PENGATURAN PARATE EXECUTIE TERHADAP OBYEK JAMINAN RESI GUDANG

I Gusti Made Andika Surya Adi Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: andikasurya041@gmail.com

Anak Agung Sri Indrawati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail:agung_indrawati@unud.ac.id

ABSTRAK

Tulisan ilmiah ini mempunyai suatu tujuan yang didapatkan yaitu untuk mengkaji dan menganalisis tentang mekanisme pengaturan pembebanan resi gudang sebagai bentuk jaminan peminjaman kredit serta mengindentifikasi eksekusi jaminan resi gudang menggunakan system parate executie. Adapun dalam penulisan penelitian ini menggunakan metode penelitian normative, yang nanti akan ditelaah sebagai bahan riset yaitu mengkaji peraturan yang berlaku dimasyarakat guna untuk menelaah isi daripada aturan itu sendiri. Hasil studi menunjukkan Resi gudang dapat digunakan sebagai objek jaminan dengan mengajukan kepada bank yang menerima angunan berupa hasil komoditi pertanian dengan meregistrasikan barang komoditi tersebut kepada lembaga resi gudang, gudang akan mengeluarkan dokumen yang memuat identitas pemilik dan dokumen tersebut dapat diajukan sebagai jaminan kredit.Pada pasal 16 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang Sistem Resi Gudang terdapat kekaburan norma. Dimana dalam hal ini kreditur melakukan eksekusi terlebih dahulu hanya memberikan pemberitahuan kepada debitur. Eksekusi yang dilakukan melalui sistem parate executie mengharuskan penjualan jaminan diadakan secara langsung untuk menghindari turunnya nilai jual komoditi yang dijaminkan. Adapun problematika yang akan timbul apabila debitur memiliki itikad tidak baik maka bisa saja debitur berkilah bahwa tidak terdapat pemberitahuan sebelumnya dalam melakukan eksekusi sehingga mengakibatkan proses eksekusi tersendat.

Kata Kunci:, Resi Gudang, Problematika,Parate Executie

ABSTRACT

This scientific paper has a goal that is obtained, namely to study and analyze the mechanism for regulating warehouse receipt loading as a form of credit loan guarantee and to identify the execution of warehouse receipt guarantees using the parate executie system. As for writing this research using normative research methods, as for what will be examined later as research material, namely examining the prevailing regulations in the community in order to examine the contents of the rules themselves. The results of the study show that warehouse receipts can be used as collateral objects by submitting them to banks that receive agricultural commodities by registering these commodities to warehouse receipt agencies, the warehouse will issue a document containing the owner's identity and the document can be submitted as credit collateral. in article 16 of Law Number 9 of 2011 concerning the Warehouse Receipt System there is a blur of norms. In which case the creditor executes first, it only provides notification to the debtor. Execution carried out through the parate executie system requires the sale of collateral to be held directly in order to avoid a decrease in the selling value of the commodity that is guaranteed. As for the problems that will arise if the debtor has bad intentions, the debtor may argue that there was no prior notification in carrying out the execution, causing the execution process to stall.

Keywords:, Warehouse Receipt, Problematics,Parate Executie

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Strategi yang dapat mencegah kemerosotan perekonomian adalah dengan memformulasikan instrument baru yang berkenaan dengan menjaga stabilitas stok pangan nasional, sehingga perputaran perekonomian dapat berjalan stabil. Dalam mekanisme pemberdayaan distribusi barang yang akan dijual dapat dijangkau dengan mudah oleh perintis usaha maupun pelaku usaha, terutama teruntuk pemberdayaan UMKM maupun petani skala rendah yang terkadang menemui masalah terbelit ketidak cukupan dana usaha serta ketidakmampuan dalam memberikan objek jaminan untuk angunan fasilitas pemberian pinjaman modal. Berkembangnya jaman tentu saja didukung juga dengan perkembangan instrument yang salah satunya dibidang hukum jaminan yang merupakan bidang hukum yang sangat berkaitan dengan masyarakat memang tidak bisa dielakan. Berkembangnya jaman juga membuat berkembangnya suatu lembaga jaminan yang membuat masyarakat mudah memperoleh pinjaman kredit dalam hal memenuhi seluruh kepentingannya serta akan menstimulasi kesejahteraan masyarakat. Seperti misalnya dengan penerapan jaminan resi gudang, masyarakat yang memerlukan tambahan dana tidak perlu lagi terburu-buru menjual hasil panen ketika harga barang tersebut anjlok di pasaran. Selain akan memberikan dana segar bagi petani untuk melanjutkan usahanya, resi gudang yang dijadikan angunan akan memberikan waktu untuk dapat dijual dengan harga yang lebih stabil.1

