Potensi Penjatuhan Pidana Bagi Seseorang Yang Dengan Sengaja Menularkan Corona Virus Disease 2019 (Covid19)
on
POTENSI PENJATUHAN PIDANA BAGI SESEORANG YANG DENGAN SENGAJA MENULARKAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
I Made Mahatmajaya Ramitha, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Made Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan studi ini untuk mengkaji kepastian hukum mengenai penjatuhan pidana bagi seseorang yang dengan sengaja menularkan CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19). Corona Virus Disease 2019 atau yang biasa disebut COVID-19 telah dinyatakan oleh World Health Organisation (WHO) sebagai pandemic dan Pemerintah Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Adapun penulisan jurnal ini menggunakan metode normative yakni penelitian yang didasarkan atas aturan undang-undang, serta dapat juga berdasar pada pendapat para sarjana, teori hukum, keputusan pengadilan dalam halnya meneliti potensi penjatuhan pidana bagi seseorang yang dengan sengaja menularkan COVID-19. Seseorang yang dikatakan sengaja menularkan adalah seseorang yang tidak taat akan protokol kesehatan sehingga dapat menyebabkan orang lain menjadi tertular penyakit COVID-19, kelalaian ini tentunya dapat merugikan orang banyak dan dapat dijatuhkan hukuman pidana.
Kata Kunci: Kepastian Hukum, Pidana, COVID-19
ABSTRACT
The purpose of this study is to examine the legal certainty regarding the imposition of punishment for a person who intentionally transmits coronavirus disease 2019 (COVID-19). Corona Disease 2019 commonly called COVID-19 has been declared by the World Health Organization (WHO) as a pandemic and the Indonesian Government based on Presidential Decree Number 11 of 2020 concerning the Determination of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Public Health Emergency. The writing of this journal uses a normative method, namely research based on statutory rules, and can also be based on the opinions of scholars, legal theories, and court decisions in the case of examining the potential for criminal imposition for someone who intentionally transmits COVID-19. A person who is said to deliberately transmit is someone who does not comply with health protocols that can cause other people to become infected with the COVID-19 disease, This negligence can certainly harm many people and can be imposed criminal penalties.
Key Words: Legal Certainty, Criminal, COVID-19
Masyarakat dalam melaksanakan aktivitasnya pasti harus didukung dengan kesehatan yang mumpuni, jikalau tidak maka akan sulit bagi mereka untuk melaksanakan aktivitas apapun. Kalau dilihat dari rumusan Undang-Undang Kesehatan (UU No. 23 Tahun 1992), kesehatan diartikan sebagai “keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi”. Pengertian ini juga beracuan pada organisasi kesehatan dunia yang kita kenal dengan WHO, yang menyatakan bahwa kesehatan merupakan “keadaan sempurna baik secara fisik,
mental maupun sosial dan tidak hanya sebatas bebas dari penyakit dan cacat”. Kesehatan sendiri juga merupakan bagian dari hak asasi manusia yang tentunya harus diwujudkan. Perwujudannya dapat dilakukan dengan cara pemberian jaminan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas dari pemerintah, apalagi dalam beberapa waktu kemarin negara di dunia termasuk Indonesia tengah dilanda situasi Pandemi COVID-19.1
Pemerintah negara kita melalui Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang gugus tugas percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19 telah menetapkan pandemi COVID-19 sebagai darurat kesehatan yang menyerang masyarakat dan tentunya harus cepat mendapatkan penanggulangan.2 Kemudian sebagai tindak lanjut dari pandemi tersebut, akhirnya dibentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang dituangkan melalui Keppres Nomor 7 Tahun 2020 tentang gugus tugas percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Seiring berjalannya waktu, penyebaran dari virus COVID-19 terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena banyak masyarakat yang belum mengindahkan himbauan pemerintah berkaitan dengan penerapan prokes demi mencegah menyebarnya virus tersebut. SATGAS COVID-19 per tanggal 27 September 2021 mengumumkan terdapat 4.209.403 kasus sejak kemunculan kasus pertama pada tahun 2020 dan akam berpotensi terus mengalami peningkatan.3 Tentunya akan timbul kekhawatiran yang lebih luas lagi di lingkungan masyarakat, termasuk dalam proses penanggulangan dan penanganannya dalam masyarakat.
