Analisis Dispersi Emisi Cerobong Pembangkit Listrik..,

[I Wayan Gde Sutasoma, dkk]

ANALISIS DISPERSI EMISI CEROBONG PEMBANGKIT LISTRIK DI PT. INDONESIA POWER BALI PGU PESANGGARAN

I Wayan Gde Sutasoma1)*, I Wayan Nuarsa2), I Made Sara Wijana2)

1)Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana-Denpasar 2)Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Udayana-Denpasar

*Email: yandesutasoma@gmail.com

ABSTRACT

EMISSION DISPERSION ANALYSIS OF POWER PLANTS STACKS IN PT. INDONESIA POWER BALI PGU PESANGGARAN

Air as an important environmental component in life that needs to be maintained and improved in quality. The presence of human activity causes the composition of clean air to undergo changes. Air pollution is caused by several factors. One of them is the industrial activities of power plants that use fossil fuels and natural gas. This research was conducted to monitor the distribution of emissions produced by power plants in PT. Indonesia Power Bali PGU uses Geographic Information System (GIS) technology and is validated using the paired t-test method. The result is that the direction of distribution of each emission parameter (SO2, NO2 and Dust (TSP)) follows the wind direction according to data obtained from BMKG with a downward trend according to the distance traveled. This is because emissions are propagated by wind with dispersion variables at any given distance. The degree of validity of the modeling analysis with the results of ambient air quality measurements at each monitoring point of the SO2 and NO2 parameters is no difference between the results obtained. However, for dust parameters (TSP) there are significant differences. This is due to atmospheric conditions at the time of sampling, the location of the monitoring point surrounded by buildings, 1 sample point being on the side of the highway, and community activities around the monitoring point location.

Keywords: Power Plant Emission; Air Quaity Control; Geographic Information System (GIS); Gaussian Disperssion

  • 1.    PENDAHULUAN

Udara sebagai unsur lingkungan yang penting pada kehidupan wajib dijaga serta ditingkatkan kualitasnya agar mampu memberi daya dukungan bagi makhluk hidup demi hidup dengan optimal. Udara bebas pada permukaan bumi di lapisan troposfer yang diperlukan serta berpengaruh pada kesehatan makluk hidup, manusia, serta elemen lingkungan hidup lain disebut udara ambien. Aktivitas manusia menjadikan komposisi udara bersih mengalami perubahan. definisi

pencemaran udara telah tercantum pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 2021 mengenai Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 1 poin 49 menyatakan bahwa, Pencemaran Udara yakni masuk atau dimasukkannya energi, zat, dan/atau unsur lain ke dalam udara ambien oleh aktivitas manusia alhasil melampaui baku mutu udara ambien yang sudah ditentukan. Pencemaran udara disebabkan oleh sejumlah determinan, salah satunya yakni aktivitas industri pembangkit listrik yang

menggunakan bahan bakar fosil dan gas alam (Abidin, 2019). Proses pembakaran bahan bakar oleh pembangkit menghasilkan energi, dan sisanya yaitu emisi. Peningkatan kebutuhan manusia akan energi listrik mendorong industri pembangkit listrik untuk menambah kapasitas produksi listriknya (Hunter, 2017). Emisi yang dihasilkan apabila industri listrik ini menambah kapasitasnya yaitu emisi yang dihasilkan juga semakin banyak. Industri listrik terbesar di Bali yaitu PT Indonesia Power Bali PGU. PT Indonesia Power Bali PGU mengelola 19 unit pembangkit listrik dengan rincian 3 unit PLTD, 4 unit PLTG, dan 12 unit PLTDG dengan kapasitas total 379,49 Megawatt. Upaya yang sudah dilakukan oleh PT Indonesia Power Bali PGU yaitu memantau emisi yang dihasilkan oleh pembangkit dengan metode Continous Emission Monitoring System (CEMS) dan melaporkan secara rutin setiap 1 bulan sekali ke Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

Potensi dampak yang akan timbul apabila tidak adanya pemantauan persebaran emisi yang dihasilkan berupa terganggunya kesehatan masyarakat yang bermukim maupun yang berkegiatan di sekitaran tempat pembangkit listrik akibat terpapar udara yang tercemar secara terus menerus dengan intensitas yang tinggi (Masito, 2018). Adapun emisi yang dihasilkan oleh pembangkit ini berupa CO, SO2, NO2, O3, H2S, dan Debu (TSP) (Aliba, 2018). Penelitian ini hanya berfokus pada 3 parameter emisi yaitu SO2, NO2, dan Debu (TSP). Penelitian ini penting dilakukan mengingat adanya dampak yang timbul akibat emisi dari kegiatan industri pembangkit listrik di PT Indonesia Power Bali PGU. Penelitian ini meliputi pengumpulan dan pengolahan

data-data berupa profil cerobong pembangkit listrik, data meteorologi, dan hasil monitoring emisi akan diolah dengan persamaan Gaussian yang pada persamaan ini akan memperoleh hasil dispersi dari emisi yang dihasilkan oleh cerobong pembangkit listrik. Selanjutnya akan dilakukan pemanfaatan teknologi pengindraan jauh SIG berupa perangkat lunak Bernama Quantum Geographical Information System (QGIS) versi 3.24 dalam pembuatan peta pemodelan dispersi dari emisi yang dihasilkan pembangkit listrik (Arif, 2020).

