E-ISSN: Nomor 2303-0585

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA ATAS PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI PADA

PERJANJIAN PENITIPAN HEWAN DALAM HAL TERJADI WANPRESTASI

Kadek Audrindra Paramitha Tanaya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Dewa Ayu Dian Sawitri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha rumah penitipan hewan terhadap pemilik hewan selaku konsumen dan juga terkait dengan pertanggungjawaban yang diberikan oleh pelaku usaha rumah penitipan hewan yang dalam hal pelayanannya mengakibatkan suatu kerugian bagi pihak pemilik hewan selaku konsumen dan juga hewan peliharaan yang dititipkan. Penelitian ini dibuat menggunakan metode penelitian hukum normatif yang dalam pembuatannya menggunakan pendekatan secara perundang-undangan dan pendekatan secara fakta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa penitipan hewan yang menimbulkan kerugian bagi pengguna jasa penitipan hewan yaitu kemungkinan kesalahan pengelola rumah penitipan hewan, keadaan memaksa (overmacht) dan force majeure. Selain itu, pencantuman klausula eksonerasi pada perjanjian penitipan hewan batal demi hukum sehingga sesuai pasal 19 ayat (1) UUPK, apabila pelaku usaha wanprestasi maka dirinya wajib bertanggungjawab dengan memberi penggantian kerugian kepada pemilik hewan selaku konsumen.

Kata Kunci: Pertanggungjawaban, Klausula Eksonerasi, Kerugian

ABSTRACT

This study aims to determine the forms of default by animal care home business actors against animal owners as consumers and also related to the responsibility given by animal care home business actors which in terms of their services result in a loss for the animal owner as a consumer and also the animal. entrusted pets. This research was made using a normative legal research method which in its manufacture uses a statutory approach and a factual approach. The results of the study indicate that the forms of default committed by animal care service business actors that cause harm to animal care service users are the possibility of errors in the management of the animal care home, forced circumstances (overmacht) and force majeure. In addition, the inclusion of an exoneration clause in the animal care agreement is null and void so that in accordance with Article 19 paragraph (1) of the UUPK, if a business actor defaults, he is obliged to be responsible for providing compensation to the animal owner as a consumer.

Key Words: Liability, Expensation Clause, Losses

  • 1.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Memelihara hewan merupakan gaya hidup yang cukup populer belakangan ini. Adapun hewan yang biasanya dipelihara di rumah yaitu seperti anjing, kucing, burung, ayam, dan lain sebagainya. Pada dasarnya, pemilik hewan menganggap hewan peliharaannya sebagai teman bermain sekaligus penjaga rumah dikarenakan sifat hewan peliharaan sangat mudah diatur. Hal ini tentunya menimbulkan keterikatan emosional seperti ikatan kasih sayang antara pemilik hewan dengan hewan peliharaannya. Dengan adanya ikatan tersebut, munculah keinginan pemilik hewan untuk memenuhi kebutuhan dan merawat hewan peliharaannya. Namun, permasalahan muncul ketika pemilik hewan hendak berlibur menggunakan transportasi umum. Pemilik hewan tidak diperbolehkan untuk membawa hewan peliharaannnya pada transportasi umum. Hal ini menyebabkan pemilik hewan mencari tempat untuk menitipkan hewan peliharaannya disaat mereka bepergian.

Fenomena ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha dimana terdapatnya peluang untuk memperluas bisnisnya yang awalnya hanya menjual barang-barang kebutuhan dan perlengkapan hewan selanjutnya berkembang menjadi bidang jasa pelayanan penitipan hewan. Tidak semua hewan yang berada di rumah penitipan hewan dalam keadaan sehat maka dari itu, di dalam rumah penitipan hewan disediakan rumah sakit hewan yang dimana pelaku usaha sudah bekerja sama dengan dokter hewan. Namun, untuk menitipkan hewan peliharaan di rumah penitipan hewan diperlukan syarat-syarat tertentu1. Bagi para pecinta hewan, rumah penitipan hewan merupakan suatu tempat alternatif untuk menitipkan dan merawat hewan secara bersamaan sehingga terjaminnya keamanan hewan peliharaan yang dititipkan. Hewan yang biasanya dititipkan di rumah penitipan hewan yaitu anjing. Hewan peliharaan tersebut tidak sekedar hanya dititipkan saja, melainkan hewan-hewan tersebut juga diberikan berbagai macam perawatan. Di samping dampak positif dari rumah penitipan hewan, terdapat juga dampak negatif yang ditimbulkan. Pelaku usaha baik secara sengaja maupun tidak sengaja bisa saja melakukan kekerasan atau lalai dalam merawat hewan peliharaan yang dititipkan di rumah penitipan hewan. Hal ini tentunya merugikan pemilik hewan dan hewan peliharaannya baik dari segi fisik maupun psikisnya2.

