KEABSAHAN MEDIA SOSIAL TIKTOK SEBAGAI OBJEK JAMINAN
on
KEABSAHAN MEDIA SOSIAL TIKTOK SEBAGAI
OBJEK JAMINAN
I Gede Ananda Eka Diana, Fakultas Hukum Universitas Udayana e-mail: anandacoel87@gmail.com
I Dewa Ayu Dwi Mayasari, Fakultas Hukum Universitas Udayana e-mail: dewaayudwimayasari@gmail.com
ABSTRAK
Jurnal ini memiliki tujuan untuk mengkaji keabsahan dari media sosial Tiktok sebagai objek jaminan maupun terkait dengan permasalahan yang berpotensi ditimbulkan. Dengan mengaplikasikan metode yuridis-normatif sebagai metode penelitian hukum serta studi kepustakaan sebagai teknik pengumpulan bahan hukum, kemudian dilakukan analisis sesuai dengan permasalahan yang dikaji secara yuridis kualitatif. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa (1) Media sosial Tiktok dapat digunakan sebagai objek jaminan selama dapat dilakukan atau ditentukan adanya mekanisme pemindahan hak milik atau penguasaan terhadap akun tersebut, (2) konsekuensi yang timbul dari penggunaan media sosial Tiktok sebagai objek jaminan adalah bahwa penggunaan media sosial Tiktok sebagai objek jaminan berpotensi melanggar terms of use pengguna serta tidak mendapat perlindungan yuridis.
Kata kunci: Hak Kebendaan, Jaminan, Media Sosial, Tiktok
ABSTRACT
This journal then aims to examine the validity of Tiktok's sosial media as an object of guarantee as well as related to problems that have the potential to arise. By using a normatif legal research method with the technique of collecting legal materials, the study of literature is analyzed in accordance with the problems studied in a qualitative juridical manner. This study obtained the results that (1) Tiktok sosial media can be used as an object of guarantee as long as it can be carried out or it is determined that there is a mechanism for transferring ownership or control of the account, (2) the consequences arising from the use of Tiktok sosial media as an object of guarantee are that using sosial media Tiktok as an object of guarantee can be a violation of user’s terms of use and there is no legal protection for parties who use Tiktok sosial media as an object of guarantee.
Keywords: Property Rights, Security, Sosial Media, Tiktok
-
1. Pendahuluan
-
1.1. Latar Belakang Masalah
-
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan di era ini. Berbagai hal baru bermunculan untuk menunjang kehidupan masyarakat. Baik pemerintah maupun masyarakat terus berupaya untuk tetap sejalan dengan perkembangan teknologi dan menyambut setiap kebaharuan dengan antusias. Teknologi yang terus mendapat pembaharuan terutama dalam hal komunikasi dan informasi menyebabkan komunikasi antar menusia sekaan-akan tidak memiliki batas tempat dan waktu. Salah satu wujud perkembangan teknologi yang sangat marak digunakan di era ini adalah media sosial. Kekuatan dari media sosial sendiri terletak pada user-generated content (UGC) dimana konten di dalamnya dibuat oleh pengguna dan bukan oleh editor sebagaimana media-media informasi lainnya. Di samping itu, pengguna dapat dengan mudah berpartisipasi di dalamnya, berbagi, maupun mengirimkan pesan. Saat ini terdapat beberapa media sosial yang kerap digunakan oleh masyarakat Indonesia, yaitu Tiktok, Whatsapp, Twitter, Line, maupun Instagram.
Seiring dengan perkembangan zaman, terdapat sedikit perluasan dari fungsi media sosial. Apabila sebelumnya media sosial hanya berfungsi sebagai sarana bertukar informasi, saat ini media sosial juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan lain, seperti berbisnis, politik, maupun lainnya. Salah satu media sosial yang kerap digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis adalah Tiktok. Melalui Tiktok, setiap pengguna dapat memasarkan produknya atau mengiklankan sesuatu baik sendiri, ataupun dengan menggunakan jasa pemengaruh (influencer) dengan tentunya membayar jasa tersebut. Menjadi pemengaruh di media sosial Tiktok saat ini juga merupakan suatu prospek yang menghasilkan, mengingat besarnya peran media sosial bagi gaya hidup masyarakat. Dengan demikian, akun media sosial Tiktok saat ini juga dianggap memiliki nilai ekonomis, bergantung pada jumlah pengikut serta seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh akun tersebut.
