan bersyukur

Secara garis besar responden dalam penelitian ini menggambarkan pengalaman hidup dengan kanker payudara ke dalam dua tema utama yaitu, pertama kehidupan responden pasca didiagnosis kanker payudara yang didalamnya termasuk pengalaman responden terkait aktivitas dan pekerjaan, respon fisiologis dan psikologis, bentuk koping, keputusan serta hambatan dalam pengobatan yang terjadi setelah diagnosis kanker payudara. Tema utama kedua adalah bagaimana responden kemudian memberikan pemaknaan terhadap kanker payudara yang dialami yang memuat pandangan responden terhadap penyakit kanker payudara serta perasaan bersyukur terkait pengalaman responden. .

Kehidupan Pasca Diagnosis Kanker Payudara

Kehidupan pasca diagnosis kanker payudara adalah pengalaman responden setelah menerima diagnosis kanker payudara. Pada tema ini responden menceritakan perbedaan-perbedaan serta perubahan-perubahan yang dirasakan sebelum dan sesudah didiagnosis kanker payudara sebagai berikut.

Penurunan Aktivitas Kerja Akibat Kanker Payudara

Penyintas kanker payudara menjalani kehidupan yang berbeda setelah menerima diagnosis dan pengobatan. Ketiga responden tidak dapat melakukan pekerjaan atau aktivitas berat seperti sebelumnya. Wati merasa sebelum didiagnosis kanker payudara dapat bebas melakukan hobi bekerja di ladang, sementara saat ini gerakan menjadi lebih terbatas.

“Ada sih banyak perbedaan, dulu sebelum didiagnosis kita kan bisa kerja, apa aja bo- bisa kan, terutama ke ke tegal gitu kan, kan saya senengnya gitu di tegal banyak. Sekarang kan ndak bisa..” – Wati

Tari lebih banyak bercerita tentang kehidupan sebelum didiagnosis kanker payudara. Rutinitas kerja yang dijalani sebelumnya sangat padat. Sebagian besar waktu Tari dihabiskan untuk bekerja, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Berbeda dengan sekarang, Tari memandang hidupnya jauh lebih santai.

“Sebelum sakit gini.

Kesibukannya saya tu luar biasa, ke sawah bikin padi, dulunya tu. Habis bikin padi, di ru- di sawahnya orang lain tiang buruh pake buruh tu. Kalo habis sudah sawahnya saya tu ngerjain apapun, saya buruh lagi..” – Tari

Sita juga memiliki kesibukan kerja sebelum terkena kanker payudara, sama seperti responden lainnya. Perubahan tersebut dilihat sebagai hal yang merugikan secara ekonomi. Orang-orang tidak lagi menawarkan pekerjaan karena kondisi Sita. Kini Sita merasa tidak sanggup melakukan pekerjaan yang berat.

"Ngerabuk kene, mejukut" keto. Sanggupin tiang, jani bo sing sama sekali be to be poin ne sing ngidang ngalih pipis bene. Pidan sajo, sekonden kene sakite. Ngidanglah nah nyen ngalih siu rupiah nyidanglah kene, jani bo sing sama sekali..” – Sita

Respon Fisiologis dan Psikologis terkait Kanker Payudara

“oh sudah mata ndak pernah gini, sudah bengkak dah nangis ja berhari hari, kaget luar biasa kan mendadak gitu, cepet sekali prosesnya..” – Wati

Kutipan ekstrak wawancara di atas menunjukkan bahwa Wati tidak menyangka bahwa gejala fisiologis yang dirasakan adalah gejala kanker payudara dan dalam waktu yang singkat setelah diagnosis perlu dilakukan operasi pengangkatan payudara. Hal ini membuat Wati begitu kaget dan sedih.

Hal serupa juga dirasakan oleh Sita, kaget karena tidak pernah menyangka akan terkena kanker payudara. Sita sempat khawatir karena tidak memahami prosedur pengobatan di rumah sakit dan merasa pasrah dengan kondisinya.

“Anu.. aruh, tengkejut masih karena keno penyakit kene, di samping to ne ngateh sing tawang po model seluk beluk ditu di Sanglah, to bo pasrah gen bo. Pasrah, nggih pasrah.” – Sita

Respon berbeda disampaikan oleh Tari bahwa dirinya tetap tenang dan tidak merasa stres atas kondisi yang dialami. Meskipun berkata demikian, saat diperiksa tensi Tari lebih tinggi dari biasanya. Hal ini menunjukkan bahwa Tari berusaha untuk tetap tampak tenang meskipun ada perasaan gugup tentang pemeriksaan yang dilakukan.

“Ya, tenang, ndak ada ndak e stress gitu ndak..” – Tari

Koping

“Kayak ada firasat e harus melakukannya, harus melakukan itu. Malem tiang kan bangun sendiri ke sana ke sanggah [tempat berdoa], ke sanggah [tempat berdoa] di sana kan kuburan itu pura dalem kan, berani tiang ke sana sendiri malem karena tekad udah gini udah udah pikiran kacau kacau sekali waktu itu.” – Wati

Dari ekstrak/kutipan wawancara di atas, dapat dilihat bahwa berdoa menjadi sebuah mekanisme coping yang dilakukan oleh Wati. Wati yang merasa pikiran kacau atas rencana operasi pengangkatan payudara, berdoa ke Sanggah atau tempat ibadah umat Hindu yang dibangun dekat pekarangan rumah. Suatu malam pada saat berdoa, Wati merasa ada firasat yang memberi keyakinan untuk melakukan operasi.

Mekanisme koping Sita serupa dengan Wati yaitu, berdoa. Sita memiliki pandangan bahwa penyakit kanker payudara yang dialami tidak dapat dihindari. Sita berdoa karena merasa pasrah dengan kondisinya. Sita mengatakan bahwa sembahyang dapat memberikan ketenangan baginya. Pernyataan tersebut didasari oleh keyakinan Sita bahwa sudah Tuhan yang menuntunnya.

