PENGAWASAN TINDAKAN PENGUMPULAN DANA

DONASI OLEH LEMBAGA FILANTROPI DALAM
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Akira Dewi Nastiti, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Gusti Agung Ayu Dike Widhyaastuti, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kepastian hukum dari pengawasan tindakan pengumpulan dana donasi oleh lembaga filantropi dalam perspektif hukum pidana di Indonesia. Metode penelitian hukum normatif dipergunakan adalah normatif serta dengan pendekatan fakta dan konsep-konsep hukum. Hasil analisa menguraikan bahwa yayasan sebagai lembaga filantropi diatur pengawasannya untuk cakupan pengawasan internal dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dengan pengawas yayasan yang memiliki kewenangan pengawasan aktivitas yayasan. Sedangkan pengawasan eksternal dilangsungkan saat yayasan telah bertindak sebagai pengumpul uang dan barang (donasi) dengan diawasi langsung oleh Kementrian Sosial. Selain itu, dalam hal administratif maka yayasan diwajibkan membentuk laporan keuangan secara transparan dan diperiksa oleh ahli pemeriksa dan pihak pemeriksa laporan tahunan dilarang untuk mengumumkan laporan dari hasil pemeriksaan tersebut kepada pihak lain selain dari Ketua Pengadilan Negeri dimana yayasan tersebut berada sesuai dengan Pasal 53 dan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Pada pengaturan sanski pidana dari adanya penyalahgunaan dana donasi terdapat pada Pasal 70 juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dengan sanksi pidana 5 (lima) tahun penjara. Selain itu adapun pada KUHP pada Pasal 372 KUHP dan aliran dana setelah terjadinya tindak pidana yang utama guna pencegahan tindakan pencucian uang sebagaimana sanksinya diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kata Kunci: Pengawasan, Pengumpulan Dana Donasi, Lembaga Filantropi, Hukum Pidana

ABSTRACT

The aim of this research is to analyze the legal aspects of supervising donation collection actions held by philanthropic institutions in the perspective of Indonesian criminal law. The results of the study show that foundations as philanthropic institutions are regulated for supervision for the scope of internal with foundation supervisors having the authority to supervise the activities of foundations. While external supervision is carried out when the foundation has acted as a collector of money and goods (donations) under direct supervision by the Ministry of Social Affairs. In addition, in administrative matters, foundations are required to form financial reports in a transparent manner and are examined by experts appointed based on court decisions and the annual report examiner is prohibited from announcing reports from the results of the examination to parties other than the Chairman of the District Court where the foundation is located in accordance with with Article 53 and Article 54 of Law Number 28 of 2004 concerning Amendments to Law Number 16 of 2001 concerning Foundations. The regulation of criminal sanctions for misuse of donated funds is contained in Article 70 in conjunction with Article 5 of Law Number 28 of 2004 concerning Amendments to Law Number 16 of 2001.

Key Words: Supervision, Fundraising Donations, Philanthropic Institutions, Criminal Law.

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia dinobatkan sebagai salah satu negara paling gencar dalam upaya amal di dunia berdasarkan pada hasil survei dari lembaga penghimpun donasi Chairities Aid Foundation (CAF) yang tercantum pada laporan World Giving Index 2018.1 Upaya amal yang dilangsungkan oleh lembaga filantropi di Indonesia dilakukan untuk berbagai aksi sosial seperti saat adanya bencana alam, pembangunan rumah ibadah, isu lingkungan maupun gerakan kemanusiaan lainnya. Tindakan nyata yang merepresentasikan hasil tersebut yakni dengan mudah ditemui sarana pengumpulan dana donasi yang digalangkan oleh lembaga filantropi di Indonesia. Peristilahan dari filantropi dalam Bahasa Yunani diartikan sebagai philein yakni cinta dan Anthropos yakni manusia.2 Suatu lembaga filantropi diartikan sebagai lembaga yang memfasilitasi tindakan belas kasih kepada sesama untuk mencapai tujuan kemanusiaan.3 Adapula pengertian dari filantropi yang lebih luas yakni suatu tindakan kesadaran atas kepedulian antar sesame dengan tujuan mengatasi kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.4 Seperti contoh pada kegiatan amal umat islam, maka kegiatan filantropi akan merujuk pada bentuk zakat, infak, sedekah, wakaf maupun hibah.5