Pelaku usaha rumah penitipan hewan dengan pemilik hewan selaku konsumen memiliki hubungan hukum yaitu berupa perjanjian. Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian penitipan hewan yang dimana perjanjian tersebut menjamin perlindungan hukum baik bagi pelaku usaha maupun pemilik hewan selaku konsumen apabila nantinya terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak. Namun pada kenyataannya, tidak semua pelaku usaha rumah penitipan hewan mau bertanggungjawab atas kelalaian dan kekerasan yang diperbuatnya kepada pemlik hewan dan hewan peliharaan yang dititipkan tersebut. Hal ini dikarenakan, pelaku usaha membuat perjanjian penitipan hewan dengan mencantumkan klausula eksonerasi. Klausula eksonerasi berarti “klusula yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya

atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum” sebagaimana yang dikemukakan oleh Marian Daruz Badzrulzaman3. Dengan kata lain, adanya klausula eksonerasi dalam suatu perjanjian mengakibatkan pelaku usaha memiliki posisi yang lebih besar daripada konsumen. Ketentuan ini sudah pasti merugikan pihak pemilik hewan sebagai konsumen4.

Seperti pada kasus baru-baru ini yaitu pada tahun 2022 dimana pelaku usaha menelantarkan puluhan anjing yang dititipkan hingga mati kelaparan di rumah penitipan hewan di Tabanan, Bali. Pelaku usaha yang mengelola rumah penitipan hewan tersebut bernama Ayu Ning Tyas Mastura. Sebagian besar hewan peliharaan yang dititipkan yaitu anjing. Anjing-anjing yang dititipkan ini diduga milik wisatawan yang sudah balik ke negaranya sehingga wisatawan tersebut memilih untuk menitipkan anjingnya di rumah penitipan hewan milik Ayu Ning Tyas Mastura dan membayar biaya penitipan perbulannya5. Yayasan Bali Animal Welfare Association (BAWA) dan Christian Joshua Pale selaku penyelamat anjing mengunggah kasus ini ke sosial media. Unggahan tersebut ramai diperbincangkan dan fenomena tersebut membuat para pecinta hewan geram terhadap Ayu Ning Tyas Mastura selaku pemilik usaha. Dikabarkan bahwa totalnya terdapat 35 ekor anjing dimana beberapa anjing sudah dibawa ke Kota Palu oleh Ayu Ning Tyas Mastura. Selanjutnya tim BAWA menemukan sebanyak 10 ekor anjing dimana 7 ekor yang hanya tersisa tulang dan 3 ekor dalam keadaan kritis6. Pelaku usaha rumah penitipan hewan sudah seharusnya bertanggungjawab atas kerugian yang sudah ditimbulkannya.

Adapun penelitian sebelumnya yang merujuk pada artikel ini berjudul “Ganti Rugi Terhadap Konsumen Dalam Jasa Penitipan Hewan Di Kota Denpasar” oleh Gede Bagus Adhi Prasadana yang telah terbit pada tahun 2019. Dalam penelitian tersebut mengangkat isu mengenai bentuk kerugian yang dialami konsumen penitipan hewan dan pelaksanaan pemberian ganti rugi terhadap konsumen akibat penggunaan jasa penitipan hewan di Kota Denpasar. Penelitian tersebut memiliki kesamaan objek dengan artikel ini yaitu mengenai tanggungjawab pelaku usaha kepada konsumen terkait penggunaan jasa penitipan hewan. Namun terdapat perbedaan dalam penelitian ini yaitu pada artikel ini mengkhususkan isu terkait pelaksanaan tanggungjawab pelaku usaha rumah penitipan hewan kepada konsumen yang mencantumkan klausula eksonerasi pada perjanjian penitipan hewan terhadap terjadinya wanprestasi. Berdasarkan hal tersebut, topik daripada suatu penulisan ini

merupakan “Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Atas Pencantuman Klausula Eksonerasi Pada Perjanjian Penitipan Hewan Dalam Hal Terjadi Wanprestasi”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Adapun permasalahan-permasalahan yang akan diulas pada penelitian ini yaitu:

  • 1.    Bagaimana bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha rumah penitipan hewan terhadap pemilik hewan selaku konsumen?