“Nggih.. lebih tenang, bo Betara ne nuntun, ngemit, oo ngemit e ragoe pedidi keto modelne. Nah tiang kujang men, pasrahan gen bo, to bo kujang men. Sing dadi, nasib sing dadi anu masih, sing dadi kelidin. Kujang men.. pasrah gen jani tiang.” – Sita

“cuma ada perasaan tu ndak pernah mikirin sakit aja, mikirin aktivitas terus, gitu. Habis masak, pake saiban- sehabis masak banten nasi saiban, terus.. gini nyait-nyait..” – Tari

Tari memiliki mekanisme koping yang berbeda dengan kedua responden lainnya. Kutipan wawancara di atas memperlihatkan bahwa Tari memilih menyibukkan diri dengan mengerjakan aktivitas-aktivitas seperti, sembahyang setelah memasak dan membuat sarana atau kelengkapan upacara Hindu. Tari mengatakan bahwa memikirkan aktivitas membantu pikirannya tetap tenang.

Keputusan Menjalani Pengobatan Medis

Semua responden pernah menjalani pengobatan medis di rumah sakit. Responden pertama alias Wati, pernah mencoba berobat ke “orang pintar” seseorang yang diyakini dapat menyembuhkan orang lain dengan metode non-medis. Wati diberitahu “orang pintar” tersebut bahwa penyakit sudah hilang dan tidak perlu melakukan operasi pengangkatan sel kanker. Keputusan Wati untuk menemui orang pintar merupakan saran dari adik kandung Wati. Suami Wati dalam konteks ini lebih mempercayai pengobatan medis dan saran dari dokter. Hal ini sempat membuat Wati ragu dalam membuat keputusan. Pada akhirnya, Wati tetap menjalani prosedur medis dengan alasan takut menyesal mengabaikan pendapat suami dan dokter.

“Gitu, ya tu karena e dari keluarga juga lebih percaya ke medis, takutnya yang akan datang menyesal gitu, ada penyesalan gitu kan "coba yen sing pidan, coba pidan nyak operasi kan sing kene" yang seperti itu, makanya dilakukan gitu kan. Apalagi dokter tu yang di Jakarta itu sampe pulang dia ngasi support gitu kan itu. Tiang memberanikan diri- ya kalo dibilang gini tiang percaya juga, sama pak Haji itu cuman karena tidak bisa membuktikan ndak ndak boleh ada biopsi dua kali gitu kan gimana juga gini.”

– Wati

Berbeda dengan responden pertama, Tari dan Sita memilih menjalani pengobatan medis karena pendapat mereka sendiri. Kedua responden tidak berani sembarangan dan merasa takut atas risiko dari jenis pengobatan lain.

“Cuma di rumah sakit aja, ndak berani saya” – Tari

“Ten, tiang sing bani ngawag-ngawag. Yen pilek langsung tiang ke puskesmas, yen panes, ba- anu to langsung tiang- sing bani tiang ngajeng ubad ngawag-ngawag. Nak, anu resikone masih gede, di puskesmas baange vitamin jak ubad pilek gen biasane, kenten gen tiang baange.” – Sita

Hambatan Selama Pengobatan

Pada saat wawancara, Tari menyampaikan bahwa ia pernah berencana menolak kemoterapi karena tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan yang dimiliki saat itu. Tari ingin prosedur operasi dilakukan tanpa kemoterapi untuk mempersingkat pengobatan dengan alasan terbentur biaya, seperti yang disampaikan di bawah ini.

“Pas biopsi tu pake JKBM, saya dulu nolak kemonya, gitu kan dibilang harus dikemo dulu sebelum dioperasi, gitu dokternya yang di poli. Tiang nolak kemo "Kenapa Bu nolak kemo?" digituin tiang "Karena tiang terbentur biaya juga ndak ada.." kan kenten tiang "langsung aja tiang diangkat payudaranya saya, tiang rela kok" kenten tiang” – Tari

“nak beneh ne ngalih ubad ngebulan kemu. To karena terbentur ne ngateh to bo pedalem artine, biaya pere sing ade.” – Sita

Berdasarkan kutipan wawancara tersebut, Sita merasa terbebani untuk melakukan kontrol pasca kemoterapi. Jarak rumah sakit dan tempat tinggal yang jauh, serta proses kontrol yang lama, menghabiskan waktu seharian bagi suami untuk mengantarkan Sita. Menurut Sita, hal ini akan mengganggu pekerjaan suaminya dan mengurangi pemasukan harian keluarga. Alasan tersebut tampaknya mendasari keputusan Sita untuk tidak melanjutkan pemeriksaan rutin pasca kemoterapi.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kedua responden melihat proses pengobatan sebagai beban ekonomi.

Berdasarkan penjabaran tema-tema di atas dapat diketahui bahwa diagnosis kanker payudara membawa perubahan ke dalam kehidupan responden yang berdampak pada kemampuan responden untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari, pekerjaan, mekanisme koping, pengambilan keputusan, dan dampak ekonomi. Responden mengungkapkan adanya penurunan aktivitas kerja, berdoa dan menyibukkan diri dengan membuat sarana upacara untuk merasa lebih tenang, dan memutuskan untuk menjalani pengobatan medis yang dianjurkan, walaupun dianggap cukup membebani secara materiil atau ekonomi.

Pemaknaan Penyintas Kanker Payudara

Pemaknaan penyintas kanker payudara dalam penelitian ini merupakan cara pandang atau bagaimana responden menginterpretasikan pengalaman terkait dengan kanker payudara, termasuk pandangan terhadap kanker payudara dan cara responden melihat dunia setelah didiagnosis kanker payudara.

Pandangan Tentang Penyakit Kanker Payudara

Responden memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang penyakit kanker payudara.

“Apa ya.. tiang sebenernya dari pertama itu ndak yakin aja, ndak yakin aja e soalnya dari cerita cerita sebenernya gini ini ini di luar medis ini.”