Tindakan filantropi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (UU Pengumpulan Uang atau Barang). Tindakan mengumpulkan uang atau barang atas tujuan kemanusiaan biasa diadakan oleh suatu badan hukum berupa yayasan. Yayasan sebagai badan hukum diregulasi pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (untuk selanjutnya disebut sebagai UU Yayasan). Lembaga, instansi maupun entitas yang dapat melangsungkan tindakan filantropi secara terorganisir dengan skala pengumpulan dana yang besar wajib memiliki izin yang diterbitkan oleh Kementrian Sosial serta tunduk pada keseluruhan peraturan terkait pembentukan lembaga pengelolaan dana donasi.6 Suatu lembaga, instansi maupun entitas sebagai badan hukumyang akan melangsungkan penyaluran dana akan berkaitan dengan regulasi UU Pengumpulan Uang atau Barang, UU

Yayasan, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pengumpulan Dana dan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang. Pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang yang melangsungkan pengumpulan dana adalah suatu perkumpulan dan Yayasan. Pasal 3 ayat (3) mengatur bahwa: “Penyelenggaraan PUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mendapatkan izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangan”. Sebagai suatu badan hukum yang diberikan kewenangan atas pengumpulan dan penyaluran dana, maka yayasan sebagaimana diatur dalam UU Yayasan akan memiliki suatu pertanggungjawaban hukum atas keseluruhan tindakan yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengelolaan dana hingga sampai pada tujuan utama pengumpulan dana.7

Yayasan sebagai salah satu lembaga yang melangsungkan pengumpulan dana secara berkelanjutan dibentuk berdasarkan hukum Indonesia dengan melakukan pemisahan sejumlah harta kekayaan dari pendiri untuk tujuan tertentu. Jika merujuk pada ketentuan UU Yayasan menyebutkan tujuan pembentukan yayasan yang hanya diregulasi secara limiatif yakni tujuan keagamaan, sosial dan kemanusiaan. Adapun organ-organ yang secara fundamental wajib untuk ada dalam pembentukan yayasan adalah adanya pembina, pengurus dan pengawas. Adanya tujuan yayasan yang sesuai dengan tindakan kemanusiaan sehingga yayasan disebut juga lembaga filantropi.8 Salah satu lembaga filantropi yang melangsungkan pengelolaan dana donasi di Indonesia adalah Aksi Cepat Tanggap (ACT). Sebagai yayasan yang terbentuk sejak tahun 2005 berdasarkan pada Akta Pendirian Nomor 2 tertanggal 21 April 2005, ACT telah melakukan aksi penghimpunan dan pengelolaan dana untuk berbagai peristiwa kemanusiaan di Indonesia. Namun pada tahun 2022, berdasarkan pada laporan investigasi majalah tempo tertanggal 1 Juli 2022 menyebutkan bahwa ACT memiliki potensi penyelewengan dana donasi. Temuan tersebut kemudian berlanjut hingga dilangsungkannya pencabutan izin oleh Menteri Sosial pada 5 Juli 2022. Kasus dugaan penyelewenangan dana donasi tersebut menjadi titik balik dari upaya penguatan regulasi terhadap pengawasan dana donasi yang yang wajib ditingkatkan.

