PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA APLIKASI TIKTOK SHOP

(E- COMMERCE)

Anak Agung Ayu Wina Putri Mayuni, Fakultas Hukum Universitas Udayana e-mail: [email protected]

Marwanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan memahami bentuk perlindungan konsumen pada ruang lingkup produk yang tidak sesuai dengan yang dibeli melalui aplikasi tiktok shop dan mengetahui bentuk pertanggung jawaban produsen terhadap barang–barang yang dipasarkan melalui Internet. Dalam artikel ini memakai metode penelitian normatif. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen jika pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyatakan adanya suatu pertanggung jawaban hukum terhadap konsumen yang telah dirugikan atas kelalaian dari pelaku usaha ketika mengirimkan produk yang berbeda dari keasliannya, bertujuan agar konsumen bisa mendapatkan kembali haknya selaku pihak yang dirugikan.Oleh sebab itu, mesti ada kejelasan hukum yang memberikan keamanan serta kemudahan bagi komunitas pembelian Undang-Undang.

Kata Kunci : UU ITE, Perlindungan Konsumen, Transaksi Elektronik, Tiktok Shop

ABSTRACT

The purpose of this study to find out and understand the form of consumer protection in the scope of products that are not in accordance with those purchased through the tiktok shop application and to find out the form of producer responsibility for goods marketed via the Internet. This article uses a normative research method. Based on Law no. 8 of 1999 concerning Consumer Protection if Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions (UU ITE) states that there is a legal responsibility for consumers who have been harmed by negligence of business actors when sending products that are different from the authenticity, with the aim that consumers can regain their rights as the aggrieved party. Therefore, there must be legal clarity that provides security and convenience for the law-buying community.

Keywords: UU ITE, Consumer Protection, electronic transaction, Tiktok Shop.

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Sehubungan dengan ketentuan UU ITE, khususnya Pasal 1 ayat 2 UU No. 19 Tahun 2016 yang diubah dalam UU No. 11 Tahun 2008, di beberapa tahun terakhir, sebagian besar karena dampak COVID-19 , perdagangan berbasis internet semakin marak di Indonesia. Dengan munculnya permasalahan hukum baru, kemajuan teknologi internet akan berdampak pada kegiatan jual beli, walaupun dilaksanakan dengan Undang-Undang. Pasalnya, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta PP PSTE mengakui transaksi Undang-Undang merupakan transaksi elektronik yang mesti dilakukan dengan tanggung jawab. Permasalahan yang dihadapi ialah maraknya kecurangan oleh pelaku usaha ketika melakukan transaksi elektronik. E-commerce, sering dikenal sebagai pembelian dan penjualan Undang-Undang, ialah salah satu kemajuan paling signifikan dalam teknologi Internet.1

Karena belanja Undang-Undang sudah menjadi cara rutin bagi konsumen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. E-commerce menarik karena efisiensi dan kemanjurannya. E-commerce memberikan keuntungan dalam hal efisiensi, memungkinkan perusahaan menghemat biaya pemasaran, tenaga kerja dan overhead. Dalam hal kemanjuran, Internet memungkinkan bisnis untuk menghubungi pelanggan lebih cepat dan luas. Aplikasi TikTok menjadi salah satu platform media sosial terpopuler di komunitas global. Tik Tok adalah aplikasi jejaring sosial dan platform video musik yang memungkinkan pengguna membuat, mengedit, dan berbagi klip video pendek dengan dukungan filter dan musik. Aplikasi ini memungkinkan pengguna dengan cepat dan mudah membuat video pendek unik untuk dibagikan dengan teman dan dunia. Salah satu fitur dari tiktok ini adalah Tiktok Shop, dimana Tiktok Shop merupakan salah satu situs e-commerce di Indonesia yang melayani beragam tuntutan pria dan wanita yang telah mengadopsi gaya hidup kontemporer. Pada April 2020 Tiktok sudah lebih dari 2 miliar kali diunduh. Jumlah ini telah melampaui jumlah unduhan Instagram yang hanya 500 juta.

