PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PEMAKAI PAKAIAN IMPOR BEKAS
on
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PEMAKAI PAKAIAN IMPOR BEKAS
Cok Gede Putra Janadipa Pemayun, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : cok.putra747@gmail.com
I Gusti Ngurah Dharma Laksana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : dharma_laksana@unud.ac.id
ABSTRAK
Terdapat konflik antara UUPK dengan UU perdagangan. Berlakunya Permendag No. 18 Tahun 2021 mengenai Produk Dilarang Ekspor serta Produk Dilarang Impor mempertegas bahwasanya pakaian bekas tergolong produk dilarang impor. Guna menyelesaikan permasalahan konflik norma hukum diberlakukan asas prefensi hukum. Berdasarkan asas lex posterior derogat legi priori, antara UU Perlindungan Konsumen dan UU Perdagangan yang lebih baru adalah UU Perdagangan dan terdapat aturan turunan dari UU Perdagangan berupa Peraturan Menteri. Sehingga dalam hal ini UU Perdagangan mengesampingkan UU Perlindungan Konsumen. Pada penulisan ini metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian normatif. Penelitian ini mempunyai tujuan memahami peraturan pakaian impor bekas yang ada di Indonesia serta perlindungan hukum terhadap konsumen pemakai pakaian impor bekas.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Konsumen, Pakaian Impor Bekas.
ABSTRACT
There is a conflict between the law regarding consumer protection and the trade law. The Minister of Trade Regulation No. 18 of 2021 concerning Export Prohibited Products and Import Prohibited Products emphasizes that used clothing is classified as a prohibited import product. In order to resolve the problem of conflicting legal norms, the principle of legal preference is applied. Based on the principle of lex posterior derogat legi priori, between the Consumer Protection Law and the newer Trade Law, there is the Trade Law and there are regulations derived from the Trade Law in the form of Ministerial Regulations. So in this case the Trade Law overrides the Consumer Protection Law. At this writing the research method used is normative research method. This study aims to understand the regulations for imported used clothing in Indonesia and the legal protection for consumers who wear imported used clothing.
Key Words: Legal Protection, Consumers, Used Imported Clothing.
Setiap individu mempunyai sejumlah kebutuhan demi menunjang kehidupannya. Ada 3 Kebutuhan pokok manusia menurut kepentingannya, yakni kebutuhan primer, sekunder, serta tersier. Adapun kebutuhan primer ialah kebutuhan pokok guna bertahan hidup yang mencakup pakaian (sandang), papan (temapat tinggal), pangan (makanan dan minuman).1 Pakaian merupakan satu dari sekian kebutuhan yang paling penting untuk manusia guna menutupi serta melindungi tubuhnya. Fungsi lain dari pakaian itu sendiri yaitu demi menyokong gaya hidup seseorang supaya lebih percaya diri dan juga pakaian dapat memenuhi kebutuhan manusia sesuai dengan gaya hidupnya.2 Sikap serta tingkah laku manusia pada zaman globalisasi, cenderung memilih membeli pakaian bekas secara impor sebab tergoda dengan merek terkenal dari luar negeri karena dianggap dapat meningkatkan status sosial mereka.3
Seiring dengan berkembanganya era globalisasi, segala sektor yang ada sudah berkembang dengan pesat termasuk dengan sektor fashion maupun gaya berpakaian. Salah satunya yaitu dengan mempengaruhi seseorang guna memilih tipe pakaian yang memilki merek ataupun model khusus. Hal ini menjadikan seseorang untuk berpikiran mengikuti perkembangan gaya berpakaian merupakan kewajiban untuk memiliki suatu benda yang menunjukkan identitas diri. Karena keadaan tersebut para pedagang di Indonesia berpeluang memperdagangkan pakaian bekas dengan harga yang murah serta dengan merek luar negeri yang diimpor ke negara Indonesia. Kegiatan impor ini menjadi salah satu faktor pemenuhan kebutuhan pakaian bagi masyarakat Indonesia.