  • 2.    Bagaimana pertanggungjawaban pelaku usaha yang mencantumkan klausula eksonerasi pada perjanjian penitipan hewan terhadap terjadinya wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha rumah penitipan hewan terhadap konsumen?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang sudah dijabarkan maka tujuan dari penulisan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha rumah penitipan hewan terhadap konsumen dan memahami pertanggungjawaban pelaku usaha yang mencantumkan klausula eksonrasi pada perjanjian penitipan hewan terhadap terjadinya wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha rumah penitipan hewan terhadap konsumen

  • 2.    Metode Penelitian

Metode penelitian dalam penulisan penelitian ini menggunakan metode penelitian secara hukum normatif yang dalam pembuatannya menggunakan pendekatan secara perundang-undangan dan pendekatan secara fakta. Penelitian hukum normatif adalah suatu metode untuk mengkaji suatu norma dalam suatu aturan yang sudah dirumuskan secara tegas dan jelas. Adapun bahan hukum yang digunakan untuk melengkapi materi yang dibahas dalam penelitian ini yaitu bahan hukum primer berupa segala peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan berbagai masalah dalam penelitian ini dan bahan hukum sekunder berupa literatur hukum dan artikel dari internet.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Bentuk-Bentuk Wanprestasi Yang Dilakukan Pelaku Usaha Rumah Penitipan

Hewan Terhadap Pemilik Hewan Selaku Konsumen

Istilah perjanjian berasal dari Bahasa Belanda yaitu overeenkomst yang artinya kesepakatan antara satu pihak dengan pihak lain mengenai hal tertentu. Pada pasal 1313 KUHPerdata berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”7. Selain itu, pada Pasal 1320 KUHPer memuat ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian, yaitu “sepakat untuk mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal”8. Melihat ketentuan tersebut, pelaku usaha rumah penitipan hewan dengan pemilik hewan memiliki ikatan hukum yang timbul dari

perjanjian9. Perjanjian penitipan hewan ini berbentuk lisan yang di dalamnya berisi kesepakatan mengenai batas waktu hewan yang dititipkan dan penentuan waktu mengenai diambilnya hewan peliharaan, serta mencantumkan kewajiban yang harus dienuhi oleh kedua belah pihak. Selain itu juga, diperlukan bukti surat vaksin dari dokter hewan bahwa hewan peliharaan yang dititipkan dalam kondisi sehat. Maka dari itu, ketika batas waktu penitipan hewan sudah habis, hewan tersebut harus dikembalikan dalam keadaan sehat kepada pemiliknya10. Dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, berbunyi “hewan peliharaan adalah hewan yang kehidupannya sebagian atau seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu”11. Pada dasarnya, demi kelangsungan hidupnya, hewan yang dipelihara bergantung kepada manusia untuk memperoleh perawatan dan perlindungan. Selanjutnya, Pasal 66A Ayat (1) menjelaskan “setiap orang dilarang menganiaya dan/atau menyalahgunakan hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif”. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai penganiayaan apabila memperlakukan hewan dengan melewati batas kesanggupan hewan secara biologis dan fisiologis sehingga mengancam keberlangsungan hidup hewat tersebut.12

Terdapat bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa penitipan hewan yang menimbulkan kerugian bagi pengguna jasa penitipan hewan yaitu sebagai berikut:

  • 1)    Terjadinya kesalahan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari pelaku usaha rumah penitipan hewan dimana tidak terpenuhinya kewajiban ataupun dikarenakan kelalaian.

  • 2)    Adanya keadaan memaksa (overmacht) dan keadaan di luar dugaan (force majeure) yang dialami oleh pelaku usaha rumah penitipan hewan sehingga suatu kewajiban tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Selain itu juga, terdapat empat keadaan untuk menentukan pelaku usaha rumah penitipan hewan dinyatakan lalai dalam hal melaksanakan prestasi, yaitu:

  • 1)    Tidak terpenuhinya prestasi oleh pelaku usaha. Hal ini berarti, kewajiban yang tertera dalam suatu perjanjian tidak dilaksanakan oleh pelaku usaha rumah penitipan hewan atau ia tidak memenuhi kewajibannya sesuai Undang-Undang

  • 2)    Terpenuhinya prestasi oleh pelaku usaha, tetapi terjadi kekeliruan. Hal ini berarti, pelaku usaha rumah penitipan hewan melaksanakan kewajibannya sesuai perjanjian, tetapi tidak sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan Undang-Undang

  • 3)    Terpenuhinya prestasi oleh pelaku usaha, tetapi tidak tepat waktu. Hal ini berarti, kewajiban yang ada dalam perjanjian telah dilaksanakan oleh pelaku usaha namun pelaksanaannya terlambat sehingga tidak terpenuhinya ketentuan mengenai batas waktu dalam perjanjian tersebut

  • 4)    Pelaku usaha melakukan suatu tindakan yang dilarang dalam hukum perjanjian. Hal ini berarti, pelaku usaha rumah penitipan hewan melakukan suatu hal yang dilarang oleh Undang-Undang13.