Dengan adanya nilai ekonomis tersebut, beberapa orang mulai melakukan kegiatan transaksi dengan menggunakan akun media sosial sebagai alat tukar, maupun sebagai jaminan. Pada dasarnya, jaminan dimaknai sebagai sesuatu yang diberikan oleh debitur kepada kreditur guna memberi keyakinan pada kreditur bahwa debitur akan memenuhi dan menjalankan kewajibannya yang mana dapat dinilai dengan uang atau memiliki nilai ekonomisKemudian, Sri Soedewi M.S. menyatakan bahwa hukum jaminan mengatur kontruksi hukum yang memberi peluang serta alternatif dalam pemberian kredit yaitu dengan menjaminkan benda-benda miliknya sebagai jaminan. Jaminan sendiri dapat dibagi ke dalam beberapa golongan, yaitu jaminan berdasarkan cara terjadinya, berdasarkan sifat kebendaannya, serta yang lainnya. Jaminan yang timbul berdasarkan cara terjadinya terdiri atas dua jenis, yaitu: 1) jaminan yang timbul karena undang-undang yaitu jaminan yang dilahirkan karena telah diatur secara normatif dalam hukum; serta 2) jaminan yang timbul karena perjanjian yaitu jaminan yang muncul karena para pihak terikat suatu perjanjian tertentu.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ade Pratiwi Susanty pada tahun 2022 dengan judul artikel ”Pencatuman Klausula Baku Dalam Perjanjian Online Pada Media Sosial Berdasarkan Asas Kebebasan Berkontrak” yang dipublikasikan melalui media Jurnal Joutika Research in Business Law Vol 1 No.2, membahas keabsahan perjanjian baku secara umum dan khususnya pada perjanjian endorsement. Hasil kajian menunjukkan bahwa perjanjian endorsement merupakan perjanjian baku
berbasis elektronik yang sah dan telah memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut KUHPerdata. Perjanjian endorsement melalui sosial media, berdasarkan UU ITE dan PP PSTE tetap diakui sebagai transaksi elektronik yang dapat dipertanggung jawabkan.1 Selanjutnya menurut penelitian oleh Komang Pande Dananjaya Tirta Kusuma dengan I Wayan Novy Purwanto dalam jurnal berjudul ”Keabsahan Pembelian Mobil Bekas Melalui Media Facebook” yang dipublish melalui Jurnal Kertha Semaya, Vol.8 No.6 Tahun 2020, menerangkan bahwa perjanjian jual beli mobilbekas melalui media sosial memiliki kekuatan berlaku secara normatif dalam pelaksanaanya. Selain itu pula, perjanjian jual beli mobilbekas melalui media sosial juga mampu memberikan suatu hak dan kewajiban terhadap pihak yang membuat. Selain itu, juga wajib dipenuhi. Jikalau tidak dipenuhinya kewajiban itu, maka dikatakan wanprestasi.2
Berdasarkan hasil penelitian kedua jurnal yang telah disampaikan, terdapat beberapa gap analysis terkait substansi materi yang dimuat dalam jurnal tersebut. Pada jurnal pertama hanya membahas keabsahan penggunaan media sosial secara sebagai jaminan secara umum. Sedangkan pada artikel ini khusus membahas mengenai aplikasi TikTok dan permasalahan mekanisme penggunaannya sebagai jaminan. Pada jurnal kedua hanya fokus membahas pada aplikasi facebook dan dalam kasus jual beli mobil, sedangkan pada artikel ini membahas mengenai aplikasi TikTok dan permasalahan mekanisme penggunaannya sebagai jaminan.
