LEGALITAS ASET KRIPTO MILIK ARTIS SEBAGAI

SUBJEK KOMODITAS PERDAGANGAN DAN INVESTASI DI INDONESIA

Kadek Ayu Sri Cempakasari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: ayusricempakasari@gmail.com

Dewa Gde Rudy, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: dewarudy1959@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan studi ini untuk mengkaji legalitas aset kripto milik artis serta upaya perlindungan hukum dan penyelesaian sengketa transaksi kripto di Indonesia. Penulisan dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif dan pendekatan terhadap perundang-undangan (statute approach) serta pendekatan konsep. Untuk dapat diperdagangkan secara legal di Indonesia suatu aset kripto wajib memenuhi memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 Tahun 2020. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bappebti No.5 Tahun 2019, aset kripto wajib memenuhi persyaratan yang sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi untuk dapat diperdagangkan di Indonesia.

Oleh karena itu, diperlukan tinjauan yuridis mengenai legalitas aset kripto tersebut dan upaya perlindungan hukum dan penyelesaian sengketa terhadap transaksi kripto yang ada. Dalam hasil studi kemudian menunjukan bahwa keberadaan aset kripto milik artis di Indonesia masih banyak yang belum memiliki legalitas yang kuat serta belum adanya peraturan yang secara spesifik mengatur mengenai upaya perlindungan hukum dan penyelesaian sengketa terhadap transaksi kripto.

Kata Kunci: Aset Kripto, Investasi, Perlindungan Hukum, Penyelesaian Sengketa

ABSTRACT

The purpose of this study is to examine the the legality of crypto asset owned by artist from Indonesia’s law and regulation point of view as well as legal protection efforts and settlement of crypto transaction disputes in Indonesia. This study used a normative legal research method with a statutory approach and also conceptual approach. To have legality to be traded in Indonesia, crypto assets must be fulfill the requirements as stated in Attachment I of the Regulation of the National Regulatory Agency of the Commodity Futures Trading Number 7 of 2020 concerning the Establishment of a List of Crypto Assets that can be Traded in the Physical Crypto Asset Market. These requirements must be fulfill because based on Article 3 paragraph (1) the Regulation of the National Regulatory Agency of the Commodity Futures Trading Number 5 of 2019 concerning Technical Provisions for the Implementation of the Physical Market for Crypto Assets on the Futures Exchange, crypto assets are required to fulfill the requirements in accordance with the mechanism established that regulated by the National Regulatory Agency of the Commodity Futures Trading to be traded in Indonesia. Therefore, a juridical review is needed regarding the legality of these crypto assets, legal protection and dispute resolution existing crypto transactions. The study shows that many crypto assets owned by artists in Indonesia still not have strong legality and still no regulation that spesifically regulate about legal protection and dispute resolution on crypto transactions.

Key Words: Crypto Assets, Investment, Legal Protection, Dispute Resolution

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Kripto mulai dikenal secara luas oleh masyarakat sejak kemunculan produk mata uang kripto yang kenal sebagai bitcoin. Mata uang kripto (cryptocurrency) bitcoin ini ditemukan pada tahun 2008 oleh Satoshi Nakamoto1 dalam “Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System”. Berdasarkan pada Oxford Dictionary, mata uang kripto (Cryptocurrency) berasal dari kata crypto dan currency. Pengertian cryptocurrency menurut oxford learn’s dictionaries merupakan jenis mata uang yang menggunakan sistem digital dan beroperasi secara independen serta tidak memiliki otoritas penerbitan (bank sentral) yang dapat digunakan untuk membeli dan menjual secara online.2 Pengertian senada juga dalam Merriam Webster yang menyatakan bahwa mata uang kripto (Cryptocurrency) sebagai bentuk mata uang digital yang tidak memiliki otoritas penerbitan tetapi menggunakan sistem yang terdesentralisasi untuk mencatat setiap transaksi yang terjadi dan pengelolaan unit baru. Mata uang kripto bergantung pada kriptografi untuk mencegah pemalsuan dan transaksi penipuan.3 Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Cryptocurrency merupakan suatu sistem mata uang digital yang terdesentralisasi menggunakan sistem blockchain sebagai buku besar yang mencatat semua transaksi yang terjadi dengan teknologi kriptografi untuk menjamin keamanan proses pelepasan data dan proses pergantian token digital guna mencegah pemalsuan dan transaksi penipuan.