Resi gudang merupakan besutan program pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada pengusaha UMKM maupun petani kecil , dengan diformulasikan Sistem Resi gudang dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Resi Gudang (selanjutnya disebut dengan UU SRG), tujuan dirancangnya instrument ini guna memberikan stimulus perekonomian yang membantu dalam kemudahan angunan dengan memaksimalkan gudang serta memberikan keuntungan yang lebih profitable kepada pelaku usaha yang menjalan usaha taninya. Diharapkannya Sistem Resi Gudang mampu memberikan peluang agar dapat menaikan taraf hidup masyarakat yang dilandasi pada keadilan sosial dengan cerminan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. penggunaan system resi gudang berkiblat melalui tujuan untuk menjaga stok ketahanan pangan yang memberikan kendali petani untuk bisa memberikan harga yang terbaik dalam menentukan harga komoditi.

Berkenaan dengan pemberitahuan ketika dilakukannya eksekusi jaminan, Pasal 16 UU SRG tidak memberikan rincian yang detail, adanya kekaburan tentu saja dapat memberikan ketidakpuasan dikedua belah pihak dan posisi kreditur selaku penerima jaminan tidak memberikan kepastian hukum yang sebagaimana didapatkan. Masalah yang nantinya berpotensi timbul yaitu penerima jaminan telah mengirim pemberitahuan secara tertulis kepada pemilik barang, maka dengan hal tersebut penerima jaminan merasa berhak melaksanakan eksekusi Jaminan, dilain sisi pemilik barang dalam selaku pemberi jaminan berdalih dengan alasan belum mendapatkan pemberitahuan dari penerima jaminan maka merasa keberatan bahkan mengajukan pembatalan atas eksekusi jaminan, tentu saja hal tersebut tidak mencerminkan penerapan Parate Executie yang sebagaimana dalam parate executie penjualan maupun pelelangan atas obyek jaminan dilakukan secara cepat, tepat dan pengeluaran biaya yang minim.

Ninis Nugraheni membahas mengenai eksekusi obyek jaminan resi gudang beserta kendala dalam mengeksekusi jaminan resi gudang melalui judul “Problematika Eksekusi Resi Gudang Sebagai Obyek Jaminan” sedangkan pada jurnal R Ferry Bakti Atmaja yang berjudul “prospek sistem resi gudang untuk meningkatkan daya saing komoditas lada” berisi pembahasan mengenai mekanisme memaksimalkan sektor pasar beserta menjaga integritas lingkungan untuk pertanian, dan terbangunnya kepastian hukum.

Berdasarkan dua jurnal diatas yang digunakan sebagai pembanding untuk menjaga orisinalitasnya. penulis tidak menemukan pembahasan yang sama dikedua jurnal tersebut. Maka demikian melalui penulisan jurnal dengan adanya norma kabur yang terdapat pada eksekusi dalam halnya jaminan resi gudang yang diajukan sebagai jaminan kredit menggunakan eksekusi yang cepat, penulis tertarik memilih untuk mengangkat judul “PENGATURAN PARATE EXECUTIE TERHADAP OBYEK JAMINAN RESI GUDANG”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah Pembebanan Resi Gudang yang Dijadikan Sebagai Objek Jaminan Kredit?

  • 2.    Bagaimanakah Eksekusi Jaminan Resi Gudang Menggunakan Sistem Parate Executie?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tulisan ilmiah ini mempunyai suatu target yang didapatkan yaitu untuk mengkaji dan menganalisis tentang mekanisme pengaturan pembebanan resi gudang sebagai bentuk jaminan peminjaman kredit serta mengindentifikasi eksekusi jaminan resi gudang menggunakan system parate executie.