Jika TikTok tidak digunakan sebagai media promosi, jumlah pengguna yang sangat banyak tentu sangat disayangkan. Akibatnya, beberapa pengusaha dan pebisnis melihat TikTok sebagai platform pemasaran internet yang layak. Namun dengan munculnya E-commerce seperti Tiktok Shop, tidak menutup kemungkinan terjadi pelanggaran yang mengakibatkan kerugian pelanggan. Karena telah diketahui bahwa isu-isu di masyarakat terkait langsung dengan inisiatif perlindungan konsumen.2 Secara teoritis, konsumen dapat memanfaatkan hukum sebagai metode perlindungan (protection) jika perjanjian yang mereka tandatangani di kemudian hari dianggap tidak sah dan dapat diberlakukan pada pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian atau transaksi Undang-Undang. Ini menunjukkan bahwa membuat operasi perdagangan elektronik jauh lebih berisiko daripada sebelumnya.3

Efek buruk dari e-commerce lebih cenderung merugikan pelanggan. Antara lain ialah masalah barang pesanan yang tidak sesuai dengan produk yang dikirim, serta masalah lain yang berbeda dengan kesepakatan awal. Contohnya ialah tidak sesuainya barang yang sampai kepada pembeli dengan katalog pada situs Undang-Undang. Dalam Jurnal yang berjudul Perlindungan Konsumen atas pengguna aplikasi Tiktok Cash oleh Nursandi, T. R. yang dipublish pada tahun 2021, 4 penulis menemukan adanya suatu kebaharuan (state of art) yang terletak pada isi pembahasan dalam penelitian tersebut. Dimana penelitian tersebut membahas mengenai adanya investasi dana oleh pengguna aplikasi Tiktok Cash, sedangkan isi pembahasan yang penulis akan bahas yakni terkait adanya jual beli dalam aplikasi Tiktok shop yang bertujuan agar pengguna aplikasi Tiktok Shop dapat lebih teliti ketika melaksanakan transaksi jual beli Undang-Undang.

Penelitian ini dapat dianggap inovatif dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, layak untuk dipelajari lebih lanjut. Atas dasar permasalahan itu, peneliti ingin mempelajari lebih lanjut tentang perlindungan hukum atas kerugian yang terjadi saat membeli produk yang tidak sesuai dengan deskripsi pada akun pemilik Tiktok Shop. Sehubungan dengan hal itu, peneliti ingin mengulas essai dengan judul “PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA APLIKASI TIKTOK SHOP (E-COMMERCE).” Melihat masih perlunya penegasan atas hak-hak konsumen yang harus dilindungi berkaitan dengan kerugian yang dialami oleh pembeli selaku konsumen, penulis berpegang pada UUPK dan UU ITE sebagai dasar hukumnya.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berlandaskan latar belakang itu, rumusan masalah yang telah penuli buat yakni:

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan tentang perlindungan konsumen pengguna aplikasi Tiktok Shop?

  • 2.    Bagaimanakah pertanggung jawaban Pemilik akun Tiktok shop (E-commerce) terhadap kerugian yang diterima oleh konsumen?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Agar artikel ini memiliki tujuan yang jelas, maka harus ada tujuan agar artikel ini dapat tercapai sejauh tujuan yang ingin dicapai. Sehingga adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaturan tentang perlindungan konsumen pengguna aplikasi Tiktok Shop, serta pertanggung jawaban pemilik akun Tiktok shop (E-commerce) terhadap kerugian yang diterima oleh konsumen.

  • 2.    Metode Penelitian

Dalam penyusunan jurnal ini menggunakan kajian normatif. Artinya, subjek penelitian dapat dilihat dari bahan hukum atau bahan pustaka. Mengkaji merupakan cara untuk memperoleh kekuatan hukum yang mengikat berupa undang-undang dan bahan pustaka di bidang hukum dan literatur-literatur. Adapun pendekatan isu yang

dipakai pada penelitian ini merupakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute aprroach) dan juga pendekatan konseptual (conseptual approach).5 Pada penelitian ini, bahan hukum yang mengikat yang berbentuk peraturan perundang-undangan dijadikan sumber hukum primer seperti ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen (UUPK) serta Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 mengenai Perubahan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE), digunakan. Selain itu, terdapat sumber sekunder sumber hukum, dimana bahan hukum diperoleh dari perpustakaan yakni dalam bentuk literatur, makalah yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi serta artikel Undang-Undang (artikel hukum). Studi ini dilakukan karena adanya standar hukum yang ambigu sehingga memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Tentang Perlindungan Konsumen Pengguna Aplikasi Tiktok Shop