Hanya saja, penggunaan produk kripto sebagai alat tukar pembayaran di Indonesia tidak diakui karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa mata uang adalah uang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah dan terbuat dari logam dan kertas. Serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia yang menyatakan bahwa setiap perbuatan yang bertujuan untuk pembayaran jika dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menggunakan mata uang rupiah. Selain kedua peraturan perundang-undangan tersebut, larangan penggunaan mata uang kripto juga termuat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Mata Uang, Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, yang mana dalam peraturan tersebut melarang penggunaan mata uang digital yang diterbitkan selain oleh otoritas moneter.4

Keberadaan produk kripto di Indonesia kemudian diakui sebagai komoditas perdagangan bursa berjangka melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99

Tahun 2018 Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset) yang kemudian diikuti dengan peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) berkaitan dengan teknis penyelenggaraan perdagangan aset kripto di bursa berjangka.5 Bursa berjangka berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi memiliki pengertian sebagai “badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk kegiatan jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainnya.” Bursa berjangka memiliki fungsi sebagai sarana pengalihan resiko dan sarana pembentukan harga yang efektif dan transparan sehingga dapat dijadikan patokan bagi pedagang bursa berjangka dan investor.6

Dengan adanya kepastian hukum terhadap keberadaan produk kripto menyebabkan semakin diminatinya aset kripto oleh masyarakat sebagai komoditas perdagangan dan sarana investasi. Berdasarkan pada data milik Indodax sebagai salah satu tempat transaksi kripto di Indonesia mencatat sebanyak 5.271.370 member yang sudah mendaftar sebagai pengguna.7 Peningkatan jumlah pengguna kripto terjadi karena semakin banyak orang yang menyadari mengenai pentingnya berinvestasi. Investasi merupakan suatu transaksi bisnis atau penanaman modal antara investor sebagai pemilik modal dengan investee sebagai yang memerlukan modal yang dapat berupa individu maupun badan hukum.8 Dalam investasi aset kripto umumnya menggunakan model spekulasi dengan cara membeli aset saat harga turun dan menjualnya pada saat harga naik.9 satu alasan yang menyebabkan banyak investor tertarik dengan investasi kripto adalah karena adanya imbang hasil yang lebih besar.10

Hal ini kemudian dilihat sebagai suatu peluang bagi para artis untuk menawarkan produk kripto milik mereka sendiri. Tercatat beberapa artis telah meluncurkan produk kripto yang umumnya berupa token kripto milik mereka sendiri, seperti Anang Hermansyah dengan token ASIX, Wirda Mansur dengan token I-COIN, dan yang terbaru adalah token kripto milik pasangan artis muda Rizky Billar dan Lesti Kejora dengan token LESLAR COIN. Kehadiran token kripto milik artis ini kemudian menimbulkan pertanyaan berkaitan dengan legalitas token tersebut dan upaya perlindungan hukum dalam kegiatan investasi kripto di Indonesia.

Topik yang dibahas dalam artikel ini masih bersifat original dikarenakan belum ditemukan adanya artikel lain yang membahas secara khusus mengenai kepastian