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu guna mengetahui emisi yang dihasilkan dari kegiatan pembangkit listrik di PT Indonesia Power Bali PGU, guna menganalisis pola persebaran emisi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik di PT Indonesia Power Bali PGU menggunakan SIG, dan untuk menganalisis tingkat validitas pemodelan dispersi menggunakan perangkat lunak SIG dibandingkan dengan hasil pengukuran pada titik-titik pantau.

  • 2.    METODOLOGI

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2022. Dimulai dari penyusunan proposal penelitian, permohonan data ke PT Indonesia Power Bali PGU, permohonan data ke BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Ngurah Rai, penyusunan hasil penelitian hingga analisis data. Pengujian kualitas udara ambien dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2022 di 5 titik pantau yang disajikan pada Tabel 1 serta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1. Lokasi Titik Pantau Pengujian Kualitas Udara Ambien

No

Titik Pemantauan                               Koordinat

  • 1.

  • 2.

Titik 1 (Upwind) Halaman Vihara Setya Dharma        -8.717972 , 115.212138

Titik 2 (Downwind) Depan Pos Balak DAM            -8.7155332, 115.2056332

IX/Udayana

  • 3.

  • 4.

  • 5.

Titik 3 (Downwind) Halaman depan BPTP             -8.7149464, 115.2110978

Titik 4 (Downwind) Pemukiman Griya Kecana          -8.71470007, 115.21368202

Titik 5 (Downwind) Pemukiman Golden Gate – Kepaon  -8.71596354, 115.20292365


Gambar 1.

Peta Lokasi Penelitian


  • 2.2    Prosedur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data emisi yang dilakukan langsung di tempat (insitu) yaitu pada kegiatan pembangkit listrik dengan mencatat hasil monitoring data CEMS dari 12 unit PLTDG, dan mengumpulkan data meteorologi dari BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Ngurah Rai. Data emisi parameter SO2, NO2, dan TSP yang dicatat dari hasil CEMS pada 12 unit PLTDG di PT Indonesia Power Bali PGU diakumulasikan. Pengakumulasian parameter ini dilakukan

karena emisi yang dihasilkan merupakan emisi dari 12 cerobong atau multiple point source. Pada Gambar 1 sudah ditunjukan bahwa hanya menggunakan 1 titik karena dari 12 cerobong ini parameternya sudah diakumulasikan. Selanjutnya dilakukan pemodelan dispersi menggunakan persamaan gaussian. Hasil dari pemodelan gaussian akan digunakan untuk pemetaan kontur nilai konsentrasi emisi tiap parameter menggunakan perangkat lunak QGIS dengan modul-modul analisis yang sudah tersedia dalam perangkat lunak tersebut.

Hasil dari pemetaan emisi akan dibandingkan dengan hasil pengujian kualitas udara ambien pada koordinat geografis yang sama. Kedua data yaitu hasil pemodelan menggunakan pemodelan dispersi gaussian dan hasil pengujian kualitas udara ambien kemudian dilakukan uji t-test berpasangan untuk menentukan apakah kedua data tersebut ada perbedaan yang signifikan pada taraf α = 5%.

  • 2.3    Analisis Data

Proses analisis data penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu:

  • 1)    Analisis data beban emisi dan karakteristik cuaca.

Analisis data beban emisi dilaksanakan dengan mengakumulasikan emisi yang dihasilkan oleh 12 cerobong (multiple point source) sehingga mendapatkan nilai akumulatif yang akan dimasukkan ke persamaan gaussian. Analisis karakteristik cuaca dilakukan berdasarkan data meteorologi yang sudah dianalisis meliputi kecepatan serta arah angin.

  • 2)    Pembuatan model dispersi

Pembuatan model dispersi dalam penelitian ini dilaksanakan melalui sejumlah tahap yakni:

  • a)    Menentukan stabilitas atmosfer dengan koefisien Pasquill Gifford Turner (PGT). Tabel stabilitas atmosfer disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kondisi Atmosfer dalam Berbagai Kelas Stabilitas

Kecepatan angin permukaan (m/det)a

Radiasi matahari siang hari

Keawanan malam hari

Kuatb

Sedangc

Rendah

Berawan (>4/8)d

Cerah (<3/8)e

<2

A

A-B

B

E

F

2-3

A-B

B

C

E

F

3-5

B

B-C

C

D

E

5-6

C

C-D

D

D

D

>6

C

D

D

D

D

Sumber: Koehn, 2013

  • b)    Menghitung parameter dispersi arah horizontal dan vertikal dalam satuan meter dengan persamaan berikut: σy= a x 0,893                     (1)

σz = c x 0,893 + f                (2)

Keterangan:

σy= Koefisien dispersi arah horizontal (m)

σz = Koefisien dispersi arah vertikal (m)

a, c, f = koefisien dispersi untuk daerah urban

x = jarak downwind (km)

Koefisien yang digunakan yaitu koefisien Martin tahun 1976 yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Koefisien Dispersi untuk Daerah Urban

Kelas Stabilitas

x<1km

x>1km

a

c

d

f

c

d

f

A

213

440,8

1,941

9,25

459,7

2,094

-9,6

B

156

100,6

1,149

3,3

108,2

1,098

2

C

104

61

0,911

0

61

0,911

0

D

68

33,2

0,725

-1,7

44,5

0,516

-13

E

50,5

22,8

0,678

1,3

44,5

0,305

-34

F

34

14,35

0,74

-0,35

62,6

0,18

-48

Sumber: (Martin, 1976)

