PANDANGAN HUKUM DI INDONESIA MENGENAI SURROGATE MOTHER

Ida Ayu Wiadnyani Lestari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: wiadnyanilestari@gmail.com

I Gusti Agung Ayu Dike Widhiastuti, Fakultas Hukum Udayana, email: dikewidhiyaastuti@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian jurnal ini adalah untuk mengetahui bagaimana hukum di Indonesia memandang Surrogate Mother. Surrogate mother ialah kontrak yang berkaitan dengan seorang wanita dan pihak lain di mana dia setuju untuk hamil dari hasil pembuahan suami serta istri, yang dimasukan ke dalam rahimnya, kemudian harus memberikan bayi itu pada suami dan istri yang bersangkutan setelah melahirkan. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini merupakan metode penelitian Normatif. Bahan hukum yang dipakai dalam penelitian ini yaitu bahan hukum sekunder. Praktik Surrogate Mother sudah masuk ke negara Indonesia. Artikel ini membahas mengenai pandangan hukum di Indonesia mengenai surrogate mother apakah legal atau tidak dan mengenai perlu atau tidaknya peraturan mengkhusus mengenai surrogate mother. Keberadaan Surrogate mother di Indonesia masih belum dikatakan sebagai tindakan yang legal dan pengaturan mengkhusus mengenai surrogate mother sangatlah diperlukan agar terdapat kepastian hukum.

Kata kunci : Surrogate Mother, Pandangan, Hukum di Indonesia.

ABSTRACT

The purpose of this journal research is to find out how the law in Indonesia views Surrogate Mother. Surrogate mothership is a contract between a woman and another party in which she agrees to get pregnant as a result of the marriage of the husband and wife fertilization, It has been put in her uterus, and then must hand over the baby to the husband and wife concerned after giving birth. The research method used is a normative research method. The type of data utilized is secondary information. Surrogate Mother practice has entered Indonesia. This article discusses legal views in Indonesia regarding whether surrogate mothers are legal or not and whether or not special regulations regarding surrogate mothers are needed. In Indonesia, surrogate mothers are still not considered a legal act and special arrangements regarding surrogate mothers are needed so that there is legal certainty.

Key Words : Surrogate Mother, View, Indonesian Law.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Perkawinan yaitu salah satu keterkaitan yang timbul diantara laki-laki dengan perempuan yang dimana ikatan yang dimaksud adalah ikatan batin untuk hidup bersama membentuk suatu keluarga yang dilaksanakan berdasarkan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Perkawinan adalah suatu akad yang sah yang mengikat suami dan istri bersama-sama untuk menciptakan sebuah keluarga yang bahagia yang menguntungkan. Pengertian dari istilah “perkawinan” ialah hubungan yang timbul diantara seorang laki-laki dan seorang peremouan sebagai suami istri. Tujuan pernikahan adalah agar dapat membangun sebuah keluarga yang kekal dimana didasarkan oleh Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada sebuah perkawinan tentulah melibatkan kedua keluarga dalam membentuk keluarga baru tetapi selain melibatkan kedua keluarga dalam membentuk sebuah keluarga baru, perkawinan juga lebih bermakna untuk meneruskan keturunan, keturunan merupakan aspek kunci dari gagasan melangsungkan pernikahan, makna dan makna pernikahan semakin dalam. Pada umumnya perkawinan terjadi tanpa adanya paksaan serta sudah memperoleh kesepakatan dari kedua pihak yang terkait yaitu dari pihak pria serta pihak wanita. Perkawinan sendiri memiliki berbagai macam tujuan dan setiap pasangan suami istri dapat memiliki tujuan yang berbeda, namun setiap pasangan suami istri pastinya memiliki tujuan mendapatkan penerus generasinya atau anak. Salah satu maksud dari perkawinan adalah memiliki keturunan. Dengan mempunyai keturunan maka keluarga tersebut telah memiliki generasi penerus sehingga nantinya tidak punah atau musnah. Setiap manusia memiliki haknya masing-masing dalam membangun suatu keluarga serta memiliki generasi penerus bagi keluarganya. Akan tetapi, tidak semua orang dapat memiliki anak karena berbagai penyebab mereka yang tidak mampu memiliki anak didiagnosis dengan infertilitas, yaitu sebuah situasi di mana Pasutri tidak dapat menghasilkan anak meskipun telah melakukan hubungan seksual dua sampai tiga kali satu minggu pada jangka waktu tertentu ataupun 1 tahun tanpa menggunakan alat kontrasepsi apapun.1 Walaupun sudah berupaya dengan cara berobat baik itu menggunakan pengobatan secara modern maupun pengobatan yang dilakukan secara tradisional tetapi belum juga mendapatkan keturunan dari hasil pernikahan mereka.