Seiring berjalannya waktu, meningkatnya kasus positif di Indonesia sejak pertama diumumkan pada maret 2020 yang menjadi salah satu factor penyebabnya adalah masih kurangnya kesadaran atau masih kurangnya kedisiplinan masyarakat untuk mematuhi protocol kesehatan serta masih banyak masyarakat yang tidak menjaga jarak dan berkerumun ditempat umum. Pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat merupakan hal yang wajib yang harus dilaksanakan oleh seluruh elemen masyarakat. Disamping itu pula pemerintah juga menekankan kepada masyarakat unuk melaksanakan PHBS (pola hidup bersih dan sehat) dengan memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak satu sama lain.4 Kendati demikian, masih banyaknya masyarakat yang kurang sadar dan disiplin terhadap protokol kesehatan akan berakibat merugikan untuk orang lain. Masyarakat yang tidak taat protokol kesehatan akan lebih muda terkena virus COVID-19 sehingga penyebarannya akan terus meningkat bahkan akan menularkan masyarakat yang telah taat mematuhi protokol kesehatan.
Salah satu cara penyebaran dari virus COVID-19 adalah melalui transmisi local. Maksudnya adalah penularan yang terjadi langsung ditengah-tengah masyarakat. Bahkan tanpa bepergian atau keluar rumah sekalipun, virus tersebut masih bisa
menyebar dari seseorang yang sudah terjangkit ke seseorang yang belum terjangkit. Hal ini tentunya merugikan seseorang yang tertular penyakit COVID-19 akibat dari kelalaian seseorang yang telah terinfeksi terlebih dahulu. Pelaku penularan COVID-19 kepada seseorang yang sehat seharusnya dapat dikatakan tindakan pidana. “Pasal 152 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan” tidak memuat ketentuan sanksi yang diberikan dalam hal pencegahan dan pemberantasan wabah penyakit. Secara singkat tidak adanya daya paksa yang terkandung didalamnya, oleh karena itu perlu adanya daya paksa yang diberikan melalui pencantuman sanksi pidana. Ambil contoh seperti ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal 351 ayat (4) KUHP yang memberikan ancaman “pidana penjara atau denda terhadap pelaku penganiayaan yang dapat disamakan dengan merusak kesehatan orang lain”.
Dalam hal ini kasus serupa tapi tak sama dapat dilihat pada suatu kasus pembunuhan yang terjadi dibuleleng.5 Delik pembunuhan jelas merupakan salah satu delik yang bertentangan dengan keadaan alamiah manusia, karena manusia tidak boleh mengganggu dalam artian yang merugikan terkait hidup sesamanya. Persamaan kasus pembunuhan tersebut dengan penyebaran virus COVID-19 secara sengaja disini yakni Jika matinya seseorang karena penganiayaan, dirumuskan dalam Pasal 351 KUHP orang dapat mengetahui bahwa Undang-undang hanya berbicara mengenai penganiayaan tanpa menyebutkan unsur - unsur dari tindak pidana penganiayaan itu sendiri, kecuali hanya menjelaskan bahwa kesengajaan merugikan kesehatan (orang lain) itu adalah sama dengan penganiayaan. Dimana yang dimaksud dengan penganiayaan itu adalah kesengajaan menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan luka pada tubuh orang lain. Namun jika dalam kasus pembunuhan, apabila penganiayaan tersebut menyebabkan matinya orang maka akan dikenakan Pasal 351 ayat (3) namun sebaliknya apabila pembunuhan tersebut merupakan tujuan utamanya maka pelakunya dapat dijerat dengan Pasal 338 KUHP walaupun kematian tersebut diawali dengan adanya pembacokan atau penganiayaan. Perbedaan dengan kasus penyebaran COVID-19 adalah seseorang yang menyebarkan COVID-19 dengan sengaja disini dapat diartikan sebagai kelalaian dalam melaksanakan protocol kesehatan seperti tidak memakai masker, tidak mencuci tangan dan lain sebagainya sehingga walaupun niat awal untuk menyebarkan terhadap orang lain tidak ada, akan tetapi perbuatannya sendirilah yang menyebabkan orang lain jadi tertular sehingga dapat merugikan orang banyak dan dapat merusak kesehatan orang lain sehingga dapat dipidana dengan dasar hukum pasal 351 KUHP.