Dalam ilmu hukum, regulasi mengacu pada hukum dalam bentuk tertulis. Norma hukum yang didalamnya juga ada peraturan perundang-undangan yang sering dikatakan sebagai hukum tertulis karena merupakan keputusan tertulis.6 Opsi ini berkaitan dengan Toko TikTok, salah satu fitur program TikTok yang memungkinkan pengguna untuk menjual dan membeli barang. Dengan 1 miliar pengguna, toko TikTok ialah peluang fantastis bagi pengusaha untuk memasarkan barang-barang mereka di platform berbagi video aplikasi toko Tiktok. Selain itu, TikTok Shop ialah platform e-commerce sosial yang menjanjikan kemudahan bagi pedagang untuk menjual barang kepada pengguna TikTok. Nantinya, aplikasi ini akan memudahkan pembelian barang yang memenuhi beberapa persyaratan bagi penggunanya.7 Selain itu, bisnis dapat memposting dan memelihara informasi selain daftar produk untuk pengguna TikTok. Oleh karena itu, hal ini akan menimbulkan Hak serta Kewajiban diantara Pemakai Aplikasi sebagai pelanggan dan Pengembang Aplikasi sebagai pelaku usaha, meskipun tanpa adanya kontrak atau perjanjian tertulis. Pasal 1 angka (17) UU No. 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE yang menjelaskan Kontrak Elektronik dijadikan perjanjian semua bagian yang dibentuk dengan memakai sistem elektronik. Menurut "Journal of Financial Economics" R. La Porta, ada dua bentuk perlindungan hukum suatu negara: preferensinya untuk pencegahan (prohibited) dan tindakan berdasarkan hukuman. Bentuk dari perlindungan hukum tersebut ditandai dengan adanya lembaga penegak hukum dimana kepolisian, lembaga non-perkara dan pengadilan memainkan peran yang signifikan.8 Menurut Soediman Kartohadiprodjo, tujuan dasar hukum ialah

mewujudkan keadilan. Sehingga, keberadaan perlindungan hukum merupakan salah satu upaya untuk mencapai keadilan.9

Hal ini berkaitan erat dengan undang-undang perlindungan konsumen, yang terdiri dari dua komponen yakni undang-undang dan perlindungan konsumen (N.H.T. Siahaan).10 Selain itu, UUPK Pasal 1 ayat 1 mendefinisikan perlindungan konsumen untuk cara memberikan kepastian hukum sebagai cara unutk melindungi konsumen. Pasal 1 ayat 3 UUPK menyatakan semua pelaku usaha, baik badan usaha ataupun perseorangan, baik yang bentuknya badan hukum ataupun tidak, yang dibentuk serta berada pada wilayah hukum NKRI, baik bersama ataupuun sendiri-sendiri dengan suatu perjanjian. Dimana subjek undang-undang perlindungan konsumen ialah konsumen, dan UUPK pasal 1 angka 2 pengertian konsumen ialah semua orang perseorangan yang memanfaatkan produk ataupun jasa yang dapat diakses masyarakat guna kepentingannya pribadi, keuntungan keluarganya, orang lain ataupun makhluk hidup lainnya, tetapi tidak buat ditukarkan. Sebagai pelaku usaha, pemilik akun toko Tiktok ini telah melakukan perbuatan terlarang. Pasal 8 ayat 1 huruf f UU No. 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen terdapat larangan perbuatan pelaku korporasi sebagai berikut: (1) larangan kepada pelaku usaha untuk membuat ataupun memperjual-belikan barang ataupun jasa sebagai berikut: f. berbeda dengan janji yang tertera pada label, etiket, keterangan, iklan, maupun promosi penjualan barang ataupun jasa itu, menurut pasal itu. Penelitian ini mengacu pada ketidaksesuaian antara spesifikasi barang yang didapatkan pembeli dengan spesifikasi yang ada pada iklan/foto dari barang yang ditawarkan, jenis pelanggaran dan larangan untuk pelaku komersial pada pertukaran produk.

