PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT PRODUK

SKINCARE TAK BER BPOM

Raki Muthia’ Rahmah, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

Anak Agung Sri Indrawati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penulisan ini memiliki tujuan guna memberikan pemahaman serta pengetahuan mengenai perlindungan konsumen terkait produk kosmetik perawatan wajah tak ber BPOM yang merugikan konsumen serta tanggungjawab seperti apa yang ditujukkan kepada pelaku usaha terkait dengan kerugian yang dialami oleh konsumen tersebut. Metode penulisan yang digunakan untuk penulisan ini yakni metode hukum normatif dan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasilnya yakni bahwa perlindungan terhadap konsumen terkait dengan produk skincare tak ber BPOM yang merugikan konsumen ini diatur pada UUPK No. 8/1999, yang kemudian juga diatur pada KUHPERDATA. Kemudian, tanggungjawab pelaku usaha terkait dengan kerugian yang dirasakan konsumen tersebut adalah berupa ganti rugi yang mana hal ini pun diatur pada UUPK No.8/1999.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Kosmetik Perawatan Wajah, BPOM

ABSTRACT

This research’s purposes are to give an understanding and also knowledge about customer’s protection related to non BPOM skincare cosmetic products that have harmful effects for the customers, and about the responsibility that business owners have related to the harmful effects that they cause. The method that the author uses for this research is the normative legal method and the approach that the author uses is the statute approach. The results are the customer’s protection about non BPOM skincare cosmetic products are being regulated in Law No. 8/1999 and also regulated in the Code of Civil law. Then, the business owner’s responsibility related to the harmful effect is that the compensation like this is being regulated in Law No.8/1999.

Key Words : Customer’s protection, Skincare cosmetics, BPOM

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Pada masa kini, untuk wanita punya penampilan yang menarik adalah salah satu dari banyaknya keinginan yang wajib untuk dipenuhi. Yang artinya bahwa wanita ini memiliki peran sebagai seorang konsumen, karena ia memiliki kebutuhan maupun keinginan atas suatu produk. Sehingga ia harus membeli barang atau produk tersebut guna menunjuang penampilannya. Namun sebagai seorang konsumen, terkadang tidak memperhatikan dengan baik akan suatu produk yang hendak dibelinya. Yang dalam hal ini adalah produk kosmetik. Karena hal tersebut, menjadi salah satu alas an mengapa masih adanya produk kosmetik berbahan bahaya yang masih memiliki peminat, yang mana dalam artian konsumen tersebut tidak memikirkan terkait akibat yang akan didapatkan bila mengkonsumsi produk kosmetik tersebut.1

Berkaitan dengan konsumen, apa yang dimaksud dengan konsumen ini menurut Hornby yakni merupakan seseorang yang membeli barang ataupun seseorang yang menggunakan jasa.2 Kemudian untuk kosmetik, kosmetik sendiri memiliki peran yang cukup signifikan di dalam bidang kecantikan untuk manusia. Kosmetik juga memiliki beragam jenis yang beredar di masyarakat. Baik dalam merek, jenis, kegunaan, bentuk bahkan warnanya.3 Hal ini pun membuat masyarakat memiliki berbagai macam pilihan untuk memilih kosmetik manakah yang ingin mereka konsumsi. Tranggono (2007 : 8) membagi penggolongan kosmetik menjadi dua jenis, yang mana jenis ini dibagi menurut penggunaannya bagi kulit. Jenis pertama adalah kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetics). Maksud dari skin care cosmetics ini adalah kosmetika yang memiliki fungsi untuk menjaga, dan juga mempertahankan kondisi kulit. Jenis selanjutnya adalah kosmetik riasan (makeup). Maksud dari kosmetik riasan adalah kosmetika yang memiliki fungsi untuk memperindah wajah.4