  • c)    Menghitung kecepatan angin pada ketinggian tertentu dengan persamaan berikut:

⅛ = (⅛i>

U1 '⅛1

Keterangan :

p = fungsi stabilitas atmosfer (daerah

urban = 0,12)

u1 dan u2 = kecepatan angin pada

ketinggian 1 dan ketinggian 2 (m/s)

z1 dan z2 = ketinggian 1 dan

ketinggian 2 (m)

  • d)    Menghitung plume rise  dengan

persamaan berikut: →⅛∏1<))  (4)

Keterangan:

∆h = tinggi plume rise (m)

Vs = Kecepatan gas buang pada cerobong (m/s)

D = Diameter cerobong (m)

Us = kecepatan angin (m/s)

∆T = temperatur cerobong – temperatur udara ambien (oK) Ts = temperatur cerobong (oK)

  • e)    Menghitung konsentrasi emisi di tiap titik menggunakan persamaan gaussian

Persamaan gaussian pada umumnya akan memasukkan variabel x sebagai kepulan horizontal dari sumber pencemar searah arah angin, y sebagai kepulan horizontal tegak lurus arah angin dan z kepulan vertikal dari permukaan (Istiyanto, 2019). Persamaan gaussian akan

digambarkan pada persamaan 5 sebagai berikut:

√   ⅛->)i ⅜÷*f

(5)

2π * u * σj * σz

Pada penelitian ini y dan z diasumsikan 0 karena hanya menghitung konsentrasi emisi searah mata angin di tanah (ketinggian 0 meter dari tanah). Maka persamaan yang digunakan seperti persamaan 6 sebagai berikut

H2

C (x,0,0) =—-—e 2TT .U.G^y .G^^

Keterangan :

C : konsentrasi polutan pada suatu titik (x,y,z), dalam gm-3

Q : laju emisi, dalam gs-1 σy, σz : koefisien penyebaran horizontal (y) dan vertikal (z), merupakan fungsi dari jarak (x) π : konstanta perbandingan lingkaran dengan diameter (3,14) u : kecepatan angin rata-rata pada ketinggian cerobong, dalam m/s x : kepulan horizontal dari sumber pencemar searah arah angin, dalam m y : kepulan horizontal tegak lurus arah angin, dalam m

z : kepulan vertikal dari permukaan, dalam m

H : ketinggian efektif (H=h+∆h) h : ketinggian cerobong

Δh : tinggi kepulan di atas cerobong.

Gambaran model penyebaran emisi dari sumber titik ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2.

Model Penyebaran Emisi dari Cerobong


  • 3) Pemetaan       sebaran       emisi

menggunakan   sistem   informasi

geografis (SIG)

Pemetaan      sebaran      emisi

memanfaatkan    teknologi     sistem

informasi geografis (SIG) dengan perangkat lunak QGIS versi 3.24. Hasil perhitungan sebaran emisi menggunakan persamaan gaussian. Titik-titik yang sudah memiliki nilai emisi selanjutnya dilakukan interpolasi dengan metode Inverse Distance Weighting (IDW) (Adil, 2017). Metode ini merupakan salah satu metode interpolasi untuk menaksir suatu nilai pada lokasi yang tidak tersampel berdasarkan data di sekitarnya (Pramono, 2008)

  • 4)    Pengujian kualitas udara ambien

Pengujian kualitas udara ambien dilakukan di titik-titik pantau. Pengujian ini dilakukan dengan cara mengambil sampel udara dengan alat air sampler impinget set dan dianalisis di laboratorium yang sudah terakreditasi KAN yaitu PT Global Quality Analitical. Parameter yang diuji dalam pengujian ini yaitu SO2, NO2, dan Debu (TSP)

  • 5)    Pengujian validitas model

Pengujian validitas pemodelan dispersi emisi SO2, NO2 dan TSP dilakukan dengan uji t berpasangan (t-test pair), dengan cara membandingkan emisi gas hasil analisis pemodelan dispersi dengan emisi gas pada udara ambien hasil

analisis laboratorium pada koordinat geografis yang sama. Hasil pemodelan dispersi dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan yang nyata antara emisi gas hasil pemodelan dengan hasil analisis laboratorium pada taraf α = 5%.

  • 6)    Pembahasan

Pembahasan dilakukan berdasarkan analisis data hasil perhitungan konsentrasi dan peta kontur wilayah penelitian. Perhitungan konsentrasi polutan dilakukan pada waktu yang bersamaan yaitu tanggal 30 Agustus 2022, sehingga didapatkan hasil pemodelan dengan nilai konsentrasi sebaran polutan di masing-masing parameter. Setelah diketahui nilai sebaran polutan pada titik-titik penerima pada masing-masing parameter, selanjutnya dibahas mengenai pengaruh faktor-faktor cuaca pada kondisi waktu yang berbeda (musim hujan dan musim hujan) terhadap pola persebaran polutan.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1.    Data hasil CEMS di PT Indonesia Power Bali PGU

Data yang digunakan untuk perhitungan gaussian menggunakan data CEMS pada tanggal 30 Agustus 2022. Emisi yang dihasilkan dari 12 cerobong akan diakumulasikan untuk mendapatkan 1 nilai yang nantinya akan digunakan

sebagai variabel input pada persamaan disajikan pada Tabel 4. gaussian. Data emisi CEMS akan

Tabel 4. Data CEMS PT Indonesia Power Bali PGU tanggal 30 Agutsus 2022 Parameter

No.

