PERLINDUNGAN HUKUM OLEH BANK TERHADAP PENANAM MODAL ASING YANG MENGALAMI KREDIT MACET

Putu Ananda Oktavian Pratama, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: nandaledun72@gmail.com

Ayu Putu Laksmi Danyathi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: laksmi_danyathi@unud.ac.id

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui akibat hukum terhadap debitur penanam modal asing yang melakukan kredit macet serta mengetahui upaya perlindungan hukum kepada bank jika kredit yang disalurkan kepada debitur penanam modal asing mengalami kredit macet. Selain itu bertujuan untuk mengkaji faktor terjadinya kredit macet serta menganalisis perlindungan hukum pada Bank yang mengalami kredit macet yang dilakukan oleh debitur penanam modal asing yang didasari oleh Undang-Undang Perbankan serta Undang-Undang Penanaman Modal. Dalam penulisan penelitian ini menerapkan metode penelitian normatif yang didukung dengan pendekatan peraturan perundang - undangan. Kredit macet menimbulkan beberapa kerugian operasional dari bank itu sendiri sehingga kerugian-kerugian tersebut ditutup dengan pinjaman-pinjaman baru selain itu jika kredit sudah dinyatakan macet biasanya nilai jual dari jaminan tambahan tidak bisa dicairkan dengan harga yang sesuai. Faktor penyebab terjadinya kredit macet yaitu faktor internal dan faktor eksternal, untuk upaya perlindangan hukum pada bank dilakukan dengan langkah hukum preventif, represif, manajemen resiko, serta eksekusi terhadap agunan.

Kata Kunci: Bank, Kredit Macet, Penanam Modal Asing

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the legal consequences for debtors of foreign investors who carry out bad credit and to find out legal protection measures for banks if credit extended to debtors of foreign investors experience bad credit. In addition, it aims to examine the factors of the occurrence of bad loans and analyze the legal protection of banks experiencing bad credit carried out by debtors of foreign investors based on the Banking Law and the Investment Law. In writing this research applying normative research methods supported by the approach of legislation. Bad credit causes several operational losses from the bank itself so that these losses are covered with new loans. In addition, if the credit has been declared bad, usually the sale value of the additional collateral cannot be disbursed at the appropriate price. Factors causing bad credit are internal factors and external factors, for legal protection efforts at banks are carried out with preventive, repressive legal steps, risk management, and execution of collateral.

Key Words: Bank, Bad Credit, Foreign Investment Company

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Globalisasi mendorong kemajuan ekonomi terjadi sangat pesat. Pertumbuhan yang diakibatkan oleh ekspansi ekonomi menyebabkan meningkatnya tuntutan dan persaingan dalam kehidupan masyarakat. Hampir semua negara di berbagai belahan dunia selalu melakukan pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangannya, dengan adanya investasi baik domestik ataupun penanam modal asing (PMA) yang bertujuan untuk mempercepat laju pembangunan di suatu negara. Di Indonesia, pemangku kebijakan terus berupaya melakukan yang terbaik demi mendorong perekonomian, penyerapan tenaga kerja, bertambahnya output yang dihasilkan, serta peningkatan devisa.

Investasi adalah kegiatan dilakukan oleh perorangan yang bersifat individual atau badan hukum, dengan upaya meningkatkan atau mempertahankan nilai modal awal, bisa berupa uang tunai, aset tidak bergerak (bangunan, saham, tanah, dan emas). Berinvestasi dalam pembangunan merupakan suatu kebijakan yang berdampak dalam perekonomian, seperti menumbuhkan kuantitas barang maupun jasa, menciptakan nilai tambah, tenaga kerja, meningkatnya pendapatan masyarakat, sekaligus menjadi pendapatan daerah berupa pajak dan retribusi.1