Adapun rumusan masalah yang penulis angkat berdasarkan penjelasan diatas adalah sebagai berikut:
-
1. Bagaimana klasifikasi penjatuhan pidana bagi seseorang yang sengaja menyebarkan COVID-19?
-
2. Apa dasar hukum penjatuhan pidana bagi seseorang yang sengaja menyebarkan COVID-19?
Tujuan penelitian ini penulis bagi menjadi 2 (dua) yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umumnya adalah untuk mengetahui apakah seseorang yang menyebarkan virus
COVID-19 dapat dikenakan sanksi pidana. Kemudian untuk tujuan khusus dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui ada atau tidaknya peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang perbuatan penyebaran virus COVID-19.
Metode penelitian hukum normatif menjadi pilihan penulis untuk membuat tulisan ini. Penelitian hukum ini didasarkan atas aturan undang-undang, serta dapat juga berdasar pada pendapat para sarjana, teori hukum, keputusan pengadilan yang senantiasi membantu peneliti untuk menyelesaikan permasalahan hukum.6 Dalam hal ini, penelitian yang diteliti merupakan potensi penjatuhan pidana bagi seorang yang dengan sengaja menularkan virus COVID-19 yang dikaji berdasarkan Undang-Undang Kesehatan. Penulisan ini juga menggunakan statue approach atau “pendekatan peraturan perundang-undangan” yang berhubungan langung dengan Undang-Undang Kesehatan. Tulisan ini juga didukung oleh 3 (tiga) bahan hukum yaitu:
-
a. “Bahan Hukum Primer yaitu UUD 1945, KUHP atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Kesehatan serta aturan lain yang masih berkaitan dengan permasalahan penulis;
-
b. Bahan Hukum Sekunder yang berupa jurnal ilmiah, berita surat kabar, literatur buku, skripsi, dan bahan lainnya yang masih berkaitan;
-
c. Bahan Hukum Tersier yang berasal dari KBBI maupun kamus hukum serta website yang memberikan jawaban dari suatu hal yang kurang jelas terhadap suatu permasalahan penelitian dan atau selama penjelasan memuat mengenai informasi yang relevan.”
Setelah bahan hukum dikumpulan lalu dapat diproses melalui langkah normatif yakni dengan melakukan pengumpulan data – data atau inventarisasi atas peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan ketentuan hukum bagi seseorang yang dengan sengaja menularkan virus COVID-19.
-
III. Hasil dan Pembahasan
3.1. Klasifikasi Perbuatan Yang Dapat Dikatakan Sengaja Menyebar Virus COVID-19
Pandemi virus COVID-19 masih belum sepenuhnya terlewati untuk seluruh pelosok di dunia, termasuk negeri kita. Hampir seluruh aspek baik itu ekonomi, pendidikan, sistem pemerintahan dan lain sebagainya dipaksa untuk menyesuaikan dengan masa pandemi ini. Penerapannya dilakukan dengan cara kebijakan “PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan WFH atau Work from Home” untuk meminimalisir penyebaran virus tersebut. Namun kenyataanya penyebaran virus semakin hari semakin cepat dan meningkat.
Salah satu penyebab yang mempercepat penyebaran wabah penyakit tersebut adalah ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan yang berlaku. Virus ini dapat menyebar melalui beberapa cara, seperti kontak fisik, droplet, permukaan yang terkontaminasi, tempat yang ramai serta ruangan dengan ventilasi yang tidak baik. Namun selain hal itu terdapat juga oknum masyarakat dengan kelalaiannya menyebabkan orang lain terinfeksi virus COVID-19 dengan maksud yakni banyak oknum penderita COVID-19 yang dengan sengaja menyebarkan virusnya kepada orang lain. Dalam hal ini klasifikasi dari seseorang yang sengaja menyebarkan virus dapat dilihat dari misalnya seseorang yang tidak patuh atau tidak disiplin saat menjalani isolasi mandiri yakni masih ada oknum yang berpergian saat menjalani isolasi mandiri
padahal ia tau dirinya sedang positif virus corona hal ini tentunya akan merugikan pihak lain yang telah bersusah payah untuk mentaati protokol kesehatan demi menekan penyebaran virus COVID-19.
Selain itu ada juga contoh lain yakni warga yang menolak diberikan vaksin COVID-19 dengan begitu tentunya resiko seseorang tidak divaksin akan lebih mudah terjangkit virus tersebut serta dengan kata lain akan juga menyebarkan virus tersebut kepada masyarakat luas.7 Jadi dapat disimpulkan bahwa seseorang penderita COVID-19 dengan kelalaiannya hingga menyebabkan orang lain ikut terinfeksi dapat dikatakan sebagai seseorang yang menyebarkan virus COVID-19 dengan sengaja tentu dengan dasar contoh yang telah disebutkan tadi yakni berpergian saat isolasi mandiri serta warga yang menolak diberikan vaksin.
