IMPLIKASI PERIZINAN PERHOTELAN DENGAN KONSEP VIRTUAL HOTEL OPERATORS TERHADAP PENGENAAN PAJAK DAERAH

Putu Pebiandri Kusuma, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Ketut Sudiarta, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui pengaturan perizinan dalam membangun usaha perhotelan secara konvensional maupun dengan konsep virtual hotel operators serta implikasi dari perbedaan perizinan perhotelan yang tidak sesuai terhadap pengenaan pajak daerah. Dalam menulis penelitian ilmiah ini menggunakan penelitian normatif yang menitikberatkan pada penelaahan terhadap problema norma dalam hukum positif serta dengan menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasil temuan studi menunjukan bahwa pembangunan hotel dengan konsep virtual hotel operators sangat berkembang pesat pada jaman sekarang ini karena kemajuan teknologi, tetapi terdapat permasalahan pada perizinan yang tidak sesuai hal ini karena konsep dari VHO merupakan rebranding dari bangunan yang sudah ada, bahwa dalam mendirikan hotel pelaku usaha wajib memiliki Tanda Daftar Usaha Pariwisata dimana sudah mencakup berbagai izin diantaranya izin lingkungan, izin lokasi, dan IMB, hal ini terjadi karena tidak adanya aturan khusus yang mengatur mengenai perizinan hotel dengan konsep VHO sehingga terdapat perbedaan perizinan yang berimplikasi pada pengenaan pajak daerah yakni pajak hotel yang merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang berfungsi untuk menyelenggarakan dan pembangunan daerah.

Kata Kunci: Virtual Hotel Operators, Tanda Daftar Usaha Pariwisata, Pajak Daerah

ABSTRACT

The purpose of the study is to determine the licensing arrangements in building a hotel business conventionally and with the concept of virtual hotel operators and the implications of differences in hotel licensing that are incompatible with local taxes. In writing this research the author uses a normative research that focuses on examining the problem of norms in positive law and by using a conceptual approach and a statutory approach. The findings of the study show that hotel construction with the concept of virtual hotel operators is growing rapidly today due to technological advances, but there are problems with licensing that do not match this because the concept of VHO is a rebranding of existing buildings, that in establishing hotels the perpetrators Businesses are required to have a Tourism Business Registration Certificate which includes various permits including environmental permits, location permits, and IMB, this happens because there are no specific rules governing hotel licensing with the VHO concept so that there are differences in permits that have implications for local taxes, namely taxes hotel which is one of the original regional revenues which functions to organize and develop the region.

Key Words: Virtual Hotel Operators, Tourism Business Registration Certificate, Local Tax

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang selalu menjadi salah satu tujuan wisata favorit bagi para wisatawan mancanegara, banyak hal yang dapat ditawarkan dalam

berwisata di Indonesia terdiri atas pulau-pulau besar maupun kecil yang menghadirkan keindahan alamnya, salah satu pulau yang menjadi ikon wisata di Indonesia ialah Bali yang merupakan sebuah nama pulau yang tidak lagi asing terdengar di telinga para wisatawan, dimana Bali merupakan Provinsi yang terdiri dari satu pulau utama serta terdapat pulau-pulau kecil di sebelah timurnya. Bali sudah terkenal dengan sebutan sebagai pulau seribu pura dan pulau dewata, seninya yang metaksu berhasil memikat tidak hanya wisatawan domestik disamping juga wisatawan mancanegara, serta dengan berbagai keindahan alam serta kebudayaannya yang telah mendunia, bahkan tak jarang Bali lebih dikenal dibanding Negara Indonesia itu sendiri, banyak wisatawan asing mengira Bali merupakan sebuah negara. Tentu saja hal ini mempengaruhi pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, yang mana setiap tahun selalu mengalami peningkatan.