Waktu

Debu (mg/m3)

SO2 (mg/m3)

NOx (mg/m3)

Temperatur (oK)

Flow (m³/s)

1

10.00 – 11.00

4,15

423,63

1.116,67

683,25

11,44

2

11.30 – 12.30

4,24

424,80

1.107,33

698,01

15,61

3

13.00 – 14.00

4,03

418,44

1.108,90

691,93

19,04

4

14.30 – 15.30

4,04

417,07

1.073,95

691,22

16,76

5

16.00 – 17.00

4,12

410,96

1.121,22

698,69

16,06

Rata-rata

4,12

418,98

1105,61

688,21

14,88

Tabel 4 menunjukkan nilai emisi dari parameter yang dihasilkan oleh 12 unit cerobong di PT. Indonesia Power Bali PGU. Nilai konsentrasi untuk parameter SO2 tertinggi pada pukul 10.00 – 11.00 sebesar 423,63 mg/m3 dan terendah pada pukul 16.00 – 17.00 sebesar 410,96 mg/m3. Nilai konsentrasi NO2 tertinggi dihasilkan pada pukul 16.00 – 17.00 sebesar 1.121,22 mg/m3 dan terendah pada pukul 13.00 – 14.00 sebesar 1.108,90 mg/m3. Nilai konsentrasi Debu (TSP) tertinggi dihasilkan pada pukul 11.30 – 12.30 sebesar 4,24 mg/m3 dan terendah pada pukul 13.00 – 14.00 sebesar 4,03 mg/m3.

PT. Indonesia Power Bali PGU secara rutin melakukan perawatan meliputi preventive maintenance, pemilihan bahan bakar, dan inovasi lainnya. Preventive maintenance merupakan suatu kegiatan perawatan yang direncanakan baik secara rutin maupun periodik. Preventive maintenance dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi down time dari peralatan apabila dilakukan secara tepat. Adapun kegiatan preventive maintenance ini dilakukan meliputi kegiatan perawatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki alat yang rusak saja dalam unit dengan kinerja produksi tetap berjalan (running maintenance), dan perawatan terhadap peralatan yang sengaja dihentikan pengoperasiannya (turning around maintenance). Hal ini berdampak pada jumlah emisi yang dihasilkan. PT. Indonesia

Power Bali PGU juga melakukan pemilihan bahan bakar secara ketat agar emisi yang dihasilkan tetap berada di bawah baku mutu lingkungan.

  • 3.2.    Data Profil Cerobong

PT Indonesia Power Bali PGU memiliki 12 unit cerobong sebagai jalur keluarnya hasil pembakaran yang dilakukan pada ruang bakar. Masing-masing cerobong terbagi menjadi 4 bagian dimana tiap bagiannya memiliki 3 unit cerobong. Seluruh cerobong memiliki karakteristik yang sama yaitu tinggi cerobong 37 meter dengan diameter 1,6 meter. Tiap cerobong sudah dilengkapi data titik koordinat seperti disajikan pada Tabel 5. Foto dari cerobong yang dimiliki PT Indonesia Power Bali PGU akan disajikan pada Gambar 3.

Tabel 5. Data Profil Cerobong

No.

Unit

Koordinat

1

PLTDG 1

-8.717972 , 115.211277

2

PLTDG 2

-8.717972 , 115.211277

3

PLTDG 3

-8.717972 , 115.211277

4

PLTDG 4

-8.717972 , 115.211444

5

PLTDG 5

-8.717972 , 115.211444

6

PLTDG 6

-8.717972 , 115.211444

7

PLTDG 7

-8.717972 , 115.211972

8

PLTDG 8

-8.717972 , 115.211972

9

PLTDG 9

-8.717972 , 115.211972

10

PLTDG 10

-8.717972 , 115.212138

11

PLTDG 11

-8.717972 , 115.212138

12

PLTDG 12

-8.717972 , 115.212138

Gambar 3.

Unit Cerobong di PT Indonesia Power Bali PGU


  • 3.3.    Hasil Pemantauan Kualitas Udara

    Ambien

Pemantauan kualitas udara ambien di sekitar lokasi penelitian dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2022 di 5 titik pantau. Penentuan titik pantau ini dilakukan menggunakan metode yang tercantum dalam SNI nomor 19.7119.6-2005. Hasil pemantauan kualitas udara di 5 titik pantau akan disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Pemantauan kualitas udara ambien di sekitar lokasi penelitian dilakukan pada tanggal 30 Agutsus 2022 di 5 titik pantau.

Pemantauan kualitas udara ambien dilakukan dengan cara menyedot udara dengan ketinggian rata-rata 1,5 meter di atas permukaan tanah menggunakan Air Sampler Impinger Set. Penentuan titik pantau dilakukan menggunakan metode yang tercantum dalam SNI 19.7119.62005. Pengambilan sampel udara dilakukan selama 1 jam di masing-masing titik pantau. Alat dan bahan yang digunakan untuk mendapatkan hasil pemantauan kualitas udara ambien dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 6. Titik Pemantauan dan Waktu Pengambilan Sampel Udara Ambien

No

Titik Pemantauan

Koordinat

Waktu

1.

