Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kemitraan Yang Dilakukan Oleh UMKM Berdasarkan Hukum Positif Indonesia
on
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KEMITRAAN YANG DILAKUKAN OLEH UMKM
BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA
Gede Agung Mahendra Krishna Bayu, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: agungkrishna14@gmail.com
Anak Agung Gede Agung Dharma Kusuma, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: agung_dharmakusuma@unud.ac.id
ABSTRAK
Penulisian artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang pengaturan perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh UMKM berdasarkan hukum positif Indonesia dan mengetahui akibat hukum dari perjanjian kemitraan yang menimbulkan ketergantungan UMKM terhadap usaha besar berdasarkan hukum positif Indonesia. Jenis penelitian artikel ini adalah penelitian hukum normatif yang menelitia akibatkan adanya suatu kekaburan norma. Untuk mendapatkan data sekunder, teknik yang dipergunakan adalah dengan studi dokumen dan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Kemudian disajikan secara evaluasi argumentatif, yang artinya dipaparkan dalam bentuk uraian-uraian penjelasan penulis guna menjawab permasalahan yang diangkat. Dapat disimpulkan bahwa akibat hukum yang ditimbulkan apabila ditemukan adanya perjanjian kemitraan yang meciptakan ketergantungan UMKM dengan usaha besar yaitu perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada perjanjian. Dalam mengadakan hubungan kemitraan seharusnya kedudukan antara pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar adalah setara sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) PP No. 17 Tahun 2013. Apabila dalam suatu perjanjian kemitraan menciptakan suatu ketergantungan maka tentu saja perjanjian tersebut akan mengalami kebatalan mutlak.
Kata Kunci: Perjanjian Kemitraan, UMKM, Perusahaan Besar.
ABSTRACT
Writing this article aims to describe and analyze the arrangement of partnership agreements made by MSMEs based on positive Indonesian law and to find out the legal consequences of partnership agreements that cause MSMEs to depend on large businesses based on Indonesian positive law. The type of research in this article is normative law due to a vagueness of norms. To obtain secondary data, the technique used is document study and uses a statutory approach and a conceptual approach. Then it is presented in an argumentative evaluation, which means that it is presented in the form of descriptions of the author's explanation in order to answer the problems raised. It can be concluded that the legal consequences that arise if a partnership agreement is found that creates the dependence of MSMEs with large businesses is that the agreement becomes null and void and is considered to have never existed. In establishing a partnership relationship, the position between MSMEs and large companies should be equal in accordance with the provisions of Article 10 paragraph (2) and paragraph (3) of PP No. 17 of 2013. If a partnership agreement creates a dependency, then of course the agreement will experience absolute cancellation.
Keywords: Partnership Agreement, MSMEs, Large Company.
Pada era yang modern saat ini, arus perkembangan bisnis semakin mengarah kepada lingkup yang semakin kecil salah satunya adalah UMKM. Di Indonesia, para pelaku usaha UMKM sangat berpengaruh untuk mondorong roda perekonomian masyarakat. Pada era saat ini, banyak masyarakat lebih memilih mendirikan usaha sendiri dibandingkan menjadi karyawan kantoran. Dikarenakan mereka dengan bebas bisa mengatur dan mengembangkan usaha mereka dengan ide-ide kreatifnya tanpa harus dibatasi oleh atasannya. Para pelaku UMKM pada saat ini didominasi oleh kaum milenial, dimana para kaum milenial ini memiliki ide-ide yang sangat kreatif dan jiwa entrepreneur yang sangat kuat guna mengembangkan usaha bisnis mereka. Jadi sudah hampir bisa diprediksi bahwa semakin kedepan roda perekonomian akan didominasi oleh para pelaku UMKM. Oleh sebab itu pemerintah harus melindungi seluruh kepentingan perkembangan UMKM terutama dalam hal perjanjian kemitraan, dikarenakan melalui perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh para pelaku UMKM dengan perusahaan besar lah yang bisa membuat para pelaku UMKM bisa berkembang pesat. Perjajian kemitraan yang dilakukan oleh UMKM sangat rawan akan dominasi dari perusahaan besar yang membuat para pelaku UMKM tidak bisa mengembangkan bisnisnya dikarenakan klausula-klausula yang sangat merugikan dan membuat pihak UMKM menjadi sangat ketergantungan yang negatif kepada perusahaan besar.1