Skincare ini sendiri merupakan produk perawatan kulit yang digunakan dalam skala rutin serta terus menerus secara harian pada

kalangan wanita maupun pria pada segala golongan usia. Harapan yang dimiliki oleh konsumen kosmetik atau skincare ini adalah dengan menggunakan produk ini dapat membuat penampilan menjadi lebih menarik dan serta lebih cantik lagi. Namun, terkadang keinginan akan memiliki penampilan yang lebih cantik serta menarik tersebut tidak diikuti dengan pengetahuan akan produk kosmetik ini sendiri, yang mana akibatnya adalah dengan menggunakan kosmetik tersebut justru malah membuat efek yang negatif terhadap kulit.5

Kemudian, terdapat keuntungan serta kerugian pada era perdagangan bebas kini yang memiliki keterkaitan dengan konsumen. Satu, yakni mengenai keuntungan, dengan adanya era perdagangan bebas ini konsumen diuntungkan dalam hal memilih produk baik untuk jasa maupun barang berkenaan dengan kebutuhan maupun keinginan konsumen tersebut. Hal ini dikarenakan tidak adanya hambatan akan batas wilayah maupun negara, serta arus masuk dan juga keluarnya barang semakin lancar. Kedua yakni mengenai kerugian, konsumen yang juga dapat dirugikan karena lemahnya pengawasan di bidang standarisasi mutu barang, yang mana dengan ini memiliki akibat banyak produk kosmetik yang beredar di pasaran tidak terdaftar dan memiliki izin edar dari BPOM.6

Dengan adanya permasalahan tersebut maka dengan itu, penulis bermaksud menyusun jurnal dengan judul “Perlindungan Konsumen Terkait Produk Skincare Tak Ber BPOM” Hal ini dilakukan guna membantu memberikan pengetahuan mengenai hal tersebut serta juga guna memecahkan permasalahan-permasalahan yang ter rangkum di dalam rumusan masalah.

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan 2 (dua) jurnal sebagai pembanding, yakni pertama, jurnal dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Kosmetik Impor Tanpa Izin Edar Yang Dijual Secara Online” yang ditulis oleh Ni Kadek Diah Sri Pratiwi dan Made Nurmawati pada jurnal Kertha Semaya : Journal ilmu hukum Volume 7 No. 5 Tahun 2019. Dengan permasalahan yang dibahas tentang perlindungan konsumen terhadap produk kosetik impor yang tidak ada izin edar namun dipasarkan bebas secara online. Dan, kedua adalah jurnal dengan judul “Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Kosmetik Yang Mengandung Bahan Merkuri Berbahaya (Studi di BPOM Kota Surabaya)” yang ditulis oleh Khilwa Rahma Latifah, Diyan Isnaneni, dan Noorhuda Muchsin pada jurnal Dinamika : Jurnal ilmiah hukum volume 28 No. 9 Tahun 2022. Dengan permasalahan yang

dibahas mengenai fungsi serta tugas BPOM terkait pengawasan produk kosmetik yang mengandung zat merkuri berbahaya.

Berdasarkan jurnal yang menjadi jurnal pembanding tersebut, dengan ini jurnal yang penulis buat memiliki orisinalitas dan juga terbebas dari unsur plagiat yang dalam artian meniru tulisan terdahulu pada saat jurnal ini disusun. Hal ini dikarenakan pada jurnal 1, lebih menekankan pada perlindungan konsumen yang berkaitan dengan kosmetik tak berizin yang dipasarkan bebas secara online. Sedangkan dalam jurnal yang penulis buat ini, lebih menekankan pada perlindungan konsumen terkait dengan kosmetik perawatan kulit (skincare cosmetics) yang tak ber BPOM dan tidak menspesifikan secara atau melalui apa kosmetik tersebut dipasarkan. Kemudian pada jurnal 2, lebih menekankan pada tugas dan tanggungjawab BPOM terkait dengan produk kosmetik berbahan bahaya. Sedangkan dalam jurnal yang penulis buat ini, akan pula membahas mengenai tanggungjawab pelaku usaha apabila menjual produk kosmetik berbahan bahaya tersebut.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasar atas latar belakang yang sudah tertulis sebelumnya, dengan ini penulis membuat 2 (dua) rumusan masalah, yaitu :

  • 1.    Bagaimanakah perlindungan konsumen terkait produk kosmetik perawatan wajah (skincare cosmetics) tidak ber BPOM yang merugikan konsumen tersebut?