Secara umum, terdapat dua bentuk kerugian yang dialami oleh pemilik hewan selaku konsumen yaitu kerugian secara materiil dan immateriil. Kerugiaan materiil merupakan nyatanya kerugian yang harus ditanggung dan keuntungan yang seharusnya didapatkan. Jadi, apabila pelaku usaha melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik hewan dan hewan peliharaannya misalnya seperti hewan tersebut mengalami alergi, sakit, dan lain sebagainya maka pelaku usaha harus mengganti kerugian seperti biaya pengobatan. Hal ini dikarenakan, terdapatnya berbagai macam perawatan yang disediakan dan makanan yang akan diberikan di dalam rumah penitipan hewan yang kemungkinan memicu alergi pada hewan peliharaan yang dititipkan tersebut. Sementara itu, kerugian immateriil adalah bentuk kerugian tidak berwujud yang kemungkinan terjadinya kehilangan keuntungan yang akan diterima di lain hari. Jadi apabila pelaku usaha melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik hewan dan hewan peliharaannya sehingga pemilik hewan mengalami penderitaan batin misalnya seperti hewan tersebut mati, hilang dan lain sebagainya maka pelaku usaha harus mengganti kerugian. Pemilik hewan dalam menuntut ganti rugi immateriil wajib memaparkan bentuk kerugian yang dialami, alasan munculnya kerugian tersebut, jumlah kerugian secara rinci, dan kerugian imateriil ini harus dapat dibuktikan.14

  • 3.2.    Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Yang Mencantumkan Klausula Eksonerasi Pada Perjanjian Penitipan Hewan Terhadap Terjadinya Wanprestasi Yang Dilakukan Pelaku Usaha Rumah Penitipan Hewan Terhadap Konsumen

Rumah penitipan hewan merupakan kegiatan usaha yang menguntungkan. Hal ini dikarenakan, banyak pemilik hewan yang membutuhkan pelayanan jasa tersebut ketika mereka hendak bepergian menggunakan transportasi umum. Terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemilik hewan sebelum menitipkan hewan peliharaannya yaitu sebagai berikut:

  • 1)    Adanya bukti bahwa hewan peliharaan yang akan dititipkan sudah divaksin lengkap dengan membawa surat vaksin

  • 2)    Adanya surat keterangan sehat mengenai hewan peliharaan yang akan dititipkan yang dikeluarkan oleh dokter hewan

  • 3)    Hewan peliharaan yang akan dititipkan harus mau mengkonsumsi produk makanan dari brand tertentu yang telah disediakan

  • 4)    Fotocopy KTP dari pemilik hewan peliharaan

  • 5)    Melakukan pembayaran 50% di muka dan untuk sisanya dibayarkan pada saat pengambilan hewan

Adapun proses yang harus dilakukan oleh pemilik hewan yang akan menitipkan hewan peliharaannya yaitu:

  • 1)    Hewan peliharaan yang akan dititipkan dapat dbawa langsung ke rumah penitipan hewan

  • 2)    Untuk mengetahui status kesehatan, hewan peliharaan yang akan dititipkan akan diperiksa oleh dokter hewan dari rumah penitipan hewan

  • 3)    Mengenai transaksi pembayaran penitipan hewan dilakukan langsung di rumah penitipan hewan

  • 4)    Apabila ada hewan yang dinyatakan sakit, maka akan berstatus sebagai hewan rawat inap di rumah penitipan hewan

  • 5)    Pemilik hewan dapat datang secara langsung ataupun menghubungi pihak pelaku usaha rumah penitipan hewan melalui telepon untuk mengontrol keadaan hewan peliharaannya.