Meningkatkan pendapatan perkapita serta meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan disemua bidang, bukan untuk suatu golongan maupun kaum elit saja merupakan cita-cita pembangunan perekonomian nasional yang berdasarkan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945. Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan perekonomian nasional pemerintah melakukan upaya salah satunya melalui peningkatakan kualitas dan daya saing dari para pelaku UMKM guna membantu menggerakkan roda perekonomian Negara Indonesia. UMKM dapat menyentuh sampai masyarakat terbawah sekalipun untuk terlibat di dalamnya sehingga seluruh masyarakat dari kalangan manapun dapat memperoleh penghasilan melalui keterlibatannya dalam UMKM. Oleh sebab itu menjadi sangat penting untuk terus memberikan perlindungan hukum yang lebih baik dan jelas dalam perjanjian kemitraan yang dilakukan UMKM dengan perusahaan besar agar UMKM dapat terus berkembang dan melibatkan seluruh kalangan masyarakat.2
UMKM memiliki beberapa kekurangan yang sering kali kekurangan tersebut menghambat berkembangnya suatu UMKM. Kekurangan tersebut diantaranya adalah sarana dan prasarana, masih banyak para pelaku UMKM yang sangat kekurangan dalam hal sarana maupun prasarana dalam menjalakan usahanya. Ditambah lagi pada era modern saat ini yang membuat adanya perdagangan bebas semakin menghimpit UMKM dalam persaingan pasar. Salah satu cara terbaik dalam mengatasi kekurangan yang dimiliki pada sektor UMKM adalah dengan melakukan perjanjian kemitraan dengan pihak perusahaan besar agar potensi dari UMKM dapat diberdayakan secara
maksimal. Dengan terjalinnya perjanjian kemitraan maka segala kekurangan pihak UMKM akan mandapat cover dari perusahaan besar, begitu pula perusahaan besar akan semakin memiliki pemasuk produk yang bervariasi dari UMKM yang diajak bermitra.3
Setiap para pelaku UMKM melakukan perjanjian kemitraan dengan pihak perusahaan besar maka kedua belah pihak wajib menuangkan klausula-klausula yang telah disepakati tersebut dalam bentuk tertulis. Selain kedua belah pihak harus menuangkan klausula-klausula dalam perjanjian kemitraan tersebut dalam bentuk tertulis, perjanjian kemitraan yang telah dibuat oleh pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar juga harus memenuhi syarat dari perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat-syarat tersebut sangat penting dalam perjanjian, tidak hanya pada perjanjian kemitraan saja namun pada seluruh perjanjian yang dibuat tentu saja harus memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika dalam perjanjian kemitraan tersebut melanggar salah satu syarat sah nya perjanjian maka perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh pihak UMKM dengan perusahaan besar menjadi batal demi hukum.4
Pada umumnya setiap pihak yang saling bekerjasama pasti akan menciptakan ketergantungan, namun tentu saja kerjasama kemitraan yang baik pasti akan selalu menimbulkan ketergantungan yang positif dalam artian baik pihak UMKM maupun pihak perusahaan besar tidak akan ada yang mendominasi melainkan akan saling menguntungkan dan memerlukan satu sama lain. Dimana apabila pihak UMKM menghasilkan produk yang bagus maka tentu saja perusahaan besar akan semakin mudah untuk menjualnya dan tentu saja perusahaan besar akan semakin meningkatkan jumlah permintaan produk tersebut dari pihak UMKM, hal tersebut akan sama-sama memberikan keuntungan bagi pihak UMKM dan perusahaan besar. Adanya ketergantungan biasanya disebabkan oleh salah satu pihak tidak bisa mengimbangi power dari pihak lainnya, sehingga pihak yang lebih kuat tentu saja akan lebih berkuasa. Perjajian