Kesehatan merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan didalam kehidupan kita. Bagus atau tidaknya kesehatan seseorang tentunya memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap pengaruh kesejahteraan seseorang dan kenyamanan mereka dari serangan penyakit. Kesehatan adalah suatu hal yang menjadi dasar dalam kehidupan manusia sebagian besar masyarakat rela mengorbankan seluruh harta benda yang dimilikinya untuk mengobati penyakitnya dan mendapatkan kesembuhan. Sangat pentingnya kesehatan sehingga seseorang pernah berpikir untuk lebih baik mati dibandingkan hidup tidak sehat hingga tak bisa berbuat apapun.
Seperti yang kita tau bahwa virus COVID-19 masuk ke Indonesia pertama kali per bulan Maret tahun 2020. Kita juga tahu bahwa sedari masuk ke Indonesia, virus ini telah menyebar dengan luas diseluruh belahan dunia. Arti dari kata pandemi sendiri terkesan menyeramkan akan tetapi kata tersebut bukan menjadi tolak ukur dari keganasan suatu virus atau penyakit melainkan menjadi tolak ukur dari persebaran virus yang meluas. Mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan yang baik dan berkualitas tentunya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Tentunya saat pandemi seperti sekarang, pemerintah harus bisa memberikan jaminan kesehatan pada masyarakat, khususnya di tanah air kita sendiri.
COVID-19 sendiri tentunya harus mendapatkan penanganan segera. Virus ini telah banyak memakan korban di seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Dalam penyebarannya, virus ini paling banyak menelan korban usia produktif dalam rentang 19 tahun hingga 59 tahun. Hingga kini masih banyak korban yang berjatuhan akibat dari penularan virus COVID-19 karna kurang disiplinnya masyarakat dalam menaati protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah sehingga menyebabkan kesehatan masyarakat satu dengan lainnya akan terancam apabila hal tersebut diabaikan. Dalam hal ini tentunya kesadaran dimulai dari diri sendiri sehingga kita bisa menjaga satu sama lain akan tetapi dalam perkembangannya, masih banyak masyarkat yang kurang paham mengenai bahaya dari virus corona. Masih banyaknya masyarakat yang kurang sadar dengan pentingnya menerapkan prokes (protokol kesehatan) sehingga berakibat dari perbuatannya, banyak masyarakat yang tertular oleh masyarakat lain yang tidak taat protokol kesehatan. Tentunya hal ini merugikan seseorang yang telah dengan taat menerapkan protokol kesehatan namun tetap tertular virus corona dan jatuh sakit akibat dari masyarakat lain yang mengabaikan virus ini.
Meningkatnya angka penyebaran virus COVID-19 salah satunya disebabkan karena kurangnya kesadaran dari seluruh elemen untuk menaati protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Kurangnya kesadaran tersebut berdampak pada penanganan virus ini yang menjadi lambat dan terus meningkat yang diakibatkan oleh segelintir oknum yang tidak disiplin dan membahayakan keselamatan orang lain yang sudah mau menaati protokol kesehatan. Dalam hal tersebut, oknum masyarakat yang lalai menerapkan protokol kesehatan sehingga menularkan penyakit virus corona kepada seseorang yang telah mematuhi protokol kesehatan dapat dilaporkan dan diproses pidana. Serta terdapat pula suatu kasus yang viral dimana seseorang pasien yang terjangkit virus ini mencoba menularkan penyakitnya ke orang lain hal ini tentunya akan merugikan oranglain dan menimbulkan masalah baru yakni terus menyebarnya virus COVID-19. Dari penjelasan tersebut seseorang yang dengan sengaja menularkan penyakit COVID-19 dapat dijerat pidana agar memberikan efek jera pada pelaku dan tidak mengulangi perbuatanya yang bisa membahayakan banyak orang. Namun dalam hal ini tidak semua yang menyebarkan virus COVID-19 dapat dipidana ada juga seseorang yang tidak dapat dipidana seperti seseorang yang mengalami gangguan jiwa. Undang-Undang Kesehatan (UU/36/2009) khususnya pada Pasal 149 mengamanatkan sebagai berikut:
“Penderita gangguan jiwa yang terantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkanpengobatan dan perawatan difasilitas pelayanan kesehatan”
Artinya dalam rumusan pasal tersebut terkandung unsur yang mengatur bahwa jika si penderita mengalami gangguan jiwa yang dapat mengancam nyawa masyarakat luas meskipun dapat menimbulkan sanksi pidana, ia harus tetap didahulukan untuk mendapatkan pengobatan yang layak di tempat layanan kesehatan.8 Selain itu kita dapat melihat pengaturan lainnya dalam “Pasal 44 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” atau KUHP yang merumuskan sebagai berikut:
“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu akibat penyakit, tidak dipidana”.