“Ini Bali, sebenarnya e orang itu maunya giniin bapak. Tapi, karena bapak tidak bisa tianglah yang kena seperti itu. Karena terlalu banyaknya orang yang ngasi tahu seperti itu, akhirnya tiang kepikiran apa bener sih sakit karena penyakit, apa apa karena memang taruhan orang lain.” – Wati

Wati merasa tidak yakin dengan penyebab kanker payudara yang dialami. Wati sulit mempercayai kondisinya disebabkan oleh alasan medis dan mempertanyakan kembali penyebab sakit yang diderita setelah mendengar pendapat dari orang lain. Berdasarkan cerita Wati, beberapa orang secara langsung mengatakan bahwa Wati tidak sakit, melainkan terkena praktik ilmu gaib. Wati juga menyebutkan “Ini Bali” untuk menjelaskan konsep kepercayaan tentang praktik ilmu gaib tersebut, merujuk pada keyakinan Wati bahwa hal tersebut dianggap akrab terjadi di Bali.

Tari mengungkapkan pendapat yang berbeda dengan Wati tentang kanker payudara. Menurut Tari, kondisi yang dihadapi merupakan cobaan. Tari memiliki pandangan bahwa sakit pasti akan sembuh jika diobati.

“Bagus, hehehe kenten. Tiang tenang pokoknya menghadapi cobaan ini, cobaan saya. Nggih.” – Tari

“Kalau tiang memandang sakit, tiang pikiran sendiri ini, sakit kalau sudah diobati pasti akan sembuh. Gitu tiang” – Tari

Sita tidak pernah membayangkan dirinya terkena kanker payudara. Menurut Sita, kanker payudara merupakan nasib atau takdirnya, sehingga hanya bisa berpasrah kepada Tuhan. Di dalam ekstraknya, Sita menggunakan istilah ‘peduman’ yang menunjukkan sebuah jalan hidup yang tergariskan (takdir), selain itu Sita juga berkali-kali menyebutkan kata ‘nasib’ yang membuatknya kemudian menjadi memasrahkan diri dan hidup kepada pencipta.

peduman dadine (takdir)” – Sita

“Nggih, takdir, nasib, nasib tiang” – Sita

Nasib tiange kene, sing nyangka kene sakit gede kene artine. Kujang pasrah gen je e. Astungkara monean, pasrah ajak betara gen monean.” – Sita

Perasaan Bersyukur

Wati memiliki kesan yang berbeda tentang pengobatan. Beberapa kali pada saat wawancara Wati menunjukkan rasa syukur berkat kemudahan yang didapatkan selama melakukan prosedur medis di rumah sakit. Adanya bantuan dari orang lain mulai dari proses registrasi sampai radioterapi berjalan lancar menurut Wati. Berdasarkan pengamatan Wati, tidak semua pasien mendapatkan kemudahan yang sama. Oleh karena itu, Tari bersyukur dan berharap kedepannya akan terus mendapat kemudahan.

“Kemudahan-kemudahan itu banyak sekali tiang dapatkan. Dari di USG juga, kalo di USG sekarang dijadwal. Sekarang periksa ke sana, 2 hari atau 3 hari baru dapet, USG. Dah gitu ngantrinya luar biasanya. Tiang ke sana ndak pernah gitu dapet jadwal seperti itu, pasti ada aja yang bantu. Kemudahan seperti itu dah, tiang e dapatkan, selama pengobatan selama ini..” – Wati

“Dilihat lihat hasilnya, hasilnya terus, terus dikasilah dibawahnya evaluasi, acaranya MRN gitu acara MRN kan dioperasi, haduh gini perawatnya, nah aduh Bu, untung Ibu ketemu sama Pak dokter itu, haruh itu dokter baik, "Hehe (tertawa sedikit) astungkara.." kenten gen tiang "astungkara Bu, tiang ketemu sama Pak dokter spesialis" kenten tiang..” – Tari

Sejak mendapat diagnosis kanker payudara, Tari berharap tindakan operasi dilakukan secepat mungkin. Prosedur rumah sakit mengadakan beberapa tahap pemeriksaan sebelum memutuskan tanggal operasi. Pada kutipan ekstrak diatas, Tari menceritakan pengalaman positif dengan tenaga kesehatan yang meyakinkan Tari bahwa dirinya dirawat oleh orang yang tepat. Hal ini membantu Tari menemukan rasa syukur di tengah kondisinya.

“biin yo misi ngalih pipis keto anu to. Anggon sehari-hari gen, anggon sehari-hari gen to modelne. Konden rahinan biin, penting pipis, biso odalan gen biso 200 telah pipise, ao. En aget ne odalan nak medum bantene gek, ee nah sing biaya pedidi. Kecuali ngodalin di Sanggah cenik e mare maisng-masing kene, ngodalin di taksu pribadi to keto.” – Sita

Begitu pula dengan Sita yang bercerita bahwa kondisi ekonomi menjadi lebih sulit semenjak terkena kanker payudara. Ada banyak kebutuhan yang harus dipenuhi seperti, kebutuhan sehari-hari dan upacara keagamaan. Namun, situasi tersebut tidak menghalangi Sita untuk merasakan syukur. Sebab, hal yang menjadi prioritas adalah tetap bisa memenuhi kewajiban terkait upacara keagamaan dengan kondisinya saat itu.

PEMBAHASAN

Menurut kamus National Cancer Institute seseorang disebut sebagai penyintas kanker sejak terdiagnosis sampai akhir hayat. Penyintas kanker payudara adalah seseorang yang pernah didiagnosis dan bertahan, serta berfungsi selama dan sesudah mengatasi kanker payudara. Sebagai penyintas kanker payudara, responden dalam penelitian ini pernah menerima diagnosis dokter dan hingga saat ini sedang menjalani serangkaian perawatan medis untuk mengatasi penyakit kanker payudara. Responden menyampaikan adanya perubahan serta perbedaan dari kehidupan pasca didiagnosis kanker payudara serta pandangan unik responden terhadap kanker payudara.