  • II.    Metode Penelitian

Adapun yang termuat dalam menulis penelitian ini menerapkan metode penelitian normatif, yang nanti akan ditelaah sebagai bahan riset yaitu mengkaji peraturan yang berlaku dimasyarakat guna menelaah isi daripada aturan itu sendiri.2

Tujuan diadakannya penelitian yang menggunakan system normatif tidak lain untuk menarik kesimpulan dari permasalahan untuk mendapatkan konsep yang nantinya digunakan sebagai bahan pertimbangan.3

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Pembebanan Resi Gudang yang Dijadikan Sebagai Objek Jaminan Kredit

kegiatan perkreditan perbankan dimana bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang mengedarkan perputaran mata uang, memberikan pinjaman, yang dijadikan sebagai sarana menghimpun benda atau surat berharga untuk membiayai usaha perusahaan dan lain-lain.4 Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan dari perbankan. Kepercayaan merupakan suatu intisari dari kredit yang merupakan bagian

harus dipegang sebagai prinsip dalam diri yang meliputi gagasan perkreditan dalam arti yang sebenarnya dan kepada siapapun diberikannya seperti yang dikemukakan oleh R.Tjiptonugroho5.

Jaminan atau Bahasa lainnya agunan berawal pada “jamin” yang berarti “tanggungan”, disimpulkan juga jaminan diartikan sebagai tanggungan. Berdasarkan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya disebut KUH Perdata) menyatakan jaminan adalah segala kebendaan kepemilikan si berutang, baik yang berjenis bergerak ataupun tidak bergerak, yang sebelumnya terdapat maupun yang terdapat pada waktu lainnya, merupakan yang melahirkan tanggungan teruntuk semua perikatan akibat dari perjanjian utang-piutang.

Sistem Resi Gudang adalah suatu produk hukum yang memiliki manfaat bagi kelangsungan perekonomian khususnya dalam usaha pertanian. adapunpemanfaatannya akan diharapkan, yaitu:

  • 1.    Stok yang banyak akan mengakibatkan penawaran harga komoditi yang rendah untuk itu system resi gudang mengakomodir penundaan penjualan oleh petani sehingga petani mendapatkan harga yang terbaik sesaat setelah dilakukannya panen.

  • 2.    System resi gudang dapat mencegah fluktuasi harga pada pasaran sehingga dengan melakukan penundaan penjualan harga pangan pada pasaran dapat dikendalikan

  • 3.    Dalam halnya transaksi ekspor komiditi, resi gudang dapat dijadikan sebagai angunan dengan memperhatikan bunga yang kecil pada suatu Negara yang dituju.

  • 4.    Dengan hasil dana yang diperoleh melalui angunan menggunakan resi gudang petani dapat membiayai keperluan lahannya dan juga membiayai keperluan bahan baku .

  • 5.    Bank dalam memberikan kredit dilandasi dengan keyakinan , tentu saja peraturan system resi gudang memiliki pengaturan yang memberikan instansi tertentu sebagai pengawasan gudang. Tentu hal ini akan menarik minat lembaga bank untuk menawarkan fasilitas kreditnya.

  • 6.    Dapat digunakan sebagai sistem kontrak berjangka apabila terjadi suatu alur perdagangan yang memerlukan penyerahan barang maka produk komoditi dapat dijadikan sebagai sarana kontrak serah .

  • 7.    Meminimalisir resiko pada penjualan di pasaran, memberikan perbaikan pada sistem pengamanan pangan.

  • 8.    Menciptakan keunggulan kelayakan barang dalam mendorong perindustrian pergudangan yang wajib mematuhi peraturan tertentu dan adanya pengawasan.

  • 9.    Memberikan bantuan yang menghasilkan pendistribusian barang atas dasar daya saing, permintaan pasar, dan perniagaansecara internasional.

  • 10.    Petani diharapkan dapat mengurangi ketergantungan kepada pemerintah khususnya subsidi produk pertanian.

  • 11.    Meminimalisir kerugian setelah diadakannya panen yang memberikan struktur penyimpanan yang terjaga mutunya, sehingga dapat menetapkan harganya tanpa harus takut apabila terjadi harga anjlok dipasaran. 6

Resi gudang yang dijadikan sebagai surat berharga mempunyai fungsi sebagai alat untuk diajukan memperoleh fasilitas kredit apabila telah memenuhi prasyarat sebagai berikut, yaitu;

  • 1.    Jaminan resi gudang telah berbentuk suatu akta atau surat;

  • 2.    Komoditi yang dapat diperdagangkan;

  • 3.    Dibuat dengan didasari suatu perikatan tertentu dan;

  • 4.    Adanya nilai yang mengikuti besar nilai perikatannya.