  • 6)    Perlu adanya konfirmasi dari pemilik hewan apabila akan menjemput hewan yang dititipkan. 15

Rumah penitipan hewan tidak hanya sekedar tempat untuk menitipkan hewan peliharaan. Ketika pemilik hewan hendak menitipkan hewan peliharannya, hewan-hewan tersebut tentunya akan mendapatkan berbagai macam fasilitas dan pelayanan. Fasilitas yang diberikan biasanya seperti kandang, tempat tidur, arena bermain, pendingin udara, kolam renang, rawat inap bagi hewan yang sakit dan sebagainya. Sementara itu, untuk pelayanan yang diberikan yaitu seperti bermain bersama hewan, kandang dan tempat tidur yang dibersihkan secara rutin, pengobatan, makanan yang berkualitas, grooming, dan pemeriksaan kesehatan sehari-hari. Apabila nantinya pemilik hewan mengalami kerugian maka pelaku usaha rumah penitipan hewan wajib bertanggungjawab penuh atas perbuatannya tersebut. Pada dasarnya, tanggungjawab hukum (legal responsibility) berarti adanya suatu keterikatan terhadap ketetapan-ketetapan hukum16. Dengan kata lain, tanggungjawab adalah suatu pihak yang melakukan kesalahan yang dimana pihak tersebut harus memikul resiko akibat perbuatannya tersebut.

Belakangan ini, pelaku usaha rumah penitipan hewan tidak mau bertanggungjawab atas kelalaian yang diperbuatnya. Hal ini dikarenakan, dalam perjanjian penitipan hewan terdapat klausula eksonerasi. Umumnya, klausula eksonerasi ini terdapat dalam perjanjian baku yang merupakan “perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha dengan hampir seluruh klausula-klausulanya sudah dibakukan dan pihak yang lain yaitu konsumen tidak mempunyai kesempatan untuk merundingkan atau meminta perubahan dari isi perjanjian tersebut” sebagaimana menurut Sutan Remy Sjahdeini. Adapun enam (6) ciri-ciri perjanjian baku yang terdiri dari bentuk perjanjiannya tertulis, isi format perjanjiannya telah dibakukan, pelaku usaha yang menentukan syarat-syarat perjanjian, hanya terdapat dua pilihan yag dimiliki oleh konsumen yaitu menerima atau menolak perjanjian, apabila terjadi sengketa, penyelesaiannya dapat melalui musyawarah ataupun peradilan, dan pelaku usaha sangat diuntungkan17.

Adanya asas kebebasan berkontrak dalam suatu perjanjian mengakibatkan timbulnya klausula eksonerasi. Pelaku usaha sangat diuntungkan apabila mencantumkan klausula eksonerasi dalam perjanjian penitipan hewan. Keuntungan yang diperoleh biasanya dalam hal efisiensi biaya, waktu, tenaga dan juga praktis yang dimana pelaku usaha telah menyediakan formulir yang nantinya hanya diisi dan ditandatangani oleh pemilik

hewan selaku konsumen18. Perjanjian penitipan hewan yang mencantumkan klausula eksonerasi dibuat oleh pelaku usaha dengan tidak menyertakan konsumen di dalam pembuatannya. Hal ini mengakibatkan ketidaksetaraan posisi antara pihak pelaku usaha dan pemilik hewan selaku konsumen dimana besarnya posisi dari pihak pelaku usaha dibandingkna dengan posisi dari pihak konsumen. Perjanjian penitipan hewan tersebut dapat dikatakan dengan istilah “take it or leave it contract”. Perjanjian penitipan hewan disebut dengan “take it or leave it contract” dikarenakan pemilik hewan yang akan menggunakan jasa penitipan hewan hanya dapat membaca dan memahami dari isi perjanjian yang telah dibuat sehingga apabila pemilik hewan selaku konsumen menyetujui isi dari perjanjian maka pemilik hewan wajib menandatangani perjanjian tersebut (take it). Sementara itu, apabila pemilik hewan selaku konsumen tidak menyetujui isi dari perjanjian maka proses penitipan hewan tidak dapat dilanjutan. (leave it).19. Pelaku usaha rumah penitipan hewan yang mencantumkan klausula eksonerasi dalam perjanjian penitipan hewan melimpahkan tanggungjawabnya kepada pemilik hewan selaku konsumen dimana isi dari perjanjian tersebut disusun dengan rapi. Dengan waktu yang singkat untuk memahami isi dari perjanjian dan adanya keperluan dari konsumen untuk menitipkan hewannya maka perjanjian tersebut diterima. Hal ini membuktikan bahwa kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai hukum20. Klausula eksonerasi dalam perjanjian penitipan hewan biasanya berbunyi seperti “apabila hewan sakit pada saat dititipkan bukan merupakan tanggungjawab pihak tempat penitipan hewan” atau “konsumen menetujui tidak adanya pengalihan tanggungjawab apabila nantinya terjadi kerugian atau kematian”21.