Kehidupan Pasca Diagnosis Kanker Payudara

Pemeriksaan kanker payudara oleh responden dalam penelitian ini, berawal dari merasakan nyeri pada payudara. Sejak saat itu, responden juga mengalami beberapa respon fisiologis dan psikologis lainnya. Respon fisiologis dari ketiga responden cukup mirip. Responden merasakan gejala seperti, nyeri pada tubuh dan payudara serta cepat lelah. Reaksi fisiologis lainnya adalah tekanan darah naik pada saat pemeriksaan dan mengalami mual, muntah, serta rambut rontok sebagai efek dari kemoterapi. Satu perbedaan respon fisiologis antar responden yaitu, nafsu makan satu responden tetap baik selama pengobatan, sedangkan dua responden lainnya mengalami penurunan nafsu makan. Temuan tersebut serupa dengan temuan Amelia, dkk. (2020), yang menyebutkan adanya respon fisiologis dan psikologis, serta ketidaknyamanan fisik sebagai dampak menjalani kemoterapi. Pada sisi lain, respon psikologis antar responden cukup bervariasi. Wati merasa kecewa, sedih, kaget, takut, dan khawatir tentang penyakitnya. Sita menyampaikan hal serupa, ditambah perasaan pasrah dengan kesehatannya pasca operasi. Tari mengungkapkan respon yang berbeda yaitu, tetap tenang dan tidak stres tentang penyakitnya serta merasa lega pasca operasi.

Prosedur pengobatan berupa rencana operasi pengangkatan sel kanker payudara, mendapatkan respon yang berbeda dari para responden. Wati menolak menjalani prosedur operasi sebanyak 5 kali sebelum akhirnya bersedia. Tari dan Sita, sebaliknya, mengharapkan tindakan operasi dilakukan lebih cepat dan tanpa diawali proses kemoterapi. Kedua responden tersebut, mengatakan adanya kesulitan ekonomi untuk melakukan kemoterapi. Studi serupa pada pasien kanker payudara di Nigeria, menyebutkan hambatan finansial sebagai faktor yang menghambat perilaku mencari pengobatan (Ogunkorode, dkk., 2021).

Penyintas kanker payudara masih mengalami efek samping dari prosedur perawatan medis beberapa tahun pasca pengobatan. Hal ini berdampak pada tingkat kesulitan dan jenis aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan penyintas kanker payudara. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa salah satu prediktor utama penyintas kanker payudara tidak kembali bekerja yaitu, keparahan efek samping dari perawatan (Noeres, dkk., 2013). Pada penelitian ini, responden beberapa kali mengungkapkan adanya perubahan dalam aktivitas sehari-hari dan bekerja sebagai dampak dari penyakit kanker payudara. Tidak bekerja menjadi salah satu poin penghambat ekonomi bagi salah satu responden. Konsep sehat-sakit pada masyarakat Bali sejalan dengan hal yang diungkapkan responden, bahwa orang yang sehat diartikan sebagai individu yang mampu beraktivitas dengan lancar tanpa adanya gangguan dan sebaliknya orang yang sakit tidak mampu bekerja sebagaimana biasanya (Cahyaningrum & Ardhana, 2021).

Semenjak menerima diagnosis kanker payudara, responden menerapkan beberapa mekanisme koping. Pertama, mekanisme koping mencari bantuan (Wills, 1987). Ketiga responden dalam penelitian ini berusaha mendapatkan pertolongan dari tenaga medis untuk mengatasi kanker payudara. Responden memutuskan untuk melakukan rangkaian pemeriksaan setelah merasakan gejala hingga rasa nyeri akibat sel kanker payudara. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa tingkat keparahan gejala yang dirasakan dapat sangat mendorong pasien kanker payudara untuk mencari bantuan medis (Khakbazan, dkk, 2014). Kedua, mekanisme koping penghindaran yaitu, menjauhkan diri dari sumber stres (Folkman & Moskowitz, 2004). Pada penelitian ini, salah satu responden mengalihkan pikiran dengan kegiatan membuat banten atau sarana upacara agama Hindu.

Koping yang ketiga adalah koping religius. Sita mengatakan perasaan jauh lebih baik setelah berdoa, karena yakin telah dituntun oleh Tuhan. Responden lainnya, Wati, menceritakan pengalaman mendengar bisikan pada saat berdoa. Wati menafsirkan serta meyakini pengalaman tersebut sebagai firasat untuk menyetujui tindakan operasi. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan penyintas kanker payudara mendapatkan kekuatan melalui jalur religius (Dewi & Kahija, 2018). Pernyataan tersebut dikuatkan oleh beberapa temuan bahwa pasien kanker menggunakan agama untuk membangun makna dalam mengatasi diagnosis (Hall, dkk., 2020). Pada konsep membangun makna, spiritualitas dikaitkan dengan koping terhadap penyakit serius (Park, 2013). Dengan kata lain, perempuan dengan kanker mempunyai ketergantungan pada agama dan spiritualitas (Hamid, dkk, 2021).

Berdasarkan pengalaman yang disampaikan responden, perilaku berdoa atau melakukan ritual sesuai dengan keyakinan dan budaya masing-masing telah memengaruhi keputusan responden terkait pengobatan. Temuan sebelumnya, mendukung pernyataan tersebut bahwa faktor keyakinan religius dan agama bertindak sebagai penghalang pemeriksaan awal dan tes genetik kanker payudara (Shaw, dkk., 2018). Kajian terkait menyebutkan faktor budaya memengaruhi pilihan pengobatan atau penundaan perawatan medis oleh pasien kanker payudara (Meiyenti, dkk., 2019: Agbokey, dkk., 2019; Sunarsih, dkk., 2018).