Salah satu alasan individu lebih gemar membeli serta menggunakan pakaian bekas impor adalah dikarenakan harganya yang lebih murah daripada pakaian baru, hal tersebut dapat mengehemat pengeluaran masyarakat. Akan tetapi semenjak diterbitkannya UU Nomor 7 Tahun 2014 perihal Perdagangan yakni dalam pasal 47 ayat (1) ditetapkan, tiap Importir berkewajiban mengimpor barang dengan keadaan baru. Karena penjualan pakaian bekas impor dianggap merugikan dan memperkecil penerimaan negara khususnya bea serta cukai, selain itu impor pakaian bekas mampu mempengaruhi stabilitas pasar domestik. Pada Pakaian Bekas terdapat bakteri yang mampu membahayakan kesehatan misalnya bakteri E.coli mampu menciptakan gangguan di pencernaan, bakteri S. aureus mampu memicu jerawat, serta infeksi luka di kulit pemakainya, juga jamur yang memicu alergi, gatal, hingga infeksi saluran kelamin.4
Penelitian ini sudah pernah dilakukan Oleh Ni Putu Maha Dewi Pramitha Asti dan Ni Made Ari Yuliartini Griadh yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Mengkonsumsi Pakaian Impor Bekas” yang menganalisis adanya pertentangan/ konflik norma yang terjadi antara Pasal 47 ayat (1) UU Perdagangan dengan Pasal 8 ayat (2) UUPK.5 Selain itu, penelitian selanjutnya juga pernah dilakukan oleh Muhammad Herman Effendi, Djumadi, dan Lena Hanifah yang berjudul “Perlindungan Konsumen Dalam Jual Beli Pakaian Bekas Impor Melalui Aplikasi Sosial Media Instagram Di Indonesia” yaitu tentang analisis mengenai legalitas pakaian bekas yang dibeli konsumen dari pelaku usaha thriftshop online melalui aplikasi sosial media Instagram.6 Di Indonesia, perlindungan konsumen diatur di UU Nomor 8 Tahun 1999. Dengan adanya UU No. 8 Tahun 1999 diharap mampu dijadikan benteng bagi konsumen sebab konsumen dianggap mempunyai posisi yang tak imbang dengan pengusaha. Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Jadi, penulis ingin melaksanakan penelitian lebih lanjut terkait Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Pakaian Impor Bekas.
-
1. Bagaimana peraturan jual-beli pakaian impor bekas di Indonesia.
-
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pemakai pakaian impor bekas.
Penelitian ini mempunyai tujuan memahami peraturan pakaian impor bekas yang ada di Indonesia serta perlindungan hukum terhadap konsumen pemakai pakaian impor bekas.
II.Metode Penelitian
Pada penulisan ini metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian normatif. Dimana penelitian yuridis normatif mengarah ke norma hukum yang ada seperti pada aturan undang-undang juga putusan pengadilan serta norma hukum yang
ada di masyarakat. Dalam pendekatan yuridis normatif, hukum diidentifikasikan sebagai sebuah undang-undang yang sifatnya mengikat serta mempunyai konskuensi hukum amat jelas. Lewat pendekatan yuridis normatif diharap supaya mampu memahami aturan undang-undang.
Didalam sektor perdagangan, negara biasa melakukan perdagangan internasional atau pertukaran dengan negara lain, perdagangan internasional merupakan aktivitas tukar-menukar produk lintas batas negara serta berkaitan dengan pemerintah juga warga negara lainnya. Perdagangan international mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan rakyat untuk mendapatkan produk yang tak dapat diproduksi di dalam negeri serta mampu memperluas perdaganganan melalui pasar, memberi dorongan terwujudnya kemajuan teknologi, menaikkan pendapatan negara lewat bea yang masuk ataupun keluar, dan memperkuat hubungan baik dengan negara lainnya. Dalam melakukan perdagangan internasional, negara wajib membangun kehati-hatian karena perdagangan internasional terdapat kerugian yang ditimbulkan bagi negara jika tidak mampu beradaptasi dan bersaing di pasar global yang akan menjadikan ekonomi negara terpuruk dan produksi di dalam negri yang tak sanggup berkompetisi dengan produk import akan ditinggalkan bagi para konsumen oleh sebab itulah akan memicu inflasi.