Selain itu, berdasarkan Pasal 4 UUPK, hak konsumen mencangkup hak agar dapat menentukan produk ataupun jasa dan untuk mendapatkannya menggunakan nilai tukar yang disepakati serta dengan syarat dan jaminan yang diberikan, hak melihat informasi yang akurat, transparan, dan sesuai tentang kualitas serta jaminan produk, hak untuk menuntut ganti rugi ataupun mendapatkan ganti jika barang ataupun jasa yang diperoleh tidaklah sama seperti yang dijanjikan. Seperti yang ada pada Pasal 7 UUPK, pelaku usaha juga harus: Memuat informasi yang terpercaya, transparan, dan akurat mengenai jaminan serta kondisi dari layanan ataupun produk, serta petunjuk cara memakai, memperbaiki, serta merawatnya, memberikan ganti rugi ataupun mengganti apabila produk ataupun jasa yang diperoleh atau dipakai tidaklah sama seperti yang ada pada . Mengingat Pasal 4 huruf h UUPK, konsumen memiliki hak atas penggantian, ganti rugi ataupun pengganti jika produk ataupun layanan yang didapat tidaklah sama seperti apa yang disepakati atau tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pasal 7 huruf (g) UUPK mengamanatkan bahwa pelaku usaha memberikan penggantian, ganti rugi ataupun dan/atau pengganti jika produk ataupun layanan yang dibeli maupun dipakai tidaklah sama seperti yang dijanjikan sebelumnya.

Tentang perlindungan konsumen itu sendiri, Pasal 49 ayat (1) PP PSTE mengatur Pelaku Usaha yang memasok barang dengan sistem elektronik harus memberikan informasi yang sesuai serta lengkap mengenai semua syarat transaksi, produsen serta

barang yang dipasok. Selain itu, Pasal 49 ayat 3 PP PSTE mengatur hal ini secara tersendiri, yang menjelaskan, pelaku usaha harus memberi batasan waktu pada pembeli agar dapat mengirimkan kembali barang yang sudah dikirim apabila tidak sama seperti yang terdapat dalam katalok, tidak sama seperti yang dijanjikan, serta barang terdapat kecacatan. Dan jika produk yang diterima nyatanya tidak sama seperti yang ada dalam iklam pada toko Undang-Undang, kami pyn bisa melakukan penuntutan pada Pelaku Usaha atau penjual atas wanprestasi pada transaksi jual beli yang dilakukan bersama penjual.11 Berdasarkan buku Hukum Perjanjian milik Prof. R. Subekti, S.H., wanprestasi ialah semacam kelalaian yang bisa mengambil empat bentuk yang berbeda, yakni:12

  • a.    Tidak memenuhi janji.

  • b.    Memenuhi janji, tapi tidak seperti yang dijanjikan.

  • c.    Memenuhi janji, tapi terlambat.

  • d.    Terlibat dalam perilaku yang secara tegas dilarang berdasarkan perjanjian.

Jika satu diantara empat jenis kondisi itu dilakukan, maka jika dilihat secara perdata, konsumen (pengguna aplikasi Tiktok Shop) dapat menuntut penjual Undang-Undang (Pemilik Akun Tiktok Shop) menggunakan dalih wanprestasi (contohnya barang yang diterima tidak cocok seperti barang yang dicontohkan) adapun contoh kasus yang terjadi pada M Fauzan Haris (21), mahasiswa asal Brebes yang kos di Kawasan Timoho, Kawasan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah. Tepatnya pada 3 Februari 2022 lalu, ia menjadi korban penipuan usai belanja sebuah sepatu dan ternyata usai mentransfer kepada pengiklan sepatu di situs belanja Undang-Undang Tiktok Shop, sepatu yang diharapkan tidak sesuai dengan apa yang ia pesan. Ia menerangkan bahwa sepatu yang ia pesan berwarna hitam dengan tipe A namun setelah barang yang ia pesan datang ternyata sepatu tersebut berwarna merah muda dengan tipe B. Sehingga akibat kasus penipuan yang menimpa dirinya, Fauzan mengalami kerugian sebesar Rp 150.000.

