Volume 15 No. 4: 585-595

Agustus 2023

DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i04.p11

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Laporan Kasus: Cystolithiasis Berulang pada Kucing Jantan

(CASE REPORT: CYSTOLITHIASIS RECURRING IN MALE CATS)

I Made Kerta Pratama1*, I Gusti Made Krisna Erawan2, Sri Kayati Widyastuti2

  • 1Banjar Belanban, Petiga, Marga, Tabanan, Bali, Indonesia, 80351;

  • 2Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. Sudirman, Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia 80234.

*Email: kertapratama0398@gmail.com

Abstrak

Cystolithiasis merupakan keadan ditemukan urolith/kalkuli pada vesika urinaria (VU) yang disebabkan oleh multifaktorial yaitu dipengaruhi oleh pH urin, pakan, dan infeksi bakteri. Seekor kucing ras campuran berwarna orange, jenis kelamin jantan, berumur empat tahun, dengan bobot badan 5,2 kg diperiksa di Klinik Hewan Prema, Dalung, Bali, dengan keluhan tidak kencing selama 5 hari, lemas, dan penurunan nafsu makan. Kucing kasus dilaporkan pernah datang ke klinik pada bulan Januari dengan keluhan yang sama. Pemeriksaan dengan ultrasonografi menunjukkan penebalan pada dinding VU dan ditemukan adanya kristal pada VU. Hewan kasus ditangani dengan kateterisasi, terapi cairan dengan Lactat Ringer’s, ciprofloxacin (10 mg/kg BB; q24h), phenylpropanolamine HCL (0,8 mg/kg BB; q8h), pemberian Hematodine (0,6 mL), dan kucing kasus juga diberikan vitamin Neurotropic® (0,6 mL) serta diberikan pakan cat food royal canine urinary care. Satu minggu pascaterapi kucing kasus dalam kondisi baik, urinasi lancar dan tidak adanya indikasi rasa nyeri saat urinasi

Kata kunci: Cystolithiasis; kateterisasi; kucing; urolitiasis

Abstract

Cystolithiasis is a condition where uroliths/calculi are found in the urinary bladder (VU) caused by multifactorial factors, namely urine pH, feed, and bacterial infection. An orange mixed breed cat, male, four years old, weighing 5.2 kg was examined at the Prema Veterinary Clinic, Dalung, Bali, with complaints of not urinating for 5 days, weakness, and decreased appetite. A case cat was reported to have come to the clinic in January with the same complaint. examination Ultrasound showed thickening of the walls of the VU and crystals were found in the VU. Animal cases were treated with catheterization, fluid therapy with Ringer's Lactate, ciprofloxacin (10 mg/kg BW; q24h), phenylpropanolamine HCL (0.8 mg/kg BW; q8h), vitamin Hematodine (0.6 mL) and case cats were also given. Neurotropic vitamins® (0.6 mL) and given cat food royal canine urinary care. One week after therapy the cat is in good condition, urinating smoothly and there is no indication of pain when urinating

Keywords: catheterization; cat; cystolithiasis; urolithiasis

PENDAHULUAN

Kucing merupakan hewan kesayangan yang sering dijadikan sebagai peliharaan karena memiliki perilaku yang unik dan berbeda dibandingkan dengan hewan kesayangan lainnya. Kecintaan pemilik terhadap hewan kesayangan seringkali membuat pemilik memberikan pakan yang sama dengan yang dikonsumsinya. Padahal

tidak semua makanan manusia boleh dikonsumsi kucing. Komposisi pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi dalam tubuh kucing. Selain itu, pakan juga dapat berpengaruh terhadap pH urin, volume urin serta konsentrasi urin yang menyebabkan terbentuknya presipitasi mineral seperti kristal atau kalkuli yang

dapat menyebabkan gangguan pada sistem urinaria.

Salah satu penyakit yang dapat diderita kucing adalah penyakit saluran urinaria yang mencakup gangguan pada uretra dan kandung kemih yang menyebabkan kucing tidak dapat kencing dan sangat kesakitan (Gunn-Moore, 2003). Penyakit ini lebih umum terjadi pada kucing jantan daripada kucing betina karena kucing jantan memiliki uretra yang lebih panjang dan terdapat bagian yang menyempit sehingga dapat menimbulkan penyumbatan urin dari kandung kemih ke luar tubuh (Fletcher dan Christina, 2011).