Secara hukum saat ini sudah ada aturan terkait larangan masuknya pakaian bekas diuraikan di UU No. 7 tahun 2014 mengenai perdagangan. Pasal 47 ayat 1 yakni tiap importir harus melakukan impor produk dengan kondisi baru, pada kondisi tertentu terdapat pengecualian terkait barang modal yang dipergunakan dalam pemenuhan proses produksi industri produk dalam negeri yang membutuhkan faktor produksi khusus, alhasil produk yang tidak dengan kondisi baru tidak boleh diimpor menuju Indonesia.7 Pengecualian lainnya pun berlaku untuk produk yang dipergunakan sebagai barang dalam rangka pemulihan, contohnya bencana alam. Kemudian aturan itu dijadikan landasan untuk Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dalam merumuskan aturan Mentri Keuangan perihal masuknya pakaian bekas ke Indonesia. Aturan yang ditetapkan oleh Kementerian itu ialah Permendag No. 51/MDAG/PER/7/2015 perihal Larangan Impor Pakaian Bekas
Kemudian dalam UUPK yang mengatur perdagangan pakaian impor bekas diuraikan pada Pasal 8 ayat (2). Adapun bunyinya yaitu, "Pengusaha tak diizinkan menjual produk yang cacat, rusak, bekas, serta tercemar tanpa memberi informasi lengkap serta benar tentang produk tersebut." Jika dicermati, Pasal 8 ayat (2) UUPK tersebut mengatur, pengusaha tidak diizinkan menjual produk dengan kondisi cacat, rusak, ataupun bekas serta tercemar. Kemudian kalimat selanjutnya menyebutkan "tanpa memberi informasi lengkap serta benar terkait produk tersebut". Pasal 8 ayat (2) UUPK ketika mengatur perdagangan pakaian bekas dapat dikatakan memperbolehkan pelaku usaha untuk menjual barang bekas yang salah satunya adalah pakaian bekas, tetapi dengan syarat bahwa pelaku usaha telah menginformasikan secara lengkap dan benar kepada konsumen bahwa pakaian yang dijual merupakan pakaian bekas.8
Kebijakan impor (tak terkecuali larangan impor) dilaksanakan sebagai wujud pemenuhan kebutuhan terkait produk yang belum mampu didapatkan di dalam negeri yang diperlukan dalam produksi industri nasional serta konsumsi rakyat.9 Pemerintah Indonesia menguraikan mengenai import pakaian di UU Nomor 7 Tahun 2014 perihal kegiatan perdagangan pakaian bekas serta autran lanjutan yang terdapat dalam Permendag No. 18 Tahun 2021 mengenai Produk Dilarang Ekspor serta Produk Dilarang Impor.
Pengaturan perdagangan pakaian bekas impor bekas juga diatur di UU Perdagangan. Ketentuan pasal 47 UU Perdagangan, Menyatakan bahwa :
-
(1) Tiap importir harus melakukan impor produk dengan kondisi baru
-
(2) Pada keadaan tertentu mentri mampu menetapkan produk yang diimpor dengan kondisi tidak baru.
-
(3) Ketetapan dalam ayat (2) diutarakan ke menteri yang mengurusi urusan pemerintahan terkait bidang keuangan.
-
(4) Aturan terkait penetapan produk yang diimpor dengan kondisi tak baru seperti disebutkan pada ayat (2) dijelaskan pada aturan mentri.