hukum aset kripto yang dimiliki oleh artis sebagai suatu komoditas perdagangan dan sarana investasi di Indonesia, sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antara artikel ini dengan artikel lainnya. Beberapa artikel yang dapat dibandingkan dengan tulisan ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurjannah dan I Gede Artha dalam artikel yang berjudul “Bitcoin Sebagai Aset Kripto di Indonesia Dalam Perspektif Perdagangan” pada tahun 2019 memiliki fokus kajian mengenai bitcoin sebagai alat bayar di Indonesia dan kepastian hukum terhadap keberadaannya setelah berlakunya Peraturan Bappebti No. 5 Tahun 2019. Artikel lain yang dapat dijadikan pembanding adalah penelitian ya11ng dilakukan oleh Dewa Ayu Fera Nitha dan I Ketut Westra pada tahun 2020 dalam artikel yang berjudul “Invetasi Cryptocurrency Berdasarkan Peraturan Bappebti No. 5 Tahun 2019” dimana fokus kajiannya membahas mengenai perlindungan hukum terhadap Invetasi Cryptocurrency serta penyelesian sengketa akibat timbulnya perselisihan setelah berlakunya Peraturan Bappebti No. 5 Tahun 2019. Pada penelitian yang dilakukan oleh Triya Julianti dan Rani Apriani pada tahun 2021 dalam artikel yang berjudul “Legalitas Investasi Bitcoin Ditinjau Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang Serta Penyelesaian Sengketa12” memiliki fokus kajian berupa legalitas dan penyelesaian sengketa dalam investasi bitcoin jika ditinjau dalam UU Mata Uang. Dalam artikel tersebut diatas masih menggunakan ketentuan “currency” dalam penulisannya serta penggunannya sebagai sarana transaksi, padahal dalam UU Mata Uang dan beberapa Peraturan Bank Indonesia lainnya telah secara tegas menyatakan mengenai larangan penggunaan mata uang dan alat tukar lainnya selain rupiah. Sedangkan dalam artikel ini memiliki fokus kajian pada kepastian hukum atau legalitas atas aset kripto yang dimiliki oleh artis serta upaya perlindungan hukum terhadap investor dalam penggunaan aset kripto milik artis tersebut sebagai komoditi dan sarana investasi yang ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang ada.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana legalitas keberadaan aset kripto milik artis ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana upaya perlindungan hukum terhadap investor terkait dengan perdagangan dan investasi aset kripto milik artis?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk mengkaji legalitas produk token kripto milik artis sebagai komoditas perdagangan dan investasi di Indonesia serta upaya perlindungan hukum yang ada terhadap investor yang melakukan transaksi investasi kripto di Indonesia.

  • 2.    Metode Penelitian

Dalam penulisan jurnal ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif ini dikenal juga dengan istilah penelitian hukum doktrinal.13 Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum normatif merupakan suatu proses guna menemukan aturan hukum, prinsip hukum, maupun doktrin hukum dalam upaya menjawab permasalahan hukum yang sedang terjadi.14 Penulisan jurnal menggunakan pendekatan terhadap perundang-undangan sebagai sumber hukum yang ada.15 Penulisan jurnal ini juga akan menggunakan pendekatan konseptual dalam menganalisa bahan hukum yang ada, sehingga dapat menjadi acuan argumentasi dalam penyelesaian masalah yang ada. Selanjutnya, teknik penelusuran bahan hukum dilakukan dengan menggunakan analisis kajian kualitatif.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Legalitas Keberadaan Token Kripto Milik Artis di Indonesia

Keberadaan aset kripto di Indonesia mulai memiliki dasar hukum semenjak diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 yang pada Pasal 1 menyatakan tentang ditetapkannya aset kripto sebagai subjek kontrak berjangka dan bisa diperdagangkan di bursa berjangka. Adanya kepastian mengenai eksistensi kripto di Indonesia membuat semakin banyak orang yang berminat dengan aset kripto. Euforia ini juga turut dirasakan oleh public figure yang kemudian memanfaatkan celah ini untuk meluncurkan token kripto milik mereka sendiri. Sebagai contoh, Anang Hermansyah dan Ashanty yang meluncurkan token ASIX, Wirda Mansur dengan I-COIN, dan yang terbaru token milik pasangan artis Rizky Billar dan Lesti Kejora yang diberi nama LESLAR COIN. Kekuatan popularitas yang dimiliki artis tersebut membuat token artis menjadi sering diperbincangkan. Hal ini kemudian menjadi menarik untuk dibahas mengenai legalitas dari keberadaan token kripto milik artis tersebut.