Dapat kita tarik suatu pemahaman bahwa perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan adalah jika perbuatan tersebut dari pelaku tidak mengetahui apa yang dia perbuat, sehingga perbuatanya tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban. Selain itu masih ada beberapa pasal lain dalam KUHP yang mengatur mengapa pelaku yang mengalami gangguan jiwa tersebut tidak dapat dipidana. Terhapusnya kesahalan dari pelaku akibat gangguan jiwa yang juga sudah diakomodir dalam KUHP, memberikan kita pemahaman bahwa perbuatan melawan hukum disini dapat terjadi juga secara subyektif. Subyektif disini maksudnya dilihat dari kondisi kondisi pelaku yang apakah bisa dibuktikan gangguan jiwa yang diderita sehingga perbuatannya tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban. Disamping itu ada alasan pembenar yang terkandung dalam Pasal 50 KUHP yang menyatakan sebagai berikut:
“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana”
Alasan tersebut dilihat dari sisi objektif dapat menjadi alasan menghapus melawan hukum perbuatan seseorang. Karena secara logikanya, semua orang yang menderita penyakit apapun itu harus mendapatkan pelayanan kesehatan karena kembali lagi, itu menyangkut tentang hak asasi manusia seseorang. Hal tersebut pun sudah termaktub
dalam konstitusi kita (UUD 1945) khususnya pada pasal 28H yang menyebutkan sebagai berikut:
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hiudp yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan”.
Kita sudah tau berkaitan dengan aturan seseorang tidak daapt dipidana jika menularkan penyakit akibat dari dan atau karena jiwanya terganggu, kita lanjutkan saat ini juga ada aturan yang bisa dikatakan menjerat pelaku yang dengan sengaja menularkan COVID-19 atau penyakit menular lainnya. Hal tersebut sudah tertuang dalam “Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian” khususnya pada “Pasal 13 ayat (1) & Pasal 13 ayat (1) huruf F” yang penulis rumuskan secara ringkas sebagai berikut:
“Pejabat imigrasi menolak orang asing masuk ke wilayah Indonesia dalam hal orang asing tersebut menderita penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum”
Dari rumusan pasal tersebut dapat kita lihat bahwa pemrintah secara nyata dan tegas melarang penyebaran penyakit menular dari luar kepada masyarakat Indonesia, terlepas itu dilakukan secara sengaja maupun tidak.9 Kemudian dalam Undang-Undang Kesehatan juga menegaskan kembali dalam “Pasal 152 ayat (1)” yang menegaskan sebagai berikut:
“Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggungjawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya”.
Artinya secara tidak langsung disini menyebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah serta masyarakat memegang kendali penuh atas penyecagahn penyebaran penyakit menular apapun termasuk COVID-19 hingga saat ini agar tidak membahayakan seluruh pihak dan masyarakat secara langsung. Jika ada seseorang yang terbukti secara sah dan meyakinkan menularkan penyakit menular secara sengaja, hal tersebut sudah memenuhi unsur tindak pidana, sebagaimana yang termaktub pada pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang menyebutkan sebagai berikut:
-
a. “Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan atau pidana dedna paling banyak Rp. 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah);
-
b. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersangkutan akan diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun;
-
c. Jika mengakibatkan korban mati, maka diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun;
-
d. Dengan penganiayaan disamakan dengan sengaja merusak kesehatan;
-
e. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.”