  • 2.    Bagaimanakah pertanggungjawaban pelaku usaha terkait dengan kerugian yang dialami oleh konsumen?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Dengan dasar latar belakang dan juga rumusan masalah yang sudah dibuat diatas, penulisan ini memiliki tujuan yakni guna memberikan pemahaman serta pengetahuan mengenai perlindungan konsumen yang berkaitan dengan produk kosmetik perawatan wajah tak ber BPOM yang dapat merugikan konsumennya apabila mengandung bahan yang berbahaya. Selain daripada itu, penulisan jurnal ini juga bertujuan guna memberikan informasi mengenai tanggungjawab terkait dengan kerugian yang dialami konsumen akibat dari penggunaan produk kosmetik perawatan wajah tersebut. Sehingga, dengan begitu diharapkan penulisan jurnal ini dapat memberikan ilmu baru yang sekiranya belum diketahui sebelumnya, khususnya berkaitan dengan perlindungan untuk konsumen terkait produk kosmetik perawatan wajah (skincare cosmetics) tak ber BPOM.

  • 2.    Metode Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas yakni mengenai perlindungan konsumen ini serta melihat dari rumusan masalah yang akan menjadi bahasan dalam karya tulis ini, dengan begitu metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode penelitian normatif. Penggunaan metode hukum normatif pada karya tulis ini karena permasalahan yang dibahas pada karya tulis ini dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap perundang-undangan yang berkaitan serta juga dapat menelaah jurnal-jurnal yang berkaitan pula dengan perlindungan konsumen ini. Karena sebagaimana yang diketahui bahwa penelitian dengan metode hukum normatif ini adalah penelitian yang menelaah hukum dalam kedudukannya sebagai norma. Yang dengan menggunakan penelitian ini maka bahan hukum yang akan diolah untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang hadir pada rumusan masalah yang sudah diuraikan diatas adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas pada karya tulis ini, kemudian selain peraturan perundang-undangan disini penulis juga menggunakan bahan sekunder untuk mendukung bahasan yang akan diuraikan nantinya dengan buku-buku hukum yang terkait, jurnal-jurnal serta karya tulis hukum. Kemudian untuk penulisan ini jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (the statute approach) yang mana pendekatan ini melakukan penganalisaan aturan dan regulasi yang terkait dengan permasalahan pada penulisan ini.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

  • 3. 1 Perlindungan Konsumen Terkait Produk Kosmetik Perawatan Wajah (Skincare Cosmetics) Tidak Ber-BPOM Yang Merugikan Konsumen Tersebut

Istilah dari hukum perlindungan konsumen sudah cukup familiar ditelinga kita atau dengan kata lain istilah tersebut bukanlah istilah asing yang tidak pernah kita dengar sebelumnya. Posisi konsumen yang lemah membuat konsumen haruslah dilindungi oleh hukum, yang mana hal tersebutlah yang menyebabkan adanya adanya hukum perlindungan konsumen ini. Hal ini berkaitan juga dengan salah satu tujuan dari adanya hukum sendiri ialah guna melindungi masyarakat. Menurut AZ Nasution hukum perlindungan konsumen ialah keseluruhan asas dan

juga kaidah hukum yang memberikan pengaturan dan juga perlindungan kepada konsumen dalam berhubungan dengan penyedia barang dan/atau jasa.7 Kemudian, pada penulisan jurnal ini perlindungan hukum konsumen yang dimaksudkan adalah perlindungan hukum konsumen yang berkaitan dengan produk skincare atau produk kosmetik perawatan wajah yang tak ber BPOM kemudian merugikan konsumen. Produk kosmetik menjadi produk yang sedang berkembang pesat di Indonesia dalam hal penjualannya. Seperti yang telah disebutkan, produk kosmetik ini merupakan produk yang memang sudah menjadi sebuah keperluan masyarakat yang berkembang dari masa ke masa secara terus menerus. Hal ini dikarenakan produk kosmetik perawatan wajah ini sendiri merupakan produk yang dapat membersihkan, menunjang serta memelihara penampilan daripada penggunanya. Dengan begitu, para pelaku usaha pun berlomba-lomba untuk menghasilkan produk kosmetik perawatan wajah (skincare) yang memiliki berbagai macam variasi serta kegunaan yang dapat menarik minat konsumen untuk membeli serta mengonsumsinya.8