Tentu saja hal ini menuntut pula perkembangan sarana penyediaan akomodasi agar dapat menunjang kebutuhan wisatawan yang berkunjung ke Bali. Penyediaan akomodasi adalah layanan yang dapat diberikan oleh perusahaan dapat melengkapi layanan pariwisata lainnya, penyediaan ini dapat berupa hotel, villa, dermaga caravan dan akomodasi lainnya.1 Industri pariwsata “merupakan salah satu industri terbesar di dunia, industri pariwisata dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, serta mampu meningkatkan pendapatan perekonomian serta dapat memberikan kontribusi yang besar pada suatu negara. Hal inilah yang mendorong banyak negara tertarik untuk mengembangkan pariwisata sebagai salah satu sektor pembangunan”.2

Seiring dengan kemajuan zaman dan berkembangnya teknologi di era modern ini, jasa penyediaan akomodasi tidak hanya mempromosikan jasanya lewat cara konvensional saja, tetapi sudah banyak jasa penyediaan akomodasi mempromosikan jasanya lewat cara online hal ini dibuktikan pada zaman sekarang ini dengan banyaknya beredar jasa penyediaan akomodasi penginapan online seperti OYO, Airy, RedDoorz dan sejenisnya yang biasa disebut dengan virtual hotel operators (selanjutnya disebut VHO). VHO memiliki harga sangat terjangkau bahkan bisa dikatakan lebih murah dibanding hotel-hotel pada umumnya. Dalam hal kualitas VHO ini tidak kalah dengan hotel-hotel pada umumnya.

VHO ini cukup berhasil dalam menggaet konsumen di era modern ini, karena tidak lepas dari digital marketing yang baik. Digital Marketing merupakan salah satu strategi yang efektif untuk menjangkau pasar, terutama untuk negara berkembang yang telah melek teknologi3. VHO dapat dikatakan sebagai perkembangan dari penyediaan akomodasi khususnya industri perhotelan, kendati pun masih terdapat beberapa permasalahan dalam industri ini diantaranya mengenai perizinan.

Pada dasarnya penerapan VHO seperti OYO ini memiliki cara praktik mirip seperti taksi maupun ojek online dimana tidak dimilikinya pegawai pada umumnya dan lebih kepada Rebranding bagi para pemilik bangunan4. Lebih lanjut perizinan VHO ini

hanya menggunakan izin bangunan non hotel ataupun hanya menggunakan izin indekost saja yang mana pengenaan pajaknya bukanlah pajak hotel dan restoran. Hal ini tentu merugikan pemilik-pemilik hotel non bintang seperti hotel kelas melati yang memiliki izin berupa hotel dengan tanda daftar usaha serta pengenaan pajaknya berupa pajak hotel dan restoran.

Dengan hadirnya VHO seperti OYO ini tentu memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat yaitu penambahan lapangan pekerjaan, peningkatan perekonomian dan penambahan pendapatan masyarakat, selain memberikan dampak positif tentu saja ada dampak negatifnya ialah misalnya persaingan harga sewa yang tidak sehat, tingkat hunian kamar yang rendah, serta pembangunan yang tidak seimbang, dan penurunan fasilitas dan layanan bagi pengunjung5. Dalam perkembangan paradigma pertumbuhan OYO di Indonesia dilatar belakangi oleh beberapa faktor yakni terkait dengan adanya standarisasi layanan dan fasilitas yang ditawarkan, dalam mengelola di bidang perhotelan telah menggunakan teknologi terbaharukan6.

Bahwa memang benar penulisan jurnal mengenai “Implikasi Perizinan Perhotelan Dengan Konsep Virtual Hotel Operators Terhadap Pengenaan Pajak Daerah” merupakan karya tulis asli yang keasliannya dapat dipertanggungjawabkan, sebelumnya penulis telah melakukan penelusuran kepustakaan terkait dengan judul ataupun permasalahan yang sama atau tidak. Adapun hasil dari penelusuran penulis menemukan penelitian yang serupa dengan penelitian yang dibuat penulis namun memiliki judul dan rumusan masalah yang berbeda maka peneliti menggunakan 2 penelitian terdahulu sebagai pembandingnya, yakni penelitian dari Fitri Kusumawati dari jurnal Media Wisata tahun 2020 dengan judul “Tren Virtual Hotel Operators (VHO) Di Yogyakarta (Studi Kasus OYO)” dan penelitian dari Anggreany Arif dan Hardianto Djanggih dari jurnal Kertha Patrika dengan judul “Implementasi Penarikan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Terhadap Realisasi Pendapatan Asli Daerah”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Atas pemaparan pada latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana pengaturan hukum terkait perizinan jasa penginapan perhotelan konvensional dan dengan konsep virtual hotel operator ditinjau dalam perspektif hukum positif?