Namun, penggunaan media sosial, dalam hal ini akun Tiktok sebagai objek jaminan berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan karena saat ini belum terdapat regulasi yang jelas terkait dengan kedudukan dari media sosial itu sendiri sebagai benda, maupun perlindungan hukum bagi orang yang menggunakan media sosial sebagai jaminan. Atas isu tersebut, tulisan ini bermaksud untuk mengkaji terkait bagaimana kedudukan kebendaan dari media sosial Tiktok untuk mengetahui keabsahannya sebagai objek jaminan serta permasalahan yang berpotensi timbul dari penggunaan media sosial Tiktok sebagai objek jaminan.
-
1. Bagaimana keabsahan media sosial Tiktok sebagai objek jaminan menurut hukum di Indonesia?
-
2. Bagaimana konsekuensi dari digunakannya media sosial Tiktok sebagai objek jaminan di Indonesia?
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keabsahan media sosial Tiktok sebagai objek jaminan menurut hukum perdata di Indonesia. Selanjutnya, atas hal tersebut akan dikaji terkait konsekuensi dari digunakannya media sosial Tiktok sebagai objek jaminan di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan peneliti dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif yang berfungsi untuk mencari kebenaran koheren antara suatu aturan hukum dengan norma hukum, kesesuaian norma hukum dengan prinsip hukum, serta kesesuaian tindakan dengan norma atau prinsip hukum. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) guna mengkaji terkait bagaimana kedudukan media sosial Tiktok dalah hukum kebendaan perdata di Indonesia dan pendekatan perundang-undangan (statute approach) guna mengetahui terkait keabsahan penggunaan media sosial Tiktok sebagai objek jaminan di Indonesia. Bahan hukum bersumber dari bahan hukum primer yang terdiri atas publikasi-publikasi ilmiah berupa jurnal hukum dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan literatur hukum lainnya. Teknik pengumpulan bahan hukum adalah menggunakan metode studi kepustakaan (library research) yang dilakukan terhadap bahan hukum primer seperti perundang-undangan, buku, dan jurnal. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif dengan pemaparan secara detail dari keterangan-keterangan yang telah didapat untuk kemudian dibentuk menjadi satu kesatuan yang logis.3
Bahwa sebelum mengkaji terkait keabsahan media sosial Tiktok sebagai objek jaminan, sebelumnya terlebih dahulu perlu dipahami terkait dengan kedudukan kebendaan dari media sosial Tiktok itu sendiri dalam hukum perdata. Pada dasarnya, Buku II KUHPer telah mengatur dengan cukup lengkap terkait dengan hukum benda di Indonesia meskipun terdapat beberapa ketentuan di dalamnya yang telah diubah melalui peraturan perundang-undangan yang baru. Buku II KUHPer sendiri membagi makna benda ke dalam 2 (dua) arti, yaitu benda berwujud dan tidak berwujud, namun umunya Buku II KUHPerdata tersebut mengartikan benda sebagai sesuatu yang berwujud atau objek yang dapat diindrakan. Pasal 499 KUHPerdata kemudian menjelaskan bahwa kebendaan adalah segala barang dan setiap hal yang yang dapat dikuasai oleh hak milik atasnya. Dengan demikian, benda dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dikuasai oleh subjek hukum serta dilekatkan hak milik, yang mana dapat berupa benda yang berwujud maupun benda yang tidak berwujud (hak). Selanjutnya, secara definitive benda berwujud dimaknai sebagai benda yang secara nyata dapat diindrakan oleh manusia, sementara benda tidak berwujud dimaknai berupa suatu hak yang dapat dilekatkan pada suatu benda berwujud.
Selanjutnya adalah terkait dengan karakteristik media sosial Tiktok yang menyerupai benda, namun Tiktok sendiri bukan merupakan benda. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa terkait dengan hukum benda dapat dilihat dalam Buku II KUHPerdata. Mengacu pada ketentuan Pasal 499 KUHPer, benda diartikan sebagai segala hal yang dapat dikuasai serta dilekatkan hak milik atasnya, dengan demikian benda dapat berupa barang tertentu maupun hak. Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya, Buku II KUHPer mempergunakan kata “benda” dalam dua arti, tetapi yang paling banyak adalah mengartikan benda sebagai objek hukum yang dapat diraba (benda berwujud). Meski demikian, pada dasarnya hak-hak atas benda yang diatur dalam Buku II KUHPer cenderung hanya berupa hal yang dapat dipikirkan atau diidekan saja. Pemaknaan kata benda dalam Pasal 499 KUHPer cenderung lebih luas dibandingkan dengan barang (goed), dimana benda (zaak) diartikan sebagai barang yang bersangkutan berikut pula hak-hak yang dapat dilekatkan atasnya. Kemudian, benda yang tidak beruwujud dapat dimaknai sebagai bentuk dari hak yang mlekat pada barang, sementara benda berwujud merupakan barang tersebut yang dapat diindrakan oleh manusia. Dengan demikian, baik benda maupun hak dapat dijadikan suatu objek kepemilikan karena adanya konsep dimana yang dimaksud benda menurut hukum adalah segala sesuatu yang dapat dilekatkan hak milik.