kemitraan antara pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar seharusnya terjalin melalui suatu proses bernegosiasi tanpa adanya kontrak baku dan kesepakatan antara kedua belah pihak tanpa adanya tekanan maupun sebab yang dilarang. Akan tetapi pada saat ini para perusahaan besar masih banyak yang menggunakan kontrak baku yang berisikan klausula-klausula yang lebih menguntungkan perusahaan besar saja. Hal tersebut menimbulkan suatu kesenjangan antara kedua pihak yang akhirnya memicu suatu sengketa dan perjanjian kemitraan yang terjalin tidak akan dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya. Jangan sampai perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh UMKM menciptakan ketergantungan negatif atau bisa dikatakan ketergantungan sebelah pihak saja maka ini akan sangat merugikan pihak UMKM.5
UMKM dan perusahaan besar harus berkedudukan setara dalam menjalankan perjanjian kemitraan, hal ini tentu saja menjurus kepada keberlakuan dari prinsip saling membutuhkan dalam suatu hubungan kemitraan bukannya malah saling mendominasi, saling mempercayai bukannya malah saling mencurigai atau bahkan
menuduh salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian kemitraan dengan baik, saling memperkuat bukannya saling menghancurkan, dan saling menguntungkan bukan meraup keuntungan besar untuk salah satu pihak saja sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (2) PP No. 17 Tahun 2013. Jika dilihat lebih jauh dalam penjelasan Pasal 34 ayat (3) UU UMKM, maka hanya tertulis “cukup jelas”. Tidak adanya penjelasan mengenai ketergantungan seperti apa yang dilarang tercipta dalam perjanjian kemitraan menimbulkan ketidakpastian dan semakin mempermudah perusahaan besar untuk mendominasi dan memanfaatkan pihak UMKM.
Berkaitan dengan orisinalitas terhadap penulisan ilmiah ini, berikut akan penulis uraikan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki tema sejenis namun tentu saja dengan pengulasan dari sudut pandang yang berbeda, baik itu dari penelitian penulis maupun penelitian terdahulu, diantaranya Pellu Iskandar dengan judul “Perlindungan hukum terhadap UMKM”, penelitian dari Pellu Iskandar ini membahas mengenai bentuk-bentuk dari perlindungan hukum yang berhak diperoleh UMKM serta sanksi apa saja yang akan diberikan apabila merampas hak-hak milik UMKM.6 Berikutnya ada penelitian dari Rika Dewi dengan judul penelitian “Akibat Hukum Dominasi Perusahaan Besar Terhadap UMKM”, penelitian dari Rika Dewi ini membahas mengenai bagaimana akibat hukum jika perusahaan besar mendominasi UMKM dan upaya apa saja yang bisa dilakukan pihak UMKM untuk mengatasi hal tersebut.7. Berdasarkan penelitian yang telah ada sebelumnya tersebut, dapat dipahami bahwa penelitian yang diangkat oleh penulis memiliki kebaharuan terkait objek permasalahan yang dianilisis yakni perjanjian kemitraan yang menimbulkan ketergantungan negatif UMKM terhadap perusahaan besar berdasarkan hukum positif Indonesia.
Tidak adanya penjelasan mengenai ketergantungan seperti apa yang dilarang tercipta dalam perjanjian kemitraan menimbulkan ketidakpastian dan semakin mempermudah perusahaan besar untuk mendominasi dan memanfaatkan pihak UMKM. Berdasarkan hal tersebut, menurut pandangan penulis sangat relevan bila mengangkat permasalahan mengenai perjanjian kemitraan antara UMKM dengan perusahaan besar di Indonesia melalui suatu karya jurnal ilmiah dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KEMITRAAN YANG DILAKUKAN OLEH UMKM BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA”.
-
1. Bagaimanakah pengaturan perjanjian kemitraan UMKM berdasarkan hukum positif Indonesia?
-
2. Bagaimanakah akibat hukum dari perjanjian kemitraan yang menimbulkan ketergantungan negatif UMKM terhadap perusahaan besar berdasarkan hukum positif Indonesia?
Penulisian jurnal ilmiah ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang pengaturan perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh UMKM berdasarkan hukum positif Indonesia dan mengetahui akibat hukum dari perjanjian kemitraan yang menimbulkan ketergantungan UMKM terhadap usaha besar berdasarkan hukum positif Indonesia.