Urolithiasis diartikan sebagai adanya urolit/kalkuli di sepanjang saluran urinaria, dan jika pembentukan kalkuli tersebut terjadi pada VU disebut dengan cystolithiasis (Aduayi dan Famurewa, 2015). Pembentukan kalkuli dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin, usia, komposisi pakan, asupan air minum, infeksi saluran kemih, lingkungan dan pemberian obat (Stevenson dan Rutgers, 2006). Menurut komposisi mineralnya urolith dapat dibedakan menjadi empat yaitu struvite, kalsium oksalat, sistin dan urat. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa struvite dan kalsium oksalat merupakan mineral paling umum dan kejadiannya lebih dari 70% kasus yang ada (Roe et al., 2012). Jenis urolit lainnya sangat bervariasi tergantung pada wilayah geografis (Brandenberger et al., 2015). Cystolithiasis dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pada saluran kemih, dan jika komplikasi dengan infeksi bakteri dapat menyebabkan sepsis dan mengakibatkan kematian pada anjing maupun kucing.

Gejala klinis cystolithiasis yang sering muncul yaitu menyebabkan obstruksi pada saluran kemih dengan tanda klinis yang nonspesifik dan sangat bergantung dari besar, jumlah, dan lokasi serta diikuti tanda klinis seperti hematuria, disuria, dan stranguria (Triakoso, 2016; Hesse dan Heiger, 2009; Grauer, 2015). Selain itu hewan yang mengalami cystolithiasis juga

menunjukkan gejala lemas serta penurunan nafsu makan.

Cystolithiasis      dapat      berulang

dikarenakan manajemen pemeliharaan serta manajemen pakan yang buruk. Faktor yang berkontribusi terhadap pembentukan urolith adalah pH urin, konsentrasi zat terlarut, serta volume urin (Henderson et al., 2017). Menurut penelitian Grimes et al. (2020) dari 25% kejadian cystolithiasis yang terjadi pada hewan 12.5% merupakan cystolithiasis       dengan       riwayat

kekambuhan/berulang.

Diagnosis cystolithiasis didasarkan atas sinyalemen, anamnesis, tanda klinis serta dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan kultur urin, USG, radiografi dan sistoskopi (Kruger et al., 1996a; Eggertsdottir et al., 2007). Laporan kasus ini menguraikan tentang kejadian cystolithiasis yang berulang pada kucing jantan.

METODE PENELITIAN

Kasus

Sinyalemen dan Anamnesis

Kucing kasus merupakan kucing ras campuran berwarna orange, berjenis kelamin jantan, berumur empat tahun, dengan bobot badan 5,2 kg. Kucing kasus diperiksa pada tanggal 11 Juni 2022 di Klinik Hewan Prema, Dalung, dengan keluhan tidak kencing (anuria) selama 5 hari, lemas, penurunan nafsu makan, tetapi masih minum sedikit, dan bagian abdomen terlihat membesar.

Kucing kasus dilaporkan sudah pernah diperiksa di klinik Hewan Prema pada bulan Januari dengan keluhan yang sama tetapi masih dalam kondisi tidak separah saat pemeriksaan ini. Pada pemeriksaan sebelumnya kucing kasus diterapi dengan pemberian cairan infus NaCl serta pemasangan kateter urin untuk membantu pengeluaran urin, serta diberikan antibiotik ciprofloxacin. Kucing kasus sehari-hari diberikan pakan kering dan diberi minum secara adlibitum tetapi memang kucing kasus kurang minum.

Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan status presen menunjukkan suhu tubuh normal 38,1°C, frekuensi degup jantung tidak normal 78 kali per menit, frekuensi pulsus dibawah normal 82 kali per menit, frekuensi napas tidak normal 41 kali per menit, capillary refill time (CRT) <2 detik. Membran mukosa mulut sedikit pucat, turgor kulit menurun, serta pada inspeksi dan palpasi pada abdomen ditemukan adanya distensi abdomen. Pada saat abdomen ditekan kandung kemih terasa besar dan kucing kasus menunjukkan respon tidak nyaman.

Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan hematologi rutin, biokimia darah, ultrasonografi serta pemeriksaan fisik urin.

Pemeriksaan Hematologi Rutin

Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil darah sebanyak 3 mL melalui vena cephalica. Darah diambil dengan menggunakan syringe 3 mL dan dimasukan ke dalam tabung Ethylenediaminetetraacetic Acid (EDTA). Sampel dianalisis menggunakan mesin hematology analyzer (VETSCAN® HM5, Hematology Analyzer Abaxis).

Pemeriksaan Biokimia Darah

Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil darah sebanyak 3 mL melalui vena cephalica. Darah diambil dengan menggunakan syringe 3 mL dan dimasukan ke dalam tabung Ethylenediaminetetraacetic Acid (EDTA). Darah dimasukkan kedalam mesin centrifuge dan di centrifuge selama 10 menit. Sampel dianalisis menggunakan mesin (VETSCAN® VS2 Chemistry Analyzer Abaxis).