Titik 1 (Upwind)

Halaman Vihara Setya Dharma

-8.717972 , 115.212138

10.00-11.00

2.

Titik 2 (Downwind)

Depan Pos Balak DAM IX/Udayana

-8.7155332, 115.2056332

11.30-12.30

3.

Titik 3 (Downwind)

Halaman depan BPTP

-8.7149464, 115.2110978

13.00-14.00

4.

Titik 4 (Downwind)

Pemukiman Griya Kecana

-8.71470007, 115.21368202

14.30-15.30

5.

Titik 5 (Downwind)

Pemukiman Golden Gate - Kepaon

-8.71596354, 115.20292365

16.00-17.00

Tabel 7. Hasil Pemantauan Kualitas Udara Ambien

No

Parameter

Hasil

Baku Mutu

Satuan

1

2

3

4

5

1.

Sulfur Dioksida (SO2)

5,25

8,309

11,48

6,219

2,481

150

µg/Nm3

2.

Nitrogen Doiksida (NO2)

16,63

21,43

28,205

24,165

10,115

200

µg/Nm3

3.

Debu (TSP)

124

143

132

112

94

230

µg/Nm3

4.

Oksidan (O3)

20,56

28,032

31,01

22,48

15,506

150

µg/Nm3

5.

Suhu

35

36

33

33

33

-

oC

6.

Kelembaban Udara

60

56

65

67

65

-

%

7.

Kecepatan Angin

0,55 –

1,32

1,22 –

1,27

0,16 –

1,59

0,55 -1

0,77 –

1,68

-

m/s

Tabel 8. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian beserta Fungsinya

No.

Alat dan bahan           Fungsi

1.

Komputer                 Penyusunan laporan, menganalisis data, membuat

model disperse

  • 2.

  • 3.

  • 4.

  • 5.

GPS                      Penentuan koordinat

Kamera                 Dokumentasi

Air Sampler Impinget Set    Mengambil sampel udara ambien

Barometer                 Mengetahui kecepatan angin, tekanan udara dan suhu

udara ambien

  • 6.

  • 7.

  • 8.

Alat Tulis                  Mencatat

Software QGIS versi 3.24   Pemodelan sebaran emisi

Software lainnya            Penunjang hasil penelitian

  • 3.4.    Data Meteorologi

  • 1)    Kecepatan angin rata-rata

Data meteorologi diperoleh dari     Koordinat : -8.74583, 115.16917

BMKG stasiun meteorologi kelas 1     Elevasi    : 3 meter

Ngurah Rai, Tuban. Selanjutnya data     Satuan    : m/s

meteorologi yang diperoleh diolah dengan     Kecepatan angin rata-rata yang didapat

cara diinput ke dalam persamaan Gaussian dari BMKG Stasiun Meteorologi kelas I agar mendapatkan pemodelan dispersi Ngurah Rai. Data rata-rata kecepatan emisi. Data meteorologi tersebut sebagai angin merupakan rata-rata bulanan yang berikut:                                      disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Kecepatan Angin Rata-Rata

Tahun

Ja

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Agt

Sep

Okt

Nop

Des

2021

3.6

3.6

2.5

2.5

3.0

3.0

3.6

3.6

3.6

2.0

2.0

3.6

2022

3.6

3.0

2.5

2.0

2.5

3.6

4.1

3.6

bulanan yang didapat dari BMKG Stasiun

2) Arah angin rata rata                    Meteorologi Kelas I Ngurah Rai. Data

Data arah angin yang akan disajikan arah angin disajikan pada Tabel 10.

merupakan data rata-rata arah angin

Tabel 10. Arah angin rata-rata (o)

Tahun

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Agt

Sep

Okt

Nop

Des

2021

270

270

270

90

90

90

135

135

136

180

270

270

2022

270

270

270

90

90

90

135

135

Berdasarkan Tabel 10 dapat disimpulkan bahwa kecepatan angin tertinggi yaitu pada bulan Juli 2022 dimana rata-rata kecepatan angin mencapai 4,1 m/s. Rata-rata kecepatan angin terendah terjadi pada bulan Oktober dan Nopember 2021 yaitu 2,0 m/s. Rata-rata arah angin pada bulan Januari sampai Maret tahun 2022 dan 2021 adalah 270o yang artinya dominan ke arah Barat. Sementara itu, pada bulan Agustus 2021 dan 2022 arah angin menunjukan nilai 135o yang artinya dominan ke arah Tenggara.

  • 3.5.    Perhitungan Dispersi

Perhitungan dispersi emisi diawali

dengan menentukan kelas stabilitas

atmosfer dengan memasukkan data rata-

rata kecepatan angin, mengamati kondisi

keawanan, dan lain-lain. Dalam penelitian ini kelas stabilitas atmosfer termasuk ke kelas C yaitu stabil menengah. Selanjutnya menghitung kecepatan angin pada ketinggian

cerobong dengan Persamaan 3 dibawah.

⅛ =( ⅛ )P

U1

(3)


Dari persamaan diatas, didapat

kecepatan angin di cerobong yaitu 5,85 m/s. Selanjutnya dilakukan perhitungan Plume rise dengan memasukkan variabel-variabel yang sudah diketahui sebelumnya. Persamaan untuk menghitung plume rise ditunjukkan pada Persamaan 4

Δℎ=(d us ) 1 / 4 (1+(ΔI ))    (4)

Besaran Plume rise yang didapat yaitu 55,14 meter. Hasil yang didapat ini juga dapat diakumulasikan untuk mendapatkan ketinggian efektif cerobong (H) yaitu (37 + 55,14 = 92,14 meter). Selanjutnya dilakukan perhitungan koefisien dispersi σy dan σz

dengan Persamaan 1 dan 2.