Sebuah penelitian mengenai keputusan orang Bali mencari bantuan pada balian (traditional healer), dikatakan dipengaruhi oleh keyakinan individu dan keluarga, dukungan keluarga dan dampak yang dirasakan dari balian (Wulanyani, dkk., 2020). Pada penelitian ini, satu dari tiga responden pernah mencoba pengobatan alternatif dengan bertemu “orang pintar” atau healer. Pengobatan alternatif dengan bertemu “orang pintar” merupakan saran dari adik kandung responden. Responden menceritakan dua pengalaman dengan “orang pintar” yang berbeda. Responden memiliki sedikit kepercayaan bahwa “orang pintar” mempunyai kapasitas untuk menyembuhkan sakit tertentu. Namun, kepercayaan responden pada pengobatan alternatif tampaknya tidak lebih besar dari kepercayaan pada pengobatan medis. Hal ini terbukti dari keputusan responden yang tetap memilih berobat medis.

Proses memutuskan jenis pengobatan yang dilakukan oleh responden kerap melibatkan orang terdekat responden. Suami berperan besar bagi responden dalam mengambil keputusan berobat. Pada saat wawancara salah satu responden mengatakan memilih medis karena mengikuti kepercayaan suami dan keluarga. Studi Agbokey, dkk., (2019), menemukan bahwa suami ikut memutuskan ke mana dan kapan pasien kanker payudara pergi untuk perawatan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterhubungan yang kuat dalam keluarga dan masyarakat memengaruhi keputusan untuk mencari layanan kesehatan terkait kanker payudara (Shaw, 2018).

Dua responden lainnya, sejak awal memilih pengobatan medis dan tidak mencoba alternatif lainnya. Beberapa faktor yang mendukung keputusan responden untuk memilih pengobatan medis diantaranya, percaya pada tenaga kesehatan medis, tekad untuk sembuh, ketakutan pada risiko yang lebih buruk di masa depan, dan dukungan dari keluarga dan kerabat. Faktor-faktor yang mendukung keputusan di atas, selaras dengan hasil-hasil penelitian terdahulu. Salah satunya adalah faktor keinginan untuk hidup memengaruhi perilaku mencari pengobatan responden (Ogunkorode, dkk., 2021). Pengaruh kerabat dan lingkungan sosial seperti teman dan tetangga juga berperan dalam pilihan pengobatan pasien kanker (Meiyenti, dkk., 2019).

Pemaknaan Penyintas Kanker Payudara

Pada penelitian ini, tiap responden memiliki pendapat masing-masing mengenai kanker payudara serta penyebabnya. Wati tidak yakin tentang penyebab dari penyakitnya. Responden mempertanyakan kembali apakah benar penyakitnya merupakan kondisi medis. Keraguan responden dipengaruhi oleh cerita yang disampaikan orang di sekitarnya bahwa terdapat kemungkinan penyakitnya disebabkan oleh kekuatan magis. Hal ini menunjukkan bahwa keyakinan orang di sekitar responden ikut memengaruhi cara pandang responden terhadap kanker payudara. Pada masyarakat Bali terdapat kepercayaan bahwa sakit dapat disebabkan oleh faktor sekala (nyata atau tampak) atau niskala (tidak tampak) (Cahyaningrum & Ardhana, 2021).

Selanjutnya, Tari memandang kanker payudara sebagai cobaan. Menurut responden tersebut, sakit apapun, termasuk kanker payudara pasti akan sembuh jika diobati. Pandangan responden tersebut dapat dijelaskan dengan model kepercayaan kesehatan. Menurut model tersebut, seseorang mempraktikan perilaku kesehatan tergantung pada dua faktor yaitu, seseorang merasakan ancaman kesehatan pribadi dan orang yang bersangkutan percaya bahwa praktik kesehatan tertentu akan efektif mengurangi ancaman tersebut (Taylor, 2015). Pada kasus ini, responden merasa kesehatannya terganggu oleh penyakit kanker payudara dan memiliki kepercayaan bahwa berobat medis dapat menyembuhkan penyakit tersebut.

Responden ketiga yaitu, Sita, melihat kanker payudara sebagai nasib atau takdir yang tidak bisa dihindari. Hal ini serupa dengan temuan Subu, dkk., (2019) yang menyatakan bahwa penyintas kanker payudara menganggap penyakitnya sebagai nasib atau kehendak dari Tuhan. Oleh karena itu, sikap responden adalah berpasrah kepada Tuhan. Beberapa pasien kanker payudara mencari kenyamanan dan menyikapi ketidakberdayaan dengan berpasrah kepada Tuhan (Nurmahani, 2017).

Perubahan dalam hidup dan hambatan yang dihadapi sebagai penyintas kanker payudara, tidak menghalangi rasa syukur para responden. Sebuah kajian menyatakan bahwa penderita kanker payudara memaknai diri menjadi pribadi yang bersyukur dan ingin bermanfaat bagi lingkungan di sekitarnya (Utami, 2019). Pada penelitian ini, ketiga responden menyampaikan perasaan bersyukur atas kemudahan serta kelancaran selama proses pengobatan, bantuan dari orang lain selama di rumah sakit, dan bersyukur tetap mampu melakukan kewajiban terkait upacara umat Hindu. Pada masyarakat Bali, ada sebuah kata yang mewakili ungkapan rasa syukur yaitu, “aget”. Aget diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti “beruntung”. Pada saat wawancara, responden ketiga menceritakan upacara menghabiskan cukup banyak biaya, namun repsonden menyebut dirinya aget karena tidak menampung tanggung jawab upacara sendiri.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa setiap penyintas kanker payudara memiliki pemaknaan unik tentang penyakitnya diantaranya, (i) tidak yakin dan mempertanyakan apakah penyakitnya disebabkan oleh kondisi medis; (ii) kanker payudara dapat disembuhkan dengan pergi berobat; (iii) melihat kanker payudara sebagai takdir. Walaupun memiliki cara pandang yang bervariasi mengenai penyakit kanker payudara, responden sama-sama memaknai hidupnya mengalami penurunan aktivitas kerja. Terlepas dari pemaknaan hidup yang disampaikan, penyintas kanker payudara tetap menunjukkan rasa syukur atas hal-hal baik yang telah mereka alami selama menjalani perawatan. Implikasi dari temuan ini yaitu, membantu anggota keluarga serta masyarakat memahami kondisi penyintas kanker payudara dalam mendampingi serta mendukung proses pemulihan penyintas kanker payudara.