Penelitian ini akan mengulas berkaitan dengan regulasi dari aspek pengawasan lembaga filantropi dalam pengelolaan dana donasi di Indonesia serta menguraikan sanksi pidana yang berlaku atas tindakan penyelewenangan dana donasi oleh lembaga filantropi di Indonesia. Jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu, maka terdapat beberapa penelitian dengan topik utama yang berkaitan yakni pada Judul “Perlindungan Hukum Sistem Donation Based Crowdfunding Pada Pendanaan Industri Kreatif di Indonesia” dengan penulis Iswi Hariyani & Cita Yustisia Serfiyani yang membahas bentuk bentuk dari crowdfunding oleh lembaga swadaya masyarakat maupun dalam bentuk yayasan serta penguatan pengawasan melalui adanya peraturan perundang-undangan

khusus untuk pengelolaan dana dalam system donasi technology based.9 Adapun penelitian lainnya yakni berjudul “Sanksi Hukum Bagi Pengawas Yayasan yang Lalai dalam Menjalankan Fungsinya Sebagai Organ Yayasan” dengan penulis yakni Ida Bgaus Bayu Brahmantya yang membahas berkaitan dengan otoritas dari pengawas yang ditunjuk untuk melangsungkan pengawasan terhadap yayasan maupun juga mengulas sanksi hukum baik secara pidana maupun perdata bagi pihak-pihak yang telah terbukti melakukan kelalaian pada saat menjalankan tugasnya.10 Adapun berdasarkan pada kedua penelitian terdahulu tersebut, maka yang menjadi kebaharuan dalam penelitian ini adalah pembahasan berkaitan dengan regulasi pengawasan yang telah ada di Indonesia terkhusus dalam aspek pengelolaan baik sejak terkumpul hingga sampai kepada masyarakat yang membutuhkan dan pembahasan terkait sanksi hukum dalam perspektif hukum pidana terhadap penyelewenangan dana donasi yang terjadi. Berdasarkan pada uraian diatas, maka penelitian ini akan berjudul “PENGAWASAN TINDAKAN PENGUMPULAN DANA DONASI OLEH LEMBAGA FILANTROP DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DI INDONESIA”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana regulasi pengawasan lembaga filantropi dalam pengelolaan dana donasi di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana sanksi pidana atas penyalahgunaan dana donasi oleh lembaga filantropi di Indonesia?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui regulasi pengawasan lembaga filantropi dalam pengelolaan dana donasi di Indonesia dan sanksi pidana atas penyalahgunaan dana donasi oleh lembaga filantropi di Indonesia.

  • 2.    Metode Penelitian

Pada penelitian berikut ini akan dipergunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan melangsungkan telaah studi pustaka guna menguraikan kekosongan hukum dari regulasi UU Pengumpulan Uang atau Barang. Pendekatan yang dipergunakan dalam menganalisa isu hukum penguatan regulasi terkait kedudukan dan pengawasan pengelolaan dana donasi oleh lembaga filantropi di Indonesia yakni pendekatan perundang-undangan, pendekatan analisa konsep hukum dan pendekatan fakta. Bahan hukum yang mendukung uraian analisis dalam penelitian ini yakni bahan hukum primer yang terdiri atas peraturan perundang-undangan, kaidah-kaidah hukum maupun teori hukum serta bahan hukum sekunder yakni

literature hukum.11 Studi kepustakaan digunakan sebagai dasar pengumpulan bahan hukum pada penelitian ini yang dianalisis menerapkan teknik deskriptif untuk dapat menguraikan secara detail gambaran dari isu hukum yang dibahas.12

  • 3. Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Regulasi Pengawasan Lembaga Filantropi Dalam Pengelolaan Dana Donasi di Indonesia