Dalam mendorong pembangunan yang berkelanjutan, harus didukung oleh sistem perbankan yang sehat. Pada dewasa ini, hadirnya bank mempunyai peranan signifikan dalam kesejahteraan masyarakat.2 Oleh karena itu, lembaga keuangan telah menjadi lembaga yang dapat menjadi solusi bagi masyarakat, dan berperan sebagai fasilitas penunjang berupa pinjaman kredit. Penyaluran kredit oleh bank merupakan kegiatan sah dalam sektor perbankan. Pemberian kredit kepada pihak debitur dikatakan sebagai salah satu ciri dari badan usaha yaitu Bank dalam usahanya sebgai penyalur dana kepada masyarakat. Kredit yang terbentuk serta terjadi dari adanya suatu perjanjian yang mengikat bank selaku kreditur serta debitur, dimana pihak debitur diwajibkan untuk melunasi kredit serta lengkap dengan pengalihan bunga yang telah disepakati kreditur serta debitur. Ketika memperoleh pinjaman, individu akan terikat oleh perjanjian hutang antara yang dititipkan dan bank.

Bank menurut Simorangkir dapat diartikan “Salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa”3. Bank hadir memberikan pinjaman berupa uang yang disertai dengan pemberian jaminan yang digunakan untuk menjamin pinjaman tersebut, atau sering disebut sebagai Pemberian Kredit. Jika suatu jaminan daripada kredit telah diterima, itu akan saling berkaitan dengan berbagai hukum jaminan.4 Dewasa ini, setiap individu dapat menjadi pemberi kredit selama memiliki kemampuan sesuai dengan perjanjian utang piutang.

Di Indonesia kredit diatur mengacu pada ketentuan hukum perbankan.5 Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan diatur: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Perjanjian Kredit yaitu “Perjanjian pemberian kredit antara pemberi kredit dan penerima kredit. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit wajib hukumnya dituangkan dalam perjanjian kredit”.

Pemberian kredit yang dilakukan pihak Perbankan umumnya mempunyai persamaan mekanisme baik kepada perusahaan lokal maupun penanam modal asing sebab adanya ketentuan umum yang mengatur tentang konsep analisa kelayakan terhadap debitur dengan menggunakan analisa prinsip 5C yang terdiri:6

  • a.  (Character) dinilaiya kepribadian guna mengetahui itikad baik dari calon

debitur agar nantinya mengenai melunasi kredit yang disalurkan.

  • b.  (Capacity) dinilainya kapasitas untuk mengetahui kemampuan dari calon

debitur dalam melunasi kredit yang disalurkan.

  • c.    (Capital) dinilainya modal yang nantinya digunakan mengetahui posisi keuangan calon debitur secara menyeluruh nantinya bisa diketahui mampu atau tidak modal calon debitur untuk mendukung pendanaan usaha debitur.

  • d.    (Collateral) dinilainya jaminan, dapat digunakan karena agunan menjadi second way out dalam penyelesaian kredit bermasalah.

  • e.  (Condition) dinialinya perkembangan usaha nasabah debitur guna

mengetahui kondisi usaha calon debitur dapat berkembang dengan keadaan pasar baik didalam maupun diluar negeri.

Berbagai syarat yang harus dipenuhi terkait fasilitas kredit yang dialokasikan bank kepada perseroan yang saham kepemilikannya dimiliki oleh orang asing. Peraturan yang menjadi dasar bagi perusahaan penanaman modal asing untuk menjalani kegiatannya di Indonesia didasari pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (disebut UUPM). Didalam Pasal 1 angka 6 UUPM, penanaman modal asing diartikan sebagai semua pihak yang melakukan penanaman modal di seluruh wilayah Republik Indonesia baik perseorangan maupun badan hukum.7 Selanjutnya, Pasal 5 ayat (2) UUPM mengatur “Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.”

Penanaman modal asing ini menjadi penyumbang laba di sektor perbankan. Oleh sebab itu sektor perbankan memerlukan analisa berfokus kepada kredit macet serta cara pencegahannya, memahami faktor-faktor yang menyebabkan suatu kredit macet, dan memahami bagaimana penyelesaian jika menemukan kredit macet dengan

debitur PMA sehingga perlindungan kepada Bank sebagai kreditur dari kerugian maupun dari resiko hukum dapat terjamin dengan baik.