Berlakunya Permendag No. 18 Tahun 2021 Perihal Produk Dilarang Ekspor serta Produk Dilarang Impor juga mempertegas terhadap larangan mengimpor pakaian dengan kondisi bekas. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) Permendag No. 18 Tahun 2021 perihal Produk Dilarang Ekspor serta Produk Dilarang Impor menyatakan, "Dengan Peraturan Menteri ini, Menteri menetapkan Produk Dilarang Ekspor serta Produk Dilarang Impor". Kemudian ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf d memaparkan, "produk dilarang impor seperti dijelaskan di ayat (1) salah satunya yaitu pakaian bekas". Pada ketentuan Pasal 3 menyatakan bahwa, "importir dilarang mengimpor barang sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (3)", yang salah satunya adalah pakaian bekas. Lampiran yang tak lain adalah elemen tak terpisah dari Permendag No. 18 Tahun 2021 perihal Produk Dilarang Ekspor serta Produk Dilarang Impor menetapkan salah satu kategori barang dilarang impor adalah pakaian bekas, sebagaimana tercantum pada lampiran 11 No. 20 Pos tarif/HS 6309.00.00 Permendag No. 18 Tahun 2021 Perigal Produk Dilarang Ekspor serta Produk Dilarang Impor.
Antara UUPK dan UU Perdagangan dalam hal mengatur jual beli pakaian impor bekas terdapat pertentangan. Dimana Pasal 8 ayat (2) UUPK mengatur bahwasanya pengusaha dapat menjual pakaian bekas dengan syarat telah menginformasikan dengan lengkap dan benar bahwa pakaian yang dijual merupakan pakaian bekas. Berbeda dengan UU Perdagangan yang secara tegas mewajibkan importir untuk mengimpor barang dalam kondisi baru dan importir tak diizinkan melakukan impor atas produk yang ditentukan sebagai produk dilarang impor sebagaimana dipertegas di Permendag No. 18 Tahun 2021 Mengenai Produk Dilarang Ekspor serta Produk Dilarang Impor. Kegiatan mengimpor pakaian bekas di Indonesia merupakan hal yang illegal. Importir yang tetap mengimpor pakaian bekas termasuk melakukan aktivitas penyelundupan. Pakaian bekas yang diselundupkan itu disortir dahulu sebelum diperdagangkan. Walaupun telah dilakukan pemilahan terhadap pakaian impor bekas sebelum diperdagangkan", menurut ketentuan UU Perdagangan yang diperkuat dengan Permendag No. 18 Tahun 2021 Perihal Produk Dilarang Ekspor serta Produk Dilarang
Impor, mengimpor pakaian bekas tetap dilarang untuk alasan apapun termasuk diperdagangkan.
Pertentangan aturan hukum yang mengatur terhadap jual beli pakaian impor bekas yaitu UUPK, UU Perdagangan merupakan norma yang mengalami kondisi konflik (konflik norma/conflicten van normen). Konflik norma muncul ketika pada sebuah objek aturan ada dua norma yang bertolak belakang alhasil atas objek aturan itu hanya mampu diimplementasikan satu norma saja yang menyebabkan norma lain perlu diabaikan.10 Konflik norma dapat terjadi antara aturan undang-undang yang derajatnya lebih rendah dengan aturan undang-undang yang derajatnya lebih tinggi (konflik ekstern) ataupun dapat pula terjadi antara aturan undang-undang yang satu derajat (konflik intern).11 Dalam hal ini untuk menyelesaikan permasalahan konflik norma hukum diberlakukan asas prefensi hukum. Asas prefensi huku sendiri yaitu asas yang memperlihatkan hukum yang didahulukan berlaku, apabila jika terdapat suatu peristiwa hukum yang patuh pada dua aturan atau lebih.12 Asas prefensi hukum merupakan pengobat hukum (legal remedies) karena fungsinya sebagai penyelesai konflik apabila jika terjadi aturan yang mengatur suatu hal yang sama tetapi terdapat konflik.13 Asas ini terdiri dari 3 yaitu :
-
1. asas lex superior derogat legi inferiori
asas ini memiliki arti, aturan undang-undang dengan kedudukan lebih tinggi dapat mengesampingkan aturan undang-undang dengan kedudukan lebih rendah
-
2. asas lex posterior derogat legi priori
asas ini memiliki arti, aturan undang-undang terbaru dapat mengesampingkan aturan undang-undang yang lama.