Dalam perikatan jaminan resi gudang memiliki personalitas kebendaan (zaken rechtelijke papieren) serta perikatannya memuat perpindahan barang dari pemilik barang kepada lembaga pergudangan untuk dilakukan penyimpanan yang nantinya mempastikan agar tidak berkurangnya kualitas dari barang yang disimpan. Oleh sebab itu pembebanan resi gudang yang telah dianggap kedudukannya sama dengan surat berharga mempunyai fungsi untuk diajukan sebagai jaminan memperoleh fasilitas pengajuan kredit dalam perbankan. Demikian dengan pengalihan atau perpindahan tangan bergantung pada aturan yang termuat didalamnya.7

Adapun tata cara umum untuk melakukan kredit menggunakan jaminan resi gudang adalah sebagaiberikut:

  • 1.    Memiliki usaha yang memadai untuk dibiayai dengan didasari kriteria tertentu, memiliki pengalaman dalam berusaha minimal 2 tahun dengan pendapatanprofit yang bagus selama beroperasinya usaha.

  • 2.    Melakukan pengajuan pada lembaga perbankan.

  • 3.    Menyertakan secara lengkap identitas pribadi

  • 4.    Menyerahkan salinan berupa fotocopy KTP

  • 5.    Melampirkan salinan berupa fotocopy Kartu Keluarga dan Akta Perkawinan

  • 6.    Melampirkan pas foto

  • 7.    Menyertakan berkas identitas usaha:

  • 8.    melampirkan salinan fotocopy NPWP, SIUP, SITU, TDP, Surat Ijin Gangguan

  • 9.    melampirkan berkas seperti fotocopy Akte Pendirian atau apabila terdapat Perubahan Pendirian Usaha.

  • 10.    Menyertakan salian berupa printout rekening bank (bagi nasabah yang telah melakukan takeover bank lain).8

dalam pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26/M-DAG/PER/6/2007 diatur tentang mekanisme untuk melakukan penyimpanan dalam gudang adalah mempunyai daya tahan dalam penyimpanannya selama 3 bulan, terpenuhinya kriteria barang untuk bisa disimpan pada lembaga pergudangan.9

Perlunya suatu peraturan yang dapat meringankan beban masyarakat maka harus diiringi dengan kelengkapan fasilitas penyedianya. sistem resi Gudang dapat dikatakan pembenahan dari praktik penjaminan fidusia, yang objek barang jaminannya dilakukan penyimpanan oleh lembaga gudang, yaitu lembaga yang berwenang sebagai pengelola gudang yang memperoleh sertifikasiyang telah bertanggung jawab dalam penerbitan resi.

Dalam pembebanan sistem jaminan Resi Gudang yang dilakukan pembebanan jaminan tidak melakukan penyerahan barang yang disimpan sebagai bentuk jaminan, melainkan dokumen barangnya yang telah terbit berupa resi sebagai bukti berkas yang bersangkutan telah menitipkan hasil pertaniannya didalam lembaga pergudangan, Resi Gudang yang merupakan alas hak) telah dilakukannya penjaminan melalui metode menawarkan komoditas yang telah diperbolehkan sesuai yang termuat dalam jangkauan pengawas pergudangan. Pasal 1 angka 9 UU SRG memformulasikan “Hak jaminan atas Resi Gudang, yang selanjutnya disebut hak jaminan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada Resi Gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditur lain.” Adanya perbedaan bentuk objek yang akan dijaminkan antara jaminan fidusia dengan jaminan resi gudang dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya dikatakan sebagai UU Fidusia) bahwa yang dipindahkan adalah suatu hak kepemilikan benda, benda tersebut dipergunakan sebagai pembebanan media yang digunakan jaminan dalam Fidusia, beda hal pada jaminan sistem resi gudang yaitu menggunakan dokumen yang memuat identitas resiyang telah memenuhi kriteria itu sendiri akan digunakan sebagai objek pembebanan jaminan10