Karena produk kosmetik perawatan wajah ini merupakan produk yang dari masa kemasa terus berkembang, yang selanjutnya mendorong pelaku usaha memproduksi kosmetik illegal yang dalam kata lain memproduksi kosmetik tanpa izin dari BPOM yang tidak menutup kemungkinan pula kosmetik illegal tersebut mengandung bahan-bahan berbahaya yang dapat memiliki efek samping terhadap penggunanya. Dan sayangnya, masih terdapat konsumen yang belum mengerti mengenai efek samping dari penggunakan kosmetik illegal ini, yang menyebabkan masih terdapatnya konsumen dari kosmetik illegal ini.9

BPOM adalah lembaga pemerintahan Indonesia yang tugasnya melakukan regulasi, standarisasi, serta sertifikasi untuk produk obat serta makanan yang mana di dalamnya termasuk mengenai pembuatan, penjualan, keamanan dari makanan, obat-obatan, kosmetik, dan lain sebagainya. Latar belakang adanya BPOM ini sendiri adalah dengan sudah majunya teknologi serta ilmu pengetahuan di dunia ini mendorong munculnya banyak produk-produk baru yang dapat

mempengaruhi gaya hidup masyarakat, dalam hal ini pula termasuk kosmetik. Namun, hal tersebut terkadang tidak dibarengi dengan pengetahuan mengenai apakah produk tersebut aman atau tidak, disisi lain pula terdapat iklan dan juga promosi yang semakin mendrong konsumen untuk mengonsumsi produk tersebut secara berlebihan. Maka dari itulah, Indonesia membutuhkan badan atau lembaga yang mengawasi obat dan makanan yang memang ahli untuk mengetahui, menangkal, dan juga melakukan pengawasan produk-produk tersebut yang bertujuan guna memberi perlindungan atas kenyamanan dan juga keamanan dari konsumen tak hanya konsumen dari dalam negeri, namun juga konsumen dari luar negeri.10

Mengenai tugas dari BPOM ini dijelaskan pula pada Pasal 2 ayat 1 Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2017 tentang BPOM yang menyatakan bahwa “BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Untuk Obat dan makanan yang dimaksud pada Pasal 2 ayat 1 tersebut obat, bahan obat, narkotika, zat adiktif, kosmetik, dan lain sebagainya hal ini tertera pada Pasal 2 (2) Perpres No. 80 Tahun 2017. Berkaitan mengenai kosmetik serta juga berdasarkan penjelasan mengenai tugas dari BPOM yang tertera pada Perpres tersebut dapat diketahui bahwa BPOM pun melakukan pengawasan terhadap peredaran kosmetik atau pada penulisan ini adalah kosmetik perawatan wajah yang tidak sesuai dengan standar mutu.11

Selanjutnya mengenai izin edar dalam kosmetik ini sendiri seperti bentuk persetujuan yang dikeluarkan oleh BPOM yang bertujuan guna produk kosmetik ini dapat secara sah diedarkan. Seluruh produk kosmetik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri, apabila akan diedarkan di Indonesia maka haruslah melaui pendaftaran, nomor izin edar yang dikeluarkan oleh BPOM ini didapatkan melalui pendaftaran tersebut. Nomor-nomor tersebut bagi BPOM memiliki fungsi guna melakukan pengaawasan atas produk-produk yang beredar di pasaran. Dengan begitu, bila terdapat masalah akan lebih memudahkan untuk

mencari pelaku.12 Dengan begitu, maka sangat penting untuk mengetahui apakah suatu produk sudah memiliki izin edar yang berasal dari BPOM ataukah belum memilikinya.