0,893


σy= a x


(1)


^ = c x 0,893 + f                  (2)

untuk nilai x ditentukan berdasarkan jarak yang ditentukan sendiri. Untuk stabilitas atmosfer dengan jarak kurang dari 1 km, koefisien nilai a yaitu 61,141, Nilai c yaitu 12,5, Nilai d yaitu 1,0857, dan f yaitu 0. Setelah koefisien dispersi didapatkan, maka langkah selanjutnya menghitung konsentrasi di tiap titik yang sudah ditentukan dengan memasukkan hasil perhitungan yang sudah dilakukan sebelumnya dan data yang sudah didapat dengan persamaan gaussian seperti persamaan 6

C(x,0,0)=—-— e z         (6)

π.u. σy . σz

persamaan ini digunakan berdasarkan keadaan di lapangan dimana nilai y atau kepulan horizontal tegak lurus dari arah mata angin dianggap 0 karena persebaran emisi sejajar dengan arah angin. Nilai z sebagai kepulan vertikal dianggap 0 karena akan menghitung emisi yang jatuh ke tanah (pada ketinggian 0 m). Contoh perhitungan emisi SO2 dengan persamaan diatas dengan variabel yang sudah diketahui adalah sebagai berikut:

Q = 339,57 m/s

U = 5.95 m/s

H = 92,14

X = 25 m

C(x,0,0)=            =

π.u. ^y . ^z

43,70447366 µg/m3

  • 3.6.    Hasil Perhitungan Konsentrasi di Tiap Titik

Dari perhitungan nilai konsentrasi di tiap titik, maka dibuat tabel untuk mengetahui grafik yang dihasilkan. Adapun grafik konsentrasi emisi terhadap jarak di masing-masing parameter ditunjukkan pada Gambar 4 sampai Gambar 6.

SO2


Konsentrasi (ug/m3)                                Konsentrasi (ug/m3)                             Konsentrasi (ug/m3)


300

Jarak (m)


Gambar 4.

Grafik Konsentrasi SO2 terhadap Jarak


NO2



Jarak (m)

Gambar 5.

Grafik Konsentrasi NO2 terhadap Jarak


TSP


1,4


1,2

1 0,8 0,6 0,4 0,2

0






LnLnLDLnLnLnLnLnLnLnLn

iDiDr-.r^.raracr>cr>oo^H


1175                                              1175                                               1175


Jarak (m)


Gambar 6.

Grafik Konsentrasi Debu (TSP) terhadap Jarak


Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin jauh jarak sebaran, maka konsentrasi emisi semakin menurun.

Tabel perbandingan hasil perhitungan dan data hasil uji kualitas udara ambien disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Perbandingan Hasil Perhitungan dan Data Hasil Uji Kualitas Udara Ambien

Jarak

Titik Pantau

(m)

Konsentrasi Hasil Uji Konsentrasi Perhitungan

Kualitas Udara Ambien

SO2    NO2     TSP     SO2     NO2    TSP

Titik 1 (Upwind)      425

Titik 3                325

Titik 4               400

Titik 2                725

Titik 5                1000

7,02     25,70      1,36       5,25      16,63      124

12,49    32,99      2,20      11,48     28,205     132

10,10    27,27      1,52      6,219     24,165     112

4,96     14,22      0,52      8,309     21,43     143

3,20      9,42       0,29      2,481     10,115     94

  • 3.7.    Pemetaan Sebaran Emisi

Pemetaan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak QGIS dengan metode Interpolasi IDW (Inverse Distance Weighting). Metode ini

digunakan untuk memetakan konsentrasi sebaran emisi yang dihasilkan oleh cerobong di PT Indonesia Power Bali PGU. Adapun hasil yang didapat adalah seperti pada Gambar 7 sampai dengan Gambar 9.

Gambar 7.

Peta Persebaran SO2


Gambar 8.

Peta Persebaran NO2



Gambar 9.

Peta Sebaran Debu (TSP)

Berdasarkan hasil pemodelan dispersi yang dilakukan dapat dilihat bahwa angin membawa emisi ke arah tenggara dari titik sumber emisi sesuai dengan data yang didapat dari BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Ngurah Rai. Penggambaran sumber emisi pada peta persebaran menggunakan metode multiple point

source yang artinya sumber emisi tidak termasuk ke dalam kategori area source dan memiliki beberapa point. Perhitungan model multiple point source dapat dihitung menggunakan perhitungan model single point source yang diakumulasikan emisi dari beberapa sumber pada suatu penerima.

Menurut peta persebaran emisi untuk ketiga parameter emisi yang diamati, nilai konsentrasi di seluruh area persebarannya di bawah baku mutu lingkungan yang terlampir pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 tahun 2021 lampiran VII dimana baku mutu yang ditetapkan. Nilai konsentrasi untuk seluruh parameter ditunjukan pada peta, dimana nilai konsentrasinya tercantum disamping keterangan titik pantau dengan satuan µm/m3.