Pemeriksaan Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan di Rumah Sakit Hewan, Universitas Udayana. Pemeriksaan dilakukan pada bagian ginjal dan kandung kemih, dengan posisi pasien dorsal recumbency. Sebelum dilakukan pemeriksaan dilakukan pencukuran rambut

pada bagian abdomen, kemudian dioleskan gel ultrasonic secukupnya, kemudian diletakkan probe pada bagian yang akan diperiksa secara perlahan untuk mengamati perubahan yang terlihat pada bagian ginjal dan kandung kemih.

Pemeriksaan Fisik Urin

Pemeriksaan dilakukan dengan menampung urin pasien sebanyak 2-3 mL kemudian diamati secara fisik (bau, warna, kekeruhan)

Diagnosis dan Prognosis

Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik serta diteguhkan dengan pemeriksaan hematologi, biokimia darah, USG, dan pemeriksaan fisik urin, kucing kasus didiagnosis mengalami cystolithiasis berulang, dengan prognosis fausta.

Terapi

Penanganan yang dilakukan pada kucing kasus meliputi kateterisasi, terapi cairan, terapi simtomatis, terapi suportif dan penggantian pakan. Terapi cairan diberikan pada kucing kasus karena kucing kasus telah mengalami dehidrasi yang ditandai oleh turgor kulit menurun dan mukosa mulut sedikit pucat serta kucing kasus terlihat lemas.

Kucing kasus diberikan Lactat Ringer’s melalui rute intra vena (IV) selama 5 hari dirawat inap. Katerisasi dilakukan selama 3 hari dan dilakukan flushing menggunakan larutan NaCl yang dilakukan dua kali sehari. Terapi antibiotik Ciprofloxacin (Bernofarm, Jakarta, Indonesia) dengan dosis 10 mg/kg BB diberikan setiap 24 jam secara oral selama tujuh hari, dan pemberian terapi phenylpropanolamine HCl (Nelgastan®, PT Medifarma Laboratories, Indonesia) dengan dosis 0,8 mg/kg BB setiap 8 jam secara oral selama 3 hari. Terapi suportif meliputi pemberian hematodine (Hematodine®, PT Romindo Primavetcom, Jakarta, Indonesia) dengan dosis 1ml/5kg BB diberikan setiap 24 jam secara subkutan dan kucing kasus siberikan selama 5 hari, juga diberikan vitamin neurotropik (Neurotropic®, PT. Global Multi Pharmalab, Semarang, Indonesia)

dengan dosis 1ml/5kg BB diberikan setiap 24 jam secara intramuscular selama 5 hari. Selain itu, pakan kucing kasus diganti dengan cat food royal canine urinary care.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hematologi Rutin

Hasil pemeriksaan menunjukkan kucing kasus mengalami leukositosis, neutrofilia, dan monositosis. Hasil pemeriksaan disajikan pada Tabel 1.

Biokimia Darah

Hasil pemeriksaan menunjukkan kucing kasus mengalami peningkatan kadar glukosa, peningkatan kreatinin serta peningkatan BUN.

Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk mengetahui kondisi ginjal (Gambar 2) dan kandung kemih (Gambar 3). menggunakan alat (Vet Diagnostic Ultrasound,      Guangdong,     China,

Medsinglong Co., Ltd., China). Pemeriksaan dilakukan pada posisi dorsal recumbency dengan hasil pemeriksaan menunjukkan adanya penebalan pada dinding kandung kemih yang ditandai dengan gambaran hyperechoic serta adanya kristal pada kandung kemih (Gambar 3).

Pemeriksaan Fisik Urin

Hasil pemeriksaan fisik urin disajikan pada Tabel 3.

Pembahasan

Cystolithiasis merupakan keadaan ditemukan urolith/kalkuli pada VU (Fossum et al., 2013; Sudisma et al., 2016). Terjadinya batu kistik pada anjing dan kucing disebabkan oleh berbagai faktor yang meliputi asal makanan, pH urin abnormal (pH basa yaitu pH > 8,0,

mendukung pembentukan fosfat, karbonat dan batu struvite sedangkan pH asam yaitu pH < 7,0, mendukung pembentukan batu urat dan silikat), infeksi saluran kemih yang terkait dengan infeksi bakteri penghasil urease seperti Staphylococcus spp, pembentukan yang diinduksi obat, kelainan

genetik dan penyebab metabolik atau endokrin (Appel et al., 2008; Lekcharoensuk et al., 2002).

Berdasarkan anamnesis kucing kasus memiliki riwayat menderita cystolithiasis sebelumnya. Kucing kasus mengalami tanda klinis berulang dengan keluhan kucing kasus mengalami anuria selama 5 hari. Kondisi tersebut mengindikasikan terjadinya gangguan pada saluran urinaria. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Widmer et al, (2004), bahwa urolit dan radang pada kandung kemih menyebabkan stranguria, dysuria atau nyeri, dan anuria atau tidak dapat mengeluarkan urin sama sekali.

Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan kucing kasus mengalami leukositosis, neutrofilia, dan monositosis. Leukositosis dapat mengindikasikan bahwa kucing dalam kondisi trauma/stress, inflamasi yang berhubungan dengan obstruksi atau peradangan akut/kronis akibat infeksi lokal oleh urolith (O'Brien et al., 2018). Pada kasus ini leukositosis

mengindikasikan terjadinya inflamasi pada vesika urinaria. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Fromsa dan Saini (2019), yang menyatakan bahwa leukositosis dapat terjadi karena inflamasi akibat kerusakan mukosa vesika urinaria karena gesekan kalkuli. Terjadinya inflamasi juga didukung dengan terjadinya neutrofilia pada kucing kasus. Neutrofilia dapat disebabkan oleh infeksi, kebutuhan jaringan pada fagositosis sel debris dan agen penyebab, faktor stress, pembebasan kortikosteroid endogen oleh rasa nyeri, dan trauma (Prudenta et al., 2021). Neutrofilia merupakan keadaan dimana jumlah neutrofil berada diatas normal, alasan utama peningkatan neutrofil dalam darah adalah karena adanya inflamasi dalam tubuh. Jumlah neutrofil meningkat diawal infeksi berhubungan dengan adanya infeksi bakteri dan berperan penting dalam pemusnahan kuman (Tjahajati et al., 2005). Menurut Landen et al. (2016), limfosit, neutrofil, dan makrofag adalah sel pertama yang mencapai luka, limfosit memiliki peran dalam mengatur

perilaku monosit dan makrofag pada reaksi terhadap benda asing. Peningkatan neutrofil dan monosit dapat terjadi karena adanya respon infeksi baik akut atau kronis (Dharmawan, 2002), monosit kemudian bermigrasi ke jaringan dan berdiferensiasi menjadi makrofag (Nucera et al., 2010). Pada kasus ini terjadinya peningkatan leukosit dan neutrofil yang mengindikasikan infeksi disebabkan oleh bakteri pada saluran urinaria.

Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan biokimia darah, yang bertujuan untuk mengetahui fungsi ginjal kucing kasus. Hasil pemeriksaan menunjukkan kucing kasus mengalami peningkatan kadar glukosa, kreatinin, serta BUN yang mengindikasikan adanya gangguan fungsi ginjal kucing kasus. Kreatinin merupakan zat untuk mengukur fungsi ginjal karena merupakan produk hasil metabolisme tubuh yang diproduksi secara konstan, difiltrasi oleh ginjal, tidak direabsorbsi, dan disekresikan oleh tubulus proksimal (Edmund, 2010). Apabila nefron rusak, maka akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dan terjadilah penyakit ginjal kronik. Penurunan laju filtrasi glomerolus mengakibatkan turunnya klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum (Pradnyani et al, 2021). Peningkatan BUN dan kreatinin memicu kondisi azotemia. Peningkatan kreatinin dalam darah mengarah pada gangguan sekresi kreatinin seperti pada ginjal, otot, jantung dan gangguan sirkulasi (Prudenta et al., 2021). Menurut Nugroho (2006) peningkatan kadar glukosa dalam darah disebabkan oleh defisiensi insulin yang dihasilkan oleh sel β pankreas. Hiperglikemia kronis menyebabkan ginjal hiperfungsi, sehingga ginjal menjadi hipertropi dan terjadi peningkatan tekanan intrakapiler glomerulus (Parnasukma, 2018). Peningkatan tekanan intrakapiler menyebabkan kerusakan glomerulus sebagai filter tidak bekerja dengan baik, maka kandungan substansi yang tidak dapat larut seperti kalsium, oksalat, asam urat yang tinggi perlahan dapat membentuk

kristal pada ginjal dan saluran urinasi (Wolf Jr, 2013).

Pemeriksaan USG dilakukan karena pada pemeriksaan fisik terlihat adanya pembesaran pada bagian abdomen dan pemeriksaan biokimia darah menunjukkan peningkatan kreatinin dan BUN. Pada pemeriksaan ginjal dengan USG tidak ditemukan adanya penebalan pada korteks dan medula ginjal dan juga tidak ditemukan adanya kalkuli yang mengindikasikan ginjal tidak mengalami kelainan. Hasil pemeriksaan USG pada kandung kemih menunjukkan adanya penebalan pada dinding kandung kemih yang mengindikasi adanya peradangan pada dinding kandung kemih dan ditemukan adanya partikel-partikel kristal yang ditandai dengan gambaran hyperechoic. Hasil yang didapat belum mengarah ke pembentukan kalkuli akan tetapi lebih ke arah pembentukan sedimen yang berupa partikel-partikel kristal yang mengendap. Saat dilakukan penekanan dengan probe USG partikel-partikel kristal tersebut melayang di dalam lumen kandung kemih. Jika partikel ini terus mengendap dalam waktu yang lama akan menyebabkan pembentukan kalkuli.