Rachmadi Usman menyebutkan bahwa yang dimaksud sebagai kata dapat sebagaimana dalam Pasal 499 KUHPer adalah mengacu pada berbagai kondisi yang berpotensi timbul pada saat tertentu dimana benda belum berstatus sebagai objek hukum namun dalam situasi lainnya, benda tersebut sudah menjadi objek hukum.4 Atas hal tersebut, diperlukan batasan khusus guna memastikan kapan benda dapat dikatakan sebagai objek hukum.
Dengan demikian, menurut Rachmadi Usman untuk dapat menjadi objek hukum, terdapat beberapa kualifikasi yang harus dipenuhi yaitu bahwa objek tersebut harus dapat berada dalam penguasaan subjek hukum, bernilai ekonomis, serta dapat dijadikan objek perbuatan hukum tertentu, selain itu, terhadap benda yang bernilai ekonomis, maka dapat dijadikan objek jaminan dalam suatu perikatan.5
Selanjutnya, Usman juga menyebutkan bahwa benda dapat diklasifikasikan dengan ciri-ciri berikut:6
-
1. Harus dapat berada dalam penguasaan manusia;
-
2. Dapat dikategorikan menjadi benda yang dapat diraba atau tidak dapat diraba;
-
3. Memiliki nilai ekonomis bagi subjek hukum.
Sementara itu, Tiktok sendiri merupakan salah satu bentuk dari virtual property yang mana dibuat oleh seorang programer dalam bentuk aplikasi. Virtual disini didefinisikan sebagai:
-
1. Sesuatu yang eksis serta memberikan suatu nilai atau pengaruh tertentu merkipun tidak dalam bentuk nyata.
-
2. Sesuatu yang dapat dipikirkan yang dimaknai bahwa hal tersebut harus tetap terpikirkan serta produk dari ide manusia yang dapat digunakan dalam kritik sastra.
-
3. Sesuatu yang merupakan hasil ciptaan melalui komputer yang kemudian digunakan dan dijalankan dengan komputer.
Lalu property kemudian dimaknai sebagai sesuatu yang dapat dimiliki (something owned, a possession), bagian dari real estate (a piece of real estate), sesuatu yang berwujud maupun tidak berwujud dimana pemiliknya memiliki dasar hukum atas kepemilikannya (something tangible or intangible to wich owner has legal title), serta merupakan bagian dari kelompok harta (possession considered as a group).
Secara sederhana, Joshua A. T. Fairfield menjelaskan bahwa virtual property dibuat melalui pensisteman komputer serta internet dan berupa kode-kode tertentu yang unik.7 Joshua juga menjelaskan bahwa Virtual Property dikenal memiliki 3 (tiga) karakteristik atau sifat sebagaimana benda pada umumnya, yaitu Rivalrous, Persistent, dan Interconnected Code.8 Ketiga karakteristik tersebut didefinisikan sebagai berikut:
-
1. Rivalrous berarti pemilik Virtual Property berhak atas benda tersebut secara eksklusif, dengan demikian pihak lain tidak dapat menggunakannya. Dalam virtuan property, umumnya yang dapat mengakses benda hanya pemilik password dan e-mail.9
-
2. Persistent berarti statis, tetap, maupun kekal yang dalam hal ini virtual property akan tetap ada meskipun medianya yaitu komputer dan internet dimatikan. Dengan demikian, segala informasi maupun data dari akun tersebut tidak akan hilang bahkan meskipun diakses dengan perangkat atau media yang berbeda.10
-
3. Interconnected code yang berarti bahwa akun Virtual property dapat dihubungkan dengan akun lain serta saling mempengaruhi satu sama lain.