Berdasarkan Peraturan Bappebti No. 5 Tahun 2019 pada Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa aset kripto yang diperdagangkan di Indonesia haruslah sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Komoditi. Lebih lanjut, aset kripto dapat diperdagangkan jika berhasil memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Bappebti No.5 Tahun 2019. Selanjutnya, berdasarkan pada Peraturan Bappebti No. 7 Tahun 2020 yang menyatakan bahwa suatu produk kripto dapat ditetapkan dalam daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar fisik aset kripto setelah dinilai memenuhi persyaratan yang ada sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan

Bappebti No.7 Tahun 2020 dan telah ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Selanjutnya, berdasarkan pada ketentuan Pasal 5 Peraturan Bappebti No.2 Tahun 2020 yang merupakan perubahan dari peraturan sebelumnya, yaitu Peraturan Bappebti No.5 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa semua bursa berjangka sebagai marketplace penjualan aset kripto wajib memenuhi persyaratan yang telah diatur oleh aturan Bappebti. Adapun besar biaya capital minimum yang harus dimiliki oleh pedagang aset kripto harus mempunyai modal yang disetorkan minimal Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah) dengan modal yang harus dipertahankan sebagai modal akhir minimal Rp150.000.000.000,00 (seratus lima puluh miliar rupiah) dan memiliki setidaknya 3 (tiga) orang staff yang memiliki sertifikasi Certified Information Systems Security Professional (CISSP) serta memiliki sistem pelaporan untuk menampung transaksi yang terjadi pada pedagang fisik aset kripto. Pelaporan tersebut wajib diaudit oleh lembaga independen dan berkompeten di bidang sistem informasi dengan sumber daya manusia yang memiliki Certified Information System Auditor (CISA). Penyelenggara pasar fisik aset kripto juga harus mengedepankan prinsip pengelolaan usaha yang benar guna menjamin konsumen tetap terlindungi dari adanya pencucian uang dan pembiayaan terorisme.16

Berdasarkan pada pernyataan Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti, sebagaimana dilansir dalam Kumparan Bisnis menyatakan bahwa dari beberapa token kripto artis yang ada, namun sejauh ini yang telah melakukan pendaftaran ke Bappebti dan telah mendapatkan surat konfirmasi dari Bappebti hanya token ASIX milik Anang Hermasyah. Sedangkan untuk token lainnya belum melakukan pendaftaran ke Bappebti.17 Hanya saja, pendaftaran token ASIX ke Bappebti ini tidak serta-merta menjadikan token ASIX menjadi legal diperdagangkan di Indonesia, sebab, berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Bappebti No. 5 Tahun 2019, untuk bisa diperdagangkan di Indonesia token kripto diwajikan untuk masuk ke dalam peringkat 500 besar kapitalisasi Pasar Aset Kripto, sedangkan kapitalisasi pasar token ASIX sendiri menduduki peringkat 3.523.18 Pengecualian terhadap ketentuan ini diatur dalam Lampiran I Peraturan Bappebti No.7 Tahun 2020 pada bagian ketentuan umum penilaian kesesuaian aset kripto nomor 4 yang menyatakan bahwa pedagang fisik aset kripto dapat mentransaksikan aset kriptonya meski belum termasuk ke dalam peringkat 500 besar coinmarketcap jika berdasarkan pada Analytical Hierarchy Process memiliki penilaian diatas 6,5. Sedangkan, berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Bappebti No. 7 Tahun 2020 yang menyatakan bahwa hanya aset kripto yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Bappebti No. 7 Tahun 2020 yang

dapat diperdagangkan secara resmi dan legal di Indonesia walaupun token tersebut telah dirilis di Indodax yang merupakan salah satu marketplace kripto di Indonesia.

Berdasarkan pada hal tersebut, maka keberadaan aset kripto milik artis di Indonesia belumlah memiliki legalitas yang kuat untuk dapat diperdagangkan di Indonesia sebab sebagian besar aset kripto milik para artis tersebut masihlah belum ditetapkan dalam daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar fisik aset kripto sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Bappebti No. 7 Tahun 2020 walaupun beberapa aset kripto milik artis tersebut telah diliris di Indodax yang telah memenuhi persyaratan sebagai marketplace kripto sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 Peraturan Bappebti No.2 Tahun 2020. Lemahnya legalitas aset kripto milik artis juga terjadi karena sebagian besar aset kripto milik artis tersebut belum mencapai kriteria yang ditentukan oleh bappebti untuk dapat diperdagangkan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Bappebti No.7 Tahun 2020 terutama yang berkaitan dengan peringkat coinmarketcap serta penilaian pada Analytical Hierarchy Process.