-
3. asas lex specialis derogat legi generalis
yaitu asas yang mengesampingkan aturan undang-undang yang sifatnya umum apabila terdapat aturan yang sifatnya lebih khusus.14
Konflik norma yang terjadi antara UUPK dan UU Perdagangan berlaku asas lex posterior derogat legi priori, dimana aturan terbaru dapat mengesampingkan aturan lama. Sehingga seharusnya UU Perdagangan yang berlaku dan impor pakaian bekas di Indonesia seharunya dilarang. Kembali pada kenyataan ternyata kegiatan jual beli pakaian impor bekas sering terjadi di Indonesia. Ini tentu dikarenakan oleh aturan yang
tidak pasti. Sampai saat ini, perdagangan pakaian impor bekas Indonesia dapat dikatakan tidak melanggar hukum karena aturan pada Pasal 8 ayat (2) UUPK masih berlaku dan belum terdapat aturan yang menjelaskan mengenai larangan perdagangan pakaian bekas pada pasar dalam negeri. Hal inilah yang menjadi pertimbangan bahwa pengusaha masih aman untuk memperdagangkan pakaian bekas di dalam negeri.
Jadi pengaturan perdagangan pakaian impor bekas di Indonesia diatur melalui Pasal 8 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999 Perihal Perlindungan Konsumen, yang menyebutkan, pengusaha dapat memper jual belikan pakaian bekas dengan syarat telah memberi informasi dengan benar juga lengkap terkait produk tersebut. Berbeda dengan UU No. 7 Tahun 2014 mengenai Perdagangan, yang mengharuskan importir melakukan impor produk dengan kondisi baru selaras dengan Pasal 47 dan 51 UU No. 7 Tahun 2014 mengenai Perdagangan. Kemudian berlakunya Permendag No. 18 Tahun 2021 mengenai Produk Dilarang Ekspor serta Produk Dilarang Impor mempertegas bahwasanya pakaian bekas tmasuk ke dalam kelompok produk dilarang impor. Terlihat antara UU No. 8 Tahun 1999 perihal Perlindungan Konsumen dengan UU No. 7 Tahun 2014 perihal Perdagangan mengalami konflik norma. Berdasarkan asas lex posterior derogat legi priori, yaitu ketentuan terbaru dapat mengesampingkan ketentuan lama, maka antara UUPK dan UU Perdagangan yang lebih baru adalah UU Perdagangan dan terdapat aturan turunan dari UU Perdagangan berupa Peraturan Menteri. Sehingga dalam hal ini UU Perdagangan mengesampingkan UU Perlindungan Konsumen.
Pakaian bekas impor atau yang biasa dikenal pakaian ex import merupakan pakaian bekas pakai yang biasanya sudah tidak digunakan oleh pihak tangan pertama. adapun juga pakaian sisa butik yang sudah lama digudang kemudian dijual lagi dengan harga murah serta memiliki merek brandid saat ini sangat digemari masyarakat karena harganya lebih murah dibandingkan harga pakaian brandid yang baru, hal tersebut membuat sebagaian masyarakat lebih memilih untuk membeli pakaian impor bekas.15 Di jaman kemajuan teknologi masyarakat bisa dengan mudah membeli pakaian impor bekas sebab penjualannya saat ini sangat meluas, selain bisa ditemukan di toko baju, pasar tradisional, pakaian impor bekas juga sudah dijual secara online di aplikasi belanja online dan sosial media lainnya. Pada dasarnya Pakaian bekas impor di Indonesia dianggap ilegal yaitu bertentangan atau tidak seduai dengan hukum perundang-undangan yang berlaku. Banyak risiko yang dapat ditimbulkan dari penggunaan pakaian bekas impor, namum konsumen mengabaikan risiko risiko yang ditimbulkan karena dengan harga yang murah mereka lebih tergiur dan mereka sudah bisa mendapatkan produk-produk brandid terkenal.