Kemudian, untuk dapat menjamin penyelenggaraan mengenai perlindungan Hukum terhadap konsumen ini sendiri maka Pemerintah Indonesia membuat dan menuangkannya dalam Perlindungan Konsumen yang dibentuk dalam produk hukum. Produk hukum yang dibentuk untuk memberikan perlindungan bagi konsumen ini adalah Undang-Undang Perlindungan konsumen No. 8 Tahun 1999. UUPK ini sendiri terbentuk berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UUPK.13

Hal-hal yang diaur pada Peraturan Perundang-undangan tersebut yakni antara lain hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha, perbuatan yang dilarang untuk pelaku usaha, tanggungjawab pelaku usaha, dan lain sebagainya. Mengenai hak konsumen sebagaimana yang menjadi salah satu hal yang diatur di dalam UUPK lebih jelasnya, diatur pada Pasal 4.

Dimana pada Pasal 4 huruf c dijelaskan pula bahwa informasi yang benar, jelas, serta jujur berkaitan dengan kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa adalah hal hal yang menjadi hak dari konsumen. Perlindungan hukum yang diatur pada peraturan perundang-undangan tersebut (UUPK) memiliki tujuan untuk melindungi atau memberikan perlindungan kepada seluruh konsumen terkait hak-hak yang harus mereka dapatkan serta juga untuk konsumen yang melakukan transaksi untuk membeli produk kosmetik perawatan wajah (skin care cosmetics). Berkenaan dengan kosmetik perawatan wajah (skin care cosmetics) yang tidak memilki izin edar atau tak ber BPOM kemudian produk kosmetik tersebut membahayakan atau merugikan konsumen yang mengonsumsinya apabila pelaku usaha tersebut tak menjelaskan bahwa produk kosmetik perawatan wajah tersebut tak memiliki izin edar dari BPOM, menunjukkan bahwa konsumen tidak mendapatkan apa yang menjadi haknya sebagaimana apa yang tercantum pada Pasal 4 huruf c tersebut dikarenakan pelaku usaha tersebut seharusnya menjelaskan

bahwa produk kosmetik perawatan wajah tersebut belum memiliki izin edar dari BPOM.

Berikut merupakan hal-hal yang dapat menjadi pelaksanaan dari perlindungan hukum untuk konsumen yang merupakan pengguna dari produk kosmetik yang tidak ber BPOM (tak terdaftar di dalam BPOM) :

  • a.    Penarikan untuk produk kosmetik yang memiliki zat berbahaya sebagai kandungannya

  • b.    Menerapkan sanksi dan juga penggantian kerugian

  • c.    Perlindungan hukum dari bagian hukum pidana14

Seperti yang telah dijelaskan diatas, dimana masih terdapat konsumen dari produk kosmetik perawatan wajah (skincare) illegal yang entah aman atau tidak untuk dikonsumsi ini, hal ini disebabkan karena tak jarang masyarakat yang ingin hasil instan dari penggunaan produk kosmetik perawatan wajah ini, yang kemudian zat-zat yang membahayakanpun dijadikan kandungan yang ada di dalam produk kosmetik perawatan wajah (skincare cosmetics) tersebut oleh pelaku usaha. Berikut merupakan zat-zat yang berbahaya yang pada kebanyakan terdapat pada skin care cosmetics :

  • a.    Merkuri, zat ini biasanya terdapat pada krim pemutih wajah dengan hasil instan. Apabila zat ini sampai menyentuh kulit atau memiliki kontak dengan kulit akan menyebabkan keracunan kronis, dan jika digunakan oleh wanita hamil, maka akan membahayakan janin yang ada di dalam kandungannya karena akan menyebabkan kerusakan pada otak janin, yang dapat berakibat pada kecacatan pada bayi.