Pemaknaan lembaga filantropi berasal dari Bahasa Yunani yang diartikan sebagai suatu tindakan kemanusiaan untuk tujuan cinta kasih kepada sesama.13 Lembaga filantropi melangsungkan aktivitas kelembagaannya dengan masuk pada golongan lembaga non profit atau diartikan sebagai lembaga yang tidak mencari keuntungan dibalik aktivitas kelembagaannya.14 Umumnya, suatu lembaga filantropi akan melangsungkan proses seperti proses penggalangan, pengelolaan dan penyaluran dana dengan subjek penggalangan dana disebut sebagai donator.15 Proses penggalangan dana tersebut disebut juga fundraising. Indonesia memiliki beberapa lembaga filantropi seperti ACT yang merupakan lembaga filantropi yang besar dengan cakupan wilayah gerakan kemanusiaan yang luas. Selain itu terdapat pula Dompet Dhuafa, Bulan Sabit Merah Indonesia, PKPU, Rumah Zajat dan lainnya. Munculnya lembaga filantropi pada dasarnya tumbuh secara organik dari masyarakat. Namun dalam suatu perkumpulan masyarakat dengan kegiatan utama penyaluran dana, maka dibutuhkan pengawasan yang kuat, sehingga setiap lembaga filantropi akan berbadan hukum dan tunduk pada keseluruhan peraturan regulasi di Indonesia.

Lembaga filantropi di Indonesia direpresentasikan salah satunya dengan yayasan. Dasar pembentukan yayasan diatur dalam UU Yayasan. Pasal 1 UU Yayasan menyatakan bahwa: “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota”.16 Suatu yayasan memiliki 3 organ fundamental yakni terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) UU Yayasan. Pasal 3 ayat (1) mengatur bahwa: “Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha” sementara dalam Pasal 3 ayat (2) mengatur bahwa : “Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas”. Yayasan sebagai lembaga yang terdiri dari 3 organ fundamental tersebut akan memisahkan kekayaannya dengan kekayaan dari hasil aktivitas pengelolaan dana. Dalam hal pengelolaan dana, maka yayasan akan diawasi oleh pengawas. Pasal 40 mengatur terkait pengawas yayasan dengan

kewajiban pengawasan yang dilangsungkan serta tanggung jawab yang bersifat tanggung renteng manakala terjadi kelalain, kerugian, kepailitan dari yayasan.

Sebagai badan hukum privat, maka pengawas terhadap yayasan memiliki peranan yang signifikan untuk tetap menjaga keberlangsungan kegiatan yayasan agar tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan dari pendirian yayasan serta peraturan perundang-undangan. Jika merujuk pada Pasal 5 UU Yayasan menguraikan pada pokoknya terkait adanya larangan dari pembagian maupun pengalihan yang terjadi secara langsung dan/atau tidak langsung dari hasil kegiatan usaha yang diberikan untuk pembina, pengawas maupun juga pengurus dari yayasan yang dapat berupa gaji, upah, tunjangan serta honorarium. Namun, dalam praktiknya tidak jarang ditemukan pengelolaan dana donasi sebagai hasil usaha dari yayasan tidak dipergunakan dengan ideal sebagaimana mestinya, sehingga dibutuhkan adanya pengawasan tidak hanya dari sisi internal maupun juga eksternal yayasan.

Dasar dari pengawasan secara eksternal yayasan timbul dari adanya urgensi transparansi dan akuntabilitas yang diperlukan guna memastikan setiap organ menjalakan fungsi sesuai dengan maksud dan tujuan pembentukan yayasan. Pengelolaan dana yang transparan dapat mencakup 2 (dua) aspek berikut yang mencakup diumumkannya laporan pengelolaan dana tersebut pada tambahan berita negara dan juga pengumuman dalam laporan tahunan yayasan. Kedua aspek tersebut pada dasarnya merupakan tindakan pemerintah untuk mengawasi kegiatan yayasan secara sentralis. Seperti contoh, adanya kewajiban atas laporan tahunan yang bertujuan untuk melihat perputaran alokasi dana yang sesuai dengan tujuan kegiatan yayasan. Namun dalam UU Yayasan tidak ditemukan sanksi hukum atas pengabaian kewajiban tersebut. Pengawasan yayasan yang lemah akan memudahkan timbulnya tindakan penyelewengan dana yang akan berdampak pada kerugian berbagai pihak. Pengaturan terkait pengawasan hanya terbatas pada UU Yayasan. Pada regulasi lainnya seperti Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2021 menyebutkan bahwa Pengumpulan Uang dan Barang dilaksanakan dengan prinsip yang akuntabel, transparan dan tertib. Adapun diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2021 menyatakan bahwa: “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.” Pengawasan atas penerapan dari Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2021 dilangsungkan oleh Kemnetrian Sosial. Izin suatu lembaga untuk dapat melangsungkan pengumpulan sumbangan akan dikeluarkan oleh Kementrian Sosial. Jika merujuk pada kasus dari ACT, maka Kementrian Sosial dalam kewenangan pengawasannya menemukan adanya penggunaan dana sumbangan lebih dari 10% sebagai nilai wajar penggunaan pembiayaan usaha, sehingga izin penyelenggaraan pengumpulan sumbangan kemudian dicabut.