  • 2.    Bagaimana implikasi perizinan perhotan dengan konsep virtual hotel operator terhadap penerapan pajak daerah?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Dalam penulisan ilmiah ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui pengaturan hukum terkait perizinan membangun usaha perhotelan baik secara konvensional maupun dengan konsep virtual hotel operators ditinjau dari hukum positif Indonesia dan untuk mengetahui implikasi dari perbedaan perizinan jasa penginapan virtual hotel operators yang tidak sesuai terhadap pengenaan pajak daerah.

  • II.    Metode Penelitian

Penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Metode penelitian hukum normatif menitikberatkan pada penelaahan terhadap problema norma dalam hukum positif.7 Problema norma yang diteliti dalam penelitian ialah norma kosong (vacuum of norm) pada pengaturan jasa penginapan yang menggunakan konsep VHO di Indonesia. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah statute approach/ peraturan perundang-undangan yakni menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah diteliti. Lebih lanjut pendekatan konseptual/ conceptual approach berfungsi dalam membedah konsep VHO secara komprehensif yang menitikberatkan pada analisis peraturan perundang-undangan sebagai sumber utama kemudian dibantu dengan teori konsep, serta asas-asas hukum yang relevan sehingga dapat memberi sumbangsih dalam menyelesaikan permasalahan yang ada8. Selanjutnya sumber hukum yang digunakan dalam penulisan jurnal ilmiah ini bersumber dari bahan hukum primer yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan selain itu pula jurnal ini juga menggunakan bahan hukum sekunder berupa buku-bukum, artikel, serta jurnal yang dapat menunjang penjelasan dari bahan hukum primer tersebut. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini didasarkan dengan studi dokumen. Kemudian analisis terhadap permasalahan dilakukan secara deduktif yakni suatu pola penarikan kesimpulan dengan beranjak pada sesuatu yang bersifat umum terlebih dahulu menuju sesuatu yang bersifat lebih khusus.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Hukum Terkait Perizinan Jasa Penginapan Dengan Konsep Virtual Hotel Operators

Virtual Hotel Operators selanjutnya disebut VHO berkembang sangat pesat dalam 5 tahun belakangan ini atau tepatnya pada tahun 2015 biasanya bekerja sama dengan hotel murah, tapi baru-baru ini menginjakan kaki di villa atau hotel berbintang 4 atau lebih tinggi untuk menyediakan fasilitas standar dan kualitas layanan bagi para tamu9, perkembangan VHO bisa menjadi pesat karena didasari pada tren wisatawan yang berpelesiran tapi dengan mengandalkan budget murah sehingga para wisatawan cenderung mencari penginapan yang murah dengan kualitas yang bagus, dan VHO ini merupakan suatu jawaban bagi para pelancong tersebut, selain menawarkan harga yang lebih murah dibanding dengan hotel-hotel konvensional lainnya namun tetap memiliki kualitas yang tidak jauh beda, VHO bisa sangat berkembang karena berbasis online dalam melakukan pemesanannnya hal ini merupakan suatu keunggulan di era teknologi yang juga semakin maju.