Adapun selain penulisan jurnal yang dilakukan oleh penulis ini, pada state of art penulis menemukan penelitan sebelumnya yang berkaitan dari segi topik, yaitu perbankan. Akan tetapi penelitian ini mempunyai beberapa perbedaan dengan penelitian yang sudah dilakukan terdahulu diantaranya “Upaya Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Dalam Permasalahan Kredit Macet” oleh Luh Intan Permatasari dan I Ketut Markeling8, serta dalam jurnal hasil karya I Komang Tri Atmaja dan Ni Putu Purwanti yang berjudul “Pengaturan Penyelesaian Kredit Macet Melalui Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Berdasarkan Hukum Perbankan.”9 Pada penulisan karya ilmiah ini, penulis membahas lebih lanjut secara terkhusus terkait bagaimana perlindungan hukum pada bank bilamana ada Penanam Modal Asing (PMA) melakukan kredit macet sehingga terdapat perbedaan dalam pembahasan pada penelitian sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, penulisa mengangkat judul penelitian “Perlindungan Hukum Oleh Bank Terhadap Penanam Modal Asing Yang Mengalami Kredit Macet.”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu:

  • 1.    Bagaimana akibat hukum terhadap debitur penanam modal asing yang melakukan kredit macet?

  • 2.    Bagimana upaya perlindungan hukum kepada bank jika kredit yang disalurkan kepada debitur penanam modal asing mengalami kredit macet?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan jurnal ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui apa saja faktor penyebab terjadinya kredit macet yang dilakukan oleh debitur penanam modal asing terhadap bank serta upaya perlindungan hukum bagi pihak Bank jika kredit yang disalurkan kepada debitur penanam modal asing tersebut mengalami macet.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang diaplikasikan dalam penulisan penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif, dengan berdasarkan adanya kekaburan norma yang terdapat dalam Undang – Undang No. 5 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing Pasal 16 yang mengatur tentang tanggungjawab bagi setiap penanam modal, secara khusus pasal 16 huruf c yang berbunyi “menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara”, adanya kekaburan norma dalam pasal tersebut dikarenakan setiap penanam modal memiliki keadaan perusahaan yang berbeda beda sehingga bagaimana menentukan apakah suatu kegiatan usaha telah dilaksanakan dengan efisien dan efektif, serta memperhatikan asas kehati-hatian dan keberlanjutan? Hal ini dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda dan menimbulkan kekaburan norma dalam penerapannya.

Adapub pendekatan-pendekatan yang turut dipakai dalam penulisan jurnal ilmiah ini yaitu pendekatan yuridis yang didasari oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Undang-Undang Perbankan serta Undang-Undang Penanaman Modal sebagai sumber utama atau primer. Digunakannya jurnal-jurnal sebagai literatur yang berkaitan dengan kredit macet dapat digolongkan sebagai sumber hukum sekunder.

  • III.    Pembahasan

    • 3.1.    Akibat hukum terhadap debitur penanam modal asing yang melakukan kredit macet

Kredit bersumber dari istilah “credere” dalam Bahasa latin dimana memiliki arti kepercayaan. Kepercayaan adalah yang mendasari dan harus dimiliki oleh kreditur kepada debitur.10 Untuk mendapat suatu kredit, seorang nasabah diharuskan untuk mengikuti prosedur yang telah ditentukan oleh lembaga keuangan. Supaya, kredit tersebut dapat berjalan secara sehat dan layak. Besaran keuntungan yang diperoleh industri perbankan dari pemberian pinjaman kepada debitur penanaman modal asing harus disamakan dengan jenis risiko yang diterima industri perbankan, sehingga diperlukan suatu analisa yang berfokus pada industri perbankan guna melakukan tindakan preventif terhadap pinjaman serta mengidentifikasi penyebab faktor yang membuat terjadinya suatu kredit macet.11

Seperti halnya yang diatur dalam Pasal 3 PBI No. 7/14/PBI/2005 Tentang Pembatasan Transaksi Rupiah Dan Pemberian Kredit Valuta Asing Oleh Bank yang diatur terkhusus pada huruf a yang mengatakan “Pemberian Kredit dalam rupiah dan atau valuta asing.” Yang artinya bank dilarang untuk memberikan aktivitas kredit kepada individu yang tidak mempunyai kewarganegaraan Indonesia. Namun selanjutnya pada Pasal 9 ayat (1) huruf a, ketentuan yang pada Pasal 3 huruf a mendapat pengecualian yaitu: “Kredit dalam bentuk sindikasi yang memenuhi persyaratan berikut:

  • 1)    mengikutsertakan Prime Bank sebagai lead bank;

  • 2)    diberikan untuk pembiayaan proyek di sektor riil untuk usaha produktif yang berada di wilayah Indonesia; dan

  • 3)    kontribusi bank asing sebagai anggota sindikasi lebih besar dibandingkan dengan kontribusi bank dalam negeri.”12

Khususnya pada angka 2 yang mengatakan “diberikan untuk pembiayaan proyek di sektor riil untuk usaha produktif yang berada di wilayah Indonesia” disini jelas diatur bahwa PMA diperbolehkan menjalankan usahanya jika perusahaannya berada pada sektor riil dan tentunya harus melakukan segala aktivitasnya di wilayah Negara Indonesia. Pengaturan untuk PMA untuk melakukan usahanya juga diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UUPM “Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum

Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.” Disini, PMA diharuskan membuat perseroan terbatas (PT.) dimana berkedudukan di wilayah Negara Indonesia. Dapat dikaitkan maka investor tersebut dapat diberikan fasilitas kredit oleh sektor perbankan di Indonesia asalkan sudah mendirikan perusahaan yang berbadan hukum yaitu PT. dan melakukan kegiatan perusahaannya masih dalam wilayah Indonesia.

Seiring perkembangannya, kredit dapat dibagi dalam beberapa kualitas. Diatur dalam Pasal 12 ayat (3) PBI No: 14/15/PBI/2012 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Bank Indonesia mengklasifikasikan kolektabilitas kredit ke dalam lima (5) kolektabilitas yaitu: Pertama, lancar yaitu kolektabilitas debitur dengan pelunasan tidak terlambat, yang berarti debitur saat memenuhi kewajibannya baik pinjaman pokok maupun bunganya. Kedua yaitu debitur dengan kolektabilitas dalam perhatian khusus diartikan bahwa debitur dengan riwayat kredit tersebut menunggak dalam melunasi pinjaman kredit dengan keterlambatan sampai dengan 90 hari. Ketiga, terjadi wanprestasi dalam pembayaran pokok dan bunga atas fasilitas kredit yang diterima lebih dari 120 hari. Debitur dengan kolektibilitas kurang lancar biasanya sukar mendapatkan fasilitas kredit dari bank karena kemampuan pemulihan tidak memenuhi standar. Keempat, kolektabilitas kredit yang diragukan berarti kredit yang memiliki hutang lebih dari 180 hari belum di bayar, adanya cidera janji lebih dari waktu yang ditentukan, terdapat peningkatan hutang bunga, serta adanya dokumen kredit yang kurang baik. Yang terakhir yaitu kredit macet, kredit macet adalah kredit memiliki ciri-ciri dimana jika kredit tersebut dinyatakan macet berarti sudah berada dalam keadaan darurat yang biasanya kredit macet memenuhi beberapa kreteria yaitu kredit tersebut belum dilunasi lebih dari 270 hari sesuai dengan jadwal pembayaran yang ditentukan. Kredit macet menimbulkan beberapa kerugian operasional dari bank itu sendiri sehingga kerugian-kerugian tersebut ditutup dengan pinjaman-pinjaman baru selain itu jika kredit sudah dinyatakan macet biasanya nilai jual dari jaminan tambahan tidak bisa dicairkan dengan harga yang sesuai.13

Kreteria-kreteria dari kredit macet, tentu kredit bisa dinyatakan macet memiliki beberapa faktor dan biasanya faktor tersebut timbul dari faktor internal bank maupun faktor eksternal dari debitur.14

Faktor yang berasal dari kreditur yaitu Bank diantaranya:

  • 1.    Kualitas pegawai Perbankan, pegawai Bank dalam melakukan tugas dan kewenangannya dituntut untuk bekerja secara profesional dan berintegritas. Jika pegawai bank tersebut tidak berkerja secara profesional dan rendahnya integritas maka akan berdampak kepada kurangnya pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat. Dalam hal pemberian kredi pada Debitur PMA, pegawai yang tidak profesional akan kurang dalam menganalisis pengajuan kredit serta tidak tepat memberikan kredit

sehingga dapat menyebabkan kredit yang diberikan susah kembali kepada pihak bank berupa cicilan pokok dan/atau bunga dari Debitur.