Oleh karena itu, UUPK diperlukan karena posisi konsumen lebih rendah dibandingkan dengan pelaku korporasi. Ketentuan UUPK bagi pelaku usaha memiliki cakupan yang cukup luas, tidak hanya pelaku ekonomi yang diwajibkan untuk mematuhi undang-undang ini namun untuk penyediaan barang dan jasa, mitra kerja, dealer, perwakilan, dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi proses distribusi konsumen (masyarakat umum) dituntut untuk mematuhi Undang-Undang ini sebelum menawarkan barang atau jasa. Meskipun demikian, UU PK tidak dirancang guna mepailitkan pelaku usaha atau pengusaha, melainkan mengontrol perlindungan konsumen dan bisa menginspirasi perusahaan untuk membangun diri mereka sendiri dengan cara yang sehat dan kuat dalam menghadapi persaingan yang keras.

  • 3.2    Pertanggung jawaban kepada Pemilik akun Tiktok shop (E-commerce) terhadap kerugian yang diterima oleh konsumen

Tanggung jawab, berdasarkan KBBI ialah suatu keadaan di mana seseorang harus menanggung segala sesuatu (jika terjadi sesuatu bisa dituntut serta disalahkan).

Perjanjian tersebut menetapkan sejumlah komitmen (syarat dan ketentuan) yang mesti dipenuhi oleh semua pihak. Janji ialah tanggung jawab yang mesti dipenuhi oleh orang yang membuatnya, dan pihak lawan berhak untuk mengupayakan pemenuhannya. Selain itu, menurut Niewenhui, kerugian ialah pengurangan kekayaan suatu pihak sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh pihak lain yang melanggar aturan, Sebaliknya, ganti rugi karena kegiatan ilegal adalah semacam kompensasi non-kontrak yang dikenakan kepada orang yang bertanggung jawab atas kesalahan dan diberikan kepada pihak yang terkena dampak. Pasal 1239 jo. Pasal 1243 KUH Perdata, terdapat tiga hal dalam ganti rugi, yakni: biaya, kerugian serta bunga. Pengeluaran terdiri dari pengeluaran riil, pengeluaran atau biaya yang ditanggung oleh pihak yang dirugikan. Selain itu, kerugian mengacu pada hilang ataupun rusaknya suatu barang ataupun properti properti milik salah satu pihak yang disebabkan kecerobohan pihak lain. Dalam hal ini, akun pengguna Tiktok Shop (pelaku usaha) lalai saat mengirim barang, sehingga barang yang dikirim tidak sama seperti apa yang telah ditentukan sebelumnya di platform Tiktok Shop. Sehingga mengakibatkan konsumen dirugikan.13 Pasal 1366 KUH Perdata menjelaskan “semua orang tak cuma memiliki tanggung jawab kepada kerugian yang disebabkan karena tindakannya saja, tetapi juga pada kerugian yang diakibatkan karena kecerobohan ataupun kelalaiannya”.14