Banyak VHO yang sudah sangat eksis di Indonesia seperti OYO, RedDoorz, Airy Rooms, pada dasarnya konsep yang di usung dari VHO ini adalah rebranding yaitu menciptakan brand baru atau tren baru dalam industri pariwisata khususnya dalam hal penyediaan akomodasi perhotelan, maka tak jarang ditemui rumah singgah yang

bergabung dalam VHO ini ataupun bangunan yang berkonsep indekost masuk dalam tren ini. Walaupun memilki berbagai keunggulan masih ada beberapa kekurangan dalam VHO diantaranya tidak terteranya nama hotel sesungguhnya dalam di situs penjualan tersebut, adanya kemungkinan layanan yang tidak sesuai dengan apa yang dicantumkan, hotel yang diajak bekerjasama oleh VHO biasanya memiliki lokasi yang strategis. Nilai strategis tersebut dilihat dari kedekatan hotel dengan pusat kota atau destinasi wisata, Sebelum sebuah hotel bergabung dalam jaringan VHO, tim VHO akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk memastikan hotel tersebut sesuai standar yang diinginkan. Tidak semua kamar sebuah hotel nantinya akan ber-brand VHO. Mungkin dalam sebuah hotel, tersebut hanya memiliki beberapa kamar saja. Hal ini terkait perjanjian VHO dengan pemilik hotel tersebut.

Dalam setiap membangun suatu usaha baik itu dalam bentuk barang atau jasa maka diperlukan suatu perizinan agar nantinya usaha tersebut mendapat perlindungan hukum atau penegakkan hukum. Perizinan dapat diartikan sebagai “pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin mapun tanda daftar usaha”10. Perizinan dalam arti sempit merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari fungsi pengaturan dan kendali pengelolaan yang dipunyai oleh pemerintah, dan perizinan administratif merupakan alat paling umum digunakan. Berkaitan dengan hukum administrasi ini maka izin merupakan produk yang dikeluarkan oleh pemerintah yang notabane nya adalah pelaku hukum administrasi negara sementara pengguna izin tersebut adalah masyarakat luas.

Pemerintah diberikan kekuasaan dalam hal pengaturan sehingga melahirkan instrument yuridis termasuk perizinan yang digunakan pemerintah untuk menemui keadaan individual dan konkret dalam bentuk ketetapan, selain itu untuk mempengaruhi warganya agar mau mengikuti keinginan yang telah diatur pemerintah tersebut, agar tercapai tujuan yang tertib, kepemerintahan yang baik ini hanya dapat terwujud apabila diselenggarakan dengan dilandaskan pada prinsip transparasi dan akuntabilitas11. Oleh karena itu, setiap kegiatan atau usaha dalam bidang pembangunan harus didasarkan kepada Undang-undang yang sudah ditetapkan Pemerintah, dimana pengaturan tentang tata pelaksanaan memperolehnya, prosedurnya dan syarat-syarat izinnya dan siapa saja yang terkait dalam perizinan tersebut, izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk ketetapan dan bersifat konstitutif. Dalam proses pelaksanaan pemberian izin pemerintah, hal ini dapat dilihat sebagai wujud dari pencapaian sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat dan meningkatkan perekonomian negara sehingga Indonesia dapat setara dengan negara lainnya.12 Membuat usaha penyediaan akomodasi seperti perhotelan dimana bergerak dalam bidang pariwisata wajib mendapatkan perizinan dalam hal ini perhotelan, disamping itu juga bangunan yang digunakan wajib memiliki izin mendirikan bangunan atau IMB yang sesuai dengan ketentuan peruntukan usaha hotel tersebut. Adapun pendaftaran tanda usaha pariwisata ini bertujuan “untuk memberikan atau menjamin kepastian hukum, menyedian informasi

bagi pihak yang memiliki kepentingan dalam usaha pariwisata” hal ini termaktub dalam Pasal 3 Permen 10 Tahun 2018