Pencantuman klausula eksonerasi ini sudah pasti memberatkan salah satu pihak yaitu pihak pemilik hewan selaku konsumen dikarenakan adanya pengalihan tanggungjawab oleh pelaku usaha dari penggantian kerugian yang diderita konsumen. Sejalan dengan hal itu, terdapat ketentuan yang telah dilanggar oleh pelaku usaha yang tercantum pada Pasal 4 huruf a UUPK yang menyatakan “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa” dan juga huruf h yang berbunyi “hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya”22. Maka dari itu, terdapat ketentuan larangan pencatuman klausula eksonerasi yang terdapat pada Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK yang bertujuan untuk melindungi konsumen yang berada dalam posisi lemah, yang berbunyi “pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian di mana klausula baku tersebut akan mengakibatkan pengalihan tanggung

jawab pelaku usaha”. 23 Ketentuan tersebut merupakan suatu larangan untuk memakai klausula eksonerasi dalam suatu perjanjian sehingga apabila ditemukan perjanjian penitipan hewan yang mencantumkan klausula eksonerasi akan dinyatakan tidak sah yang berakibat batalnya perjanjian demi hukum. Dengan kata lain, perbuatan hukum dianggap tidak pernah terjadi. Apabila isi perjanjian penitipan hewan mengandung klausula eksonerasi maka perjanjian tersebut akan batal sehingga diperlukan peranan hakim untuk melakukan proses pembatalan pada perjanjian tersebut. Hal ini tercantum pada Pasal 1266 KUHPer menyatakan bahwa “Dalam hal yang demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim”24.

Dengan batalnya klausula eksonerasi dalam perjanjian penitipan hewan maka pelaku usaha tetap bertanggungjawab apabila terjadi wanprestasi. Maka dari itu, agar terlindungnya para pihak dalam suatu perjanjian maka diperlukan suatu konsep wanprestasi25. Apabila terjadi wanprestasi, penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan (litigasi) dan luar pengadilan (non-litigasi). Biasanya, pelaku usaha yang melakukan wanprestasi menyelesaikan sengketanya melalui jalur non-litigasi yaitu negosiasi. Negosiasi merupakan suatu sarana untuk para pihak yang bersengketa yang dilakukan secara musyawarah dengan menggunakan metode tawar-menawar hingga penyelesaian tersebut diterima oleh para pihak yang bersangkutan26. Maka dari itu, diperlukan adanya payung hukum sehingga pelaku usaha yang melakukan wanprestasi tidak melarikan diri dari tanggungjawabnya27. Pada pasal 19 ayat (1) UUPK, menyatakan “pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Tuntutan penggantian kerugian dapat dilakukan secara “kosten, schaden en interessen” yang berarti penggantian kerugian tersebut tidak hanya biaya yang senyata-nyatanya dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang mengenai hewan peliharaan milik konsumen (schaden), tetapi juga hilangnya keuntungan (interessen) yang akan didapatkan seumpama pelaku usaha tidak lalai (winstderving).28 Selanjutnya pada Pasal 19 Ayat (2) berbunyi “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.29

Adapun prinsip-prinsip tanggungjawab oleh pelaku usaha yaitu:

  • 1)    Prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kelalaian. Dalam hal ini, pelaku usaha wajib bertanggungjawab setelah melakukan kelalaian.

  • 2)    Prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab. Dalam hal ini, pelaku usaha dinyatakan bersalah dan bertanggungjawab atas perbuatannya hingga ia mampu membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah

  • 3)    Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggungjawab. Dalam hal ini, pelaku usaha tidak bertanggungjawab sampai ia dapat dibuktikan bahwa dirinya bersalah

  • 4)    Prinsip tanggung jawab mutlak. Dalam hal ini, kerugian yang ditimbulkan akan secara langsung dipertanggungjawabkan oleh pelaku usaha

  • 5)    Prinsip tanggungjawab dengan pembatasan. Dalam hal ini, pelaku usaha harus bertanggungjawab apabila terdapat klausula eksonerasi dalam perjanjian yang menyebabkan kerugian bagi konsumen.30

Berdasarkan profesional liability, pelaku usaha bertanggungjawab secara langsung terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat menggunakan jasa di rumah penitipan hewan tersebut.31 Pelaku usaha dapat dipidana apabila tidak bertanggungjawab atas kerugian yang diperbuatnya sebagaimana diatur pada Pasal 62 UUPK, yang berbunyi “pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).”32

