Pengaturan Terhadap Penggolongan Narkotika Jenis Tanaman Kratom Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
on
PENGATURAN TERHADAP PENGGOLONGAN
NARKOTIKA JENIS TANAMAN KRATOM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA
I Made Pradnyana Utama, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: pradnyanautama22@gmail.com
Ni Made Yuliartini Griadhi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: ariyuliartinigriadhi@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan studi dalam penulisan ini dilakukan untuk mengkaji kepastian hukum terhadap penggolongan narkotika jenis tanaman kratom berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil studi menunjukkan bahwa kandungan zat opioid yang terdapat pada tanaman kratom juga terdapat pada narkotika jenis heroin dan fentanil, yang mana heroin dan fentanil termasuk narkotika golongan I. Tanaman kratom seharusnya dapat diklasifikasikan ke dalam narkotika golongan I dikarenakan kandungan zat opioid yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika belum mengatur secara jelas mengenai penggolongan jenis tanaman kratom. Sehingga jika dikaitkan dengan asas legalitas, pengguna narkotika pada jenis zat yang terkandung dalam tanaman kratom tidak dapat dijerat oleh ancaman pidana.
Kata Kunci: Pengaturan, Penyalahgunaan, Tanaman Kratom, Narkotika
ABSTRACT
The purpose of the study in this paper was done to review the legal certainty of the classification of narcotic types of kratom plants based on the provisions of Law No. 35 of 2009 on Narcotics. The method used is normative legal research method with statutory approach and conceptual approach. The results showed that opioid substances contained in kratom plants are also present in heroin and fentanyl narcotics, where heroin and fentanyl belong to class I narcotics. Kratom plants should be classified into class I narcotics due to the content of opioid substances contained in them. However, based on the provisions of Law No. 35 of 2009 on Narcotics and Regulation of the Minister of Health No. 44 of 2019 concerning Changes in Narcotics Classification has not clearly regulated the classification of kratom plant types. So if associated with the principle of legality, users of narcotics on the types of substances contained in kratom plants cannot be ensnared by criminal threats.
Keywords: Regulation, Abuse, Kratom Plants, Narcotics
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, “narkotika didefinisikan sebagai suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan,
yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagai mana terlampir dalam Undang-Undang Narkotika”.1
Narkotika pada dasarnya sangat dibutuhkan untuk keperluan pelayanan kesehatan dan studi ilmu pengetahuan di bidang pengobatan maupun obat-obatan sehingga produksi narkotika tidak dapat dihentikan. Obat sendiri memiliki arti yakni suatu bahan yang berbentuk padat, cair, dan/atau gas yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan fisik dan/atau psikologik pada tubuh.2 Hampir semua jenis obat dapat berpengaruh terhadap fungsi sistem saraf pusat. Obat dapat berasal dari berbagai sumber yang diperoleh dari tanaman maupun bukan tanaman baik itu sintetis maupun bukan sintetis.
Narkotika merupakan suatu kejahatan yang bersifat internasional (International Crime) yang kerap disebut sebagai kejahatan terorganisir (Organize Crime), yang mana keberadaannya mempunyai jaringan-jaringan yang cukup luas, serta dapat dilakukan dengan metode-metode yang canggih seiring dengan berkembangnya ilmu dan teknologi saat ini.3 Tantangan terberat yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat ini adalah bagaimana cara untuk mencegah agar tidak meluasnya penyalahgunaan obat-obatan terlarang seperti narkotika dan psikotropika yang sudah merambah ke berbagai lapisan masyarakat. Sehingga penting untuk dipahami dan dicermati bagi semua pihak bahwa ancaman bahaya narkotika sangatlah nyata beredar di tengah-tengah kalangan masyarakat yang siap menerkam siapapun dan kapanpun tanpa mempertimbangkan status sosial, usia maupun gender.4
Narkotika dapat dibedakan menjadi tiga golongan jika dilihat berdasarkan cara atau proses pengolahannya sebagai berikut:
-
1. Narkotika alami merupakan narkotika yang bersumber dari hasil olahan tumbuh-tumbuhan yang dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni seperti opium, kokain, dan ganja.
-
2. Narkotika semisintetis, merupakan narkotika yang bahannya berasal dari alkaloida opium beserta inti penathren, kemudian diproses dengan cara kimiawi untuk menjadi bahan obat-obatan yang berkhasiat sebagai narkotika. Contohnya seperti heroin dan codein.