Pengaturan mengenai pendaftaran tanda daftar usaha pariwisata ini tertuang dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan bahwa “untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan usahanya terlebih dahulu kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah”, dimana ketentuan mengenai TDUP ini diatur dalam Permen Pariwisata No. 18/2016 tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata. Namun Permen ini telah dicabut dan digantikan dengan Permenpar RI No. 10/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegritas Secara Elektronik Sektor Pariwisata. Dalam mendapatkan TDUP ini pelaku usaha harus melakukan pendaftaran melalui sistem online single submission yang selanjutnya disebut OSS untuk mendapatkan nomor induk berusaha (NIB) berdasarkan Pasal 1 angka 12 UU No. 10 Tahun 2018 yang dimaksud dengan NIB “merupakan identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS setelah pelaku usaha melakukan pendaftaran”. Yang termaktub dalam Pasal 9 disebutkan bahwa TDUP ini “diterbitkan oleh lembaga OSS untuk atas nama a) Menteri, b) Gubernur, atau c) Bupati/Walikota”.

TDUP diterbitkan berdasarkan komitmen dari pelaku usaha bahwa dapat memenuhi persyaratan izin usaha tersebut. Dalam membangun sebuah usaha akomodasi seperti perhotelan, ketiga izin ini wajib dipenuhi, dimana izin lokasi bertujuan sebagai sarana pengendalian penataan ruang dan wilayah daerah tersebut sehingga nantinya pemanfaatan tanah terhadap lokasi tersebut menjadikan proses pembangunan yang sesuai dengan tujuan dan harapan masyarakat pada daerah tersebut.13. Selanjutnya wajib memiliki izin lingkungan agar suatu kawasan koridor tidak boleh terlepas dari rencana tata ruang yang sudah ada sehingga nantinya dapat mencegahnya pembangunan yang bersifat merusak lingkungan. Sedangkan IMB bertujuan untuk mengontrol perkembangan masyarakat, swasta dan gedung pemerintah melalui prosedur perizinan, kelayakan lokasi gedung, peruntukan dan penggunaan gedung yang tepat14 sehingga nantinya fungsi didirikannya bangunan sesuai dengan izin yang didaftarkan sebagai contoh IMB berupa hotel tentu fungsinya sebagai perhotelan, bukannya IMB hanya bangunan rumah biasa tetapi malah beralih fungsi sebagai usaha perhotelan.

Dengan memenuhi ketiga izin ini khusunya dalam IMB yang peruntukannya merupakan usaha penyediaan akomodasi yakni perhotelan maka pelaku usaha tersebut sudah terdaftar sebagai wajib pajak dan dikenakan pajak berupa pajak hotel, pajak hotel merupakan “tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)” pernyataan ini termaktub dalam UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hal ini berpengaruh terhadap PAD yang merupakan sumber keuangan daerah yang dicari diwilayah sendiri untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah dan pembangun daerah, khususnya daerah-daerah pariwisata pajak hotel adalah sektor paling potensial dalam menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk menjamin pengelolaan usaha, agar tetap menguntungkan dan berhasil maka pengusaha swasta harus bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan

seluruh masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat mengakibatkan pada pengurangan jumlah masyarakat miskin yang memiliki taraf hidup rendah. Hal ini berpengaruh dan berbanding lurus dengan PAD15 selanjutnya PAD ini diatur berdasarkan Peraturan Daerah masing-masing.

  • 3.2    Implikasi Dari Perbedaan Perizinan Jasa Penginapan Virtual Hotel Operator Yang

    Tidak Sesuai Terhadap Penerapan Pajak Daerah

Dijelaskan bahwasannya pajak daerah termaktub dalam UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. “Pajak daerah merupakan komponen dalam PAD yang merupakan sumber pendapatan daerah dan dapat digunakan setiap daerah secara bebas untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah”16. Mewajibkan pemerintah derah untuk meingkatkan kemampuannya dalam mencari dan mengelola sumber daya dengan harapan terjadinya peningkatan pendapatan daerah utamanya dari PAD.17 Pajak daerah dan retribusi daerah memiliki sifat terbatas artinya bahwa pemda tidak memiliki hak dalam pemungatan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan undang-undang.