  • b.    Hidrokinon, ini merupakan senyawa yang digunakan pada produk kosmetik yang memiliki sifat sebagai pencerah kulit. Apabila pemakaian hidrokinon yang tinggi yakni diatas 4%. Efek sampingnya adalah setelah senyawa ini berkontak dengan kulit maka akan iritasi, kulit akan menjadi merah, dan juga rasa bakar. Apabila pemakaian 2% dengan pemakaian yang terus menerus

dan apabila digunakan dalam kurun waktu yang panjang dapat terjadi perbedaan warna kulit (diskolorasi warna kulit).15

Berkenaan dengan produk kosmetik perawatan wajah (skin care) yang memiliki kandungan bahan yang membahayakan diatas, maka perlindungan hukum untuk konsumennya yakni terdapat pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yakni Pasal tersebut menyatakan bahwa pelaku usaha memiliki tanggungjawab untuk memberi ganti kerugian atas kerugian yang konsumen alami yang diakibatkan oleh pengonsumsian barang yang dihasilkan atau diperdagangkan. Kemudian ayat selanjutnya pada Pasal yang sama menjelaskan bentuk ganti rugi yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengembalikan uang, penggantian barang sejenis yang setara, atau perawatan kesehatan. Kemudian, apabila dilihat dari kuhperdata, maka dapat melakukan penuntutan ganti rugi kepada pelaku usaha dari produk skincare cosmetics ilegal yang menimbulkan kerugian bagi konsumen, hal ini diatur pada Pasal 1365 KUHPERDATA.16

  • 3.2 Pertanggungjawaban pelaku usaha terkait dengan kerugian yang dialami oleh konsumen

Uang logam memiliki dua sisi yang dapat diibaratkan seperti pelaku usaha dan konsumen, yang mana pada satu sisi tertulis konsumen dan satu sisi lainnya tertulis pelaku usaha. Sama halnya dengan kedua sisi pada uang logam yang memang tak terpisahkan, konsumen dan pelaku usaha pun seperti itu. Di dunia ini tidak ada pelaku usaha yang tidak membutuhkan konsumen, begitu pula sebaliknya tidak ada konsumen yang tidak membutuhkan pelaku usaha. Alasan logis lainnya adalah, mereka adalah manusia yang mau sehebat apapun mereka tidak mungkin dapat menciptakan kebutuhannya sendiri.17

Pelaku usaha dan konsumen ketika terdapat transaksi untuk memenuhi kebutuhan keduanya pasti terjadi kesepakatan disana yang mana dengan adanya atau timbulnya kesepakatan yang ada pada konsumen dan juga pelaku usaha pada saat bertransaksi tersebut, timbullah pula hak dan kewajiban diantaranya. Yang mana hak dan kewajiban untuk konsumen dan juga pelaku usaha sudah terdapat pengaturannya di dalam UUPK . Dengan adanya hak dan kewajiban tersebut maka timbul lah pula tanggungjawab. Berkenaan dengan

tanggungjawab, terdapat prinsip tanggungjawab dalam hukum yang dibedakan menjadi 5 (lima), yakni diantaranya :

  • c.    Tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan

  • d.    Praduga melakukan tanggungjawab

  • e.    Praduga tidak selalu melakukan tanggungjawab

  • f.    Tanggungjawab mutlak

  • g.    Tanggungjawab terbatas

Dalam hal ini, apabila pelaku usaha melakukan penjualan kosmetik perawatan wajah yang illegal dan merugikan masyarakat yang menggunakannya, maka pelaku usaha ini memiliki tanggungjawab mutlak (strict liability).   Yang mana, maksud dari prinsip

pertanggungjawaban mutlak ini adalah pelaku usaha perlu bertanggungjawab terhadap konsumen yang dirugikan yang diakibatkan dari produk yang dijualkan. Prinsip ini dimaksudkan guna tak lagi ada kecurangan daripada pelaku usaha dalam melakukan penjualan produk kosmetik yang dapat merugikan bagi para konsumennya.18 Yang mana prinsip ini juga sejalan dengan hak konsumen mengenai kenyamanan, keamanan, serta keselamatan konsumen sebagaimana diatur pada Pasal 4 huruf a. Berkenaan dengan ganti rugi yang menjadi tanggungjawab pelaku usaha dijelaskan pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pelaku usaha memiliki tanggungjawab untuk memberi ganti kerugian atas kerugian yang konsumen alami yang diakibatkan oleh pengonsumsian barang yang dihasilkan atau diperdagangkan. Yang mana hal tersebut ada pengaturannya, yang berada pada Pasal 19 ayat (1).