Pakaian bekas impor yang beredar secara bebas dapat digolongkan sebagai produk berbahaya sebab pakaian tersebut tak disortir terlebih dahulu sebelum diedarkan. Tidak semua pakaian bekas impor yang beredar di Indonesia mempunyai kondisi fisik yang bagus. sebelum pakaian bekas dijual, akan disortir dahulu menurut kualitasnya. Biasanya pedagang akan memilih pakaian bekas yang masih bagus kondisinya seperti tidak ada noda, tidak robek, warna masih terang, dan pastinya masih
layak untuk dipakai. Pada saat Rachmat Gobel menjadi Menteri Perdagangan sudah melarang adanya perdagangan pakaian impor bekas sesuai Permendag Nomor 51/M-DAG/7/2015, alasannya yakni memicu bahaya kesehatan karena dalam pakaian bekas terdapat bakteri serta perdagangannya mampu melenyapkan industri dagang pakaian dalam negeri. Menurut Poin (a) Permendag No. 51/MDAG/7/2015 dijelaskan, “pakaian bekas impor mempunyai potensi membahayakan kesehatan alhasil tak aman jika dipergunakan ”.16
Berbicara tentang Konsumen, istilah konsumen diadaptasi dari bahasa inggris yakni consumer serta consument/konsument. Menurut harfiahnya, consumer ialah tiap individu yang memakai produk. Adapun konsumen juga perlu diberikan perlindungan, perlindungan konsumen merupakan kseluruh asas serta pedoman yang membahas perlindungan konsumen serta permasalahan penyediaan serta pemakaian produk diantara penjual serta pembelinya pada kehidupan masyarakat.17 Pada aturan undang-undang di Indonesia, kata konsumen sebagai konsep yuridis formal tertuang di UU Nomor 8 Tahun 1999 perihal Perlindungan Konsumen menguraikan, konsumen merupakan pihak yang mempergunakan produk yang ada di tengah masyarakat. Dapat disimpulkan beberapa pokok-pokok pikiran terkait definisi konsumen serta hukum perlindungan konsumen yaitu:
-
a. Konsumen adalah si pengguna barang.
-
b. Subjek yang terkait dengan perlindungan konsumen yakni masyarakat yang merupakan konsumen. Selain itu, pengusaha dan pihat terkait seperti media cetak serta pertelevisian, agen periklanan, distributor, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), serta yang lainnya.
-
c. objek yang dijelaskan yakni barang maupun jasa yang dijual oleh pengusaha ke konsumennya.
-
d. Ketidaksetaraan kedudukan konsumen dengan pengusaha tersebut menyebabkan pemerintah merumuskan peraturan atau pedoman hukum yang mampu melindungi pihak konsumen.18
Konsumen memiliki hak yang tertuang dalam pasal 4 UUPK salah satunya yakni
-
1. Hak atas keamanan, kenyamanan, serta keselamatan mengonsumsi produk;
-
2. Hak memilih produk dan menerima produk sesuai keadaan, nilai tukar, serta jaminan;
-
3. Hak atas informasi yang jelas, benar, serta jujur perihal keadaan serta jaminan produk;
-
4. Hak untuk didengarkan kritik serta keluhan terkait produk yang dipergunakan;
-
5. Hak memperoleh pembelaan perlindungan konsumen secara patut;
-
6. Hak memperoleh pembinaan serta pendidikan konsumen;
-
7. Hak dilayani serta diperlakukan dengan baik, jujur, dan adil.
-
8. Hak memperoleh ganti rugi, kompensasi, serta penggantian jika produk yang diperoleh tak sesuai penawaran;
-
9. Hak yang dijelaskan pada aturan undang-undang lain.19
Dari 9 hak yang disebutkan diatas bisa dilihat hal yang paling utama dalam perlindungan konsumen yakni masalah keamanan, kenyamanan, serta keselamatan. Jika produk bagi pengguna tak aman ataupun menimbulkan bahaya bagi keselamatan konsumen tentunya tak layak di edarkan. Guna memberi jaminan sebuah produk agar pengguna aman, nyaman, atau tak merugikan konsumen pada saat menggunakannya, konsumen berhak memilih produk yang diinginkannya sesuai kebenaran, keterbukaan informasi yang adil, jelas, serta jujur.