Bentuk pengawasan yang tercantum dalam peraturan UU Yayasan merujuk pada pengawasan langsung yang dilangsungkan oleh pengawas yayasan, dan pengawasan tidak langsung yakni melalui pemeriksaan laporan keuangan yang dibentuk secara transparan dan diperiksa oleh para ahli dan pihak pemeriksa laporan tahunan dilarang untuk mengumumkan laporan dari hasil pemeriksaan tersebut kepada pihak lain selain dari Ketua Pengadilan Negeri dimana yayasan tersebut berada sesuai dengan Pasal 53 dan Pasal 54 UU Yayasan. Sedangkan pada

Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2021 mengatur pengawasan terhadap pelanggaran penggunaan pembiayaan ditindaklanjuti oleh Kementrian Sosial.

Pengawasan suatu lembaga yang bersinggungan dengan pengelolaan dan penyaluran dana pada dewasa kini mengalami perkembangan yang siginifikan. Jika merujuk pada UU Yayasan maka tidak mengatur secara spesifik tata cara pengelolaan dan penyaluran dana yang telah dihimpun. Pengaturan mekanisme pengelolaan dan penyaluran dana hanya diatur pada Pasal 5 ayat (2) UU Pengumpulan Uang atau Barang yang menguraikan 6 (enam) cakupan syarat dari permohonan penyelenggaraan uang atau barang yang dilangsungkan yayasan seperti adanya maksud maupun juga tujuan dari terselenggaranya pengumpulan uang serta barang, pola penyelenggaraan, subyek hukum sebagai penyelenggara, tenggat waktu daripada penyelengaraan, cakupan wilayah tempat terselenggaranya pengumpulan donasi serta tata cara dari penyaluran donasi yang terkumpul.

Berdasarkan pada syarat permohonan berikut jika dikaitkan dengan perkembangan tata cara pengumpulan dana yang kian beragam pada dewasa kini, maka dibutuhkan pembaharuan dalam regulasi yang diselenggarakan baik oleh yayasan maupun suatu lembaga yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Salah satu cara pengumpulan dana yang dipergunakan adalah melalui donasi secara online atau yang biasa disebut sebagai crowfunding. Crowfunding adalah suatu bentuk atau pola pendanaan yang akan melibatkan beberapa subyek hukum seperti penggagas proyek pendanaan dan lembaga atau situs yang memfasilitasi pendanaan.17 Adanya gagasan baru dalam proses pengumpulan dana juga menimbulkan potensi-potensi penyalahgunaan dari dana yang telah dihimpun, hal ini dikarenakan lemahnya regulasi terhadap pengawasan dari proses pengumpulan dan penyaluran dana baik yang dilakukan secara konvensional maupun online. Salah satu aspek yang menjadi titik pengawasan adalah alokasi persentase yang didapatkan oleh penggalang dana untuk pembiayaan usaha. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU Pengumpulan Uang atau Barang, bahwa alokasi persentase bagi pengumpul sumbangan atau lembaga yang melangsungkan tindakan filantropi berikut adalah sebesar 10%.18 Namun berkaitan dengan pengawasan dari tindak lanjut pembagian dana dari pengumpulan donasi tidak diatur dalam UU Pengumpulan Uang atau Barang maupun pada peraturan perundang-undangan lain, sehingga dibutuhkan adanya mekanisme pelaporan hasil donasi yang transparan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dana donasi.