Pasal 19 UUPK mengenai kewajiban pelaku usaha, jika terdapat pembeli yang merasa dorugikan oleh pelaku usaha, sehingga pelaku usaha memiliki tanggung jawab total pada kerugian yang dialami pembeli itu, pasal ini menyatakan bahwa: (1) Pelaku usaha memiliki tanggung hawab pada kerugianyang dialami pembeli itu serta wajib untuk mengganti rugi kepada kerusakan, pencemaran, ataupun kerugian konsumen yang diakibatkan ketika menggunakan jasa ataupun produknya. (2) Sama seperti peraturan yang ada, gantu rugi ini bisa berwujud uang yang dikembalikan ataupun mengganti jasa/barang yang sama jenisnya atau sama nilainya. (3) Kompensasi harus dilakukan selama tujuh hari dari waktu transaksi. (4) Dalam memberikan ganti rugi seperti yang ada ada ayat 1 dan 2 tidak mengesampingkan penuntutan pidana yang didasarkan dari bukti lebih lanjut tentang unsur kesalahan. (5) Kriteria dalam ayat 1 dan 2 tidak berlaku jika korporasi bisa menunjukkan bahwa kesalahan itu meruapakn tanggung jawab pembeli.15 jika pelaku usaha tidak dapat menyaggupi kewajiban di atas, maka bisa dipidanakan seperti yang terdapat dalam Pasal Pasal 62 ayat (1) UU PK dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun ataupun didenda paling banyak dua miliar rupiah Indonesia. Dalam hal pertanggungjawaban transaksi jual beli berbasis internet, pelaku usaha pemilik akun Tiktok Shop tetap dapat dimintai pertanggungjawaban, apalagi jika produk yang ditransaksikan berbeda dengan yang

dilampirkan oleh pemilik akun Tiktok (pelaku usaha) dan merugikan konsumen. Selain itu, UUPK memuat ketentuan yang menyatakan bahwa semua undang-undang perlindungan konsumen yang ada akan tetap berlaku, Pasal 4 UUPK mengatur bahwa salah satu pelanggaran hak perlindungan konsumen ialah Konsumen berhak atas rasa aman serta selamat ketika memakai produk tersebut, berhak dalam menentukan barang yang sesuai berdasarkan jaminan yang dijanjikan, serta nerhak mendapatkan perlindungan apabila barang yang didapatkan tersebut tidaklah sama seperti apa yang disepakati konsumen .16

UUPK dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang kuat untuk lembaga perlindungan konsumen pemerintah serta non-pemerintah guna melakukan pemberdayaan konsumen lewat edukasi ataupun penyuluhan konsumen, Agar konsumen dilindungi dari kerugian akibat mendapatkan barang ketika bertransaksi ecommerce yang tidak sama seperto yang ada pada katalog Undang-Undang dari situs yang pelaku usaha oprasikan. Tentang pembatasan pelaku usaha yang menciptakan barang yang tidak sama seperti syarat ataupun ketentuan, upaya normatif untuk melindungi pelanggan telah dikendalikan secara normatif. Selain itu, untuk mengamankan pembeli atau konsumen, negara melalui Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), menteri perdagangan bersama Kementerian Penerangan harus menetapkan undang-undang tentang izin perdagangan Undang-Undang, pemerintah kemudian memberikan izin barcode kepada pedagang Undang-Undang, hal ini sesuai dari ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 terkait dengan UU ITE dimana pada pasal 16 menyatakan “Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya”. Terkait dengan hal ini maka pemberian izin barcode kepada pelaku usaha khususnya pedagang Undang-Undang sudah diterapkan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat diinformasikan bahwa tidak ada barcode atau tanda pengenal, serta alamat yang tidak pasti. Jika ada yang kurang jelas, sebaiknya jangan memakai akun perusahaan Undang-Undang untuk berbelanja. Jika pelanggan tidak yakin dengan akun bisnis Undang-Undang, mereka juga dapat memakai sistem COD (bertemu langsung). Agar pelanggan atau masyarakat umum merasa aman dan terlindungi saat melakukan pembelian secara Undang-Undang, pemerintah juga harus memperkenalkan undang-undang tambahan yang mengatur informasi yang jelas bagi pelaku usaha Undang-Undang.

  • 4.    Kesimpulan

TikTok Shop merupakan fitur social commerce yang melayani segala macam kebutuhan pria dan wanita beradaptasi dengan gaya hidup modern. Fitur ini tersedia untuk pengguna TikTok dengan akun bisnis, sehingga hubungan antara pelaku pembuat akun usaha Undang-Undang yang melakukan suatu kelalaian dengan mengirimkan brang, sehingga barang yang dikirim tidaklah sama seperti barang yang telah dicantumkan pada katalog menimbulkan kerugian bagi konsumen dikarenakan apa yang sudah dipesan dan diterima oleh konsumen tidak sesuai dengan yang di