Tidak hanya di Indonesia perlindungan konsumen menjadi salah satu perhatian, namun di negara lain pun perlindungan konsumen sangat diperhatikan salah satunya yaitu Republik China yang juga memiliki aturan mengenai perlindungan konsumen secara khusus digunakan untuk melindungi keamanan dan kepentingan konsumen akhir yang menggunakan produk dari pengusaha. Di Indonesia sendiri perlindungan hukum bagi konsumen sudah dijelaskan pada pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1999 mengatur bahwa“ perlindungan konsumen merupakan seluruh usaha yang menjaminkan kepastian hukum guna melindungi konsumen”. Oleh karena itu diharap dapat menjadi landasan guna mencegah perilaku seenaknya yang dapat menimbulkan kerugian bagi pengusaha yang hanya demi kepentingan perlindungan konsumen. Perilaku sewenang-wenang mampu menyebabkan ketidakpastian hukum, jadi seluruh usaha untuk menjamin kepastian hukum, pengukurannya secara kualitatif yang ditetapkan pada UUPK serta ketentuan lain yang terkait dalam perlindungan konsumen yang masih berlaku guna memberi perlindungan terhadap konsumen, entah pada aspek Hukum Privat ataupun Hukum Publik.20
Di Indonesia Jual beli pakaian bekas sudah diuraikan di aturan undang-undang. Dengan adanya UU No. 8 Tahun 1999 perihal perlindungan konsumen ini sendiri menjadi benteng bagi konsumen untuk melindungi dari jika terjadinya ketidak sesuaiian dalam membeli barang atau jasa. Selanjutnya, perlindungan konsumen ini sendiri telah mengatur mengenai jual beli pakaian bekas yang diatur di pasal 8 ayat (2) yang memaparkan, “pengusaha tak diizinkan menjual produk bekas, rusak, serta tercemar tanpa memberi informasi yang benar serta lengkap terkait produk tersebut.” Undang-Undang tersebut sudah mengatur produk yang dilarang untuk diperdagangkan dengan meninjau keadaan barang seperti rusak, bekas dan tercemar. Jika Ketiga poin ini terdapat pelanggaran pada barang yang diperdagangkan maka barang tersebut dilarang untuk di jual.21 Apabila pengusaha melakukan pelanggaran atas aturan itu, konsumen berhak mendapatkan kompensasi sesuai pasal 4 huruf h UUPK yakni ganti rugi maupun penggantian jika produk yang diperoleh tak sesuai dengan yang ditawarkan, sedangkan dalam pasal 7 huruf g pengusaha berhak memberikan ganti rugi, kompensasi, serta penggantian jika produk yang didapat tak sesuai yang disepakati.
IV.Kesimpulan
Pada Pada dasarnya Pakaian bekas impor di Indonesia dianggap ilegal yaitu bertentangan atau tidak seduai dengan hukum perundang-undangan yang berlaku. Perlindungan konsumen ini sendiri telah mengatur perihal jual-beli pakaian bekas dalam Pasal 8 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen memaparkan, pengusaha dapat menjual pakaian bekas dengan syarat telah memberi informasi lengkap serta benar terkait produk tersebut. Rupanya terdapat konflik antara UUPK dengan UU perdagangan yang sebagaimana dijelaskan pada UU No. 7 Tahun 2014 perihal Perdagangan, mewajibkan importir melakukan impor atas produk dengan kondisi baru selaras dengan Pasal 47 dan 51 UU No. 7 Tahun 2014 Perihal Perdagangan. Kemudian berlakunya Permendag No. 18 Tahun 2021 mengenai Produk Dilarang Ekspor serta Produk Dilarang Impor mempertegas bahwasanya pakaian bekas tergolong produk dilarang impor. Guna menyelesaikan permasalahan konflik norma hukum diberlakukan asas prefensi hukum. Asas prefensi hukum sendiri yaitu asas yang memperlihatkan hukum yang didahulukan berlaku, apabila jika terdapat suatu peristiwa hukum yang patuh pada dua aturan atau lebih. Berdasarkan asas lex posterior derogat legi priori, yaitu ketentuan terbaru dapat mengesampingkan ketentuan lama, maka antara UU Perlindungan Konsumen dan UU Perdagangan yang lebih baru adalah UU Perdagangan dan terdapat aturan turunan dari UU Perdagangan berupa Peraturan Menteri. Sehingga dalam hal ini UU Perdagangan mengesampingkan UU Perlindungan Konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dinantha, I Made Pasek. Meteodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori hukum (Jakarta, Pernada Media Grup, 2016).