Ucapan Terima Kasih

Proses penelitian ini dapat diselesaikan atas bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Khususnya kepada pada responden yang telah bersedia dan berkomitmen berpartisipasi hingga proses penelitian berakhir. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat, seluruh responden dalam penelitian ini, Ibu Luh Made Karisma Sukmayanti Suarya, Ibu Dr. Tience Debora Valentina, S.Psi., M.A., Ibu I Gusti Ayu Diah Fridari, S.Psi., M.Psi., Ph.D., dan Ibu Putu Nugrahaeni Widiasavitri, S.Psi., M.Psi.

REFERENSI

Agbokey, F. dkk. (2019). Knowledge and health seeking behaviour of breast cancer patients in Ghana [Pengetahuan dan perilaku mencari pengobatan pasien kanker payudara di Ghana]. International Journal of Breast Cancer. https://doi.org/10.1155/2019/5239840

Ahmadi, F., Mohamed Hussin, N. A. & Mohammad, M. T. (2019). Religion, culture and meaning-making coping: A study among cancer patients in Malaysia [Agama, budaya, dan koping membangun makna: Sebuah studi pada pasien kanker di Malaysia]. J Relig Health, 58,  1909–1924.

https://doi.org/10.1007/s10943-018-0636-9

Alfakseir, A., Soltani, S., & Mollazadeh, J. (2018). Posttraumatic growth, meaningfulness, and social support in women with breast cancer [Pertumbuhan pascatrauma, makna, dan dukungan sosial pada wanita dengan kanker payudara]. International Journal of Cancer Management, 11(10), Artikel e11469. doi: 10.5812/ijcm.11469

ALmegewly, W., Gloud, D., & Anstey, S. (2018). Hidden voices: an interpretative phenomenological analysis of the experience of surviving breast cancer in Saudi Arabia [Suara tersembunyi: analisis fenomenologis interpretatif tentang pengalaman bertahan hidup dari kanker payudara di Arab Saudi]. Journal of Research in Nursing, 24 (1-2), 122-132. https://doi.org/10.1177/1744987118809482

Amelia, S., Dewi, R. & Manelsa, F.T. (2020). Pengalaman hidup pasien ca mamae dalam menjalani kemoterapi. RNJ., 3(2):  123  -  133.

https://ojs.fdk.ac.id/index.php/Nursing/article/view/896

Azhiman, M. F. (2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kanker payudara di rumah sakit syekh yusuf gowa periode 1 januari 2013-31 desember 2015.

[Skripsi, Universitas Muhammadiyah Makassar]. Google Scholar. https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/4043-Full_Text.pdf

Badana, A. N. S., Marino, V. R., Templeman, M. E., McMillan, S. C., Tofthagen, C. S., Small, B. J. & Haley, W. E. (2019). Understanding the roles of patient symptoms and subjective appraisals in well-being among breast cancer patients [Memahami peran gejala dan penilaian subjektif pasien dalam kesejahteraan pada pasien kanker payudara]. Support Care Cancer, 27(11), 4245-4252. doi: 10.1007/s00520-019-04707-2.

Cahyaningrum, P. L., & Ardhana, I. K. (2021). The concept of health and illness in the local wisdom of the Balinese society [Konsep sehat dan sakit dalam kearifan lokal masyarakat Bali]. PROCEEDING BOOK OF 7th ICIIS Virtual International Conference of Interreligious and Intercultural Studies Living the New Normal:   Achieving Resilience & Ensuring Sustainable Future, (p.   596). https://www.researchgate.net/profile/Gede-Sutrisna-

3/publication/357645053_Acceleration_of_School_Digitalization_Programs_as_the_Preparation_for_the_Challenges_in_the_Industrial_Era_50/links/6

1d79504b8305f7c4b2850d1/Acceleration-of-School-Digitalization-Programs-as-the-Preparation-for-the-Challenges-in-the-Industrial-Era-50.pdf#page=595

Champion, V.L., Wagner, L. I., Monahan, P. O., Daggy, J., Smith, L., Cohee, A., Ziner, K. W., Haase, J. E., Miller, K. D., Pradhan, K., Unverzagt, F. W., Cella, D., Ansari, B. & Sledge, G. W. (2014). Comparison of younger and older breast cancer survivors and agematched controls on specific and overall quality of life domains [Perbandingan penyintas kanker payudara yang lebih muda dan lebih tua dan kelompok kontrol usia yang sama pada domain kualitas hidup tertentu dan keseluruhan]. American Cancer Society Journals, 120 (15), 2237-2246. https://doi.org/10.1002/cncr.28737

Ching, S. Y. S., Martinson, I. M., & Wong, T. K. S. (2012). Meaning making: Psychological adjustment to breast cancer women [Membangun makna: Penyesuaian psikologis pada perempuan dengan kanker payudara]. SAGE, 22 (2), 250-262. DOI: 10.1177/1049732311421679

Creswell, J. W. & Creswell, J. D. (2018). Research Design: qualitative, quantitative, and mixed methods approaches [Desain penelitian: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan metode campuran] (5th Ed). SAGE Publications, Inc.