  • 3.2 Eksekusi Jaminan Resi Gudang Menggunakan System Parate Executie

Sifat dari penjaminan resi gudang merupakan sebagai kreditur preference yang artinya kreditur yang dapat mendahului kreditur lainnya. pengaruh dari kedudukan sebagai kreditur yang dapat mendahulukan kreditur lain maka menurut perumusan dari pasal 16 ayat (1) UU SRG dan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Sistem Resi Gudang (Selanjutnya disebut PP 36/2007) dijelaskan maka apabila terdapat pemberi hak jaminan tidak memenuhi prestasinya, kreditur selaku penerima jaminan dapat mengeksekusi langsung dan mendapatkan hasil dari penjualan ataupun melakukan pelelangan dalam eksekusi tersebut untuk menutupi tunggakan pemberi jaminan.11

Tujuan pembentukan aturan itu sendiri tidak lain dipergunakan meluaskan akses teruntuk kreditur sebagai penerima jaminan resi gudang untuk dapat menerapkan Parate Eksekusi, artinya penerima hak Jaminan Resi Gudang dapat melakukan eksekusi langsung secara cepat. Yang perlu dilakukan oleh penerima jaminan hanya memberikan informasi bahwa akan diadakannya eksekusi atas objek yang dijadikan jaminan beserta memberikan surat terusan kepada pengelola gudang selaku pihak yang menyimpan jaminan sebelum proses eksekusi dilakukan. Resi

Gudang tidak terdapat istilah “pendaftaran” dan juga tidak memiliki “Titel Eksekutorial” yang didalamnya berisi irah-irah seperti halnya terdapat pada Fidusia. Hal ini dimaksud untuk ditujukan agar mendapatkan kejelasan hukum sebagai kekuatan hukum yang tetap, dengan demikian kegiatan pelaksanaan eksekusi objeknya tanpa menunggu debitur mengajukan pailit dan proses eksekusi langsung dapat diterapkan tanpa harus ada putusan pada pengadilan12

Parate Eksekusi adalah wewenang pemberian percepatan dalam penjualan yang akan dilakukan, Pasal 22 PP 36/2007 memberikan penjelasan sebelum berjalannya proses eksekusi sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 21 PP 36/2007, pemberi hak jaminan wajib untuk mengetahui bahwa akan ada proses eksekusi begitu pula kepada pimpinan pendaftaran dan pengurus gudang wajib untuk mengetahui sekurang-kurangnya 3 hari sebelum berjalannya eksekusi.13

Seluruh kegiatan akan didata kepada Pusat Registrasi agar pendistrubusian, pemindah tanganan, serta penjaminan Resi Gudang dan produk lanjutannya baik dalam bersifat warkat dan tidak bersifat warkat bisa dimonitor pada Pusat Registrasi yang bertujuan agar memperoleh kejelasan dan kepastian hukum. Pendataan tersebut wajib menyematkan identitas barang meliputi tipe, kualitas, dan kuantitas.14

karakteristik Resi Gudang yaitu segalanya dilaksanakan melalui memberikan informasi kepada Pusat Registrasi, sejak dilakukannya pembuatan dokumen resi gudang wajib memberikan informasi pendataan kepada pihak yang meregistrasi hingga sampai waktu berakhirnya resi gudang itu sendiri. Sebagaimana termuat pasal Pasal 46 huruf a PP 36/2007 Kedudukan Pusat Registrasi ialah melakukan monitoring yang dimana berisi kegiatan pendataan, pengelolaan, pengalihan,reporting, serta pengadaan sistem dan rangkaianpendataan.15

Dilaksanakannya eksekusi secara lebih sederhana, cepat serta biaya yang lebih terjangkau merupakan suatu harapan dari UU SRG. Akan tetapi terkait dengan eksekusi obyek jaminan melalui parate executie yang hanya dapat dilaksanakan dengan pengetahuan debitur sebagai pemberi hak jaminan melalui pemberian informasi yang dilakukan secara terperinci, serta dengan pemberian informasi secara rinci tersebut apakah dapat diselewengkan oleh penerima hak jaminan yang mempunyai kemauan tidak baik yang didasari kecurangan dalam menerapkan eksekusi secara tidak semestinya yang nantinya menggunakan alibi yakni sudah disampaikan kepada pemberi hak jaminan. Namun permasalahan lain yaitu dalam ketentuan tersebut bisa mengakibatkan lemahnya kedudukan pemberi hak jaminan yang disebabkan karena dapat berdalihnya pemberi hak jaminan belum menerima pengumuman untuk diadakan penjualan, maka dalam hal ini eksekusi dapat digagalkan. Dalam fidusia sebagai bahan perbandingan juga diatur mengenai jika debitur melakukan wanprestasi

maka yang memperoleh jaminan fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang dijadikan sebagai obyek jaminan fidusia atas wewenangnya sendiri, baik melalui badan pelelangan atau melakukan musyawarah dikedua belah pihak untuk menjual asetnya sendiri yang dilaksanakan atas dasar apa yang ingin dicapai pemberi serta penerima fidusia, dengan dilakukannya metode tersebut dapat ditemukan harga diinginkan yaitu harga tertinggi agar diuntungkannya para pihak. dalam fidusia juga diatur mengenai mengharuskan mendata pada kantor pendaftaran fidusia.