  • 3.8.    Uji Validitas Model

Apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 dalam uji t-test pair menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan diantara temuan analisis sebaran emisi dengan persamaan gaussian dengan nilai uji udara ambien. Sebaliknya apabila nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 berarti ada perbedaan yang signifikan (Tabel 12).

Tabel 12. Keputusan dalam Pengujian T-test Berpasangan

Parameter

Tingkat Signifikansi (2-tailed)

Keputusan

SO2

0,450

-   Tidak ada perbedaan antara hasil perhitungan

dengan persamaan gaussian dengan hasil uji

NO2

0,833

kualitas udara ambien (Non-Signifikan)

-   Tidak ada perbedaan antara hasil perhitungan

dengan persamaan gaussian dengan hasil uji

TSP

0,000

kualitas udara ambien (Non-Signifikan)

-   Terdapat perbedaan antara hasil perhitungan

dengan persamaan gaussian dengan hasil uji

kualitas udara ambien (Signifikan)

Berdasarkan Tabel 12, SO2 dan NO2 menunjukan perbedaan yang tidak nyata antara hasil analisis dengan nilai kualitas udara ambien, sedangkan TSP memberikan perbedaan hasil yang nyata. Berdasarkan hasil penelitian Zellia, et al. tahun 2018, beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan hasil perhitungan dan hasil pengukuran yaitu:

  • 1)    Terdapat sumber emisi lain seperti aktivitas      industri,      kegiatan

masyarakat dan kendaraan bermotor di sekitar titik pengukuran.

  • 2)    Intensitas radiasi matahari yang mempengaruhi nilai stabilitas atmosfer dalam memperoleh konsentrasi TSP hitung

  • 3)    Kondisi topografi yang dikelilingi beberapa bangunan.

  • 4)    Pengaruh kondisi meteorologi yang berbeda di tiap titik sampling.

Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, penelitian ini pun memperoleh

temuan yang sama yakni terdapat perbedaan antara hasil perhitungan dan hasil pengukuran. Perbedaan ini disebabkan karena kondisi lingkungan yang kering (dibuktikan dari klasifikasi stabilitas atmosfer bernilai C yang berarti kondisi atmosfer sedikit tidak stabil), sehingga debu lebih mudah terbawa oleh angin dan terisap oleh alat pengambilan sampel. Adanya kegiatan masyarakat sekitar saat pengambilan sampel udara ambien juga turut meningkatkan jumlah debu yang terisap oleh alat pengambilan sampel. 2 titik pantau berada di kawasan pemukiman, 1 titik sampel berada di pinggir jalan raya, dan 1 titik sampel berada di kawasan perkantoran. 4 dari 5 titik pantau ini dikelilingi beberapa bangunan sehingga mempengaruhi nilai dari hasil uji kualitas udara ambien.

Menurut penelitian Wijaksana, et. al (2019), emisi gas buang yang dihasilkan dari PLTDG Unit 1 di PT. Indonesia

Power Bali Pesanggaran yang menggunakan bahan bakar HSD pada beban 100%, seluruh parameter (SO2, NOx, dan CO) berada di bawah angka baku mutu lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa, dengan kinerja maksimum pembangkit, hasil emisi yang dihasilkan tak ada yang melampaui baku mutu lingkungan karena bahan bakar HSD yang digunakan lebih baik daripada pemakaian bahan bakar lain seperti MFO dari segi emisi yang dikeluarkan.

Hasil perhitungan pemodelan dispersi menggunakan persamaan gaussian sudah sinkron dengan pelaporan yang dilakukan oleh PT. Indonesia Power Bali PGU kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia karena data yang digunakan yaitu data CEMS yang sudah terintegrasi dengan sistem yang dimiliki oleh KLHK. Pengelolaan dan pemantauan emisi di PT. Indonesia Power Bali PGU sudah mengacu kepada dokumen yang dimiliki yaitu Adendum ANDAL dan RKL-RPL. Sebelum disahkannya PP no. 21 Tahun 2021, PT Indonesia Power Bali PGU sudah memiliki dokumen lingkungan berupa Adendum Andal dan RKL-RPL pertama. Dengan penambahan kapasitas produksi, PT Indonesia Power Bali PGU harus melakukan penyusunan dokumen lingkungan baru berupa Adendum Andal dan RKL-RPL kedua. Penyusunan Adendum Andal dan RKL-RPL kedua ini sudah disesuaikan dengan peraturan baru yang berlaku yaitu PP no. 21 Tahun 2021. Kegiatan pembangkit listrik di PT. Indonesia Power Bali PGU juga sudah dikaji dalam dokumen Kajian Teknis Pembuangan Emisi.

  • 4.    SIMPULAN DAN SARAN

    • 4.1.    Simpulan

Emisi yang dihasilkan oleh cerobong pembangkit di PT Indonesia Power Bali PGU Indonesia sudah berada di bawah

baku mutu lingkungan selaras dengan aturan yang ada. Dibuktikan dari hasil pemantauan emisi secara langsung yang dihasilkan dengan alat CEMS. Seluruh parameter sudah berada di bawah baku mutu lingkungan. Pola persebaran emisi dari pembangkit di PT Indonesia Power Bali PGU menggunakan SIG, menurut peta persebaran emisi yang dihasilkan di tiap parameter, sebaran emisi mengikuti arah angin yaitu ke arah Tenggara. Jarak sebaran mempengaruhi konsentrasi emisi yaitu makin jauh jarak dari sumber emisi, konsentrasi emisi semakin menurun. Hal ini disebabkan karena emisi terdispersi oleh angin dengan variabel dispersi di setiap jarak tertentu. Tingkat validitas analisis pemodelan dengan hasil pengukuran kualitas udara ambien di setiap titik pantau untuk parameter SO2 dan NO2 tidak ada perbedaan antara hasil yang didapat. Namun untuk parameter debu (TSP) ada perbedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh kondisi atmosfer pada saat pengambilan sampel, lokasi titik pantau yang dikelilingi oleh gedung, 1 titik sampel berada di pinggir jalan raya, dan kegiatan masyarakat di sekitar lokasi titik pantau.