Dewi, P. F. & Kahija, Y. F. L. (2018). Pengalaman menderita kanker payudara sebuah interpretative phenomenological analysis. Jurnal Empati, 7 (1), 202-214. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/view/20187

Farisyi, M.A. & Khambri, D. (2018). Analisis survival pasien kanker payudara usia muda di rsup dr. m. djamil padang tahun 2008-2017. Jurnal Kesehatan Andalas, 7 (4), 25-29. https://doi.org/10.25077/jka.v7i0.917

Folkman, S. & Moskowitz, J. T. (2004). Coping: Pitfalls and promise [Koping: Jebakan dan janji]. Annual Review of Psychology, 55(1), 745–774.

doi:10.1146/annurev.psych.55.090902.141456

Hamid, W., Jahangir, M. S. & Khan, T. A. (2021). Lived experiences of women suffering from breast cancer in Kashmir: a phenomenological study [Pengalaman hidup perempuan yang menderita kanker payudara di Kashmir: sebuah studi fenomenologis]. Health Promotion International, 36 (3), 680-692. https://doi.org/10.1093/heapro/daaa091

Hamood, R., Hamood, H., Merhasin, I. & Keinan-Boker, L. (2018). Chronic pain and other symptoms among breast cancer survivors: prevalence, predictors, and effects on quality of life [Sakit kronis dan gejala lain di antara penderita kanker payudara: prevalensi, prediktor, dan efek pada kualitas hidup]. Breast Cancer Res Treat, 167, 157–169. https://doi.org/10.1007/s10549-017-4485-0

Karatas, Z., Uzun, K. & Tagay, O. (2021). Relationships between the life satisfaction, meaning in life, hope and covid-19 fear for Turkish adults during the covid-19 outbreak [Hubungan antara kepuasan hidup, makna hidup, harapan, dan ketakutan akan covid-19 bagi orang dewasa Turki selama wabah covid-19]. Frontiers in Psychology, 12. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.633384

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Jenis kanker ini rentan menyerang manusia. https://www.kemkes.go.id/article/view/20011400002/jenis-kanker-ini-rentan menyerang-manusia.html

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Hari kanker sedunia 2019. https://www.kemkes.go.id/pdf.php?id=19020100003

Khakbazan, Z., Taghipou, A., Roudsari, R. L., Mohammadi, E. (2014). Help seeking behaviour of women with self-discovered breast cancer symptoms: A metaethnographic synthesis of patient delay [Perilaku mencari bantuan perempuan dengan kanker payudara gelaja yang dikenali sendiri: Sintesis meta-etnografis dari keterlambatan pasien]. PLoS ONE, 9(12): e110262. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0110262

Khurshid, M., Neelam, E., Abbasi, N. H., Maqsood, A., & Gul, S. (2018). Breast cancer patients: An overview of the relationship between meaning of life and life satisfaction [Pasien kanker payudara: Ikhtisar hubungan antara arti kehidupan dan kepuasan hidup]. Pakistan Armed Forces Medical Journal, 68 (2), 37478. https://www.pafmj.org/index.php/PAFMJ/article/view/1475

Loeffler, S. Poehlmann, K. & Hornemann, B. (2018). Finding meaning in suffering? Meaning making and psychological adjustment over the course of a breast cancer disease [Menemukan makna dalam penderitaan? Membangun makna dan penyesuaian psikologis selama perjalanan penyakit kanker payudara]. Cancer Care, 27 (3), e12841. https://doi.org/10.1111/ecc.12841

Meiyenti, S., dkk. (2019). Faktor-faktor budaya penghambat penderita kanker berobat ke fasilitas pengobatan modern. Jurnal Antropologi: Isu-isu Sosial Budaya, 21 (2), 142-149. https://doi.org/10.25077/jantro.v21.n2.p142-149.2019

Moleong, L. J. (2017). Metode penelitian kualitatif. PT Remaja Rosdakarya

Mostarac, I., Brajković, L. (2022). Life after facing cancer: Posttraumatic growth, meaning in life and life satisfaction [Kehidupan setelah menghadapi kanker: Pertumbuhan pasca trauma, makna dalam hidup dan kepuasan hidup]. J Clin Psychol Med Settings, 29, 92–102. https://doi.org/10.1007/s10880-021-09786-0

Noeres, D., dkk. (2013). Return to work after treatment for primary breast cancer over a 6-year period: Results from a prospective study comparing patients with general population [Kembali bekerja pasca periode 6 tahun perawatan utama kanker payudara: Hasil dari studi prospektif membandingkan pasien dengan populasi umum]. Support Care Cancer, 21, 1901-1909. https://doi.org/10.1007/s00520-013-1739-1

Nurmahani, Z. D. (2017). Proses koping religius pada wanita dengan kanker payudara. Psikologika, 22(1),    14-39.

https://journal.uii.ac.id/Psikologika/article/download/10663/8295

Ogunkorode, A. dkk. (2021). Factors influencing the health-seeking behaviors of women with advanced stages of breast cancer in Southwestern Nigeria: An interpretive description study [Faktor-faktor yang memengaruhi peilaku mencari pengobatan pada perempuan dengan kanker payudara stadium lanjut di barat daya Nigeria: Sebuah studi deskripsi interpretatif]. International Journal of Africa Nursing Sciences, 14, 100273, ISSN 2214-1391.

https://doi.org/10.1016/j.ijans.2020.100273.

Okati-Aliabad, H. Ansari-Moghadam, A. Mohammadi, M. Kargar, S. & Shahraki-Sanavi, F. (2022). The prevalence of anxiety and depression and its association with coping strategies, supportive care needs, and social support among women with breast cancer. [Prevalensi kecemasan dan depresi dan hubungannya dengan strategi koping, kebutuhan perawatan suportif, dan dukungan sosial di antara perempuan dengan kanker payudara]. Support Care Cancer, 30 (1), 703-710. doi: 10.1007/s00520-021-06477-2.