Dikaitkan dengan hak kebendaan, Subekti menyatakan bahwa hak kebendaan (zakelijk recht) merupakan yang timbul dan memberi kekuasaan secara langsung pada subjek hukum atas suatu benda atau objek yang dapat dikuasai, dengan demikian hak kebendaan adalah mutlak melekat secara langsung pada benda tersebut dan dapat dipertahankan oleh subjek hukum yang memiliki hak milik atas benda tersebut.
Hak kebendaan sendiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yang pertama adalah bahwa hak kebendaan bersifat mutlak sehingga dapat dipertahankan oleh siapapun yang haknya melekat pada benda tersebut; yang kedua adalah hak kebendaan akan terus melekat pada benda sehingga akan terus ada pada benda tersebut atau berupa hak yang mengikuti (zaak gevolg); yang ketiga adalah hak kebendaan menganut sistem dimana penjaminan yang lebih dulu akan didahulukan disbanding penjaminan yang terjadi setelahnya; yang keempat adalah bahwa hak kebendaan memberikan kekuasaan langsung pada benda tersebut; yang kelima adalah bahwa hak kebendaan dapat dipertahankan oleh siapa saja; yang keenam adalah bahwa
sifat hak mengikuti yang melekat pada benda tersebut akan turut berpindah tangan apabila kepemilikan atas benda berpindah.11
Dikaji dari ciri-ciri tersebut, Tiktok memenuhi kualifikasi yang dimaksud, mengingat pemilik akun media sosial Tiktok merupakan subjek hukum yang memiliki password atau kata sandi dan e-mail dari akun Tiktok, sehingga terdapat kekuasaan penuh oleh pemilik akun untuk melakukan segala sesuatu atas akunnya sendiri selama hal tersebut tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana objek hak milik yang lain, sifat kebendaan pada akun tersebut juga mengikuti pemiliknya di mana pemilik dapat selalu mengakses akunnya dan hanya akun dalam penguasaannya dimanapun pemilik akun melakukan login atau masuk secara virtual ke aplikasi Tiktok tersebut walaupun melalui perangkat atau media yang berbeda. Meski demikian, terdapat alternatif untuk memindahkan penguasaan atas akun media sosial tersebut yaitu dengan mengganti akun media lain yang tersambung, sehingga akun tersebut berpindah kepemilikan.
Selanjutnya adalah terkait dengan jaminan, pada dasarnya, istilah hukum jaminan sendiri tidak dikenal dalam literatur hukum di Indonesia, sehingga pemaknaan serta pemahaman terkait hukum jaminan sendiri mengacu pada pemahaman-pemahaman umum terkait jaminan. Kata jaminan sendiri berasal dari kata dasar jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan juga dapat disinonimkan dengan tanggungan. Meski sebelumnya literatur hukum di Indonesia tidak menyebutkan terkait hukum jaminan, namun literatur hukum di Indonesia mengatur dengan cukup baik terkait dengan jaminan. Dalam Pasal 1131 KUHPer, jaminan didefinisikan dengan kualifikasi berikut: 1) merupakan kebendaan milik debitur; 2) dapat berupa benda bergerak maupun benda yang tidak bergerak; 3) dapat berupa benda yang belum dalam penguasaan debitur namun akan ada di kemudian hari maupun benda yang sudah ada; 4) menjadi objek tanggungan dalam suatu perjanjian.12 Pasal a quo kemudian dimaknai bahwa terdapat suatu kewajiban bagi debitur untuk menyerahkan benda yang kemudian ia gunakan sebagai objek jaminan atas utang yang diterimanya dari kreditur mengingat tanpa adanya jaminan yang ditentukan secara khusus, maka seluruh harta kekayaan debitur akan menjadi milik kreditur apabila debitur tidak mampu memenuhi prestasinya.