cantumkan pada katalog akun usaha Tiktok Shop tersebut. Sehingga konsumen merasa telah dirugikan akan hal tersebut dan keluhannya berhak untuk didengar. Perlindungan hukum untuk konsumen, secara pokok di Indonesia diatur dengan UUPK No. 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen, serta juga pada ketentuan UU ITE Nomor 11 tahun 2008. Yang dimana Pelaku usaha mesti melaksanakan kewajibannya berdasarkan Pasal 19 UUPK, yang mewajibkan pelaku usaha yang telah melakukan suatu kelalaian untuk mengganti kerugian konsumen baik melalui pengembalian uang, barang, kompensasi, atau perawatan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga, UUPK masih membutuhkan regulasi agar nantinya konsumen yang mengalami kerugian akibat produk yang terkirim tidaklah sama seperti yang dijanjikan lebih dilindungi oleh hukum. Untuk menjamin keamanan dan ketenangan konsumen saat berbelanja Undang-Undang, pemerintah juga harus memperkenalkan undang-undang tambahan terkait dengan informasi transparan tentang operator ekonomi Undang-Undang.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Firman Tumantara. Hukum Perlindungan Konsumen (Filofofi Perlindungan Konsumen dalam Perspektif Politik Hukum Negara Kesejahteraan), (Malang, Setara Press, 2016).

Kansil C.S.T. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2013).

Sidharta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta, Grasindo, 2016).

Subekti. Hukum Perjanjian (Jakarta, PT. Intermasa, 2014).

Jurnal

Amanda, Gita. “BPKN: Pengaduan Konsumen Terkait E-commerce Peringkat Satu.” Republika: Journal Ilmu Hukum 20, no. 8 (2021): 450-560.

Astuti, Desak Ayu Lia, 2018, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Transaksi ECommerce dalam hal terjadinya kerugian, Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 6, no. 2 (2018): 37-40.

Hayati, Adis Nur, and Antonio Rajoli Ginting. "Analisis Mekanisme Ganti Rugi Pengembalian Dana dalam Transaksi E-Commerce Ditinjau dari Hukum Perlindungan Konsumen." Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 15, no. 3 (2021): 509-526.

Putra, I. Made Dwija. “Tanggung Jawab Penyedia Aplikasi Jual Beli Undang-Undang Terhadap Konsumen Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no.10 (2018): 1-15.

Dyah, I. Gusti Ayu Indra Dewi, Pradnya Para, and Desak Putu Dewi Kasih. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Iklan Yang Menyesatkan Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan KonsumenDan Kode Etik Periklanan Indonesia."Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum5, no. 2 (2017).

Marheni, Ni Putu Ria Dewi. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan dengan Pencantuman Disclaimer oleh Pelaku Usaha dalam Situs Internet (Website)”. Fakultas Hukum Udayana: Journall Magister Hukum 3, No. 1 (2014): 44-112.

Ramadhona, Bella Citra, and Anak Agung Gede Agung Dharmakusuma. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 9, no.6 (2018): 1-5.

Rianti, Nira Relies, and Ni Komang Ayu. “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Hal Terjadinya Hortweighting Ditinjau dari Undang- Undang RI No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”. Fakultas Hukum Udayana: Jurnal Magister Hukum 8, No. 6 (2017) : 524-556.

Putra, S. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual-Beli Melalui E- commerce.” Jurnal Ilmu Hukum Riau 4, No. 2 (2014): 294–296.

Widyastono, H. “Metodologi Penelitian Alamiah Dan Alamiah”. Republika : Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan 13, no.68 (2016): 757-775.

Wijaya, I. Putu Gede Rama Erlangga, and I. Wayan Novy Purwanto. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Terjadinya Kesalahan Dan Keterlambatan Dalam Pengiriman Barang." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 8, no. 8 (2022): 2635.

Wijaya, I Putu Agus Dharma; Purwanto, I Wayan Novy. “Perlindungan Hukum Dan Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Transaksi Bisnis Elektronik Di Indonesia.” Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum 10, no.7 (2019): 1-16.

Undang-Undang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952.

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 5 Tahun 2022 hlm 508-518

518