“Secara umum pajak memiliki dua fungsi yakni:

  • 1.    Fungsi Budgetair

Dimana pembangunan hanya dapat terlaksana dengan ditunjang keuangan yang cukup tersedia pada kasa negara, untuk itu pajak merupakan sumber penerimaan terbesar dalam keuangan negara sehingga tersedianya tabungan pemerintah untuk disalurkan kesektor pembangunan.

  • 2.    Fungsi Regulerend

Fungsi mengatur ini berarti bahwa pajak sebagai alat bagi pemerintah mencapai suatu tujuan tertentu baik dalam bidang ekonomi, moneter, kultural maupan dalam bidang politik”.18

Dasar pengenaan Pajak secara konstituisonal termaktub pada Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 bahwa “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Dalam daerah-daerah pariwisata pemungutan pajak dari hotel adalah sektor paling potensial. Besarnya pendapatan dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian suatu daerah dalam mendanai pembangunan wilayahnya, oleh karena itu selain menghimpun dana dari pengeluaran sehari-hari, PAD merupakan harapan terciptanya peningkatan investasi belanja modal pemda setempat, sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan lebih menjadi lebih baik. 19

Pelaku usaha, badan usaha, atau badan usaha yang berbadan hukum yang telah mempunyai TDUP juga IMB berupa izin hotel tentu akan dikenakan wajib pajak berupa pajak hotel, yang selanjutnya disebut dengan wajib pajak, berdasarkan UU No. 28/2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, “wajib pajak hotel mempunyai hak untuk memungut pajak atas pelayanan yang diberikan kepada konsumen dan mempunyai kewajiban untuk melaporkan dan membayarkan pajak tersebut kepada Pemerintah Daerah sehingga menjadi masuk kedalam Pendapatan Asli Daerah”. Pajak hotel merupakan pajak daerah yang dipungut dari pajak yaitu konsumen yang menikmati pelayanan hotel20. Jika melihat dari konsep VHO itu sendiri dimana merupakan rebranding suatu bangunan yang di ubah menjadi sebuah penyedia akomodasi berupa hotel maka hal ini berakibat terjadinya suatu perbedaan perizinan antara hotel dengan konsep VHO dan hotel konvensional sehingga menyebabkan penyimpangan dalam pengenaan pajak karena bangunan yang di ubah tersebut belum tentu IMB nya berupa izin hotel disamping itu juga dalam konsep VHO tidak semua kamar dapat dijadikan dalam brand VHO hal ini terkait dengan kesepakatan pemilik bangunan dengan VHO, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa kamar yang disewakan berada dibawah 10 (sepuluh) kamar, berdasarkan UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Pasal 1 angka 21 yang dimaksud dengan “hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh)”. Disinilah terjadinya kekosongan norma karena belum ada aturan yang mengatur mengenai perizinan hotel dengan konsep VHO.

Tentu hal ini berimplikasi pada penerapan pajak daerah hal ini karena IMB dalam izin bangunan yang digunakan brand VHO ini bisa saja hanya berupa bangunan biasa atau bangunan indekost bukannya izin bangunan berupa hotel serta kamar yang kurang dari 10 (sepuluh) sehingga pemerintah daerah tidak dapat mengenakan pajak berupa pajak hotel dan hal ini dapat berimbas pada PAD. Dibandingkan dengan target bulanan yang ditetapkan oleh Badan Pengelola Pajak dan Pendapatan Daerah, peningkatan penerimaan pajak hotel sangat berpengaruh terhadap penerimaan perpajakan, karena semakin besar perwujudan yang dapat dicapai maka tinggi pula peningkatan pemasukan perpajakan. Jika target tidak terpenuhi begitu sepulanya, hal tersebut menunjukan bahwa proses pemungutan pajak belum optimal21. Disamping berimplikasi pada pajak daerah karena pelaku usaha sebagai penyedia akomodasi dengan konsep VHO ini menimbulkan perizinan yang tidak sesuai sehingga tidak dapat dikenakan pajak hotel yang merupakan salah satu PAD terbesar terlebih lagi dalam daerah-daerah pariwisata.