Selanjutnya, terdapat karakteristik suatu benda dapat dikatakan sebagai objek jaminan, yaitu adalah benda tersebut memiliki nilai ekonomis, sehingga apabila debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya, benda tersebut dapat dijadikan pengganti pemenuhan prestasi.13 Dengan demikian, media sosial Tiktok dapat digunakan sebagai objek jaminan, mengingat kepemilikannya yang dapat dialihkan serta bernilai ekonomis karena dapat diperjual-belikan. Namun, mengingat dalam hal ini media sosial Tiktok merupakan benda bergerak tak berwujud, maka dalam
hal ini terdapat kekhawatiran besar atas taksiran nila ekonomisnya sehingga perlu disepakati dengan baik lagi oleh para pihaknya.14
Pada dasarnya, dalam pembuatan suatu perjanjian, Para Pihak harus mendasarkanya pada itikad baik yang diindikasikan dengan hal-hal berikut: para pihak memegang teguh perkataannya, para pihak tidak mengambil keuntungan melalui tindakan yang merugikan pihak lain, para pihak mematuhi kewajibannya secara tergormat dan jujur meski tidak diperjanjikan secara tegas.15 Meski demikian, guna mengurangi risiko kerugian yang diterima kreditur, maka diperlukan adanya jaminan yang memberi kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan, yaitu kreditur.16 Saat ini, telah terjadi perkembangan yang pesat sehingga memerlukan perlindungan dan kepastian hukum yang lebih jelas atas suatu jaminan guna memberikan peran yang strategis dalam pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI 1945.17 Dengan bergesernya kedudukan media sosial Tiktok yang saat ini memiliki nilai ekonomis bagi pemiliknya, pengguna akun dapat mengembangkan usahanya serta memperoleh pendapatan dari akun tersebut. Pada praktiknya, terdapat berbagai kasus dimana akun media sosial Tiktok diperjualbelikan oleh sesama pengguna Tiktok. Namun, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi timbul apabila akun media sosial Tiktok dijadikan objek jaminan. Hal tersebut mengingat, untuk dapat dijadikan objek jaminan terdapat beberapa aspek yang perlu dipatuhi, sehingga apabila suatu benda dipaksakan untuk menjadi objek jaminan, maka terdapat beberapa problematika yang akan ditimbulkan.
Umumnya, jaminan didefinisikan sebagi tanggungan yang bernilai ekonomis yang mana dapat berupa benda yang diserahkan debitur kepada kreditur dari timbulnya perikatan tertentu seperti perjanjian utang piutang maupun yang lainnya. Jaminan tersebut kemudian menjadi sarana penjamin pemenuhan prestasi debitur seandainya debitur tidak memenuhi kewajibannya hingga tanggal yang diperjanjikan oleh para pihak. Mengacu pada literatur yang ada, jaminan kemudian digolongkan ke dalam beberapa jenis seperti jaminan khusus kebendaan yang terdiri atas gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan dan jaminan resi gudang serta jaminan khusus perorangan yang dapat berupa jaminan perorangan (borgtoch) dan Corporate Guarante.
Dalam hal debitur tidak mampu memenuhi prestasinya, maka kreditur dapat melakukan eksekusi atas jaminan tersebut. Hal itu sesuai dengan tujuan dari
keberadaan jaminan itu sendiri dimana objek jaminan digunakan untuk membantu debitur memenuhi prestasi apabila debitur tidak mampu membayar utang dengan cara mengalihkan, menjual, atau pun melelangkan objek tersebut. Kreditur juga berhak untuk didahulukan dalam hal tersebut sehingga kreditur yang bersangkutan dapat langsung menjual objek yang digunakan sebagai jaminan untuk membayar utang dari si berutang. Selanjutnya, terdapat beberapa cara untuk melakukan eksekusi pada gadai, yaitu: 1) mengacu pada Pasal 1155 ayat (1) KUHPer dengan menjual gadai di muka umum; 2) mengacu pada Pasal 1155 ayat (2) KUHPer yaitu dengan menjual objek jaminan di pasar bursa; 3) mengacu pada Pasal 1156 KUHPer yaitu dengan cara-cara yang ditentukan oleh hakim. Terhadap gadai yang sebagaimana dalam Pasal 1155 ayat (2) KUHPer adalah terkhusus bagi benda-benda perdagangan maupun akta-akta bernilai di pasar modal. Sementara itu, menjual objek jaminan sebagaimana dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPer digunakan untuk melunasi utang debitur pada kreditur yang mana meliputi jumlah seluruh utang pokok yang kemudian diakumulasikan dengan bunga dan biaya yang timbul dari penjualan.