  • 4.2.    Saran

Saran untuk peneliti selanjutnya yaitu agar lebih memperhatikan lokasi titik pantau guna mencegah perbedaan signifikan diantara temuan perhitungan dengan temuan uji kualitas udara ambien. Lebih memperhatikan satuan dari masing-masing parameter agar tidak terjadi kesalahan dalam perhitungan dispersi emisi. Bekerjasama dengan berbagai pihak terkait agar hasil perhitungan, pemetaan, dan penentuan validitas yang didapatkan lebih baik dan lebih tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, J. (2019). Pengaruh Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan Untuk Menambah Pemahaman Masyarakat Awam Tentang Bahaya Dari Polusi Udara. Prosiding Seminar Nasional Fisika Universitas Riau IV. Pekanbaru, 7 September 2019.

Ahmat A. 2017. Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta. Penerbit : ANDI (Anggota IKAPI).

Aliba, D. 2018. Sebaran Emisi CO2 dan Implikasinya  Terhadap   Penataan

Ruang Area Industri di Kendal. Jurnal Pengembangan Kota. 6 (2): 164-173.

Ani, M. (2018). Analisis Risiko Kualitas Udara Ambien (NO2 dan SO2) dan Gangguan    Pernapasan    Pada

Masyarakat di Wilayah Kalianak Surabaya.     Jurnal     Kesehatan

Lingkungan Hidup 10 (4): 394-401.

Arif, M.R., Afiuddin, A.E., Ramadani, T.A. 2020. Pemodelan Dispersi Emisi SO2 menggunakan    Gaussian

Dispersion Model (Studi Kasus Cerobong    PLTU    Kabupaten

Probolinggo) ECOLAB. 2: 137-145.

Hunter, Helga M., Mahendra, M.S., Sila Dharma, I.G.B. 2017. Efektivitas Penerapan Amdal Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Pembangkit Listrik di Bali – Studi Kasus PLTD/G Pesanggaran, Ecotrophic. 11 (1): 62-69.

Istiyanto A.M.A. 2019. Pemodelan Sebaran Polutan Udara Akibat Aktivitas PLTD Tello Kota Makassar Menggunakan Model Dispersi Gauss. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika (JSPF). 15 (1): 36-44

Kairiah. 2012, Analisis Konsentrasi Debu dan Keluhan Kesehatan Pada Masyarakat di Desa Kuala Indah

Kecamatan SeiSuka Kabupaten Batu Bara. JHSP 1 (1): 1-7

Pramono. 2008. Akurasi Metode IDW dan Kriging untuk Interpolasi Sebaran Sidemen Tersuspensi di Maros, Sulawesi Selatan. Forum Geografi. 22 (1): 145-158.

Puspa Dewi, N.W.S., June, T., Yani, M., Mujito. 2018. Estimasi Pola Dispersi Debu, SO2, dan NOx dari Industri Semen Menggunakan Model Gauss yang Diintegrasi dengan Screen3. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 8 (1): 109-119.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembankit Listrik Tenaga Termal.

Rita., Aprishanty, R., Fauzi, R. (2018). Perhitungan Indek Kualitas Udara DKI Jakarta Menggunakan Berbagai Baku Mutu. ECOLAB 12 (1): 1-52.

Romansyah. 2019. Analisis Korelasi Karbon Monoksida (CO) dan Particulate Matter (PM) Dengan Kendaraan Bermotor dan Faktor yang Berhubungan (Studi Kasus Pasar Induk Tradisional Bojonegoro) Tugas Akhir. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi Universtas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Sasmita, A., Arifin, D.a., Nopita, R. 2021.

Dispersi SO2 dan NO2 dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tembilahan, Riau. Jurnal Envirotek 13 (2): 98-107.

Stoker and Seager. 1972. Environtmental Chemistry: Air and Water Pollution. ERIC.

Suparno, S.M., Marlina. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. Yogyakarta. Andi Offset.

Wijaksana. et al. 2019. Kajian Teknis Antara Penggunaan Bahan Bakar HSD dan MFO Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti LNG di PLTDG

PT Indonesia Power UPJP Bali. IPTEKMA:   Jurnal Mahasiswa

Universitas Udayana 8 (2): 75-80.

Yasir, M. 2021. Pencemaran Udara di Perkotaan Berdampak Bahaya Bagi Manusia, Hewan, Tumbuhan dan Bangunan. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

Zhang, G., Ge, R., Lin. T., Ye, H., Li, X., Huang, N.,    (2018) Spatial

Aportionment of Urban Greenhouse Gas Emission Inventory and its Implications for Urban Planning: A Case Study Xiamen, China. Ecological Indicator. Ecolind.

ECOTROPHIC • 17(1): 81-97 p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395

97