Kalkuli dapat terbentuk akibat terjadinya supersaturasi pada urin yang terdiri dari satu atau beberapa jenis mineral yang dapat bergerak turun sepanjang ureter, vesika urinaria, dan uretra. Semakin tinggi derajat saturasinya, semakin besar kemungkinan terjadinya kristalisasi dan perkembangan kristal (Men dan Arjentinia, 2018). Partikel yang mengendap kemudian mengkristal dan dapat bertambah besar ukurannya, memperparah kerusakan sehingga menimbulkan gejala klinis pada hewan. Kalkuli yang terbentuk dapat dibedakan atas empat berdasarkan jenis mineralnya, yaitu urat (urat amonium, urat sodium, dan asam urat), sistin, fosfat amonium magnesium (struvit), dan kalsium (kalsium oksalat dan kalsium fosfat) (Tion et al., 2015). Kristal urin yang paling sering ditemukan yaitu kalsium oksalat, dan magnesium amonium fosfat. Kejadian ini lebih sering terjadi pada kucing jantan

dibandingkan dengan kucing betina dan hewan yang terserang umumnya berumur antara 1-7 tahun (Thomson, 1988). Masalah kesehatan ini mengganggu kandung kemih dan uretra kucing. Gangguan pada uretra disebabkan oleh struktur uretra kucing jantan yang berbentuk seperti tabung, memiliki bagian yang menyempit sehingga sering menimbulkan penyumbatan urin dari kandung kemih ke luar tubuh.

Kucing kasus ditangani dengan kateterisasi, terapi cairan, terapi antibiotik, terapi suportif serta penggantian pakan. Kucing kasus terlihat lemas dan kesulitan melakukan urinasi. Untuk mengeluarkan urin dilakukan pemasangan kateter urin. Pemansangan kateter urin juga bertujuan untuk memudahkan melakukan pembilasan pada kantung kemih kucing. Kateterisasi atau pemasangan kateter urin dilakukan selama empat hari, selanjutnya dilakukan pembilasan dengan larutan NaCl fisiologis sebanyak dua kali sehari yang bertujuan untuk membersihkan saluran urinaria dari kristal yang mungkin mengendap pada kandung kemih ataupun pada uretra. Selanjutnya kucing kasus diberikan terapi cairan karena kucing kasus telah mengalami dehidrasi dan terlihat sangat lemas. Terapi cairan diberikan melalui intravena dengan cairan Lactate Ringer’s selama lima hari dengan tujuan mengganti hilangnya cairan dalam tubuh kucing kasus.

Kucing kasus juga diterapi dengan pemberian ciprofloxacin (Bernofarm, Jakarta, Indonesia). Ciprofloxacin merupakan antibiotik kelompok fluoroquinolon. Ciprofloxacin aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif yang memiliki aksi merusak DNA gyrase bakteri, salah satu enzim topoisomerase yang penting dalam replikasi DNA (Pallo-Zimmerman et al., 2010). Ciprofloxacin terutama aktif terhadap kuman Gram negatif termasuk Salmonella, Shigella, Campilobakter, Neisseria, dan Pseudomonas. Pemberian terapi ciprofloxacin dimaksudkan untuk mengobati infeksi pada kandung kemih dan saluran urinasi akibat cystolithiasis ataupun

akibat pemasangan kateter (Furman et al., 2015). Kucing kasus juga diberikan terapi dengan phenylpropanolamine HCl (Nelgastan®, PT Medifarma Laboratories, Indonesia). Phenylpropanolamine HCl merupakan obat simpatomimetik yang digunakan untuk mengobati inkontinensia urin karena kondisi tonus otot yang buruk pada sfingter uretra (Ashutosh. 2005).

Kucing kasus juga diberikan terapi suportif yaitu pemberian Hematodine (Hematodine®, PT Romindo Primavetcom, Jakarta, Indonesia), dan vitamin B1 (Neurotropic®,    PT. Global Multi

Pharmalab, Semarang, Indonesia). Hematodin® adalah obat golongan antianemik untuk membantu proses regenerasi sel darah merah dan meningkatkan daya tahan tubuh (Chrisnanta dan Fitri, 2018). Sedangkan vitamin neurotropik berfungsi untuk perbaikan sel saraf, kesemutan yang diakibatkan karena gangguan pada sistem urinaria. Menurut Triana (2006), defisiensi vitamin B diketahui dapat meningkatkan eksresi urin yang mengandung kalsium oksalat.