Seiring dengan perkembangan zaman, pasutri yang belum mampu ataupun gagal dalam memiliki keturunan, maka dapat melakukannya dengan berbagai pilihan. Perkembangan zaman yang semakin modern memacu teknologi di dunia untuk selalu berinovasi dalam memudahkan kehidupan manusia. Temuan-temuan baru yang dihasilkan dari perkembangan dan inovasi teknologipun semakin banyak bermunculan dan semakin memudahkan kehidupan manusia. Salah satunya merupakan pengembangan teknologi pada bidang kedokteran yang menjumpai sebuah cara yang baru ialah program bayi tabung atau yang biasa dikatakan sebagai inseminasi buatan atau In Vitro Fertilization yang ditemukan sekitar tahun 1970an. Penemuan ini kemudian dilakukan pengembangan dengan maksud untuk membantu permasalahan pada suami istri yang dimana belum mampu mendapatkan seorang anak atau keturunan dengan metode alamiah sehingga diperlukannya cara khusus agar embrio dapat berkembang dengan baik. Dalam istilah bayi tabung sendiri

merujuk pada para bayi yang telah berhasil dilahirkan dari sel sperma ayah dan sel ovum ibu yang kemudian dipertemukan di sebuah tabung.2 Hal ini dilakukan dengan bantuan ibu pengganti atau surrogate mother. Dalam bahasa hukum secara nasional istilah Surrogate mother ini biasanya populer dengan istilah “sewa rahim” dan secara harfiah dapat dikatakan sama dengan istilah “ibu pengganti”.3 Jika ingin melakukan sewa rahim maka dapat dilangsungkan dengan membuat sebuah perjanjian maupun kontrak dan biasanya dikatakan selaku perjanjian sewa rahim atau kontrak sewa rahim.4 Perjanjian sewa rahim pun memiliki syarat yang sama dengan perjanjian pada umumnya seperti terdapatnya kesepatakan, suatu hal tertentu dan juga sebab yang halal. Surrogate mother adalah suatu perjanjian yang dilaksanakan oleh seorang wanita yang mengaitkan diri dengan pihak lain agar hamil sebagai akibat dari pembuahan dari suami istri yang kemudian memasukannya ke dalam rahim, lalu sesudah melahirkan si wanita itu wajib untuk menyerahkan bayi itu kepada suami istri yang bersangkutan.5 Desriza Ratman berkata bahwa “pengertian surrogate mother adalah someone who takes the place of another person (seseorang yang memberikan tempat untuk orang lain)”.6 Surrogate mother ini timbul dikarenakan sang istri tidak mampu mengandung disebabkan oleh sesuatu hal. 7Oleh karena itu, surrogate mother dapat dijadikan sebagai salah satu solusi. Surrogate sendiri berarti “someone who takes the place of another person” atau “seseorang yang memberikan sebuah tempat kepada orang lain”.8

Surrogate mother telah dilakukan di berbagai negara diantaranya Cina, India, Banglades, Eropa dan Amerika. Pada beberapa negara tersebut surrogate mother dilakukan sebagai suatu bisnis atau lahan untuk menghasilkan uang dengan menyewakan Rahim mereka sebagai alat untuk mencari nafkah dan telah dikatakan sebagai hal yang legal. Hal ini terutama dilakukan oleh Wanita-wanita yang memiliki tingkat ekonomi kebawah. Hal ini dilakukan oleh Wanita-wanita tersebut karena bisnis surrogate mother sendiri dapat dikatakan menjanjikan. Menyewa rahim di Negara India telah memberikan pendapatan tahunan kepada pemerintah India sebanyak 445 dolar AS, bahkan hampir Rp. 4 triliun. Pada negara India, wanita menyewa rahim mereka agar dapat menambah penghasilan mereka. Pemerintah di negara India sewa rahim dengan membentuk asosiasi penyewaan rahim telah dilegalkan. Pemerintah di negara ini juga dibuat visa khusus maupun visa medis bagi mereka yang datang dengan tujuan menyewa rahim. Surrogate mother pada Amerika Serikat, tidak seperti di India, wanita disana melakukannya untuk mendapatkan pengalaman hamil. Mereka merasa bahwa dengan hamil, mereka akan dapat belajar menangani masalah

emosional dan mengembangkan naluri keibuan, serta dapat membantu istri yang ingin memulai sebuah keluarga.