  • 2.    Persaingan antar Bank merupakan salah satu faktor karena setiap bank dalam perkembangannya selalu bersaing untuk mendapatakan hati masyarakat. Setiap bank memiliki cara yang beragam agar dapat membuat masyarakat tertarik untuk memperoleh kredit, inovasi tersebut yang akan mempengaruhi bagaimana bank tersebut bisa memperoleh nasabah serta mempertahanhannya dengan prinsip kepercayaan.

  • 3.    Lemahnya pengawasan bank, OJK sebagai badan badan pengawas keuangan di Indonesia memiliki peran sangat penting karena pengawasan dari proses pemberian kredit, agar nantinya kredit yang disalurkan tepat dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum perbankan sehingga meminimalisir adanya kredit yang macet yang dilakukan oleh debitur.

Faktor yang bersumber dari debitur khususnya penanam modal asing diantaranya sebagai berikut:

  • 1.    Penyalahgunaan kredit oleh debitur PMA artinya debitur menggunakan kredit yang difasilitasi oleh bank tidak sesuai dengan tujuan dari pemakaian dalam perjanjian. Dalam setiap kredit yang diajukan oleh debitur kepada bank pasti memiliki tujuannya dan pasti dari pihak bank juga akan menganalisis dan menanyakan terkait dari tujuan pemakaian kredit kepada debitur, tujuan pemakaian kredit tersebut akan dicantumkan dalam perjanjian kredit. Namun, dalam pemakaiannya debitur tidak melakukan sesuai yang diperjanjikan sehingga hal ini bisa menyebabkan ketidaklancaran pembayaran cicilan oleh debitur, contohnya debitur mengajukan permohonan kredit untuk perusahaannya di bidang otomotif tetapi debitur menggunakan uang dari kredit untuk ekspansi perkebunan sawit, ketika panen gagal maka debitur tidak dapat membayar kewajibannya untuk pelunasan kredit.

  • 2.    Perusahaan yang dikelola oleh debitur PMA tidak profersional mengatur usahanya sehingga perusahaan yang sudah menerima fasilitas kredit dari bank untuk menjalankan usahanya, namun debitur tidak bisa memanajemen dalam hal keuangan, teknis marketing dan lainnya sehingga akan berdampak pada minat dan konsumsi masyarakat dan akan berpengaruh pada penghasilan dari usaha tersebut yang tidak maksimal sehingga dapat menyebabkan ketidaklancaran pembayaran cicilan dan bunga kepada pihak bank.

  • 3.    Debitur tidak memiliki itikad baik artinya nasabah yang menggunakan segala cara agar mendapatkan kredit bank dengan tujuan yang tidak baik. Setelah debitur PMA tersebut mendapatkan kredit digunakan tetapi tidak dipertanggungjawabkan, bahkan sebelum jatuh tempo debitur tersebut sudah melarikan diri agar tidak perlu melakukan kewajibannya membayar cicilan pokok dan/atau bunga kepada pihak bank.

Bank dalam memberikan fasilitas kredit kepada pengusaha dalam negeri maupun PMA harus selalu berpatokan kepada prinsip kehati-hatian Bank dalam pemberian fasilitas kredit, dimana diatur pada Pasal 25 angka (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, “Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian”. Diundangkannya PJOK No. 40/Pojk.03/2019 yang dalam Pasal 10 menjelaskan

tentang faktor penilaian kualitas kredit, Pasal 11 mengatur mengenai kreteria-kreteria penilaian dari kualitas kredit, Pasal 12 menjelaskan tentang penetapan kualitas, dan yang terakhir untuk Pasal 30 ayat (1) menjelaskan tentang pencairan agunan bahwa bank wajib melakukan pencairan agunan paling lambar 7 hari setelah debitur Wanprestasi. Secara garis bersar PJOK tersebut mengatur tentang faktor penilaian kualitas kredit, penggolongan dari suatu kredit serta pengaturan pengajuan pencairan klaim agunan oleh bank.