Karena perbedaan perizinan inilah dapat menimbulkan ketidakadilan terhadap pelaku usaha hotel konvensional, dimana pelaku usaha hotel konvensional tentu memiliki perizinan hotel yang sesuai dengan peraturan yang ada sehingga pengenaan pajaknya juga berupa pajak hotel sedangkan pelaku usaha penyedia akomodasi perhotelan yang berkonsep VHO masih tidak jelas perizinan yang dimiliki. Dengan timbulnya ketidakadilan diantara pelaku usaha dapat meningkatkan resiko terjadinya suatu pelanggaran. Terjadinya perbedaan perizinan ini disebabkan oleh kekosongan norma, tidak adanya nya aturan khusus yang mengatur mengenai penyedia akomodasi

dengan konsep VHO ini, sejatinya adanya sebuah peraturan memiliki arti penting yakni memberikan kepastian hukum sehingga dapat menghindari adanya ketidakadilan, perizinan sangatlah penting dalam pengendalian baik itu dalam penataan ruang maupun sikap masyarakat22.

  • IV.    Kesimpulan

Perkembangan pembangunan hotel dengan konsep Virtual Hotel Operators sangat berkembang sangat pesat hal ini didasari pada tren wisatawan yang berplesiran tapi dengan mengandalkan budget murah sehingga para wisatawan cenderung mencari penginapan yang murah dengan kualitas yang bagus, disamping kemajuan teknologi sangat mendukung berkembangnya hotel dengan konsep VHO ini, pada dasarnya konsep dari VHO ini adalah rebranding suatu bangunan sehingga tidak jarang ditemui bangunan rumah singgah atau bangunan indekost yang bergabung dalam konsep VHO ini, dalam membuat usaha perhotelan yang termasuk dalam kegiatan usaha pariwisata, para pelaku usaha untuk mendapatkan perizinannya wajib melakukan pendaftaran tanda daftar usaha pariwisata hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan bahwa untuk “dapat menyelenggarakan usaha pariwisata pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan usahanya terlebih dahulu kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah” yang selanjutnya mengenai TDUP ini diatur dalam Permen No. 10 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegritas Secara Elektronik Sektor Pariwisata. TDUP diterbitkan kepada pelaku usaha berdasarkan komitmen yang merupakan pernyataan dari pelaku usaha bahwa dapat memenuhi persyaratan izin usaha tersebut. Karena konsep dari VHO adalah rebranding suatu bangunan sehingga memungkinkan IMB nya bukanlah berupa izin mendirikan hotel maka terjadi suatu perbedaan perizinan dengan hotel konvensional hal ini berimplikasi pada pengenaan pajak daerah khususnya pemungutan pajak hotel adalah sektor potensial dalam menggali serta menambah PAD yang berfungsi untuk untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Terjadinya perbedaan perizinan ini disebabkan oleh kekosongan norma, tidak adanya nya aturan khusus yang mengatur mengenai penyedia akomodasi dengan konsep VHO ini, sejatinya adanya sebuah peraturan memiliki arti penting yakni memberikan kepastian hukum sehingga dapat menghindari adanya ketidakadilan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bohari, H, Pengantar Hukum Pajak. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016)

Diantha, Pasek, Dharmawan, N.K.S dan Artha, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan

Disertasi. (Denpasar: Swasta Nulus, 2018)

Ismayanti. Pengantar Pariwsata (Jakarta, PT Grasindo,2010)

Jurnal Ilmiah

Arief, Anggreany dan Djanggih, Hardianto. “Implementasi Penarikan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Terhadap Realisasi Pendapatan Asli Daerah”. Jurnal Kertha Patrika 42, No.1 (2020):73-86

Bahmid, Nabila Suha dan Wahyudi, Herry. “Pengaruh Pemungutan Pajak Hotel Dan Pajak Hiburan Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Medan. Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis 18, No. 1 (2018): 14-26