Istilah surrogate mother sendiri juga telah mulai dikenal di negara Indonesia. istilah ini biasanya dijumpai dalam ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Kesehatan. Surrogate mother mulai dikenal di Indonesia karena surrogate mother merupakan salah satu solusi yang dapat dikatakan cukup bagus bagi pasutri yang belum memiliki anak atau keturunan. Para pasutri tentunya pasti akan mencoba berbagai macam cara agar dapat memiliki keturunan bahkan tidak jarang para pasutri tersebut sampai mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dan juga pergi ke luar negri untuk melakukan hal tersebut. Dikarenakan surrogate mother sendiri merupakan salah satu solusi bagi pasutri agar dapat memiliki keturunan maka tidak menutup kemungkinan bahwa praktek dari surrogate mother ini telah dijadikan sebagai salah satu solusi oleh pasuturi yang berada di Indonesia. Di Indonesia sampai pada saat ini praktek surrogate mother secara formal belum dilakukan, akan tetapi banyak dilihat beberapa wanita muda di Indonesia bersedia menjadi surrogate mother.9 Hal ini berarti bahwa praktek surrogate mother telah dijadikan sebagai solusi oleh beberapa pasutri di Indonesia dan juga sudah dilirik sebagai lahan bisnis untuk menghasilkan uang oleh para wanita muda di Indonesia. Jika dilihat berdasarkan undang-undang yang ada, surrogate mother sendiri belum memiliki pedoman yang tegas dan jelas di negara Indonesia. Pedoman mengenai surrogate mother sangatlah diperlukan karena jika tidak ada pedoman atau pengaturan tersendiri mengenai surrogate mother maka nantinya aka nada banyak praktik surrogate mother yang dilakukan dan hal tersebut tidak dapat ditangani jika menimbulkan permasalahan. Jika hal ini dilakukan tanpa memiliki pedoman yang jelas maka nantinya dapat menimbulkan persoalan hukum di masyarakat dan akan susah diselesaikan dikarenakan tidak memiliki pengaturan yang jelas. Maka dalam hal ini pedoman atau pengaturan yang jelas mengenai surrogate mother tersebut. Lalu yang menjadi pertanyaan bagaimana negara Indonesia dalam memandang surrogate mother tersebut? apakah pandangan hukum yang berlaku di Indonesia selaras dengan pandangan masyarakat di Indonesia mengenai surrogate mother.

Terkait dengan orisinalitas, jurnal dengan judul “Pandangan Hukum Di Indonesia Mengenai Surrogate Mother” merupakan jurnal yang berdasarkan pemikiran saya sendiri setelah melakukan penelusuran kepustakaan terlebih dahulu. Adapun beberapa jurnal yang saya jadikan referensi seperti “Surrogate Mother(Ibu Pengganti) Dalam Perspektif Hukum Di Indonesia” oleh Dewi Rahayu Ariyanti10, “Surrogate Mother Menurut Hukum Di Indonesia” oleh Angga Pandu dan Novy Purwanto11, dan juga “Tinjauan Sosial Etika dan Hukum Surrogate Mother di Indonesia” oleh Nova Arihkman12.

  • 1.2    Rumusan masalah

  • 1.    Bagaimana hukum di Indonesia memandang surrogate mother?

  • 2.    Apakah pengaturan mengenai surrogate mother diperlukan di Indonesia?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Untuk dapat mengetahui pandangan hukum di Indonesia mengenai surrogate mother dan mengetahui penting atau tidaknya pengaturan mengenai surrogate mother di Indonesia.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan pada penulisan karya ilmiah ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif ini biasanya dapat disebut dengan penelitian hukum doktrinal. Adapun permasalahan norma yang terdapat yaitu norma kabur dikarenakan sampai saat ini belum ada pengaturan yang jelas mengenai surrogate mother tersebut. Dalam metode penelitian normatif tentunya terdapat pendekatan yang digunakan. Pendekatan yang kami pergunakan adalah pendekatan perundang-undangan. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang dimana dipakai dengan meneliti bahan pustaka atau bahan hukum sekunder. Bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan hukum sekunder. Bahan hukum sekunder dalam metode penelitian hukum normatif berupa Undang-Undang, doktrin, hasil penelitian, buku, serta berbagai literatur. Bahan hukum sekunder yang kami pergunakan adalah undang-undang, literatur berupa buku dan juga hasil penelitian berupa jurnal. Dalam metode ini adapun teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan adalah teknik deduktif. Teknik deduktif adalah cara penafsiran atau pengambilan kesimpulan dari sebuah keadaan yang secara umum kepada keadaan yang mengkhusus.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Hukum di Indonesia dalam Memandang Surrogate Mother