Pakan kering untuk kucing diketahui mengandung protein kasar sekitar 28%, selain itu pakan kering juga mengandung magnesium, fosfat, dan ammonium. Pakan kering yang diberikan secara terus menerus tanpa disertai pemberian air minum yang cukup dapat menyebabkan terbentuknya kalkuli. Pakan komersial umumnya disusun dari bahan baku jagung, tepung daging unggas, tepung gandum, protein kedelai, tepung ikan tuna, lemak unggas, hati ayam. Diet hati ayam diketahui memiliki kandungan protein dan purin yang tinggi (Tion et al., 2015). Pada kasus ini dilakukan penggantian pakan dengan cat food royal canine urinary care yang memiliki formula dan nutrisi yang seimbang membantu mengontrol keseimbangan kadar mineral serta dapat mengurangi pH pada urin. Selain itu dilakukan pemberian air sesuai kebutuhan dimana untuk kucing dengan bobot badan 5,2 kg adalah sebanyak 455 mL air per hari (Kane et al., 1981).

Satu minggu pascaterapi kondisi kucing kasus mengalami perubahan secara signifikan. Pemilik melaporkan bahwa, kucing kasus sudah mulai membaik dan mulai melakukan urinasi seperti biasanya tanpa terlihat adanya tanda-tanda rasa nyeri serta urin kucing kasus tampak normal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan     anamnesis,     hasil

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan hematologi rutin, bikimia darah, USG dan pemeriksaan fisik urin kucing kasus didiagnosis mengalami cystolithiasis berulang. Penanganan dengan kateterisasi, pemberian terapi cairan, pemberian antibiotik ciprofloxacin, Hematodine dan vitamin B1 memberikan hasil yang baik yang ditunjukkan dengan kucing kasus dapat melakukan urinasi tanpa tanda-tanda rasa nyeri.

Saran

Disarankan untuk menghindari pemberian pakan yang kadar magnesium, kalsium, klorida, fosfor dan serat yang tinggi. Pemberian pakan dengan kandungan protein yang sedang dan sedikit lemak dapat dilakukan. Konsumsi air secara ad libitum sangat diperlukan untuk mencegah terbentuknya kristal ataupun urolith pada saluran urinaria. Pakan kering yang direndam dengan air sebelum diberikan pada kucing juga dapat membantu memenuhi kebutuhan cairan pada kucing.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih diucapkan kepada seluruh staf Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, FKH Unud, staf Dokter Klinik Hewan Prema dan semua pihak yang terlibat dalam memfasilitasi, membimbing dan mendukung penulis untuk studi ini sampai dengan selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Aduayi OS, Famurewa OC. 2015.

Cystolithiasis      with      coexisting

nephrolithiasis:    a radiodiagnostic

discovery in an adult Nigerian male with lower urinary tract symptoms. J. Med. Invest. Pract. 10(1): 30-32.

Appel SL, Lefebvre SL, Houston DM, Holmberg DL, Stone JEA, Moore AE, Weese JS. 2008. Evaluation of risk factors associated with suturenidus cystoliths in dogs and cats: 176 cases (1999–2006). J. Am. Vet. Med. Assoc. 233(12): 1889-1895.

Ashutosh K. 2005. Medicinal chemistry. 3rd ed. New Age International: New Delhi. Chapter 12: 316.

Brandenberger-Schenk F, Rothenanger E, Reusch CE, Gerber B. 2015. Uroliths of dogs in Switzerland from 2003 to 2009. Schweiz. Arch. Tierheilk. 157: 41-48.

Chrisnanta KW, Fitri AD. 2018. Tracheotomy pada anjing American Pit Bull Terrier yang mengalami vulnus morsum. Vet.Letters. 2(4): 69.

Dharmawan NS. 2002. Pengantar patologi klinik veteriner hematologi klinik. Denpasar. Pelawa Sari. Pp. 104.

Edmund L. 2010. Kidney function tests. Clinical chemistry and molecular diagnosis. 4th ed. America. Elsevier. Pp 797-831.

Eggertsdottir AV, Lund HS, Krontveit R, Sorum H. 2007. Bacteriuria in cats with feline lower urinary tract disease: a clinical study of 134 cases in Norway. J. Feline Med. Surg. 9: 458–465.

Fletcher TF, Chirstina EC. 2011. Apendix: physiology of the lower urogenital tract. In Nephrology and Urology of Small Animal. Joe B dan David JP. Michigan. Blackwell Publishing Ltd. Pp. 833-847.