Kemudian, daripada itu terdapat hukuman lain untuk pelaku usaha apabila pelaku usaha tersebut melanggar atau tidak melakukan apa yang terdapat pada Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 maka pelaku usaha tersebut dapat mendapatkan sanksi administratif yakni berupa penetapan ganti rugi sebesar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Mengenai hal tersebut diatur pula pada Pasal 60 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kemudian, apabila kerugian yang ditimbulkan daripada pengonsumsian produk kosmetik perawatan wajah tersebut mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku. Mengenai hal tersebut dijelaskan pada Pasal 62 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999.

Selain daripada itu, pelaku usaha yang memperdagangkan kosmetik perawatan wajah tak berBPOM yang lalu merugikan

konsumen yang menggunakannya juga melanggar pasal 7 UUPK yakni pasal yang menjelaskan mengenai kewajiban selaku pelaku usaha. Lebih tepatnya mengenai pemberian informasi mengenai kondisi dan jaminan terhadap barang dengan jelas yang diatur pada Pasal 7 huruf b dan juga apabila pelaku usaha tersebut terbukti merugikan konsumen yang mengonsumsi kosmetik perawatan wajah yang dijualkannya kemudian ia tidak melakukan tanggungjawabnya berupa ganti rugi terhadap konsumen sebagaimana yang telah diatur pada Pasal 19, maka pelaku usaha tersebut juga melanggar Pasal 7 huruf f yang berisikan bahwa pelaku usaha wajib memberikan kompensasi atas kerugian akibat pemakaian barang yang diperdagangkan tersebut.

Kemudian selain daripada UUPK, sanksi lain yang dapat menjadi bentuk dari pertanggungjawaban pelaku usaha yang melakukan penjualan produk kosmetik perawatan wajah (skin care) yang tak sesuai dengan standar mutu BPOM. Sanksi yang dimaksud dan yang dapat menjadi pertanggungjawaban pelaku usaha ini diatur pada Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa orang yang sengaja melalukan produksi atau melakukan pengedaran sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar keamanan, mutu, dan lain-lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal 98 ayat (2) dan juga ayat (3) dapat dipidana paling lama sepuluh tahun serta denda paling banyak yakni Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sediaan farmasi yang dimaksud disini adalah kosmetika, yang mana mengenai hal ini pun telah diatur dalam Pasal 1 angka 4 yang menyatakan “Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.”19

Sehingga berdasarkan apa yang telah dijelaskan diatas, bentuk pertanggungjawaban daripada pelaku usaha produk kosmetik perawatan wajah tersebut dapat berbentuk sanksi administratif dan juga sanksi pidana, yang mana kedua sanksi tersebut sama beratnya. Sehingga dengan begitu, pentinglah bagi seorang pelaku usaha untuk mengurus izin pendaftaran dari BPOM dan memproduksi produk yang aman untuk dikonsumsi oleh konsumen sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen tersebut.

  • 4.    Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah dibahas diatas mengenai produk kosmetik perawatan wajah (skin care cosmetics) tak ber BPOM, maka dengan ini penulis menyimpulkan bahwa perlindungan hukum terkait dengan produk skincare cosmetics tak ber BPOM yang merugikan konsumen tersebut telah diatur pada UUPK (undang-undang perlindungan konsumen) yang mana pada undang-undang tersebut menjelaskan mengenai apa saja yang menjadi hak daripada konsumen yang sudah seharusnya dipenuhi oleh pelaku usaha yang mana salah satunya adalah hak atas kejelasan mengenai kondisi dan jaminan atas