Surrogate mother adalah sebuah solusi yang bisa dipilih oleh suami istri dalam memiliki keturunan. Pengertian dari Surrogate Mother dapat ditemukan dalam Black’s Law Dictionary dan jika diterjemahkan "seorang wanita yang melahirkan anak atas nama orang lain dan juga memberikan haknya sebagai orang tua kepada orang lain" atau "seorang wanita yang hamil anaknya dari pasangan lain dan kemudian memberikan hak untuk merawat anak yang lahir dari pasangan dari mana benih itu berasal”.13 Metode dengan Surrogate Mother ialah salah satu bentuk dari metode bayi tabung. Surrogate mother ini memiliki perbedaan dengan bayi tabung, surrogate mother dalam hal itu timbul ketika seorang ibu yang mengandung janin tidak bisa untuk hamil dan melahirkan anak, dan janin yang terdapat di rahimnya ditanamkan ke dalam rahim wanita lain yang menyanggupi dan mampu untuk hamil dan melahirkan anaknya.14 Metode surrogate mother ini biasanya terjadi jika sang istri tidak bisa mengandung dikarenakan berbagai faktor salah satunya memiliki rahim yang lemah atau memiliki penykit yang serius sehingga tidak disarankan untuk hamil agar tidak mengancam Kesehatan atau demi kebaikan sang istri tersebut sehingga meminjam rahim wanita lain untuk dimasukan ovum dari istri dan sperma dari suami untuk dibuahi dan di tanamkan dirahim wanita tersebut. Untuk dapat menjadi seorang Surrogate Mother ada berbagai macam hal yang harus terpenuhi diantaranya yaitu memiliki umur yang tidak diatas 40 tahun, mempunyai rohani dan jasmani yang sehat,

memiliki Rahim yang kuat dan sehat, mempunyai minimal satu anak, status sosial menikah, dan juga harus telah disetujui dari suami yang bersangkutan jika sudah menikah. Namun seiring dengan perkembangan zaman hal tersebut mulai berubah tidak hanya seorang Wanita yang telah menikah saja yang dapat menjadi surrogate mother tetapi Wanita yang belum menikah pun juga dapat melakukannya asalkan memiliki Rahim yang sehat dan kuat, tidak mengalami kemandulan, sehat jasmani dan rohani serta mengadakan perjanjian tersebut berdasarkan atas keinginan dan kemauan diri sendiri dan bukan dikarenakan adanya sebuah paksaan. Dalam pelaksanaan metode Surrogate Mother terdapat 3 jenis yaitu:

  • 1.    Tradicional Surrogacy

Yang dimaksud dengan hal ini adalah terjadinya suatu kehamilan dimana si wanita memberikan sel telur agar dapat dibuahi menggunakan insemasi buatan dan lalu mengandung dan melahirkan anak tersebut untuk pihak lain. Jenis surrogacy ini biasanya dilakukan Ketika sang istri tidak lagi memiliki sel telur untuk dibuahi. Dari pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa suatu dalam traditional surrogacy bayi yang lahir dari wanita yang menjadi surrogate mother akan mendapatkan gen dari sang wanita tersebut dikarenakan ovum yang digunakan dari seorang laki-laki yang bukan merupakan pasangan dari surrogate mother tersebut, akan tetapi setelah sang wanita yang berstatus sebagai surrogate mother melahirkan bayi yang dikandungnya akan diberikan dan dirawat oleh laki-laki tersebut bersama dengan pasangannya.

Jenis surrogacy tersebut biasanya dilakukan ketika sel telur istri sudah tidak berproduksi lagi dan ibu pengganti semacam inilah yang digunakan. Ini juga dapat dipergunakan untuk pasangan sesama jenis yang ingin memiliki anak di luar negeri, terutama di negara-negara di mana hubungan sesama jenis diperbolehkan. Dikarenakan pasangan pria tidak dapat memproduksi sel telur juga dengan demikian hamil, maka pasangan tersebut menyewa rahim seorang wanita dan membuahi sel telur wanita tersebut.

  • 2.    Gestational Surrogacy

Gestational surrogacy ialah kehamilan yang timbul dimana sel telur dari istri mendapatkan sel sperma dari suami yang kemudian dimasukan ke dalam rahim wanita lain yaitu ibu pengganti hingga wanita itu melahirkan anak tersebut. Berdasarkan dari definisi ini, maka gestational surrogacy merupakan seorang anak yang lahir dari ibu pengganti dalam genetic akan membawa gen dari wanita lain dan laki-laki lain, menjelaskan bahwa orang tua secara biologis dari anak yang lahir dari ibu pengganti adalah pria yang memiliki sperma dan juga berasal dari perempuan yang memiliki sel telur yaitu suami serta istri, bukan perempuan yang mengandung dan melahirkan bayi.