-
II. Metode Penelitian
Jenis penelitian artikel ini adalah hukum normatif.8 Untuk mendapatkan data sekunder, teknik yang dipergunakan adalah dengan studi dokumen. Yaitu dengan cara membaca, menelaah, dan mengklarifikasikan bahan hukum seperti ketentuan peraturan perundangundangan, mengutip pembahasan literatur-literatur dan karya ilmiah para sarjana yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Kemudian disajikan secara evaluasi argumentatif, yang artinya dipaparkan dalam bentuk uraian-uraian penjelasan penulis guna menjawab permasalahan yang diangkat.9
-
III. Hasil dan Pembahasan
Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan perekonomian nasional pemerintah melakukan upaya salah satunya melalui peningkatakan kualitas dan daya saing dari para pelaku UMKM guna membantu menggerakkan roda perekonomian Negara Indonesia. Dalam hukum positif Indonesia, perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh UMKM dengan perusahaan besar diatur dalam UU UMKM No 20 Tahun 2008 dan PP No. 17 Tahun 2013. Bentuk dari perjanjian kemitraan tersebut berupa akta otentik sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1) PP No. 17 Tahun 2013 yang menentukan bahwa perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh UMKM merupakan perjanjian yang dituangkan dalam akta otentik.10
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka setiap perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh UMKM dengan usaha besar harus dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis dalam bahasa Indonesia dan apabila perjanjian kemitraan tersebut dilakukan dengan usaha besar milik asing maka perjanjian kemitraan tertulis tersebut harus dibuat dalam bahasa Indonesia serta dalam bahasa asing. Perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh UMKM juga harus memuat setidaknya beberapa hal seperti: kegiatan usaha yang dilakukan, hak serta kewajiban antara pihak UMKM dan pihak usaha besar, bentuk pengembangan dari perjanjian kemitraan yang dilakukan, jangka waktu
kemitraan dan cara penyelesaian apabila terjadi perselisihan antara pihak UMKM dengan pihak usaha besar sesuai dengan Pasal 34 ayat (1) UU UMKM.11
Kemudian Pasal 34 ayat (3) UU UMKM menentukan bahwa: pihak perusahaan besar yang melakukan perjanjian kemitraan dengan pihak UMKM dilarang untuk bertentangan dengan prinsip dasar kemandirian UMKM, dalam artian perjanjian kemitraan yang dilakukan harus tetap membuat pihak UMKM menjadi pelaku usaha yang mandiri dan tidak ketergantungan, dalam artian pihak UMKM tidak boleh sepenuhnya bergantung apalagi ketergantungan tersebut merupakan ketergantungan negatif yang sangat merugikan pihak UMKM dalam perjanjian kemitraan tersebut. Yang menjadi permasalahan dari perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh UMKM yaitu ketergantungan dalam perjanjian kemitraan, namun tidak dijelaskan secara rinci dan mendalam, ketergantungan seperti apa yang dilarang tercipta dalam perjanjian kemitraan antara UMKM dengan perusahaan besar serta apa saja indikasi yang akan menjadi alat tolak ukur bahwa ketergantungan tersebut merupakan ketergantungan yang dilarang pada UU UMKM tersebut.12
Pada dasarnya setiap pihak yang saling bekerjasama pasti akan menciptakan ketergantungan, namun tentu saja kerjasama kemitraan yang baik pasti akan selalu menimbulkan ketergantungan yang positif dalam artian baik pihak UMKM maupun pihak perusahaan besar tidak akan ada yang mendominasi melainkan akan saling menguntungkan dan memerlukan satu sama lain. Dimana apabila pihak UMKM menghasilkan produk yang bagus maka tentu saja perusahaan besar akan semakin mudah untuk menjualnya dan tentu saja perusahaan besar akan semakin meningkatkan jumlah permintaan produk tersebut dari pihak UMKM, hal tersebut akan sama-sama memberikan keuntungan bagi pihak UMKM dan perusahaan besar. Dan apabila salah satu pihak mengalami permasalahan maka pihak lain juga akan terdampak, jadi keuntungan yang akan diperoleh baik itu dari pihak UMKM maupun perusahaan besar akan saling ketergantungan antara kedua belah pihak tersebut. Ketergantungan positif yang seperti itulah yang seharusnya tercipta dalam perjanjian kemitraan.13