barang, yang mana terkait dengan produk tak ber BPOM tersebut, konsumen memiliki hak untuk mengetahui apakah prodyk kosmetik perawatan wajah tersebut sudah memiliki izin edar ataukah belum. Kemudian, selain pada UUPK mengenai perlindungan konsumen terkait kerugian yang dialami juga mendapat perlindungan dari KUHPERDATA pasal 1365. Selanjutnya, mengenai pertanggungjawaban dari perlkau usaha terkait dengan kerugian yang dialami oleh konsumen tersebut adalah berupa penggantian kerugian akan hal yang dialami konsumen tersebut. Sebagaimana yang telah diatur pada Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Lalu, pelaku usaha tersebut juga dapat mendapatkan sanksi administrative apabila pelaku usaha tersebut melanggar atau tidak melakukan apa yang sebagaimana diatur pada pasal 19. Sanksi administratif tersebut berupa ganti rugi paling banyak yakni sebesar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Atsar, Abdul, dan Rani Apriani (2019). Buku Ajar Hukum Perlindungan Konsumen. Deepublish.

Hamid, Abd Haris, dan MH SH. (2017). Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Vol. 1. SAH MEDIA.

Jurnal

Dewi, Luh Ketut Sri Kartika Prema, dan Dewa Gde Rudy. (2019). Pelaksanaan Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Produk Skin Care Yang Mengandung Zat Adiktif. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6(3) : 1-14

Hamid, Dede Afandi, and Ermanto Fahamsyah. (2019). Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Atas Peredaran Kosmetika Yang Diduga Mengandung Bahan Berbahaya Dan Tidak Memenuhi Standart Mutu Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Kosumen (Studi Kasus Produk Kosmetika Hasil Rilis BPOM). Jurnal Hukum Adigama 2(2) : 1-22

Humaira, Ayu, Yulia, dan Fatahillah. (2021). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Pengguna Kosmetik Yang Tidak Terdaftar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (Studi Penelitian Di Kota Idi Kabupaten Aceh Timur). JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH 4 (2) : 75-84

Latifah, Khilwa Rahma. (2022). Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Kosmetik Yang Mengandung Bahan Merkuri Berbahaya (Studi Di BPOM Kota Surabaya). Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum 28 (9) : 4491-4506

Pratiwi, Ni Kadek Diah Sri, dan Made Nurmawati. (2019). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Kosmetik Impor Tanpa Izin Edar Yang Dijual Secara Online?. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7(5) : 1-16

Sukristiani, Dwi, Hayatunnufus Hayatunnufus, dan Yuliana Yuliana. (2014). Pengetahuan Tentang Kosmetika Perawatan Kulit Wajah Dan Riasan Pada Mahasiswi Jurusan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang. Journal of Home Economics and Tourism 7(3) : 1-14

Sa'diyah H. (2019). Perlindungan Konsumen Atas Peredaran Derma Skin Care yang Belum Mendapat Izin Edar dari BPOM. Skripsi. Tidak di Terbitkan. Fakultas Hukum. Universitas Jember : Jember.

Sari, Erina Sintha, B. Rini Heryanti, dan Dharu Triasih. (2020). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Problematika Kosmetik Yang Tidak Terdaftar Dalam BPOM. Semarang Law Review (SLR) 1 (2) : 1-13

Saraswati, Gita, dan Anak Agung Istri Ari Atu Dewi. (2019). PertanggungJawaban Pelaku Usaha Bagi Konsumen Yang Menggunakan Produk Kosmetik Ilegal Dan Berbahaya. Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 7 : 1-16

Utami, Kadek Nanda Githa, dan Ida Bagus Putu Sutama. (2018). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Pemakaian Produk Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya Pada Toko Female World Shop Grosir-Denpasar. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 5 (2) : 1-15

Zhafran MP. (2020). Hukum Islam Tentang Juali Beli Handbody Tanpa Label BPOM (Studi Kasus Transaksi Online Produk Kyantik Skincare). Skripsi. Tidak di Terbitkan, Fakultas Syariah. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung : Bandar Lampung.

Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2017 tentang BPOM

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 5 Tahun 2022 hlm 467-481

481