Ada pendapat ahli yaitu R. Soesilo berkaitan dengan pasal 351 KUHP yang dituangkan melalui bukunya yang berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentarnya Pasal demi Pasal”. Dalam bukunya beliau memaparkan bahwa makna penganiayaan sendiri tidak ada ketentuannya dalam undang-udang.10 Penganiayaan jika dilihat dari yurisprudensi diartikan sebagai “perbuatan yang sengaja menyebabkan perasaan yang tidak enak (penderitaan), rasa sakit atau luka”. Ayat (4) pasal 351 juga termasuk kedalam penganiayaan yang sengaja merusak kesehatan seseorang.11
Beliau juga menyampaikan dalam bukunya bahwa pengertian merusak kesehatan salah satunya seperti orang yang sedang berkeringat tidur di suatu ruangan, kemudian jendela ruangan tersebut dibuka sehingga membuat orang yang bersangkutan masuk angin. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penganiayaan juga dapat diartikan membuat orang lain sakit atau ternaiayaa secara sengaja, meskipun dalam perbuatan tersebut tidak dilakukan kontak fisik secara langsung, penyebaran penyakit secara sengaja termasuk COVID-19 saat ini. Unsur dari Pasal 351 ayat (4) KUHP disini sudah terpenuhi yang dimana merusak kesehatan orang lain secara sengaja dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana.
Seseorang penderita COVID-19 dengan kelalaiannya seperti tidak memakai masker, berkerumun, serta masih tidak mentaati protocol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah hingga menyebabkan orang lain ikut terinfeksi dapat dikatakan sebagai seseorang yang menyebarkan virus COVID-19 dengan sengaja tentu dengan dasar contoh selain yang telah disebutkan tadi yakni berpergian saat isolasi mandiri serta warga yang menolak diberikan vaksin. Dari peristiwa tersebut, orang yang dengan sengaja menularkan COVID-19 dapat dipidana karena merugikan orang lain adapun dasar hukum yang dapat menjerat oknum pelaku yakni peraturan perundang – Undangan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 152 ayat (1), kemudian Pasal 13 ayat (1) Undang – Undang No. 06 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dan Pasal 351 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Hamidi, Jazim, and Charles Christian. Hukum Keimigrasian bagi orang asing di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2021.
Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers, 2007.
Jurnal :
Fitri, Wardatul. "Implikasi Yuridis Penetapan Status Bencana Nasional Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Terhadap Perbuatan Hukum
Keperdataan." Supremasi Hukum: Jurnal Kajian Ilmu Hukum 9.1 (2020): 76-93. DOI: https://doi.org/10.14421/sh.v9i1.2125
Laksmi, I. Gusti Ayu Devi, Ni Putu Rai Yuliartini, and Dewa Gede Sudika Mangku. "Penjatuhan Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Singaraja Dalam Perkara NO. 124/PID. B/2019/PN. SGR)." Jurnal Komunitas Yustisia 3.1 (2020): 48-58.
Makkasau, Kasman. "Penggunaan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam penentuan prioritas program kesehatan (studi kasus program Promosi Kesehatan)." Jati Undip 7 (2013): 105-112. DOI:
https://doi.org/10.12777/jati.7.2.105-112
Maulana, Egi. Kajian Hukum Mengenai Kriminalisasi Terhadap Seseorang yang Menularkan Penyakit Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Diss. Universitas Islam Kalimantan MAB, 2021.
Sari, Dewi Perwito, et al. "Sosialisasi Kepatuhan Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Penularan COVID-19." JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) 5.3 (2021): 828-835. DOI: https://doi.org/10.31764/jmm.v5i3.4983
Sari, Ratna Kartika. "Identifikasi penyebab ketidakpatuhan warga terhadap penerapan protokol kesehatan 3M di masa pandemi Covid-19 (studi kasus pelanggar protokol kesehatan 3M di Ciracas Jakarta Timur)." Jurnal Akrab Juara 6.1 (2021): 84-94. DOI: https://doi.org/10.35747/jmr.v5i2.812
Telaumbanua, Dalinama. "Tinjauan Yuridis Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Akibat COVID-19." Jurnal Education and development 8.2 (2020): 30-30.
Wibawa, Putu Ayu Criselda Candra Gayatri, and Ni Kadek Cindy Arieska Putri. "Kebijakan pemerintah dalam menangani COVID 19." Ganesha Civic Education Journal 3.1 (2021): 10-18.
Peraturan Perundang-Undangan :
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang – Undang No. 06 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
Media Sosial/ Artikel / Website / Skripsi :
Nurita, Dewi, dan Aditya Budirman. Nasional Tempo, September 27, 2021. nasional.tempo.co/read/1510983/kasus-covid-19-per-27-september-bertambah-1-390-pasien-sembuh-3-771-orang diakses pada tanggal 10 januari 2022
Fuad, Ahmad Sahala. “Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Yang Menularkan Penyakit Kepada Orang Lain.” Diss. Universitas Airlangga, 2016. diakses pada tanggal 10 januari 2022
Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 7 Tahun 2023 hlm 731-740
739
Discussion and feedback