Namun jika perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh UMKM menciptakan ketergantungan negatif atau dalam hal ini bisa dikatakan ketergantungan sebelah pihak saja maka ini akan sangat merugikan pihak UMKM, dikarenakan pihak UMKM tentu memiliki kekuatan modal yang sangat jauh bila dibandingkan dengan perusahaan besar. Hal inilah yang menyebabkan para pelaku UMKM sangat sulit untuk berkembang dikarenakan dominasi yang begitu kuat dari perusahaan besar dalam perjanjian kemitraan.14Dalam mengadakan hubungan kemitraan seharusnya kedudukan antara pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar adalah setara, dikarenakan dalam suatu perjanjian para pihak dapat dengan bebas melakukan
negosiasi untuk menghasilkan suatu kesepakatan bersama. Pengertian setara dalam perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh pihak UMKM dengan perusahaan besar adalah para pihak mendapatkan hak yang sebanding dengan kewajiban yang harus para pihak laksanakan dan tidak ada salah satu pihak yang mendominasi pihak lain. Hal tersebut dikarenakan kemitraan sangat melarang adanya suatu dominasi, yang tentunya harus saling mempercayai bukannya malah saling mencurigai atau bahkan menuduh salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian kemitraan dengan baik, saling memperkuat bukannya saling menghancurkan, dan saling menguntungkan bukan meraup keuntungan besar untuk salah satu pihak saja.
-
3.2 Akibat hukum dari perjanjian kemitraan yang menimbulkan ketergantungan negatif UMKM terhadap perusahaan besar berdasarkan hukum positif Indonesia
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa para pelaku UMKM pada saat ini didominasi oleh kaum milenial, dimana para kaum milenial ini memiliki ide-ide yang sangat kreatif dan jiwa entrepreneur yang sangat kuat guna mengembangkan usaha bisnis mereka. Jadi sudah hampir bisa diprediksi bahwa semakin kedepan roda perekonomian akan didominasi oleh para pelaku UMKM. Oleh sebab itu pemerintah harus melindungi seluruh kepentingan perkembangan UMKM terutama dalam hal perjanjian kemitraan, dikarenakan melalui perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh para pelaku UMKM dengan perusahaan besar lah yang bisa membuat para pelaku UMKM bisa berkembang pesat. setiap para pelaku UMKM melakukan perjanjian kemitraan dengan pihak perusahaan besar maka kedua belah pihak wajib menuangkan klausula-klausula yang telah disepakati tersebut dalam bentuk tertulis. Selain kedua belah pihak harus menuangkan klausula-klausula dalam perjanjian kemitraan tersebut dalam bentuk tertulis, perjanjian kemitraan yang telah dibuat oleh pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar juga harus memenuhi syarat dari perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata.
Pada umumnya setiap pihak yang saling bekerjasama pasti akan menciptakan ketergantungan, namun tentu saja kerjasama kemitraan yang baik pasti akan selalu menimbulkan ketergantungan yang positif dalam artian baik pihak UMKM maupun pihak perusahaan besar tidak akan ada yang mendominasi melainkan akan saling menguntungkan dan memerlukan satu sama lain. Dimana apabila pihak UMKM menghasilkan produk yang bagus maka tentu saja perusahaan besar akan semakin mudah untuk menjualnya dan tentu saja perusahaan besar akan semakin meningkatkan jumlah permintaan produk tersebut dari pihak UMKM, hal tersebut akan sama-sama memberikan keuntungan bagi pihak UMKM dan perusahaan besar. Adanya ketergantungan biasanya disebabkan oleh salah satu pihak tidak bisa mengimbangi power dari pihak lainnya, sehingga pihak yang lebih kuat tentu saja akan lebih berkuasa. Perjajian kemitraan antara pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar seharusnya terjalin melalui suatu proses bernegosiasi tanpa adanya kontrak baku dan kesepakatan antara kedua belah pihak tanpa adanya tekanan maupun sebab yang dilarang. Akan tetapi pada saat ini para perusahaan besar masih banyak yang menggunakan kontrak baku yang berisikan klausula-klausula yang lebih menguntungkan perusahaan besar saja.