Fossum TW, Dewey CW, Horn CV, Johnson AL, MacPhail CM, Radlinsky MG, Schulz KS, Willard MD. 2013. Small animal surgery. 4th Edition. Missouri. Elsevier. Pp. 223-250.

Fromsa A, Saini NS. 2019. Canine urolithiasis and concurrent urinary bladder abnormalities:   symptoms,

haematology,      urinalysis      and

comparative     radiographic     and

ultrasonographic diagnosis. Vet. Med. 4(1): 18-26.

Furman E, Hooijberg EH, Leidinger E, Zedinger C, Giger U, Leidinger J. 2015. Hereditary xanthinuria and urolithiasis in a domestic shorthair cat. Comp. Clin. Path. 24(6): 1325-1329.

Grauer GF. 2015. Feline struvite and calcium oxalate urolithiasis. Vet. Practice. 5(5): 14-20.

Grimes M, Johanna CH, Mary BN, Sara DL, Lance W, Annalis C, Onathan AL. 2020. Characteristics associated with bacterial growth in urinein 451 proteinuric dogs (2008-2018). J. Vet. Intern. Med. 34: 770–776.

Gunn-Moore DA. 2003. Feline lower urinary tract disease. J. Feline Med. and Surg. 5(6): 133-138.

Henderson CT, Bunkers J, Elena TC, Emily C, Michael RL. 2017. Use of purina pro plan veterinary diet ur urinary st/ox to dissolve struvite cystoliths. Top. Companion Anim. Med. 32: 49-54.

Hesse A, Heiger R. 2009. A colour handbook of urinary stones in small animal medicine. Germany. Manson. Pp. 33-35.

Kane E, Rogers QR, Morris JG. 1981. Feeding behavior of the cat fed laboratory and commercial diets. Nutr. Res. 1(5): 499-507.

Kaneko JJ, Harvey JW, Bruss ML. 2008. Clinical biochemistry of domestic animals. 6th Ed. Academic Press. Pp. 43-63.

Kruger JM, Osborne CA, Venta PJ, Sussman MD. 1996. Viral infections of the feline urinary tract. Veterinary Clinics of North America: Small Anim. Pract. 26: 281–296.

Landen NX, Li D, Stahle M. 2016. Transition from inflammation to proliferation:  a critical step during

wound healing. Cell. Mol. Life Sci. 73(20): 3861-3885.

Lekcharoensuk C, Osborne CA, Lulich JP, Pusoonthornthum R, Kirk CA, Ulrich LK, Koehler LA, Carpenter KA, Swanson LL. 2002. Associations

between dietary factors in canned food and formation of calcium oxalate uroliths in dogs. Am. J. Vet. Res, 63: 163–169.

Men YV, Arjentinia IPGY. 2018. Laporan kasus: urolithiasis pada anjing mix rottweiller. Indon. Med. Vet. 7(3): 211218.

Nucera S, Biziato D, Palma MD. 2010. The interplay between macrophages and angiogenesis in development tissue injury and regeneration. Int. J. Develop. Biol. 55: 495-503.

Nugroho AE. 2006. Hewan percobaan diabetes mellitus:    patologi dan

mekanisme     aksi     diabetogenik.

Biodiversitas. 7(4): 378-382.

O’Brien M, Murphy MG, Lowe JA. 1998. Hematology and clinical chemistry parameters in the cat (Felis domesticus). J. Nutr. 128: 2678–2679.

Pallo-Zimmerman LM, Byron JK, Graves TK. 2010. Fluoroquinolones: then and now. Compend. Contin. Educ. Vet. 32(7): 1-9.

Parnasukma MD. 2018. Efek perasan daun dan tangkai semanggi air (Marsilea crenata) sebagai prevensi urolithiasis pada tikus putih (Rattus norvegicus) model hiperglikemia terhadap ekspresi tumor necrosis factor alpha (TNFα) organ ginjal dan aktivitas superoksida dismutase (SOD). (Skripsi). Malang: Universitas Brawijaya. Pp. 10-11.

Pradnyani GAPI, Widiastuti SK, Erawan IGMK. 2021. Laporan kasus: menangani penyakit ginjal kronis pada anjing peranakan pomeranian. Indon. Med. Vet. 10(3): 517-531.

Prudenta O, Mardasella A, Sahmiranda D, Ardianto Y, Aeka A. 2021. Gagal ginjal kronis pada Kucing Domestik Rambut Pendek. MKH. 3: 29-39.

Roe K, Part A, Lulich J, Osborne C, Syme HM. 2012. Analysis of 14.008 uroliths from dogs in the UK over a 10-year period. J. Small Anim. Pract. 53(11): 634-640.

Stevenson A, Rutgers C. 2006. Nutritional management of canine urolithiasis. In

Encyclopaedia of Canine Clinical Nutrition. Eds Pibot P, Biourge V, Elliot D. Paris. Pp. 284-315.