  • 3.2    Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Investasi Kripto di Indonesia

Investasi merupakan suatu aktivitas untuk menanamkan modal yang dilakukan oleh investor yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dimasa mendatang. Investasi aset kripto sebagai suatu jenis investasi yang memanfaatkan spekulasi fluktuasi harga memerlukan perlindungan hukum guna menjamin adanya kepastian hukum terhadap para pihak yang terlibat. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah hak yang didapat dari hukum dengan mengedepankan hak asasi manusia pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lainnya.19 Sedangkan, Muschin mengartikan perlindungan hukum sebagai suatu tindakan perlindungan kepada seseorang dengan menyelaraskan norma dan kaidah yang ada guna mewujudkan ketentraman dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat.20 Dalam transaksi jual beli, baik konvensional maupun digital berlaku suatu perjanjain sebagaimana tercantum pada Pasal 1313 KUHPerdata. Perjanjian tersebut akan dianggap sah apabila telah memenuhi syarat sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan akan berakibat hukum yang mengikat bagi para pihak yang terlibat. Perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali tanpa adanya persetujuan dari para pihak atau karena alasan yang cukup menurut undang-undang serta harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sehingga, kendati dalam perdagangan kripto menggunakan online contract, namun tetap memiliki prinsip yang sama dengan kontrak perjanjian pada umumnya.

Guna menjamin menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi para investor aset kripto, pemerintah Indonesia melalui Badan Pengawas Perdagangan

Berjangka Komoditi kemudian membuat regulasi perlindungan hukum, salah satunya diwujudkan dalam ketentuan Pasal 5 Peraturan Bappebti No.2 Tahun 2020 yang menatakan bahwa semua bursa berjangka sebagai marketplace penjualan aset kripto wajib memenuhi persyaratan yang telah diatur oleh aturan Bappebti. Penyelenggara pasar fisik aset kripto juga harus mengedepankan prinsip pengelolaan usaha yang benar guna menjamin konsumen tetap terlindungi dari adanya pencucian uang dan pembiayaan terorisme.

Dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan turut mengatur mengenai kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik, dimana pelaku usaha diharuskan untuk memiliki itikad baik dengan menyediakan infomasi dan data dengan benar dan lengkap, serta tidak boleh memperdagangkan yang tidak sesuai dengan yang semula ditawarkan. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Infomasi dan Transkasi Elektronik (selanjutnya disingkat UU ITE) yang menyatakan “Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan”.

Upaya perlindungan hukum terhadap pelaku investasi kripto juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komiditi (selanjutnya disingkat UU Perdagangan Berjangka Komoditi) yang menegaskan bahwa pengaturan dan perlindungan perdagangan berjangka komoditi diawasi langsung oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka. Apabila terdapat permasalahan, maka para pihak yang mengalami kerugian untuk dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran dan kerugian tersebut.

Upaya perlindungan terhadap investor aset kripto juga diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat UU Perlindungan Konsumen), yang mana berdasarkan peraturan tersebut investor sebagai seseorang yang membeli produk kripto bisa dikategorikan sebagai konsumen.21 Upaya perlindungan hukum terhadap investor sebagai konsumen dalam investasi kripto dicerminkan dalam Pasal 2 UU Perlindungan Konsumen yang berisikan asas perlindungan konsumen, salah satunya terkait dengan asas kepastian hukum. Sehingga, berdasarkan asas tersebut dapat terlihat jelas negara berupaya memberikan jaminan keamanan, kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum terhadap konsumen yang dalam hal ini adalah para investor atau pengguna investasi aset kripto.

Dengan adanya upaya perlindungan hukum terhadap investor sebagaimana dijelaskan diatas, maka diharapkan akan memberikan rasa aman, nyaman,

sejahtera, dan berkeadilan bagi para pelaku investasi aset kripto. Namun, adanya aturan mengenai investasi aset kripto tidak dapat menjamin bahwa tidak akan ada sengketa yang terjadi. Oleh karena itu, Bappebti dalam Pasal 22 ayat (1) Peraturan Bappebti No.5 Tahun 2019 menegaskan bahwa perselisihan para pihak terlebih dahulu diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat dalam batas waktu sebagaimana diatur dalam perjanjian para pihak. Apabila dalam batas waktu tersebut tidak mencapai mufakat, maka proses penyelesaian sengketa dapat diselesaikan baik melalui jalur litigasi maupun non-litigasi. sesuai forum penyelesaian sengketa yang diatur dalam perjanjian para pihak.