Jenis surrogate mother yang paling umum adalah ibu pengganti gestasional atau gestational surrogacy. Dalam kasus ini, ibu pengganti mengandung anak menggunakan sel telur wanita lain, yang dibuahi oleh sperma dari pria atau pendonor lain menggunakan prosedur fertilisasi in vitro. Akibatnya, tidak ada ikatan biologis langsung antara surrogate mother dan anak yang belum lahir. Pada hal ini, surrogate mother perlu minum obat kesuburan agar kehamilan tetap terjaga.

  • 3.    Intended Mother

Intended Mother dapat dkatakan sebagai ibu yang memimpikan kehamilan. Intended Mother sendiri adalah wanita yang tidak menikah atau yang sudah menikah dan menginginkan kehamilannya dilakukan oleh wanita lain yang telah menyetujui hal tersebut dan dapat menggunakan sel telur miliknya sendiri atau ingin menggunakan

sel telur dari hasil donasi sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian yang telah dibuat.

Jika dilihat menurut perkembangan teknologi dalam bidang kedokteran, surrogate mother dapat dilangsungkan menggunakan beberapa macam metode diantaranya dengan menanamkan benih ke rahim istri yang dimana benih tersebut diperoleh dari suami istri tersebut, dapat juga dengan menanamkan satu benih yang didapat dari pendonor baik itu sperma ataupun ovum kemudian ditanamkan pada rahim istri, dan juga dengan menanamkan benih pada rahim wanita lain yang dimana benih itu diperoleh dari suami istri tersebut.

Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa istilah surrogate mother sendiri telah masuk ke negara Indonesia. Lalu bagaimana surrogate mother sendiri di indoensia, apakah telah dilaksanakan atau hanya dikenal sebagai ilmu saja. Surrogate mother memang dapat dikatakan sebagai salah satu solusi yang bagus dalam usaha para pasutri dalam memiliki keturunan terlebih lagi jika sang istri tidak memiliki rahim yang kuat atau memiliki rahim yang lemah. Dalam melaksanakan surrogate mother diperlukannya terdapat sebuah perjanjian dalam melaksanakan praktik surrogate mother dan perjanjian tersebut haruslah memenuhi persyaratan yang ada yaitu persyaratan hukum, diantaranya persyaratan meengenai adanya sebab yang halal. Sampai detik ini praktik surrogate mother secara formal belum ditemukan dilakukan di Indonesia tetapi praktik ini dapat dikatakan telah dilakukan karena dapat ditemukannya banyak wanita-wanita yang diketahui berasal dari Indonesia yang mengatakan bahwa dirinya siap untuk menjadi surrogate mother atas kehendaknya sendiri dan tanpa adanya paksaan. Aturan mengenai perjanjian surogasi ini belum diatur secara mengkhusus dalam hukum yang berlaku di Indonesia.15 Dapat dikatakan bahwa pada implementasinya bisa terbentur dengan berbagai macam masalah etika, moral dan hukum yang pelik sehingga diperlukannya analisis dan perencanaan yang matang untuk menjamin suatu jaminan perlindungan hukum bagi semua orang yang terkait dalam permohonan, dan tetap menjurus kepada penghormatan martabat manusia dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.16 Di Indonesia surrogate mother sendiri digolongkan sebagai upaya kehamilan diluar cara yang alamiah, sedangkan di Indonesia upaya kehamilan yang diizinkan adalah upaya kehamilan secara alamiah seperti salah satunya bayi tabung yang nantinya sel telur yang telah dibuahi tersebut dimasukan pada rahim sang istri yang memang pemilik dari sel telur tersebut. Bayi tabung juga dapat didefinisikan sebagai pembuahan sel telur dengan sel sperma pada sebuah tabung yaitu tabung vetri yang dilaksanakan oleh petugas medis.17 Jadi dapat dikatakan bahwa pelaksanaan surrogate mother di Indonesia masih termasuk ke dalam tindakan yang illegal atau tidak di perbolehkan menurut hukum yang berlaku di negara Indonesia.