Sudisma IGN, Pemayun IGAGP, Wardhita AAGJ, Gorda IW. 2016. Ilmu bedah veteriner dan teknik operasi. Cetakan 2. Denpasar. Plawa Sari. Pp. 67-71.

Thomson RG. 1998. Special veterinary pathology. Philadelphia: BC Decker Inc. Pp. 661.

Tilley LP, Smith FWK. 2000. The 5-minute veterinary consult ver.2.  Electronic

Book. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.

Tion MT, Dvorska J, Saganuwan SA. 2015. A review on urolithiasis in dogs and cats. Bulgarian J. Vet. Med. 18(1): 1-18.

Tjahajati I, Asmara W, Hariono B. 2005. Gambaran darah kucing yang diinfeksi

mycobacterium tuberculosis. J. Sain. Vet. 1: 24-34.

Triakoso N. 2016. Buku ajar ilmu penyakit dalam veteriner anjing dan kucing. Surabaya. Airlangga University Press. Pp. 73-76.

Triana V. 2006. Macam-macam vitamin dan fungsinya dalam tubuh manusia. J. Kes. Mas. 8(4): 34-41.

Widmer WR, Biller DS, Larry GA. 2004. Ultrasonography of the urinary tract in small animals. J. Am. Vet. Med. Assoc. 225(1): 46-54.

Wiley B, Kaneko JJ, Harvey JW, Bruss ML. 2011. Clinical biochemistry of domestic animals, 6th ed., Academic Press. Pp. 873-878.

Wolf Jr, Stuart J.2013. Nephrolithiasis. http://emedicine.medscape.com/article/ 437096overview#aw2aab6b2b1aa.

Gambar 1. Kucing kasus yang mengalami cystolithiasis berulang



Gambar 2. Pemeriksaan USG pada ginjal, tidak ditemukan adanya penebalan pada korteks dan medula ginjal

Gambar 3. Pemeriksaan USG, menunjukkan adanya penebalan pada dinding VU dan ditemukan adanya kristal pada VU yang ditandai dengan gambaran hyperechoic

Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah lengkap kucing kasus

Parameter

Hasil

Standar Normal*)

Keterangan

WBC (x103/µL)

44,41

5,5-19,5*

Meningkat

Lymph (x103/µL)

2,73

20-55**

Normal

Mon (x103/µL)

3.53

0-850**

Meningkat

Neu (x103/µL)

38.10

2.50-12.00**

Meningkat

RBC (x106/µL)

10,72

5-10*

Meningkat

HGB (g/dL)

13,9

8-15

Normal

MCV (fL)

38

41-54**

Menurun

MCH (pg)

13.0

13,3-17,5**

Normal

MCHC (g/dL)

33.8

30-36**

Normal

HCT (%)

41.25

29-45**

Normal

PLT (x109/L)

343

300-800*

Normal

Keterangan: WBC: White Blood Cell, RBC: Red Blood Cell, HGB: Hemoglobin, MCV: Mean Corpuscular Volume, MCH: Meancorpuscular Hemoglobin, MCHC: Mean Corpuacular Haemoglobine Concetration, HCT: Hematokrit, PLT: Platelet atau Trombosit, Granulosit: Neutrofil, eosinophil, Basofil. Sumber: *) O’brien et al., (1998); **) Tilley dan Smith, (2000).

Tabel 2. Hasil pemeriksaan

biokimia

darah kucing kasus

Parameter

Hasil

Standar Normal*)

Keterangan

Glukosa (mg/dL)

211

60-120*

Meningkat

Kreatinin (mg/dL)

4,5

0,9-2,2*

Meningkat

BUN (mg/dL)

67

10-30*

Meningkat

PHOS (mg/dL)

3,6

3,0-6,1*

Normal

Kalsium (mg/dL)

8,9

8,7-11,7*

Normal

TP (g/dL)

7,0

5,4-8,2

Normal

ALB (g/dL)

3,4

2,8-3,9*

Normal

GLOB (g/dL)

3,6

2,6-5,1*

Normal

Natrium (Na)

152

142-164*

Normal

(mml/L)

Kalium (K) (mmol/L)

5,7

3,7-5,8*

Normal

Keterangan: BUN: Blood Urea Nitrogen, PHOS: Phosphorus, TP:

Total Protein, ALB

Albumin, GLOB: Globulin.

Sumber:*

) Wiley et al., (2011); Kaneko et al., (2008).

Tabel 3. Hasil pemeriksaan fisik urin kucing kasus

Pemeriksaan

Hasil

Warna

Buih

Bau

Endapan

Kuning Bening Bersih Pesing Tidak ada endapan

595