  • 3.2    Sanksi Pidana Atas Penyalahgunaan Dana Donasi Oleh Lembaga Filantropi di Indonesia

Keberadaan UU Yayasan merupakan landasan utama dari berdirinya suatu yayasan sebagai lembaga filantropi. Namun dalam beberapa regulasi yang berkaitan seperti

pada Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pengumpulan Dana dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2021 hanya mengatur sanksi administratif saja. Sanksi tersebut yakni seperti pelarangan penggunaan kata “yayasan” diawal penulisan nama yayasan jika anggaran dasar tidak disesuaikan dan pembubaran yayasan dengan putusan pengadilan.19 Keseluruhan sanksi tersebut pada dasarnya merujuk pada pengenaan itikad baik dan kontra prestasi bagi organ yayasan sebagaimana tercantum dalam pasal 35 ayat (2) UU Yayasan yang mengharuskan adanya itikad baik organ yayasan dengan prinsip fiduciary duty yang terdiri sebagai berikut:

  • -    Wajib mengesampingkan kepentingan pribadi dalam menjalankan aktivitas yayasan atau pada saat mewakili kepentingan badan hukum (the conflict rule);

  • -    Tidak dapat untuk menyalahgunakan kewenangan yang melekat pada dirinya (the profile rule);

  • -    Baik pengurus maupun pengawas tidak dapat menyalahgunakan milik yayasan untuk kepentingan individu yang akan merugikan yayasan (the misappropriation rule).

Yayasan sebagai lembaga nonprofit dalam hal pemberian kontra prestasi untuk organ yayasan diijinkan untuk menerima gaji, upah dan honor tetap berdasarkan pada Pasal 3 dan Pasal 5 UU Yayasan. Namun terhadap besaran gaji, skema pemberian dan pengaturan khusus lainnya yang berkaitan dengan hasil kegiatan dari suatu yayasan belum mendapat ketentuan hukum yang tegas. Jika membahas berkaitan dengan sanksi pidana, maka terlebih dahulu akan dianalisa pertangungjawaban pidana dari subjek hukum tersebut. Pertanggungjawaba pidana mengandung asas culpabilitas yang berdasar pada monodualistik dan keadilan yang disejajarkan dengan asas legalitas dan kepastian hukum.20 Apabila terdapat tindakan penyalahgunaan dana donasi maka tindakan tersebut dapat dimaknai sebagai perliaku, sikap, perbuatan yang disertai niat dan kesengajaan. Pertanggungjawaban pidana melekat pada kesalahan. Dalam menentukan kesalahan maka perlu untuk dapat menilai kewenangan yang melekat dalam diri pelaku tindak pidana apakah berkaitan dengan pelaku selaku badan hukum atau orang. Apabila terdapat kewenangan yang melekat padanya untuk mewakili suatu badan hukum, maka terhadap kesalahan dan kerugian yang disebabkan oleh badan hukum tersebut, maka pengampu kepentingan yang utama dari badan hukum tersebut akan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. 21

Jika kesalahan merujuk pada suatu lembaga yayasan yang terbukti secara hukum melakukan penyalahgunaan hasil kegiatan yayasan, maka diantara regulasi terkait yayasan tersebut terdapat 1 pasal dalam UU Yayasan yakni Pasal 70 juncto Pasal 5 yang mengatur sanksi pidana atas penggunaan hasil kegiatan untuk kepentingan pribadi dari organ yayasan dengan sanksi pidana 5 tahun penjara. Organ yayasan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana apabila telah terbukti secara hukum melakukan tindakan sebagaimana Pasal 5 tersebut. Selain itu jika merujuk pada

pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur delik penggelapan pada Pasal 372 KUHP yang menyatakan:

“Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara se-lama2nya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900”

Tindakan penggelapan secara umum merujuk pada kesengajaan pelaku dalam memanfaatkan barang/kepunyaan milik orang lain yang dalam penguasaannya secara melawan hak.22 Selain daripada tindakan penyalahgunaan dana, maka dalam aspek yang lebih luas suatu penyalahgunaan dana dalam jumlah besar juga penting untuk dapat dikaji aliran dana tersebut setelah dikeluarkan dari kegiatan yayasan. Aliran dana yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi tidak hanya cukup dianalisa sebatas pada kepemilikan dana, namun juga peruntukan dari aliran dana tersebut. Hal ini mengingat aliran dana yang besar dengan regulasi pengawasan yang minim akan menimbulkan berbagai kemungkinan penggunaan dana selain untuk kepentingan pribadi saja.23 Seperti pada contoh kasus dari ACT, hingga pada tanggal 08 Juli 2022, aliran dana yang besar dari ACT telah dihentikan dan diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Aliran dana yang besar tersebut wajib untuk dapat dianalisa tidak hanya sebatas temuan penyelewengan tapi juga tujuan dari penggunaan dana yang terindikasi pada tindak pidana pencucian uang maupun pendanaan terorisme berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU Tindah Pidana Pencucian Uang) serta Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan PPATK.24

Berdasarkan pada UU Tindak Pidana Pencucian Uang, pencucian uang yakni: “segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini”. Pada Pasal 3 mengatur bahwa:

“Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling

lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

Aliran dana menjadi data yang fundamental untuk dapat ditelaah lebih lanjut dikarenakan adanya potensi tindak pidana lainnya seperti pada pencucian uang.25 Maka dari itu, dalam suatu dugaan tindak pidana harus dapat ditelaah secara runtun sejak awal temuan dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian.

  • 4.    Kesimpulan

Yayasan sebagai lembaga filantropi tunduk pada setiap regulasi yang ada dalam UU Yayasan, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pengumpulan Dana dan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang. Yayasan sebagai badan hukum memiliki ketentuan pengawasan dalam proses penggalangan, pengelolaan dan penyerahan dana donasi baik dengan pengawasan internal maupun eksternal. Pada pengawasan internal diatur dalam UU Yayasan dengan pengawas yayasan yang memiliki kewenangan pengawasan aktivitas yayasan, sedangkan pengawasan eksternal dilangsungkan saat yayasan telah bertindak sebagai pengumpul uang dan barang (donasi) dengan diawasi langsung oleh Kementrian Sosial. Selain itu, dalam hal administratif maka yayasan diwajibkan membentuk laporan keuangan secara transparan dan diperiksa oleh ahli yang telah diangkat dan ditetapkan berdasarkan pada penetapan pengadilan serta pihak pemeriksa laporan tahunan yayasan yang akan bertanggungjawab kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk selanjutkan hasil pemeriksaan laporan tahunan akan diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana yayasan tersebut berada sesuai dengan Pasal 53 dan Pasal 54 UU Yayasan. Pengaturan sanski pidana dari adanya penyalahgunaan dana donasi terdapat pada Pasal 70 juncto Pasal 5 UU Yayasan dengan sanksi pidana 5 (lima) tahun penjara. Selain itu adapun pada KUHP diatur bahwa penyalahgunaan dana donasi dapat merujuk pada tindakan penggelapan sebagaimana sanksi pidananya tercantum dalam rumusan Pasal 372 KUHP. Dalam suatu penyalahgunaan dana donasi, tidak hanya cukup untuk membuktikan adanya penyalahgunaan dalam artian sempit, namun perlu untuk melihat aliran dana setelah terjadinya tindak pidana yang utama guna pencegahan tindakan pencucian uang sebagaimana sanksinya diatur dalam Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Jonaedi Efendi. Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris. (Bandung, Prenada Media, 2018).