Pasal 34 ayat (3) UU UMKM menentukan bahwa: “Perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh pihak UMKM dengan perusahaan besar tidak boleh bertentangan dengan prinsip dasar kemandirian UMKM serta tidak menciptakan ketergantungan
UMKM terhadap perusahaan besar”.15 Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata “perjanjian merupakan suatu perbuatan satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya kepada satu orang lain atau lebih”. Kondisi inilah yang sering dialami oleh pihak UMKM, sering kali pihak UMKM disediakan perjanjian baku dalam kemitraannya dengan perusahaan besar sehingga menciptakan suatu ketergantungan negatif dari pihak UMKM kepada pihak perusahaan besar dikarenakan klausul dari perjanjian kemitraan hanya ditentukan oleh sebelah pihak saja yaitu pihak perusahaan besar. Dengan perjanjian baku tersebut, pihak UMKM tidak bisa melakukan negosiasi kepada perusahaan besar sehingga perusahaan besar bisa menggunakan kesempatan tersebut untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dari perjanjian kemitraan yang dilakukan dengan pihak UMKM sedangkan pihak UMKM hanya mendapat keuntungan yang sangat sedikit.16
Suatu perjanjian tentu saja menimbulkan suatu hak serta kewajiban bagi para pihak yang membuatnya dalam hal perjanjian kemitraan tentu saja para pihak tersebut dalah pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar. Perjanjian kemitraan merupakan hal yang sangat penting dan menjadi sumber utama yang menciptakan perikatan antara pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar, tanpa adanya perikatan tersebut maka pihak UMKM dan pihak perusahaan besar tidak akan bisa sama-sama mengembangkan usahanya dikarenakan perjanjian kemitraan tersebut sangat penting bagi kedua belah pihak untuk menunjang keuntungan yang akan diperolehnya. Setiap perjanjian harus memenuhi syarat perjanjian yang diatur Pasal 1320 KUH Perdata, begitu pula dengan perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar. Agar sah nya suatu perjanjian kemitraan maka para pihak dalam hal ini pihak UMKM dan pihak perusahaan besar harus memenuhi dan memastikan tidak ada syarat yang dilanggar, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar tidak boleh menciptakan ketergantungan pihak UMKM terhadap perusahaan besar.17
Batalnya perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar yang diakibatkan oleh tidak terpenuhinya syarat sah dari perjanjian yaitu sebab yang tidak terlarang menyebabkan kebatalan perjanjian kemitraan tersebut menjadi kebatalan mutlak, dalam artian pihak perusahaan besar tidak berwenang untuk terus memaksakan dominasinya terhadap apa yang tertuang dalam perjanjian kemitraan. Apabila sudah terjadi kebatalan mutlak maka perjanjian kemitraan tersebut tidak perlu dituntut secara tegas kebatalannya dikarenakan telah secara otomatis batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Akan tetapi walaupun perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh pihak UMKM dengan perusahaan besar telah batal demi hukum, hal tersebut tidak menjadikan perjanjian kemitraan tersebut tidak pernah ada. Itu dikarenakan perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar tersebut pada kenyataannya sudah ada dan terjadi namun hukum menganggap bahwa perjanjian kemitraan tersebut tidak
menimbulkan hak dan kewajiban apapun kepada kedua pihak karena hukum telah mengganggap bahwa perjanjian kemitraan tersebut batal demi hukum.18
-
IV. Kesimpulan
Akibat hukum yang ditimbulkan apabila ditemukan adanya perjanjian kemitraan yang meciptakan ketergantungan UMKM dengan usaha besar yaitu perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada perjanjian. Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) PP No. 17 Tahun 2013 mentukan bahwa perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh UMKM merupakan perjanjian tertulis, perjanjian kemitraan yang dilakukan oleh UMKM juga harus memuat setidaknya beberapa hal seperti: kegiatan usaha yang dilakukan, hak dan kewajiban para pihak yaitu pihak UMKM dan pihak usaha besar, bentuk pengembangan dari perjanjian kemitraan yang dilakukan, jangka waktu kemitraan dan cara penyelesaian apabila terjadi perselisihan antara pihak UMKM dengan pihak usaha besar. Dalam mengadakan hubungan kemitraan seharusnya kedudukan antara pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar adalah setara sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) PP No. 17 Tahun 2013. Apabila dalam suatu perjanjian kemitraan menciptakan suatu ketergantungan maka tentu saja perjanjian tersebut akan mengalami kebatalan mutlak. Pemerintah diharapkan mengkaji lebih dalam lagi UU UMKM mengenai hal terciptanya ketergantungan pihak UMKM terhadap perusahaan besar dalam perjanjian kemitraan. Diharapkan kedepannya UU UMKM dapat mengatur lebih dalam lagi terkait perjanjian kemitraan yang dilakukan pihak UMKM dengan pihak perusahaan besar seperti melarang pihak perusahaan besar memberikan perjanjian baku kepada pihak UMKM dalam perjanjian kemitraan yang dilaksanakan. Mengatur lebih dalam lagi mengenai terciptanya ketergantungan seperti apa mapupun apa saja indikator yang dijadikan dasar mengetahui ketergantungan yang negatif oleh pihak UMKM terhadap pihak perusahaan besar dalam perjanjian kemitraan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. (Jakarta, Sinar Grafika, 2014).
Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak. (Jakarta, Prenada Media Group, 2015).
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. (Jakarta, Prenada Media Group, 2015).
Jurnal
Ariani, Ni Luh Ristha dan dan Salain, Made Suksma Prijandhini Devi. “Perlindungan Hukum Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (Umkm) Yang Berbentuk Bukan Perseroan Terbatas (Pt) ”. Jurnal Kertha Semaya 4. No. 2 (2016).
Arifin, Zaenal. “Perlindungan Hukum Perjanjian Kemitraan”. Jurnal USM Law Review 3. No. 1 (2020).
Arliman, Laurensius. “Perlindungan Hukum Umkm Dari Eksploitasi Ekonomi Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat”. Jurnal Rechts Vinding 6. No. 3 (2017).
Ananda, Amin Dwi dan Susilowati, Dwi. “Pengembangan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Berbasis Industri Kreatif”. Jurnal Ilmu Ekonomi 10. No. 10 (2016).
Anggraeni, Dwi Feni dan Hardjanto, Imam. “Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Melalui Fasilitasi Pihak Eksternal Dan Potensi Internal”. Jurnal Administrasi Publik (JAP) 1. No. 6 (2018).
Choirunnisa, Novia. “Perlindungan Hukum bagi Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah Melalui Perjanjian Kemitraan Antara Carrefour dan Pemasoknya”. Jurist-Diction 2. No. 3 (2019).
Haliyah, Abibatul dan Rudy, Dewa Gde. “Analisis Dari Segi Hukum Terhadap Perjanjian Kemitraan Antara Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Dengan Usaha Besar”. Jurnal Kertha Semaya 7. No. 3 (2019).
Kusumadewi, Tutut Adi. “Kemitraan Bumn Dengan Umkm Sebagai Bentuk Corporate Social Responsbility”. Jurnal Administrasi Publik (JAP) 1. No. 5 (2018).
Mirawan. “Aspek Hukum Tentang Pengembangan Usaha Melalui Kemitraan Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008”. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion 2. No. 1 (2016).
Nugraha, Putu Putri dan Dharmakusuma, A. A Gede Agung, Dewa Gde. “Perlindungan Hukum Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Dalam Pelaksanaan Kemitraan Dari Perspektif Undang-Undang No 5 Tahun 1999”. Jurnal Kertha Semaya 4. No. 2 (2016).
Permana, Sony Hendra. “Strategi Peningkatan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMKM) Di Indonesia”. Aspirasi 8. No. 1 (2017).
Pellu Iskandar “Perlindungan Hukum terhadap UMKM” Kanun Jurnal Ilmu Hukum 16, No. 1 (2014).
Rika Dewi “Akibat Hukum Dominasi Perusahaan Besar Terhadap UMKM.” Jurnal Bisnis Manajemen 1, No. 2 (2020).
Riyandi, Priyoda. “Pelaksanaan Perjanjian Kemitraan UMKM Di Era Modern”. Jurnal Fatwa Hukum 1. No. 4 (2018).
Savitri, Ni Nyoman Tina dan Wirawan, I Ketut. “Perlindungan Dan Pemberdayaan Umkm Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan”. Jurnal Kertha Semaya 1. No. 5 (2016).
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4866).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5404).
Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No 7 Tahun 2020, hlm. 39-48 .
48
Discussion and feedback