Istilah surrogate mother sendiri belum banyak diketahui oleh masyarakat awam, jadi jika dilihat dari pandangan masyarakat maka menimbul pro dan kontra. Yang menyatakan hal itu benar karena surrogate mother adalah upaya yang dilakukan suami istri agar bisa mempunyai seorang anak atau keturunan, sedangkan yang kontra akan hal tersebut dikarenakan bahwa surrogate mother tidak sesuai dengan peraturran-

peraturan dan adab yang hidup di dalam masyarakat Indonesia, salah satunya seperti bagaimana status daripada anak yang lahir dari metode surrogate tersebut karena jika dilihat berdasarkan dalam Pasal 42 UU Perkawinan mengartikan bahwa pengertian dari anak sah yaitu dimana seorang anak dilahirkan yang merupakan akibat dari suatu perkawinan yang sah. Lalu hal tersebut juga dapat menimbulkan beragam pertanyaan yang berkaitan dengan bermacam-macam permasalahan hukum yang berlaku di indoenesia, etika serta moral.

  • 3.2 Perlu atau Tidaknya Pengaturan Mengenai Surrogate Mother di Indonesia

Tidak asing lagi kita melihat bahwa di Indonesia memiliki beragam jenis peraturan. Peraturan-peraturan ini berfungsi untuk mengatur sesuatu hal dan juga terdapat solusi jika hal yang diatur tersebut menimbulkan atau memiliki masalah. Karena merupakan keputusan tertulis, peraturan perundang-undangan sebagai aturan hukum biasa disebut dengan hukum tertulis. Jika tidak terdapat pengaturan maka setiap orang akan dengan bebas melakukan sesuatu tanpa memperdulikan dampak dari apa yang dilakukannya. Di Indonesia istilah surrogate mother sendiri telah dikenal baik dalam dunia kesehatan maupun oleh sebagian masyarakat. Bahkan praktek surrogate mother sendiri telah dilakukan tetapi belum dilakukan secara formal. Praktek surrogate mother belum dapat dilakukan secara formal karena masih ada pro dan kontra yang terkait dalam metode surrogate mother sendiri dan selain itu di Indonesia juga tidak terdapat peraturan yang kuat dan peraturan yang khusus dalam mengatur tentang surrogate mother. Sampai hari ini belum ditemukannya terdapat seebuah peraturan perundang-undangan dimana mengatur secara spesifik perihal bayi tabung juga mengenai surrogate mother di negara Indonesia yang masih memiliki sifat kontradiktif.18 Walaupun di Indonesia belum terdapat peraturan mengenai surrogate mother tetapi ada beberapa peraturan yang dapat dikatakan berhubungan dengan surrogate mother salah satunya yang terdapat dalam Undang-Undang Kesehatan.

Berikut adalah beberapa peraturan yang dapat dikatakan berhubungan dengan konsep surrogate mother.

  • 1.    Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Hal ini tercermin dalam Pasal 127 UU Kesehatan, yang mengatur bahwa “upaya kehamilan di luar alam hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah”. Dari segi penafsiran gramatikal, yang diperoleh hukum Indonesia merupakan cara IVF pembuahan mani juga ovum dari suami dan istri yang sah dan kemudian ditanamkan di rahim istri dimana ovum itu muncul. Akibatnya, cara kehamilan selain jalur alami melalui ibu pengganti dapat dikatakan secara implisit tidak dapat dibenarkan menurut hukum Indonesia.

  • 2.    Peraturan Menteri Kesehatan No. 039 Menkes/SK/20110 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduks Berbantu.

Dalam peraturan permenkes No. 039 Menkes/SK/20110 ini department Kesehatan dalam pengaturan internalnya menjelaskan bahwa hanya sel telur milik istri dan sel sperma milik suami bersangkutan yang dapat dipergunakan dalam melakukan pelayanan teknologi buatan, embrio yang dapat dipindahkan kerahim istri tidak boleh lebih dari tiga. Selain itu terdapat juga beberapa larangan seperti dilarang melakukan surogasi, dilarang menjual belikan ovum dan spermatozoid, tidak diperbolehkan untuk menghasilkan sebuah embrio manusia hanya untuk penelitian kecuali penelitian tersebut memiliki tujuan yang jelas, tidak dibenarkan

melakukan sebuah eksperimen atau penelitian pada penggunaan embrio, ovum bahkan spermatozoa manusia kecuali memiliki tujuan yang jelas dan sudah mendapat izin dari pemilik ovum atau sperma tersebut, dan juga tidak diperbolehkan dalam menjalankan fertilisasi transpesies terkecuali fertilisasi transpesies tersebut telah diakui sebagai upaya dalam menyelesaikan atau mendiagnosa infertilitas untuk manusia.