Jaminan fidusia yang sudah didaftarkan akan dilakukan penerbitan Sertifikat Jaminan Fidusia yang didalamnya tertera irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” mempunyai kekuatan eksekutorial sebanding dengan putusan pengadilan yang memperoleh pondasi hukumnya.16 Maka dengan demikian eksekusi dapat dilaksanakan berdasarkan wewenang melakukan penjualan atas kesuasaannya sendiri dengan melalui penerapan titel eksekutorial tersebut. Mengenai kewajiban pendaftaran hak jaminan yang diikuiti melalui penerbitan sertifikat yang memiliki title eksekutorial tidak diatur dalam UU SRG dikarenakan dalam Undang-Undang ini hanya memberikan pengaturan yang menjangkau kewajiban Penerima Hak Jaminan untuk memberitahukan kepada Pusat Resi Gudang Dan Pengelola Gudang bahwa perjanjian pengikatan Resi Gudang sebagai Hak Jaminan.

Berdasarkan ketentuan pengaturan mengenai resi gudang pasal 16 Undang-undang nomor 9 tahun 2011 tentang Sistem Resi Gudang terdapat suatu kesenjangan yang menjadi dasar kewenangan dilakukannya eksekusi. Terlebih belum diaturnya kewajiban pendaftaran Hak Jaminan Resi Gudang dalam UU Sistem Resi Gudang yang diteruskan dengan pembuatan sertifikat sebagai pondasi awal untuk pendaftaran Hak Jaminan atas Resi Gudang yang memuat titel eksekutorial dengan disisipi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang berkaitan dengan putusan pengadilan dan termuat pada pondasi hukum yang tetap. Maka dari itu, bermunculan suatu persoalan pada melakukan pelelangan jaminan resi gudang dengan menyesuaikan pada parate eksekusi yang berhubung pada pelaksanaan titel eksekutorial.

IV. Kesimpulan

Resi gudang disejajarkan dengan surat berharga mempunyai kekuatan hukum untuk dijadikan pembebanan jaminan apabila kriterianya telah terpenuhi, yaitu telah dibentuk menjadi surat dokumen berupa resi yang telah terdaftar pusat pendataan selaku pihak yang berkewajiban mengurusi segala urusan pergudangan dan mempunyai nilai jual yang sepadan dengan nilai perikatannya. Untuk memperoleh fasilitas kredit dari pengajuan resi gudang maka diharuskan untuk melengkapi syarat-syarat umum berupa kelayakan perusahaannya, mendirikan usaha selama 2 tahun dengan mendapatkan laba yang stabil, melakukan pengajuan permohonan kredit, serta melengkapi berkas data diri. Dalam sistem jaminan Resi Gudang penyerahannya bukan barang dari komoditi, melainkan dokumen yang berupa resi sebagai bukti kepemilikan yang nantinya akan diajukan untuk mendapatkan fasilitas kredit, adapun dalam eksekusinya apabila adanya debitur yang tidak melaksanakan prestasinya maka dilakukan eksekusi melalui Parate Eksekusi, hal itu dapat dilaksanakan mengingat kreditur sebagai penerima hak jaminan memperoleh keutamaan daripada kreditur lainnya, sehingga tidak perlu sampai menunggu debitur pailit untuk melaksanakan