Darmika, I Putu Rudi, Ibrahim, R dan Suharta, I Nengah. “Pelaksanaan Peraturah Daerah Kota Denpasar Nomor 24 Tahun 2001 Tentang Usaha Hotel Melati Di Kota Denpasar”. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum 2, No. 1 (2014): 1-5

Evita, Rossi dan Sirtha, I Nyoman dan Sunartha, I Made. “Dampak Perkembangan Pembangunan Sarana Akomodasi Wisata Terhadap Pariwisatan Berkelanjutan Di Bali”. Jurnal Ilmiah Pariwisata 2, No. 1 (2012): 109-222

Haris, Oheo.K. “Aspek Hukum Pidana Dalam Kaitannya Dengan Perizinan Di Bidang Pertambangan”. Yuridika 29, No.3 (2014): 346-360

Ketut Gayatri Wulandari Pemaron, Ida Ayu dan Ngurah Wairocana, I Gusti. “Tinjauan Yuridis Terhadap Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali”. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum 6, No. 5 (2018): 1-15

Kusno. “Implementasi Pemberian Izin Pemanfaatan Tanah (IPT) Untuk Pembangunan Hotel DI Kabupaten Labuhan Batu”. Jurnal Ilmiah Advokasi 5, No. 2 (2017): 26-41

Kusumawati, Fitri. “Tren Virtual Hotel Operators (VHO) Di Yogyakarta (Studi Kasus OYO)”. Media Wisata 18, No. 8 (2020): 90-100.

Raditya, I Putu Martha Kresna dan Suardita, I Ketut. “Implementasi Good Governance Dalam Penerbitan Izin Penyelenggaran Reklame Di Kabupaten Badung”. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum 5, No. 1 (2017): 1-5

Setiabudhi, I. K. R., Artha, I.G., & Putra. “Urgensi Kewaspadaan Dini dalam Rangka Memperkuat Persatuan dan Kesatuan Bangsa.” Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) 8 No. 4 (2019): 541

Suartini, Ni Nyoman dan Utama, Made Suyana. “Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan, Pajak Hiburan, Pajak Hotel Dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli

Sugianto, Kevin Christian. ”Analisis Pengaruh Digital Marketing Terhadap Brand Advocacy Dengan Received Service Quality Dan Customer Engagement Sebagai Variabel Perantara Pada Virtual Hotel Operators: OYO Hotel”. Jurnal Strategi Pemasaran 7, No, 1 (2020)

Trisnawati, Mika dan Wayan Sudirman. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Membayar Pajak Hotel, Pajak Restoran Dan Pajak Hiburan Di Kota Denpasar”. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 4, No.12 (2015): 975-1000

Tunjungsari, Komang Ratih, Parwati, Komang Shanty Muni, dan Semara, I Made Trisna. “Persepsi Masyarakat Kuta Terhadap Dampak Pembangunan Hotel Berkonsep City Hotel Di Sunset Road Kuta Bali”. Jurnal Kepariwisataan Dan Hospitalitas 1, No. 2 (2017): 151-164

Walakandou, Randy J.R. “Analisis Kontribusi Pajak Hotel Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kota Manado”. Jurnal Emba 1, No. 3 (2013): 722-729

Yonanda, Irsa, Makmur, Mochammad, dan Adiono, Romula. “Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Dalam Sektor Indrustri Pariwisata Di Kota Batu (Studi pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Batu)”. Jurnal Administrasi Publik 1, No. 1 (2013): 70-78

Yunus, Yahya dan Umasangadji, Amirudin. “Implementasi Pengelolaan Pajak Hotel Dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Di Kota Ternate”. Jurnal Penelitian Humano 7, No. 2 (2016): 181-191

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049)

Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegritas Secara Elektronik Sektor Pariwisata (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1235)

Internet

Alinea.Id. “Mengenal Virtual Hotel Operator”. URL:” https://www.alinea.id/infografis/mengenal-virtual-hotel-operator-b1Xru9pAt”, diakses pada 1 November 2020

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 8 Tahun 2021, hlm.654-664

664