-
3. Narkotika sintetis merupakan narkotika yang dibuat dari proses kimia dengan menggunakan bahan baku kimia, sehingga diperoleh suatu hasil
terbaru yang memiliki efek narkotika seperti ethidine, metadon dan megadon.5
Seiring perkembangan jaman yang semakin canggih, kini narkotika sudah mulai bermunculan dengan berbagai macam dan jenis baru/varian. Dalam hal ini, narkotika jenis baru yang dimaksudkan adalah narkotika yang belum diklasifikasikan pada peraturan perundang-undangan di Indonesia yakni Undang-Undang Narkotika. Sebagai contoh nyata adalah ditemukannya jenis tanaman kratom di Indonesia. Tanaman Kratom merupakan tanaman tropis yang dapat digolongkan ke dalam jenis tanaman keluarga kopi dan biasanya ditemukan pada negara-negara Asia Selatan seperti Thailand, Malaysia, Myanmar, dan lain sebagainya. Pada kawasan Asia jenis tanaman kratom ini dikatakan sebagai tanaman ilegal yang dilarang oleh pemerintah untuk digunakan. Kandungan utama yang terdapat pada kratom seperti alkaloid mitragynine, 7-hydroxymitragynine, dan opioid masih menimbulkan perdebatan di dunia internasional apakah dapat dikategorikan ke dalam obat alternatif ataupun narkotika. Terlebih di daerah Kalimantan yang masih mempercayai bahwa kratom merupakan obat herbal sehingga secara legal dan besar-besaran pemerintah Kalimantan mengekspor kratom ke luar negeri dan malah dijadikan salah satu unggulan untuk menunjang PAD (pendapatan asli daerah) Kalimantan. Sehingga perlu mengkaji lebih dalam mengenai posisi kratom dalam Undang-Undang Narkotika apakah masih terdapat kekosongan norma dalam penggolongan narkotika jenis tanaman kratom itu sendiri.
Guna mengkaji lebih dalam mengenai narkotika jenis tanaman kratom, penulis menelaah beberapa jurnal yang bersangkut paut dengan narkotika jenis/varian baru yang telah dipublikasikan sebelumnya yaitu penulis jurnal bernama Adelina Yunita membuat karya tulis dalam bentuk jurnal yang berjudul “Analisis Yuridis Tindak Pidana Narkotika Jenis Baru Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika”. Adapun rumusan masalahnya yaitu bagaimana konsekuensi hukum terhadap tindak pidana narkotika jenis baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika? dan bagaimanakah kelemahan penerapan sanksi terhadap pemakai narkotika jenis baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dikaitkan dengan asas legalitas dalam Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Berasarkan latar blakang diatas penulis tertarik untuk menggunakan judul “Pengaturan Terhadap Penggolongan Narkotika Jenis Tanaman Kratom Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika”.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam usulan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
-
1. Bagaimana pengaturan terhadap penggolongan narkotika jenis tanaman kratom menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika?
-
2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi penyalahguna narkotika jenis tanaman kratom menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika?
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan dalam usulan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pengaturan terhadap penggolongan narkotika jenis tanaman kratom menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pertanggungjawaban pidana bagi penyalahguna narkotika jenis tanaman kratom menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif (normative legal research) yang mana terdapat norma kosong mengenai penggolongan narkotika jenis tanaman kratom pada peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.
Pendekatan yang digunakan untuk menjawab isu hukum adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang ditangani. Sedangkan pendekatan konseptual dilakukan menurut pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dengan ilmu hukum.6
Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mempunyai otoritas dan mengikat. Contohnya seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum.7 Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan hukum yang digunakan untuk menjelaskan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.
Teknik pengumpulan data dalam penulisan dilakukan dengan teknik studi dokumen yaitu teknik awal yang digunakan dalam penulisan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan
dalam penulisan yang meliputi peraturan perundang-undangan dan literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
Metode analisis data dalam penulisan ini menggunakan analisis kualitatif yang mana keseluruhan data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara Menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data.