Park. C. L. (2010). Meaning, coping, and health and well-being [Makna, koping dan kesehatan, dan kesejahteraan]. S. Folkman (Ed), The Oxford handbook of stress, health, and coping (pp. 227-241). Oxford University Press. https://en.id1lib.org/book/16882631/f42c9a

Park, C. L. (2013). The Meaning Making Model: A framework for understanding meaning, spirituality, and stress-related growth in health psychology [Model Membangun Makna: Kerangka untuk memahami makna, spiritualitas, dan pertumbuhan terkait stres dalam psikologi kesehatan]. The European Health Psychologist, 15 (2), 40-47. https://www.ehps.net/ehp/index.php/contents/article/view/ehp.v15.i2.p40

Rahayuwati, L., Ibrahim, K., & Komariah M. (2017). Pilihan pengobatan pasien kanker payudara masa kemoterapi: Studi kasus. Jurnal Keperawatan Indonesia, 20 (2), 118-127. 10.7454/jki.v20i2.478

Saldaña, J. (2011). Fundamentals of qualitative research [Dasar-dasar penelitian kualitatif]. Oxford University Press, Inc.

Santrock, J. W. (2018). Life-span development [Perkembangan rentang kehidupan] (17th ed.). McGraw-Hill Education

Sarafino, E. P. & Smith, T. W. (2011). Health psychology: Biopsychosocial interactions [Psikologi kesehatan: Interaksi biopsikososial] (7th ed.). John Wiley & Sons Inc Smith, J. A., Flowers, P., & Larkin, M. (2009). Interpretative Phenomenological Analysis [Analisis fenomenologi interpretatif]. SAGE Publications Inc.

Schnell, T. (2021). The psychology of meaning in life [Psikologi makna hidup]. Routledge

Seidman, I. (2006). Interviewing as qualitative research [Wawancara sebagai penelitian kualitatif], 3rd Ed. Teachers College Press, Columbia University

Shaw, T., Ishak, D., Lie, D., Menon, S., Courtney, E., Li, S., & Ngeow, J. (2018). The influence of Malay cultural beliefs on breast cancer screening and genetic testing: A focus group study [Pengaruh kepercayaan budaya Melayu pada pemeriksaan awal kanker payudara dan pengujian genetik: Sebuah studi kelompok fokus]. Journal of Psychological, Social and Behavioral Dimensions of Cancer, 27 (12) 2855-2861. https://doi.org/10.1002/pon.4902

Smith, J. A., Flowers, P., & Larkin, M. (2009). Interpretative Phenomenological Analysis [Analisis fenomenologi interpretatif]. SAGE Publications Inc.

Stanton, A. L., Wiley, J. F., Krull, J. L., Crespi, C. M., & Weihs, K. L. (2018). Cancer-related coping processes as predictors of depressive symptoms, trajectories, and episodes [Proses koping terkait kanker sebagai prediktor gejala, lintasan, dan episode depresi]. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 86(10), 820–830. https://doi.org/10.1037/ccp0000328

Subu, M. A., Puspita, I., Fernandes, F., Priscilla, V., & Nurdin, A. E. (2019). Spiritual experience of breast cancer patients undergoing chemotherapy: Hermeneutic phenomenology study [Pengalaman spiritual pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi: Studi fenomenologi hermeneutik]. Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 4(1), 1-16. 10.30604/jika.v4i1.150

Sugiyono. (2020). Metode penelitian kualitatif. Alfabeta

Sunarsih, I. M., dkk., (2018). Tertundanya pengobatan medis pasien kanker payudara: Studi untuk penyusunan pedoman relawan. [Desertasi, Universitas Gadjah Mada]. Google Scholar. http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/157280

Taylor, S. E. (2015). Health psychology [Psikologi kesehatan] (9th ed.). McGraw-Hill Education

Testoni, I., Sansonetto, G., Ronconi, L., Rodelli, M., Baracco, G & Grassi, L. (2018). Meaning of life, representation of death, and their association with psychological distress [Makna hidup, representasi kematian, dan hubungannya dengan gangguan psikologis]. Palliative Supportive Care, 16 (5), 511-519. doi:10.1017/S1478951517000669

Utami, D. D. (2019). Makna hidup penderita kanker payudara pasca mastektomi. Acta Psychologia, 1 (1), 23-33. https://journal.uny.ac.id/index.php/acta-psychologia/article/view/43305

Wills, T.A. (1987). Help-Seeking as a Coping Mechanism [Mencari bantuan sebagai sebuah mekanisme koping]. In: Snyder, C.R., Ford, C.E. (eds) Coping with Negative Life Events. The Plenum Series on Stress and Coping. Springer, Boston, MA. https://doi.org/10.1007/978-1-4757-9865-4_2

Wulanyani, N. M. S., Wahyuni, K. M., Bajirani, M. P. D., Immanuel, A. S. (2020). Why do people in Bali meet traditional healer? [Mengapa orang di Bali bertemu dengan Balian?]. Advances in Social Science, Education and Humanities Research, 452, 131-136. https://doi.org/10.2991/assehr.k.200728.029

Zahara, R. A. & Minerty, P. B. (2021). Post traumatic growth pada survivor kanker payudara [Pertumbuhan pasca trauma pada penyintas kanker payudara]. Journal of Healthcare Technology and Medicine, 7 (2), 1-15. http://www.jurnal.uui.ac.id/index.php/JHTM/article/view/1756

Zamanian, H., Amini-Tehrani, M., Jalali, Z., Daryaafzoon, M., Ala, S., Tabrizian, S. & Foroozanfar, S. (2021). Perceived social support, coping strategies, anxiety and depression among women with breast cancer: Evaluation of a mediation model [Dukungan sosial yang dirasakan, strategi koping, kecemasan dan depresi di antara perempuan dengan kanker payudara: Evaluasi model mediasi]. Eur J Oncol Nurs., 50, 101892. doi: 10.1016/j.ejon.2020.101892.

Zhuo, Y. & Xu, W. (2018). Short report: the mediator effect of meaning in life in the relationship between self-acceptance and psychological wellbeing among gastrointestinal cancer patients [Laporan singkat: efek mediator makna hidup dalam hubungan antara penerimaan diri dan kesejahteraan psikologis di antara pasien kanker gastrointestinal]. Journal of Psychology, Health & Medicine, 24 (6), 725-731. https://doi.org/10.1080/13548506.2018.1554252

243