  • 3.    Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi

Di Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 mengenai Kesehatan Reproduksi terdapat beberapa pasal dapat disimpulkan berkaitan secara tidak langsung dengan surrogate mother diantaranya:

  • 1)    Pada Pasal 1 angka 10 menjelaskan “bahwa reproduksi yang dilakukan dengan kehamilan di luar cara yang alamiah adalah upaya memperoleh kehamilan di luar cara ilmiah tanpa melalui proses hubungan seksual antara suami dan istri apabila cara alami tidak memperoleh hasil”.

  • 2)    Pasal 40 menyatakan sebagai berikut:

Pada ayat 1 dijelaskan “Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan pada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan mengalami ketidaksuburan atau intertilitas untuk memperoleh keturunan”.

Pada ayat 2 dijelaskan “Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan hasil pembuahan sperma dan ovum yang berasal dari suami istri yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal”.

Pada ayat 3 dijelaskan bahwa “Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak bertentangan dengan norma agama”.

Pada ayat 4 dijelaskan “Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara yang alamiahsebagaimana maksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh tenaga Kesehatan yang mempunyai kompetensi dan kewenangan”.

  • 4.    Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 26 Mei 2006

Praktek menyalurkan embrio pada rahim titipan atau rahim yang bukan milik sang istri dikatakan difatwakan sebagai haram oleh MUI dan Dewan Pimpinan MUI mengatakan sebagai berikut dimana “a. Hal ini adalah ikhtiar, dimana bayi tabung dengan sperma dan ovum dari suami istri yang sah diperbolehkan, b. Bayi tabung yang berasal dari pasangan suami istri yang kemudian dititipkan di rahim wanita lain hukumnya adalah haram berdasarkan kaidah Sad Az-zari’ah, hal ini dikarenakan nantinya akan memicu munculnya permasalahan mengenai warisan pada anak tersebut, c. Bayi tabung yang spermanya merupakan dibekukannya sperma dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram karena dapat memunculkannya masalah terkait dengan penentuan nasab ataupun kaitannya dengan pewarisan nantinya, d. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil diluar dari suami istri yang sah maka hukumnya haram dikarenakan hal tersebut dapat dikatakan sebagai zina atau sama saja seperti berhubungan antar lawan jenis”.

Jika dilihat dari pengaturan-pengaturan diatas maka dapat dikatakan bahwa surrogate mother belum memiliki peraturan yang jelas di Indonesia. Surrogate mother

sendiri telah dikenal di Indonesia dan juga dapat dikatakan telah dilakukan tetapi tidak secara formal. Pelaksanaan Surrogate Mother pada negara Indonesia mengalami permasalahan dikarenakannya tidak terdapatnya payung hukum yang mengenai Surrogate Mother dan juga pertimbangan etika yang didasarkan pada norma atau aturan yang berlaku di Indonesia.19 Dikaarenakan keberadaannya yang sampai saat ini belum ditemukan terdapatnya payung hukum, peminjaman rahim dapat memicu munculnya keresahan oleh para pihak yang melaksanakannya bahwasanya perbuatan itu merupakan perbuatan yang illegal.20 Adanya norma kosong terhadap surrogate mother menjadi sebuah persoalan hukum yang mana harus segera dituntaskan, karena tindakan surrogacy belum memiliki norma hukum yang pasti yang mengaturnya, maka sangat penting untuk membuat payung hukum serta hukuman pidana yang terikat dengan pengaturan hukum atau tidak untuk dilaksanakan. 21Jika melihat hal tersebut maka pengaturan tersendiri atau pengaturan khusus mengenai surrogate mother sangatlah diperlukan di Indonesia. Dalam hal apapun memiliki sebuah pedoman sangatlah penting jika tidak memiliki pedoman terhadap sesuatu hal maka nantinya hal tersebut dapat melenceng dari yang semestinya dan bisa saja menjadi hal yang tidak benar sama seperti metode surrogate mother ini, jika memiliki pengaturan yang kuat maka bisa saja surrogate mother ini nantinya dapat dilakukan prakteknya secara formal di indonesia. Pengaturan ini diperlukan agar nantinya negara di Indonesia memiliki pedoman yg lebih kuat mengenai Surrogate Mother. Pengaturan mengenai surrogate mother sendiri sangat diperlukan dengan tujuan agar jika nantinya terdapat kasus mengenai surrogate mother di Indonesia agar dapat diselesaikan atau diadili dengan mudah karena telah mempunyai pengaturannya sendiri dan juga agar masyarakat dapat mengetahui hal tersebut.