Akibat hukum dari penanaman modal asing yang melakukan kredit macet dapat beragam tergantung pada regulasi dan peraturan yang berlaku di negara tersebut. Secara umum, jika penanaman modal asing tidak memenuhi kewajiban pembayaran kredit yang telah disepakati, maka bank atau kreditur dapat mengambil tindakan hukum untuk memulihkan hutang, seperti melalui proses pengadilan atau penjualan jaminan yang telah disepakati.

Selain itu, jika penanaman modal asing melakukan kredit macet secara sistematis dan terstruktur, maka hal ini dapat memiliki dampak negatif yang lebih besar pada ekonomi negara tersebut, seperti krisis keuangan atau ketidakstabilan ekonomi. Oleh karena itu, negara dapat mengambil tindakan pencegahan atau memperketat regulasi terhadap penanaman modal asing agar tidak terjadi kredit macet yang merugikan bagi perekonomian negara.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 huruf e UU tersebut menyebutkan bahwa penanam modal wajib mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Dalam hal penanam modal asing yang melakukan kredit macet, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran kewajiban tersebut. Hal ini dapat berdampak pada sanksi administratif maupun sanksi pidana terhadap penanam modal asing tersebut.

Selain itu, Pasal 15 huruf c UU Penanaman Modal juga menyebutkan bahwa penanam modal wajib membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal. Dalam laporan tersebut, penanam modal harus menyampaikan informasi mengenai kinerja keuangannya, termasuk mengenai kredit yang diberikan dan apakah kredit tersebut mengalami masalah atau tidak. Jika terbukti bahwa penanam modal asing tidak mematuhi kewajiban tersebut, maka dapat dikenakan sanksi administratif berdasarkan Pasal 34 UU Penanaman Modal yaitu: Ayat (1): Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. Ayat (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Ayat (3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3.2. Perlindungan Hukum Kepada Bank Jika Kredit yang Disalurkan Kepada Debitur Penanam Modal Asing Mengalami Kredit Macet

Dalam suatu perjanjian kredit baik pengusaha lokal maupun penanam modal asing (PMA) jika debitur tersebut melakukan wanprestasi atau prestasi tersebut tidak terpenuhi kepada pihak bank, maka akan merugikan dan berdampak negatif bagi pihak bank.15 Diadakannya suatu perjanjian dari pihak bank maupun debitur penanam modal asing untuk melaksanakan sesuatu yang telah diperjanjikan dan mengikat satu sama lain, namun dalam kenyataannya bahwa salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya.

Namun, sejauh ini tidak ada satupun aturan secara mengkhusus mengatur terkait perlindungan hukum terhadap bank jika debitur PMA itu melakukan wanprestasi.16 Adanya kekosongan hukum, artinya tidak ada aturan untuk menangani kredit macet dari PMA, maka dari itu bank sebagai kreditur harus bekerja untuk melindungi diri secara hukum agar tidak memiliki kelemahan dalam menghadapi tuntutan hukum. Bank Indonesia sebagai bank sentral pun tidak menerbitkan aturan mengenai pengaturan terkait perlindungan hukum pada bank terkait hal ini. Kekosongan norma terkait perlindungan hukum ini juga berimplikasi jika terjadi kredit macet, untuk itu dibutuhkan bentuk proses terselesaikan kredit yang tidak menyebabkan kerugian pihak bank ataupun pihak penerima kredit dalam hal ini debitur penanaman modal asing, dikarenakan bahwa jumlah diberi tidak begitu besar.

Dalam Pasal 1 angka 4 PBI No. 13/1/PBI/2011, dikatakan “Tingkat Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap risikoserta kinerja Bank.” Yang artinya besaran kredit macet akan berpengaruh pada tingkat kesehatan suatu Bank. Berdasarkan penilaian risiko dan kinerja Bank, tingkat kesehatan Bank akan berbanding lurus dengan kondisi Bank. Risiko kredit ini berimplikasi pada risiko hukum, baik debitur PMA maupun bank akan bekerja sama untuk mempertahankan haknya satu dengan yang lain, sehingga berdampak pada risiko hukum yang dihadapi bank. Menetapkan kebijakan serta manajemen risiko bank umum, setidaknya yaitu pengawasan oleh direksi bank, pelimpahan tanggung jawab terhadap pihak terkait pada sektor perbankan, pembagian tanggung jawab, pengawasan internal melalui audit, dan penerapan ketentuan tentang pengenalan nasabah.