-
3.1 Pengaturan Terhadap Penggolongan Narkotika Jenis Tanaman Kratom Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Tanaman kratom sudah cukup digemari dalam hal pengobatan di kalangan masyarakat Indonesia khususnya warga pedalaman Kalimantan. Zat yang terkandung dalam Tanaman Kratom adalah zat opioid. Zat ini juga terdapat pada narkotika jenis fentanil dan heroin. Zat ini dapat digunakan di dunia kedokteran sebagai obat pereda rasa nyeri. Ekstrak dari tanaman kratom pada umumnya digunakan sebagai obat penenang atau penghilang nyeri, membuat rileks dapat membantu pecandu opium berhenti dan bisa menjadi obat untuk berbagai penyakit lainnya. Namun kandungan dalam tanaman kratom lebih berbahaya untuk kesehatan dibandingkan dengan kasiat yang diberikan. Contohnya seperti kandungan zat opioid yang dapat menyebabkan ketergantungan obat, interaksi negative apabila dicampurkan ke dalam obat-obatan lainnya, kemungkinan besar bisa terjadi overdosis, dan bahkan menyebabkan kematian bagi penggunanya. Kandungan opioid juga terdapat pada heroin dan fentanil, yang mana heroin dan fentanil merupakan narkotika golongan I.
Ketentuan dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menerangkan bahwa Narkotika dapat digolongkan ke dalam narkotika Golongan I; narkotika Golongan II; dan narkotika Golongan III yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
-
a. narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya heroin, kokain, ganja, dan lain-lain.
-
b. narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya morfin, petidin, dan lain-lain.
-
c. narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya kodein, propiram, dan lain-lain.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat 2, penggolongan narkotika ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Undang-Undang Narkotika yang memberikan pengaturan lebih rinci mengenai daftar narkotika
golongan I yang terdiri dari 65 jenis, narkotika golongan II terdiri dari 86 jenis, dan narkotika golongan III terdiri dari 14 jenis.
Disamping ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tidak lepas dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Pada ketentuan undang-undang tersebut, jenis tanaman kratom belum diatur secara jelas apakah masuk ke dalam narkotika golongan I, narkotika golongan II, atau narkotika golongan III. Jika dilihat dari zat opioid yang terkandung dalam jenis tanaman kartom ini yang dapat disetarakan levelnya dengan heroin dan fentanil, yang notabene diklasifikasikan ke dalam narkotika golongan I dalam tindak pidana narkotika.
Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa terdapat kelemahan pada kepastian hukum dalam mengklasifikasikan jenis tanaman kratom ke dalam suatu Undang-Undang Narkotika. Berdasarkan penjelasan tentang bahayanya zat opioid dan efek dari jenis tanaman kartom itu sendiri mengharuskan pemerintah untuk menggolongkan tanaman kartom ini ke dalam narkotika golongan I.
-
3.2 Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Penyalahguna Narkotika Jenis Tanaman Kratom Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Simons mengartikan tindak pidana (straafbaar feit) adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Ancaman pidana dapat berbentuk amcaman pidana kurungan, pidana penjara, pidana denda, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Sanksi pidana dikatakan sebagai ultimatum remidium (obat terakhir), artinya sanksi pidana baru dapat dipergunakan bila upaya-upaya hukum yang lain dianggap tidak mampu.8 Hal ini menyebabkan hukum pidana sebagai hukum yang bersifat subsider.
Pertanggungjawaban pidana menurut ketentuan pidana umum yang terdapat dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dirumuskan dalam Bab XV Ketentuan Pidana Pasal 111-Pasal 148. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat empat kategorisasi tindakan melawan hukum yang dilarang oleh undang-undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni:
-
1. Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 111 dan 112 untuk narkotika golongan I, Pasal 117 untuk narkotika golongan II dan Pasal 122 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf a);
-
2. Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan precursor
narkotika (Pasal 113 untuk narkotika golongan I, Pasal 118 untuk narkotika golongan II, dan Pasal 123 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf b);
-
3. Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 114 dan Pasal 116 untuk narkotika golongan I, Pasal 119 dan Pasal 121 untuk narkotika golongan II, Pasal 124 dan Pasal 126 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf c);
-
4. Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim, mengangkut atau mentransit narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 115 untuk narkotika golongan I, Pasal 120 untuk narkotika golongan II dan Pasal 125 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf d).9
Pasal 127 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan:
-
(1) Setiap Penyalah Guna:
-
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun;
-
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun; dan
-
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
-
(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116.