Jalur penyelesaian sengketa non-litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa menggunakan cara-cara yang ada di luar pengadilan. Jalur penyelesaian secara non-litigasi dikenal juga dengan istilah Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).22 Berdasarkan pada Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disingkat UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa), arbitrase memiliki pengertian sebagai suatu cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase oleh para pihak yang bersengketa. Sedangkan Alternatif Penyelesaian Sengketa menurut Pasal 1 Angka 10 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dapat diartikan sebagai suatu lembaga penyelesaian sengketa melalui prosedur penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli sesuai kesepakatan para pihak.

Berdasarkan Pasal 22 ayat (3) Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019, Bappebti telah mengatur upaya non-litigasi yang dapat ditempuh oleh para pihak melalui Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI). BAKTI merupakan lembaga arbitrase khusus untuk sengketa perdata berkenaan dengan perdagangan berjangka komoditi serta transaksi lain yang diatur oleh Bappebti sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Angka 4 dan Pasal 3 Peraturan Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor: Per-01/BAKTI/01.2009 Tentang Peraturan dan Acara Arbitrase. Selain melalui BAKTI, proses penyelesaian sengketa transaksi kripto dapat pula dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Dalam putusan yang diterbitkan oleh BPSK memiliki sifat yang mengikat dan final.

Proses penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan melalui jalur litigasi. Jalur litigasi ini dapat dilakukan melalui badan peradilan. Upaya hukum ini dilakukan jika jalan melalui BAKTI dan upaya non-litigasi lainnya tidak tercapai. Dalam proses penyelesaian di pengadilan, sengketa juga dapat secara pidana maupun perdata. Proses penyelesaian secara pidana dapat dikenakan sanksi berdasarkan

pada ketentuan Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang berisikan bahwa investor sebagai pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut pihak yang bertanggungjawab atas kerugian tersebut yang dalam hal ini sang artis sebagai pemilik token dengan dugaan penipuan online, sebab para artis tersebut dengan sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan mengenai keuntungan yang akan didapat jika melakukan investasi kripto milik mereka yang mana hal ini menyebabkan investor selaku konsumen mengalami kerugian dalam transaksi elektronik. Selain UU ITE, perdagangan aset kripto secara illegal juga bisa dijerat sesuai ketentuan Pasal 378 KUHP, yang mana dalam ketentuan pasal tersebut menyatakan bahwa seseorang dapat dijerat pidana karena upaya untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum yang kemudian menyebabkan orang lain menyerahkan sesuatu barang dalam hal ini berupa uang milik investor dapat dijerat karena penipuan.

Proses penyelesaian sengketa secara perdata diatur dalam ketentuan Pasal 38 dan Pasal 39 UU ITE yang menyatakan bahwa setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menggunakan teknologi informasi yang mengakibatkan timbulnya kerugian. Penyelesaian sengketa secara perdata juga tercantum Pasal 23 UU Perlindungan Konsumen yang menegaskan bahwa pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan secara perdata perbuatan melawan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 1365 KUHPerdata, menyatakan jika seseorang melakukan perbuatan melawan hukum, maka orang tersebut diwajibkan untuk mengganti kerugian dari perbuatannya tersebut. Perjanjian menjadi tidak sah karena perjanjian tersebut terjadi ditimbulkan karena kesesatan secara sengaja oleh seseorang kepada orang lain. Selanjutnya, berdasarkan pasal 1865 KUHPerdata, suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai penipuan apabila perbuatan tersebut ditimbulkan oleh rangkaian tipu daya. Oleh karena itu, pembuktian atas tindak penipuan akan menjadi lebih maksimal apabila diproses secara pidana dibandingkan secara perdata.23

Berdasarkan pemaparan diatas dapat diketahui bahwa pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan hukum bagi pelaku investasi kripto terutama kripto milik artis, hanya saja pengaturannya masih tersebar ke dalam beberapa peraturan perundang-undangan dan belum terdapat pengaturan yang spesifik untuk mengatur perlindungan hukum bagi pelaku investasi kripto.