Perlindungan hukum yang hadir atau datangnya dari pemerintah dapat dibagi menjadi perlindungan hukum preventif serta represif. Perlindungan hukum preventif adalah langkah pemerintah untuk pencegahan dengan mendengarkan masukkan dari subyek hukum sebelum diundangkannya kebijakan sehingga, saat terjadinya sengketa dapat diminimalisir. Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk adanya aturan jelas yang berlaku tentang konsep kebebasan dalam masyarakat, ketertiban sosial dan nasional dipertahankan sehingga hak-hak setiap individu dipahami sepenuhnya. Perlindungan hukum represif, bermanfaat menjadi masukan demi mendapatkan kembali hak yang hilang melalui penyelesaian sengketa. Asas perlindungan hukum berupa peraturan perundang-undangan dan produk hukum, menganut

sifat hukum, sumber hukum, dan jenis hukum sebagai asas negara hukum. Yang nantinya berhubungan dengan dengan timbulnya bagaimana upaya perlindungan terhadap hak-hak setiap individu.

Pasal 32 angka 4 UUPM diatur “Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang disepakati oleh para pihak.” Berarti, dalam segi perlindungan hukum perlindungan yang pemerintah fasilitasi yaitu dimana masing-masing pihak pihak harus sepakat, bentuk perlindungan terhadap negara masalah terjadi akibat dari sengketa dengan PMA melalui arbitrase internasional. Tidak diwajibkannya menasionalisasikan usaha yang dimiliki tersebut menjadikan perusahaan PMA memiliki kebebasan mentransfer dana keluar negeri. Perlakuan yang sama dengan penanam modal lokal merupakan bentuk perlindungan yang menjamin PMA supaya nantinya dalam usahanya timbul rasa nyaman dan memberikan kepastian hukum akan status perusahaan mereka di Indonesia, agar kegiatan penanaman modal bisa berjalan dengan baik.

Sementara itu, perlindungan hukum Bank terhadap debitur PMA dengan kredit macet tidak memiliki dasar hukum untuk mengaturnya, Bank akan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi risiko kredit macet satu per satu untuk menghindari kerugian akibat pemberian pinjaman kepada PMA dan menghindari tuntutan hukum yang diakibatkan oleh penyaluran kredit untuk PMA tersebut.

Proses pengikatan kredit pada sektor perbankan harus disertai pemasangan hak tanggungan atas jaminan yang dijaminkan, setidaknya mempunyai perlindungan jika nanti terjadi kredit macet. Diterbitkannya hak tanggungan atas nama bank maka bank tidak perlu melalui persidangan perdata guna melakukan eksekusi pada jaminan kredit yang dimiliki oleh debitur PMA jika nantinya terjadi kredit macet. Diatur pada Pasal 14 ayat (3) UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah “Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah”.

Maka, adanya sertifikat hak tanggungan bank cukup didaftarkan penyitaan ke pengadilan karena dalam sertifikat hak tanggungan memiliki kekuasaan eksekutif yang tidak berubah pada pengadilan yang mempunyai akibat hukum yang tetap.