Namun demikian, terdapat pengecualian bagi pelaku usaha yang dapat memberikan bukti bahwa kerugian tersebut terjadi karena suau hal yang tidak terduga. Hal ini terdapat pada Pasal 1244 KUHPer yaitu “debitur harus dihukum untuk membayar ganti rugi sejauh ia tidak dapat membuktikan bahwa perikatan tidak atau terlambat untuk dipenuhinya karena suatu hal yang tak terduga, pun tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya”. Selanjutnya juga pada Pasal 19 Ayat (4), yaitu “pemberian ganti rugi yang dimaksud dalam Ayat (1) dan (2) tidak menghapus terjadinya tuntutan pidana yang berdasarkan dengan pembuktian lebih lanjut, mengenai adanya unsur kesalahan”. Walaupun demikian, pembebasan penggantian kerugian yang dibebankan kepada pelaku usaha dapat terjadi apabila ia dapat memberikan bukti bahwa dirinya tidak bersalah sehingga dengan kata lain, kesalahan dilakukan oleh pihak konsumen. Ketentuan ini sejalan dengan pasal 19 ayat (5) yang menyatakan “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen”. Selain itu juga pada pasal 1245 KUHPerdata, pelaku usaha dapat dibebaskan dari penggantian kerugian apabila dalam keadaan memaksa (overmacht) atau terjadinya keadaan yang tidak terduga sehingga pelaku usaha rumah penitipan

hewan tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib ia lakukan atau membuat sesuatu perbuatan yang terlarang.33

  • 4. Kesimpulan

Pelaku usaha rumah penitipan hewan dengan pemilik hewan selaku konsumen memiliki hubungan hukum berupa perjanjian. Seringkali terjadi suatu hal yang tidak diinginkan oleh pemilik hewan. Bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa penitipan yaitu terjadinya kesalahan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari pelaku usaha rumah penitipan hewan dimana tidak terpenuhinya kewajiban ataupun dikarenakan kelalaian, adanya keadaan memaksa (overmacht) dan keadaan di luar dugaan (force majeure) yang dialami oleh pelaku usaha rumah penitipan hewan sehingga suatu kewajiban tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian penitipan hewan dinyatakan batal demi hukum sesuai Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK. Maka dari itu, sejalan dengan pasal 19 ayat (1), perjanjian yang disertai klausula eksonerasi menyebabkan kerugian pada konsumen sehingga pelaku usaha rumah penitipan hewan bertanggungjawab atas jasa yang telah ia berikan dengan memberikan ganti rugi. Namun pelaku usaha dapat membebaskan dirinya dari beban penggantian kerugian apabila ia terbukti tidak bersalah dan dapat memberikan pembuktian bahwa sebenarnya kerugian tersebut merupakan kesalahan dari pihak konsumen. Selain itu, pembebasan penggantian kerugian ini berlaku apabila dalam keadaan yang tidak terduga dan keadaan memaksa pelaku usaha melakukan wanprestasi.

Daftar Pustaka

Buku

Az, Lukman Santoso. Aspek hukum perjanjian.(Yogyakarta, Penebar Media Pustaka,2019), 89-90.

Safira, Martha Eri. Hukum Perdata. (Ponorogo, CV. Nata Karya, 2017), 109-110.

Sriwidodo, Widodo dan Kristiawanto. Memahami Hukum Perikatan. (Yogyakarta, Penerit Kepel Press, 2021), 103.

Widiarty, Wiwik Sri. Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Pangan Kadaluwarsa. (Depok, PT Komodo Books, 2016), 9.

Zakiyah. Perjanjian Baku DalamPerspektif Perlindungan Konsumen. (Yogyakarta, Aura Pustaka,2014), 51.

Jurnal

Anjani, Ida Ayu Maharani Chintya, and I. Wayan Novy Purwanto. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Pencantuman Klausula Eksonerasi Pada Nota Laundry1." Jurnal Kertha Semaya 8, no. 3 (2020): 438-451.

Astuti, Desak Ayu Lila, and AA Ngurah Wirasila. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Transaksi E-commerce Dalam Hal Terjadinya Kerugian." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum (2018): 1-5.

Gunawan, Rizky Setia, and Faiz Mufidi. "Pertanggungjawaban Penyedia Jasa Penitipan Hewan dalam Kasus Kematian Hewan Titipan dihubungkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata." Prosiding Ilmu Hukum (2019): 602-609.