  • IV.    Kesimpulan

Surrogate mother merupakan salah satu upaya yang dilakukan agar memiliki keturunan. Surrogate mother memiliki tiga jenis yaitu Tradicional Surogacy, Gestational Surogacy, dan Intended Mother. Di Indonesia praktik mengenai metode surrogate mother belum dilaksanakan secara formal. Hukum di Indonesia memandang bahwa Surrogate Mother termasuk ke dalam tindakan yang illegal karena menurut hukum yang berlaku di Indonesia surrogate mother sendiri digolongkan sebagai usaha kehamilan diluar cara yang alamiah, sedangkan di Indonesia upaya kehamilan yang diizinkan adalah cara agar memperoleh kehamilan secara alamiah seperti salah satunya bayi tabung yang nantinya sel telur yang telah dibuahi tersebut dimasukan pada rahim sang istri yang memang pemilik dari pada sel telur tersebut. surrogate mother memang belum memiliki pengaturan yang jelas di Indonesia tetapi terdapat beberapa peraturan yang dapat dikatakan tidak langsung mengatur tentang surrogate mother diantaranya Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No. 039 Menkes/SK/20110 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu, dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Istilah surrogate mother telah dikenal di Indonesia tetapi tidak terdapat sebuah pengaturan yang jelas, maka dari pada itu diperlukannya

pengaturan yang mengkhusus mengenai surrogate mother agar tidak menimbulkan permasalahan dan terdapat kepastian hukum.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Afriko, Joni. Hukum Kesehatan. (Bogor: In Media, 2016).

Judiasih, Sonny Dewi., Dajaan, Susilowati Suparto., dan Sari, Deviana Yuanita. Aspek Hukum Sewa Rahim Dalam Perspektif Hukum Indonesia. (Bandung: PT Refika Aditama, 2016).

Ratman, H. Desriza. Surrogate Mother Dalam Prespektif Etika dan Hukum : Bolehkah Sewa Rahim Di Indonesia?. (Jakarta: PT. Gramedia, 2012).

JURNAL

Abhimantra, Ida Bagus. “Akibat Hukum Anak yang Lahir Dari Perjanjian Surrogate Mother”. Notaire: Vol. 1 No. 1 (2018).

Ali, Muhhamad. “Surrogate Mother Tinjauan Hukum Perdata dan Islam”. Jurnal Yuridis Vol. 4 No. 2 (2017).

Arikhman, Nova. “Tinjauan Sosial Etika dan Hukum Surrogate Mother di Indonesia”.

Jurnal Kesehatan Medika Saintika, Vol 7 No 2 (2016).

Astika, Dewi. “Analisis Perjanjian Innominaat terhadap Peminjaman Rahim (Surrogate Mother) di Indonesia”. Amanna Gappa Vol. 26 No. 1 (2018): 14.

Diani, Rosida. “Legalitas Penggunaan Rahim Ibu Pengganti Dalam Program Bayi Tabung di Indonesia”. Universitas Tamansiswa Palembang (2019).

Khairatunnisa. “Keberadaan Sewa Rahim Dalam Prespektif Hukum Perdata”. Lex Privatum Vol.III/No. 1 (2015).

Malindi, Wisnu Lintang. “Perlindungan Hukum Terhadap Ibu Pengganti Yang Mengikatkan Diri Dalam Perjanjian Sewa Rahim Di Indonesia”. Universitas Sebelas Maret Surakarta. HPE. Vol. 8 No. 1 (2020).

Muntaha. “Surrogate Mother dalam Prespektif Hukum Pidana di Indonesia”. Mimbar Hukum Volume 25 Nomor 1 (2013).

Nurantiana., Yunus, Ahyuni., dan Abbas, Ilham. “Status Kewarisan Anak Yang Lahir Dari Hasil Sewa Rahim (Surrogate Mother) Menurut Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam”. Journal of Lex Generalis (JLG), Vol. 1, No. 4 (2020).

Pandu, Angga., dan Purwanto, Novy. “Surrogate Mother Menurut Hukum Di Indonesia”. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana (2015). Suindrayani, Ni Putu Tya. “Urgensi Pengaturan Surogasi dengan Hukum Pidana Di Indonesia”. Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No. 10 (2020): 6.

Yulistian, Nita., dkk. “Hak Waris Anak Yang Dilahirkan Melalui Perjanjian Surogasi”.

Jurnal Interpretasi Hukum Vol.2 No.1 (2021).

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 039 Menkes/SK/20110 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduks Berbantu.

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 6 Tahun 2022 hlm 604-614

614