eksekusi. Penerima yang mendapatkan hak Jaminan Resi Gudang hanya perlu menginformasikan kepada pemberi hak Jaminan Resi Gudang, Pusat Registrasi dan Pengelola Gudang sebelum melakukan proses eksekusi. Resi Gudang belum memuat “pendaftaran” berkenaan dengan proses eksekusinya, sistem Parate Eksekusi dijadikan sebagai satu-satunya proses penjualan apabila terdapat debitur yang tidak melunasi prestasinya. Adapun kekaburan norma yang terdapat pada Pasal 16 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 yang mana eksekusi dapat dilakukan hanya dengan melalui pemberitahuan kepada pihak kreditur, celah tersebut dapat dimanfaatkan oleh oknum tidak bertunggung jawab untuk melakukan itikad tidak baik dalam hal berkilah bahwa tidak adanya pemberitahuan dalam melakukan eksekusi. Penggunaan parate executie yang diharapkan mampu memberikan pelayanan yang cepat,sederhana dan minim biaya akan menjadi tidak terlaksana. Sehingga kedudukan kreditur menjadi minim perlindungan yang mengakibatkan kurang minatnya dunia perbankan dalam menggunakan jaminan resi gudang guna memberikan fasilitas kredit.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Fajar, Mukti dan Achmad, Yulianto, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, Cet-III, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. h. 34

Muhamad Djumhana, 2006, Hukum Perbankan Indonesia, Cet-V, Citra Adiya Bakti, Bandung. h.148

Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Cet-II, Kencana, Jakarta. h.35

Ricky,Rustam, ,2017. Hukum Jaminan, UII Press, Yogyakarta, h. 14-15

Sembiring,Sentosa, 2000, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung.h.51

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, 2013, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty Offset, Yogyakarta. H.33

Jurnal Ilmiah

Doyoharjo, Anggo. "Sistem Resi Gudang sebagai Alternatip Sumber Pembiayaan untuk Komoditas Pertanian." Jurnal Wacana Hukum Vol 7. No.1 (2012): h.5

Evawati, Juliana. “Asas Publisitas Pada Hak Jaminan.” Jurnal Yuridika, 29, No. 2, (2014): h.8.

Fadhiela, K., Rachmina, D., & Winandi, R. (2018). Biaya Transaksi dan Analisis Keuntungan Petani pada Sistem Resi Gudang Kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh Tengah. Jurnal Agribisnis Indonesia (Journal of Indonesian Agribusiness), 6(1), 49-60.

Feryliyan, Achmad. "Pemanfaatan Resi Gudang Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Dalam Upaya Meningkatkan Kehidupan Petani." Justice Pro: Jurnal Ilmu Hukum 5.1 (2018): 9-23.

Haryotejo, Bagas. "Analisis korelasi faktor yang mempengaruhi implementasi sistem resi gudang (SRG) di Daerah." Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance 5.2 (2013): 91-100.

Imanullah, Moch Najib. "Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Bank Dalam Pemberian Kredit Dengan Jaminan Resi Gudang Di Bank Jateng Kantor Cabang Jepara." Jurnal Privat Law Vol.6 No. 1,(2018) h: 133-142.

Melati, Hasni “Analisis Manfaat Skema Subsidi Resi Gudang Terhadap Petani Dan Industri Kakao” Jurnal Bulletin Ilmiah Litbang Perdagangan, 8 No. 1, (2014): h.8 Nugraheni, Ninis. “Problematika Eksekusi Resi Gudang Sebagai Obyek Jaminan.” Jurnal Hukum Acara Perdata Jurnal Adhaper 3, No. 2 (2017): h.20.

Putri,Elsa Yunita. “Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Resi Gudang (Bank Rakyat Indonesia Cabang Pekalongan).” Jurnal Universitas Negeri Semarang, 2, No. 2 (2017): h.87-96.

Tubalawony, Ansilla. "Implikasi Eksekusi Jaminan Dokumen Resi Gudang Ketika Stok Di Gudang Menghabis." Jurnal Media Hukum dan Peradilan 5, No.2 (2019): h.280-296.

Usanti, Trisadini Prasastinah. "Hak Jaminan Atas Resi Gudang Dalam Perspektif Hukum Jaminan." Jurnal Perspektif Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 19 No. 3 (2014): 166-177.

Yapari, Winda Taurina. "Status Resi Gudang Dalam Hukum Jaminan Kebendaan." Jurnal Calyptra 2 No. 2 (2013): 1-15.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata, Burgelijk Wetboek, 2012, diterjemahkan oleh Soedharyo Soimin, Cetakan ke-13, Sinar Grafika, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5231)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26/M-DAG/PER/6/2007 Tentang Barang Yang Dapat Disimpan Di Gudang Dalam Penyelenggaraa Sistem Resi Gudang

Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No 7 Tahun 2020, hlm. 49-58.

58