  • 4.    Kesimpulan

Berdasarkan Peraturan Bappebti No. 7 Tahun 2020, aset kripto bisa diperdagangkan hanya ketika telah ditetapkan dalam daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar fisik aset kripto. Dari beberapa aset kripto milik artis yang beredar di tengah masyarakat, keberadaannya belum memiliki legalitas yang kuat

sebab belum memenuhi kriteria untuk dapat diperdagangkan di Indonesia sebagaimana yang ditetapkan oleh Bappebti. Upaya perlindungan hukum dan penyelesaian sengketa dalam investasi kripto telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan terkait, seperti UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, serta dalam beberapa peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Fajar, Mukti., and Achmad Yulianto. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Rahardjo, Sutjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012.

Suratman, and H. Philips Dillah. Metode Penelitian Hukum. Bandung: Alfabeta, 2013.

Jurnal:

Aristeus, Syprianus. "Transplantasi Hukum Bisnis di Era Globalisasi: Tantangan bagi Indonesia." Jurnal Penelitian Hukum De Jure 18, No. 4 (2018): 513-523. doi: 10.30641/dejure.2018.V18.513-524.

Julianti, Triya, and Rani Apriani. "Legalitas Investasi Bitcoin Ditinjau Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang Serta Penyelesaian Sengketa." Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam 12, no. 1 (2021).

Febrina, Winda Rizky, Ros Angesti Anas Kapindha, and Salvatia Dwi M. "Efektifitas dan Efisiensi Alternatif Dispute Resoloution (ADR) Sebagai Salah Satu

Penyelesaian Sengketa Bisnis di Indonesia." Privat Law 9, No.1 (2014): 1-14.

Julianti, Triya, and Rani Apriani. "Legalitas Investasi Bitcoin Ditinjau Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang serta Penyelesaian Sengketa." Yudisia 12, No. 1 (2021): 127-138. doi: 10.21043/yudisia.v12i1.10359.

Koeswanto, Ekka Sakti, and Muhammad Taufik. 2017. "Perlindungan Hukum Terhadap Investor yang Melakukan Investasi Virtual Currency." Jurnal Living Law 9, No.1 (2017): 201-217. doi: 10.30997/jill.v9i2.1033.

Krisawangsa, Hans Kristoper, Christian Tarapul Anjur Hasiholan, Made Dharma Aditya Adhyaksa, and Lourenthya Fleurette Maspaitella. "Urgensi Pengaturan Undang-Undang Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset)." Dialogia Iuridica 13, No. 9 (2021): 1-15. doi: 10.28932/di.v13i1.3718.

Nitha, Dewa Ayu Fera, and I Ketut Westra. "Investasi Cryptocurrency Berdasarkan Peraturan Bappebti No.5 Tahun 2019." Jurnal Magister Hukum Udayana 9, No.4 (2020): 712-722. doi: 10.24843/JMHU.2020.v09.i04.p04

Novianto, Firman. “Perlindungan Hukum bagi Pengguna Mata Uang Virtual Bitcoin dan Ketentuan Standar Keamanan Penyedia Bitcoin Berdasarkan Hukum Positif Indonesia.” Jurnal Hukum Positum  5,  No.1 (2020): 1-12, doi:

10.35706/positum.v5i1.3409.

Puspasari, Sabrina."Perlindungan Hukum Bagi Investor Pada Transaksi Aset Kripto Dalam Bursa Berjangka Komoditi." Jurist-Diction 3, No. 1 (2020): 303-329. doi: 10.20473/jd.v3i1.17638.

Rohman, M. Najibur. "Tinjauan Yuridis Normatif Terhadap Regulasi Mata Uang Kripto (Crypto Currency) di Indonesia." Jurnal Supremasi 11, No. 2 ( 2021): 1-10. doi: 10.35457/supremasi.v11i2.1284

Saputri, Dea Mara. "Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Lelang Dalam Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan." Pamulang Law Review 2, No. 1 (2019): 7-12. doi: 10.32493/palrev.v2i1.5340

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843).

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 64; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5223).

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5232).

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512).

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952).

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset).

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 6 Tahun 2022 hlm 570-581

581