Kurniawan, Nyoman Samuel. "Konsep Wanprestasi Dalam Hukum Perjanjian dan Konsep Utang dalam Hukum Kepailitan (Studi Komparatif dalam Perspektif

Hukum Perjanjian dan Kepailitan)." Jurnal Magister Hukum Udayana 3, no. 1 (2014): 44110

Malem, Rivan Dwiputra, and Iwan Erar Joesoef. "Perlindungan Konsumen Terkait Dengan Penggunaan Jasa Grooming Hewan Di Petshop." NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial 8, no. 2 (2021): 260-265.

Nafila, Farzana, and Wardah Wardah. "Penyelesaian Wanprestasi Pada Jasa Penitipan Hewan di Banda Aceh." Kanun Jurnal Ilmu Hukum 22, no. 2 (2020): 263-278.

Noviantari, Anak Agung Made Yuni, and I. Made Dedy Priyanto. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Wanprestasi Pelaku Usaha Online." Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 10, no. 4 (2021): 247-257.

Nurdianto, Fauzan Thariq. "Pembayaran Ganti Rugi Oleh Debitur Kepada Kreditur Akibat Wanprestasi Dalam Perjanjian Berdasarkan Pasal 1236 KUHPerdata." Lex Et Societatis 6, no. 7 (2018): 58-65.

Prasadana, Gede Bagus Adhi, and Dewa Gde Rudy. "Ganti Rugi Terhadap Konsumen Dalam Penggunaan Jasa Penitipan Hewan Di Kota Denpasar." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, no. 1 (2019): 1-15.

Prema, I. Ketut Arjuna Satya, Dewa Gde Rudy, and Suatra Putrawan. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Laundry Terkait Dengan Klausula Eksonerasi Perjanjian Laundry Di Kecamatan Kediri." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum (2017): 1-10.

Sasmita, Anak Agung Sagung Dian, I. Wayan Wiryawan, and Made Dedy Priyanto. "Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku Perparkiran Sebagai Bentuk Penyimpangan Perlindungan Konsumen (Studi Pada Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar)." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 5, no. 2 (2018): 1-15.

Sekarini, Marsha Angela Putri, and I. Nyoman Darmadha. "Eksistensi Asas Kebebasan Berkontrak Berkaitan Dengan Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum (2018): 1-12.

Sukma, I Made Argia and Sukihana, Ida Ayu. “Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Berkaitan Dengan Klausula Eksenorasi Jurnal Kertha Desa 9, no. 1 (2021): 35-45.

Warmadewa, I. Made Aditia, and I. Made Udiana. "Akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian baku." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 5, no. 2 (2017):1-6.

Zakiyah, Zakiyah. "Klausula Eksonerasi dalam Perspektif Perlindungan Konsumen." Al-Adl: Jurnal Hukum 9, no. 3 (2018): 435-451.

Skripsi

Damanik, Ismail Hasyim. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Tempat Penitipanhewan Peliharaan Kepada Konsumen." PhD diss., 2019.

Manalu, Johanna. “Perlindungan Konsumen Terhadap Pengguna Jasa Penitipan Hewan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.” PhD diss., Universitas Lampung, 2016.

Mardikawati, Trisakti Hemas, and S. H. Kelik Wardiono. "Penitipan Hewan: Studi Tentang Konstruksi Hukum DalamPerjanjian Penitipan Hewan di Surakarta." PhD diss., Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2019.

Rizki, Fauzia. "Kekuatan mengikat klausula eksonerasi dalam perjanjian penitipan hewan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen." (2017).

Suseno, Taufan Putra Pratama. "Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Penitipan Hewan Atas Timbulnya Kerugian Oleh Pelaku Usaha Petshop

Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." PhD diss., Fakultas Hukum Unpas, 2019.

Internet

Ediko, Rasahat Edi. “Temuan Puluhan Anjing Ditelantarkan Sampai Mati, Pengelola

Penitipan Hewan Diduga Dapat Transferan Tiap Bulan”, Diakses dari: https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-014216818/temuan-puluhan-anjing-ditelantarkan-sampai-mati-pengelola-penitipan-hewan-diduga-dapat-transferan-tiap-bulan?page=2 pada hari Minggu, 22 Mei 2022, pukul 13.05 WITA.

Tahmil. “Pelaku Penelantaran Anjing Di Bali Diduga Berasal Dari Kota Palu”, Diakses dari: https://referensia.id/pelaku-penelantaran-anjing-di-bali-diduga-berasal-dari-kota-palu/ pada hari Minggu, 22 Mei 2022, Pukul 13.15 WITA.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, No. 8 Tahun 1999 (Lembar

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia 3821)

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5015)

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 10 Tahun 2022 hlm 1071-1083

1083