Jika debitur tersebut lalai melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit sehingga terjadi kredit macet, sebelum mengeksekusi jaminan, debitur harus dinyatakan wanprestasi dan ditegakkan dengan putusan pengadilan. Sehingga, kreditur wajib melakukan tuntutan terhadap debitur karena wanprestasi. Namun, sebelum pihak Bank dapat menggugat debitur, Bank wajib mengeluarkan surat panggilan, surat panggilan itu agar debitur merealisasikan prestasinya. Jika debitur lalai melaksanakan kewajibannya, kreditur dapat menuntut debitur wanprestasi, selanjutnya jika pengadilan menemukan melakukan debitur wanprestasi, Bank dapat melakukan eksekusi terhadap agunan yang dijadikan jaminan oleh debitur penanam modal asing tersebut.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan diatas, adapun kesimpulan yang dapat diuraikan sebagai berikut: perlindungan hukum pada bank atas debitur penanam modal asing melakukan kredit macet ditarik kesimpulan, pemberian kredit kepada debitur penanam modal asing (PMA) diatur pada Pasal 9 ayat (1) huruf a PBI No. 7/14/PBI/2005, serta Pasal 5 ayat (2) UUPM mengatur bagaimana perusahaan yang dimiliki oleh PMA dapat beroperasi di Indonesia. Faktor penyebab debitur PMA melakukan kredit macet dapat dibagi menjadi 2 faktor yaitu, faktor internal dari pihak Bank dan faktor eksternal yang dilakukan oleh debitur PMA tersebut. Belum adanya dasar hukum yang jelas bagaimana peraturan mengenai upaya perlindungan hukum bagi debitur PMA yang melakukan kredit macet membuat kekosongan hukum. Maka dari itu pemerintah hanya dapat memberi perlindungan hukum secara preventif dan represif, sedangkan dari sisi Perbankan pelindungan yang dapat dilakukan yaitu bagaimana Bank tersebut mengatur manajemen resiko serta eksekusi terhadap jaminan yang dimiliki oleh PMA tersebut.

Daftar Pustaka

Buku

H.R.M. Anton. “Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan” (Prenada Media, Jakarta, 2018).

M, Bahsan. “Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia”. (Rajawali Pers, Jakarta, 2015).

Serimbing Sentosa. “Hukum Perbankan Edisi Revisi”. (CV. Mandar Maju, Bandung, 2012).

Jurnal Ilmiah

Atmaja, Komang Tri, dan Ni Putu Purwanti. Pengaturan Penyelesaian Kredit Macet Melalui Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Berdasarkan Hukum Perbankan. Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum 10, No. 10 (2021)

Ayu Sri Arthayani. “Eksekusi Kredit Macet Terhadap Hak Tanggungan” Jurnal Kertha Semaya 5, No. 2 (2017).

Bimantara, Ragga. “Penyelesaian Kredit Macet Perseroan Melalui Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Atas Nama Pribadi.” Jurnal Bina Mulia Hukum 3, No. 2 (2019).

Elisabeth Stevani. “Pencegahan Kredit Macet Dengan Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Penyaluran Kredit Perbankan” Jurnal Kertha Semaya 4, No. 3 (2018).

Gitarus Apriliandini. “Penanaman Modal (Investasi) Terkait Pengembangan Masyarakat Lokal Di Indonesia” Jurnal Kertha Semay 5, No. 2 (2017).

Goni, Ravando Yitro. “Penyelesaian Kredit Macet Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.” Lex Crimen 5, No. 7 (2016).

Hendera. “Perlindungan Hukum Terhadap Bank Pada Fasilitas Kredit Debitur Penanam Modal Asing.” Jurnal Nuansa Kenotariatan 3, No. 1 (2017).

Inten Purnama. “Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Fidusia Akibat Debitur Wanprestasi” Jurnal Kertha Semay 2, No. 6 (2014).

Luh Intan Permatasari. “Upaya Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Dalam Permasalahan Kredit Macet” Jurnal Kertha Semaya 6, No. 9 (2018).

Shinta Teja. “Eksistensi Surat Peringatan Kreditur Kepada Debitur Terkait Kredit Macet Dan Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Lelang” Jurnal Kertha Semaya 2, No. 2 (2014).

Tri Atmaja. “Pengaturan Penyelesaian Kredit Macet Melalui Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Berdasarkan Hukum Perbankan” Jurnal Kertha Wicara 10, No. 10 (2021).

Vista Viani. “Pengaturan Kebijakan Kredit Tanpa Agunan Di Indonesia” Jurnal Kertha Semaya 10, No. 1 (2021).

Wiesma Dewintha. “Tanggung Jawab Penanggung Kepada Debitur Wanprestasi Dalam Hal Terjadi Kredit Macet” Jurnal Kertha Semaya 10, No. 1 (2019).

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang diubah dengan Undang – Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia yang diubah dengan Undang – Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4724).

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 12 Tahun 2022 hlm 1287-1298

1298