Miru Ahmadi, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2000).
N.H.T Sihaan, Hukum Konsumen (Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk), Cetakan pertama, (Jakarta, Pante Rei, 2005).
Nugroho, Susanti Adi, Proses Penyelesaiian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya (Jakarta, Kencana, 2005).
Jurnal
Agustina, Shinta. "Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali Dalam Sistem Peradilan Pidana." Masalah-Masalah Hukum 44, No. 4 (2015): 504.
Antari, Kadek Widya, Ratna Artha Windari, dan Dewa Gede Sudika Mangku. "Tinjauan Yuridis Mengenai Antynomy Normen (Konflik Norma) Antara Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria Dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Terkait Jangka Waktu Perolehan Hak Atas Tanah." Jurnal Komunitas Yustisia 2, No. 2 (2020): 93
Arfiliananda, M. Alvian, dan Atina Shofawati. " Rasionalitas Konsumsi Petani Muslim Pada Desa Sumber Kabupaten Probolinggo dalam Perspektif Islam." Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan 5, No. 8 (2018): 623.
Chandradewi rozita, mudji rahadjo, Krista Yitawati “Analisis Yuridis Tentang Perdagangan Pakaian Bekas Impor Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlidungan Konsumen.” Jurnal Ilmiah Hukum 4, No. 1 (2018): 65
Christy, Evie, Wilsen, dan Dewi Rumaisa. “Kepastian Hukum Hak Preferensi Pemegang Hak Tanggungan Dalam Kasus Kepailitan.” Kanun Jurnal Ilmu Hukum 22, No. 2 (2020): 338.
Dedy Purwanto, I Made, Putu Edgar Tanaya. “Larangan Penjualan Pakaian Bekas Impor Di Indonesia.” Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Program Studi Udayana
Indah Krisna Dewi,Ni Made, Putu Widiati, Ida Ayu, Sutama,I Nyoman. “Implikasi Penjualan Pakaian Bekas Impor Bagi Konsumen Di Kota Denpasar.” Jurnal Interpretasi Hukum 1, No. 1 (2020): 216-221.
Maha Dewi Pramitha Asti, Ni Putu, Ni Made Ari Yuliartini Griadhi. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Mengkonsumsi Pakaian Impor Bekas.” Jurnal Kertha Semaya 4, No. 4 (2016).
Risma Nur Arifah, “Kendala-Kendala Pencegahan Perdagangan Pakaian Bekas Impor Di Kota Malang”. Jurnal Syariah dan Hukum7, No. 1 (2015).
Rusniati,Ni Made Dwik.”Kepastian Hukum Jual Beli Pakaian Impor Bekas” Jurnal Kertha Wicara 10, No. 4 (2021):1000-1010
Shidarta dan Petrus Lakonawa. “Asas Lex Superior, Lex Specialis, Dan Lex Pesterior: Pemaknaan, Problematika, Dan Penggunaannya Dalam Penalaran dan Argumentasi Hukum.” Jurnal Legislasi Indonesia 17, No. 3 (2020): 504.
Yaneski, Arifa Filza. “Implementasi Kebijakan Penanganan Penyeludupan Pakaian Bekas di Provinsi Riau, Indonesia.” Journal of Internasional Relation 4, No.2 (2018): 295-302.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
Undang-Undang Perdagangan Nomor 7 tahun 2014
Website
Neliti,”Implementasi Peraturan Mentri Perdagangan”. Diakses Pada 22 Februari 2022,
URL: https://media.neliti.com/media/publications/209839-implementasi-
peraturan-menteri-perdagang.pdf hal: 1-20
Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 12 Tahun 2022 hlm 1335-1345
1345
Discussion and feedback