Selanjutnya terkait dengan jaminan fidusia, pada dasarnya jaminan fidusia bersifat perjanjian ikutan atas perjanjian pokok yang kemudian melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi agar objek tanggungan tidak hilang.18 Jaminan fidusia juga memerlukan adanya pengesahan oleh notaris dalam bentuk akta otentik.19 Di samping itu, meskipun pemberi jaminan fidusia tetap menjadi pemegang kuasa atas benda, namun pemberi jaminan tetap harus beritikad baik untuk menjalankan prestasinya.20 Terkait dengan eksekusi jaminan fidusia dilakukan melalui lelang pada pelelangan umum maupun penjualan di bawah tangan yang dilakukan dengan didasarkan pada kesepakatan dari pemberi serta penerima jaminan fidusia. Apabila dikaji melalui mekanisme eksekusinya, baik dalam gadai maupun jaminan fidusia dapat dipahami bahwa eksekusi tersebut dilakukan dengan menjual objek yang dijadikan jaminan. Dengan demikian, mengacu pada objek jaminan dalam tulisan ini, apabila kemudian media sosial Tiktok yang dijaminkan dijual untuk memenuhi prestasi debitur, maka eksekusi tersebut kemudian akan menimbulkan isu baru terkait dengan pelanggaran terms of use pemilik aplikasi yang sebelumnya telah disepakati oleh pemilik akun dengan pemilik aplikasi media sosial Tiktok pada saat pembuatan akun yang mana melarang pemilik akun untuk menjual atau memperdagangkan akun tersebut.
Adanya pertentang tersebut kemudian menyebabkan situasi dimana pihak yang menggunakan akun media sosial Tiktok sebagai objek jaminan dalam perjanjiannya tidak mendapat perlindungan hukum yang konkrit apabila terjadi pelanggaran dari salah satu pihak. Hal tersebut juga mengingat akun media sosial Tiktok tidak memiliki dokumen kepemilikan secara hukum sehingga sulit untuk
menentukan pemindahan kepemilikannya. Di samping itu, karena penguasaannya mengacu pada kepemilikan password dan e-mail, maka sangat rentan terjadi perbuatan melawan hukum oleh debitur dengan mengganti password akun media tersebut melalui media sosial lain yang terhubung dengan akun media sosial Tiktok sehingga kreditur tidak dapat mengakses akun tersebut. Dengan demikian, diperlukan adanya kejelasan lebih lanjut terkait mekanisme levering atas akun tersebut sebagai objek jaminan. Apabila hal tersebut tidak mampu diakomodir, maka akan timbul kerugian baru bagi para pihak terutama kreditur. Apabila tidak terpenuhi maka akan menimbulkan kerugian bagi parah pihak. Hal tersebut kemudian juga menimbulkan problematika baru yaitu terkait dengan kondisi dimana pemilik akun dapat dianggap wanprestasi karena telah melanggar terms of use yang telah disetujui pada saat pembuatan akun, pemilik akun juga dapat dianggap telah beritikad buruk dalam penggunaan akun. Di samping itu, eksekusi objek jaminan akan menjadi sulit karena tidak mudah menentukan nilanya saat dilakukan jual-beli. Namun apabila hal-hal tersebut kemudian dapat disepekati lebih awal oleh para pihak, maka masalah-masalah hukum yang mungkin timbul dapat dicegah.
Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas, media sosial Tiktok memiliki karakteristik sebagai benda dan dapat dijadikan objek jaminan selama dapat dilakukan pemindahan kepemilikian (hak milik) ataupun penguasaan atasnya. Alternatif yang dapat digunakan untuk melakukan pemindahan kekuasaan atas media sosial Tiktok adalah dengan mengganti akun-akun media sosial lain yang terhubung dengan media sosial tersebut sehingga penguasaan media sosial Tiktok yang pada dasarnya individual dan melekat pada si pemilik akun dapat berpindah. Akan tetapi, penggunaan media sosial Tiktok sebagai objek jaminan juga menimbulkan beberapa permasalahan. Yang pertama adalah berkaitan dengan kondisi dimana pemilik akun dapat dianggap wanprestasi karena telah melanggar terms of use yang telah disetujui pada saat pembuatan akun. Kemudian, pemilik akun juga dapat dianggap telah beritikad buruk dalam penggunaan akun. Di samping itu, eksekusi objek jaminan akan menjadi sulit karena tidak mudah menentukan nilainya saat dilakukan jual-beli. Namun apabila hal-hal tersebut kemudian dapat disepakati lebih awal oleh para pihak, maka masalah-masalah hukum yang mungkin timbul dapat dicegah. Dengan demikian, mengingat tidak terdapat perlindungan hukum yang khusus bagi para pihak yang bermaksud untuk menggunakan media sosial Tiktok sebagai objek jaminan, maka dalam penggunaannya perlu mendapat perhatian dari para pihaknya. Hal tersebut terutama adalah terkait kesepakatan nilai serta peralihan objek. Dengan disepakati secara rigid dan rinci, maka para pihak dapat menghindari adanya potensi sengketa yang timbul di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Press, 2015.
H Zaeni Asyhadie, and Rahma Kusumawati. Hukum Jaminan Di Indonesia. Depok:
Rajawali Pers, 2018.
Jurnal
Ery Agus Priyono. “Peranan Asas Itikad Baik Dalam Kontrak Baku (Upaya Menjaga Keseimbangan Bagi Para Pihak).” Diponegoro Private Law 1, no. 1 (2017).
Pratiwi Susanty, Ade, ”Pencatuman Klausula Baku Dalam Perjanjian Online Pada Media Sosial Berdasarkan Asas Kebebasan Berkontrak” Jurnal Jotika Research and Business Law 1, No. 2 (2022): 68
Gosal, Vecky Y., and Tampi Butje. “Tinjauan Hukum Pengaturan Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.” Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum VIII, no. 4 (2020): 76–85.
Joshua A. T. Fairfiled. “Virtual Property.” Boston University Law: Review 85, no. 1047 (2005).
Cahyo Setiono, Gentur, “Jaminan Kebendaan Dalam Proses Perjanjian Kredit Perbankan” Jurnal Transparansi Hukum 1, No.1 (2018) : 45
Kumaladewi, Nur Adi. “Eksekusi Kendaraan Bermotor Sebagai Jaminan Fidusia Yang Berada Pada Pihak Ketiga.” Repertorium 2, no. 2 (2015).
M., Tjoanda. “Karakteristik Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia. Batulis Civil Law Review.” Batulis Civil Law Review 1, no. 1 (2020): 47–53.
Santoso, Djoko Adi, and Agung Sujatmiko. “Royalti Hak Cipta Sebagai Obyek Jaminan Fidusia.” Masalah-Masalah Hukum 46, no. 3 (2017): 198–204.
Satrio, J. Hukum Jaminan: Hak Jaminan Kebendaan Tanggungan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997.
Satriya, Rilla Rininta Eka. “Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Oleh Debitur Tanpa Persetujuan Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Bank.” Jurnal, 2015.
Setianingrum, and Reni B. “Mekanisme Penentuan Nilai Appraisal Dan Pengikatan Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia.” Jurnal Media Hukum 23, no. 2 (2016): 229–38.
Prasastinah Usanti, Trisadini, ”Lahirnya Hak Kebendaan” Jurnal Perspektif 17, No 1 (2012) : 45
Tirta, Komang Pande Dananjaya and Purwanto, I Wayan Novy, ”Keabsahan Pembelian Mobil Bekas Melalui Media Facebook” Jurnal Kertha Semaya 8, No.6 (2020): 955
Sudjana. “Hak Cipta Sebagai Jaminan Kebendaan Bergerak Dikaitkan Dengan Pengembangan Obyek Fidusia.” Mimbar Hukum 24, no. 3 (2012): 377–569.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 12 Tahun 2022 hlm 1310-1320
1320
Discussion and feedback