Hasbullah F Sjawie., Pertanggungjawaban Pidana Korporasi pada Tipikor. (Jakarta, Prenada Media, 2018).

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2015)

JURNAL

Antara, Komang Alit, and I. Gede Artha. "Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang Melalui Transaksi Game Online." Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 8, no. 2 (2019): 1-15.

Bahjatulloh, Qi Mangku. "Pengembangan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Kegiatan Filantropi (Studi Kasus Lembaga Tazakka di Perbankan Syariah Iain Salatiga)." Inferensi: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 10, No. 2 (2016): 473-494.

Brahmantya, Ida Bagus Bayu. "Sanksi Hukum Bagi Pengawas Yayasan yang Lalai dalam Menjalankan Fungsinya Sebagai Organ Yayasan." Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) 7, no. 1 (2021): 215-225.

Hariyani, Iswi, And Cita Yustisia Serfiyani. "Perlindungan Hukum Sistem Donation Based Crowdfunding Pada Pendanaan Industri Kreatif di Indonesia (The Legal Protection Of The Donation-Based Crowdfunding System On The Creative Indusry In Indonesia)." Jurnal Legislasi Indonesia 12, No. 4 (2018): 1-22.

Marimin, Agus, And Tira Nur Fitria. "Zakat Profesi (Zakat Penghasila) Menurut Hukum Islam." Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 1, No. 01 (2015)

Mentari, Keanu Putra, Ida Bagus Surya Dharma Jaya, And I. Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti. "Urgensi Asas Presumption Of Guilt Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang." Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 8, No. 4 (2019): 1-14.

Sholikhah, Nurul Alfiatus. "Peran Lembaga Filantropi Untuk Kesejahteraan Masyarakat Global (Studi Kasus Pada Aksi Cepat Tanggap Madiun)." Journal Of Islamic Philanthropy And Disaster (Joipad) 1, No. 1 (2021): 27-42.

Simamora, Y. Sogar. "Karakteristik, Pengelolaan Dan Pemeriksaan Badan Hukum Yayasan Di Indonesia." Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 1, No. 2 (2012): 175-186.

Sihotang, Grace Bintang Hidayanti. "Managemen Resiko: Crowdfunding Based Legal Aid (Lembaga Bantuan Hukum Berbasis Penggalangan Dana Di Indonesia)." Humanis (Humanities, Management And Science Proceedings) 1, No. 2 (2021).

Tamim, Imron Hadi. "Filantropi dan pembangunan." Jurnal Community Development 1, no. 1 (2016): 121-136.

Thezar, Muh. "Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan." Alauddin Law Development Journal 2, no. 3 (2020): 328-338.

Ulfa, Linda, Mohd Din, and Dahlan Dahlan. "Penerapan Ajaran Turut Serta Kasus Korupsi Dikaitkan Teori Pertanggungjawaban Pidana." Kanun Jurnal Ilmu Hukum 19, no. 2 (2017): 285-304.

WEBSITE

Dewi Andriani, 2020, “Ini Bedanya Filantropi, CSR dan Charity”, Kabar Bisnis URL : https://Kabar24.Bisnis.Com/Read/20200111/79/1189170/Ini-Bedanya-Filantropi-Csr-Dan-Charity diakses pada 09 Juli 2022

Ayu Almas, 2022, “Blokir 300 Rekening ACT, PPATK Mencium Indikasi Pencucian Uang dan Aliran Dana ke Teroris”, URL: https://wartaekonomi.co.id/read427679/blokir-300-rekening-act-ppatk-mencium-indikasi-pencucian-uang-dan-aliran-dana-ke-teroris diakses pada 10 Juli 2022

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan [Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 112]

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan [Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 115]

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pengumpulan Dana [Lembaran Negara RI Tahun 1980 Nomor 49]

Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang [Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1099]

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 1 Tahun 2023 hlm 38-49

49