-
(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.10
Tanaman kratom dapat diklasifikasikan ke dalam narkotika golongan I dikarenakan kandungan zat opioid didalamnya menjadi unsur yang jelas diklasifikasikannya ke dalam golongan I. Kandungan opioid juga terdapat pada heroin dan fentanil, yang mana heroin dan fentanil merupakan narkotika golongan I. Akan tetapi, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika belum diatur secara jelas mengenai penggolongan jenis tanaman kratom. Sehingga jika dikaitkan dengan asas legalitas, pengguna narkotika pada jenis zat yang terkandung dalam
tanaman kratom tidak dapat dijerat oleh ancaman pidana.11 Moeljatno menyebutkan bahwa asas legalitas mengandung tiga pengertian yaitu:
-
a. Tidak ada perbutan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalua hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang;
-
b. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kias); dan
-
c. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.12
Pernyataan di atas dapat dipahami bahwa terdapat kelemahan dalam penerapan sanksi pidana pada tindak pidana narkotika jenis tanaman kratom. Di satu sisi penyalahguna narkotika termasuk dalam suatu pelanggaran hukum yang tidak bisa ditolenasi, dan di sisi lain pengguna narkotika pada jenis/varian baru termasuk suatu bentuk tindak pidana yang tidak dapat diberikan sanksi pidana dikarenakan adanya asas legalitas pada hukum pidana. Akan tetapi dengan keadaan dimana pemerintah Kalimantan yang menjadikan kratom sebagai salah satu pendobrak PAD Kalimantan dengan cara membudidayakan dan mengekspor ke luar negeri khususnya Amerika Serikat, jika BNN mengetahui adanya proses ekspor dengan jumlah yang sangat besar maka pihak BNN akan menindak lanjuti itu.
Pengaturan terhadap penggolongan narkotika jenis tanaman kratom dapat dilihat pada pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menjelaskan bahwa narkotika dapat digolongkan kedalam golongan I, golongan II, dan golongan III. Selanjutnya berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat 2, penggolongan narkotika ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Undang-Undang Narkotika yang memberikan pengaturan lebih rinci mengenai daftar golongan I, golongan II, dan golongan III. Tidak terlepas juga dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Pada permen ini diatur mengenai daftar zat atau jenis kandungan narkotika yang masuk kedalam golongan I, golongan II, dan golongan III. Pertanggungjawaban pidana terhadap narkotika jenis tanaman kratom diatur pada pasal 111-148 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Amiruddin dan Asikin, Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, cet. IX, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Sunarso, Siswanto, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika, Jakarta, Rineka Cipta, 2012.
Syamsuddin, Aziz, Tindak Pidana Khusus, Jakarta, Sinar Grafika, 2014.
Jurnal
Anindya Kartika Dewi, Made, “Penjatuhan Pidana Penjara Oleh Hakim Terhadap Terdakwa Anak Penyalahguna Narkotika (Studi Pengadilan Negeri Denpasar)”, Jurnal Ilmu Hukum: Kertha Wicara, Vol. 9, No. 5, (2020).
Eleanora, Fransiska Novita, “Bahaya Penyalahgunaan Narkotika Serta Usaha Pencegahan dan Penanggulangannya (Suatu Tinjauan Teoritis)”, Jurnal Hukum 25, No. 1, (2020).
Hartanto, Wenda, “Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika Dan Obat-Obat Terlarang Dalam Era Perdagangan Bebas Internasional Yang Berdampak Pada Keamanan Dan Kedaulatan Negara (The Law Enforcement Against Narcotic and Drug Crimes Impacting on Security and State Sovereignty in The Era of International Free Trade)”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14, No. 1, (2017).
Hendra, Mohammad, “Tinjauan Yuridis Tentang Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika”, Jurnal Hukum Keadilan dan Budaya, vol. 1, No. 01, (2016).
Masoara, Sri Yulianty, “Tinjauan Yuridis Terhadap Penyalahgunaan Komix Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotik”, Lex Crimen Vol. VI, No. 9, (2017).
Santi, Gusti Ayu Novira, “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Di Kabupaten Buleleng”, Jurnal Komunitas Yustisia Vol. II No. 3, (2019).
Wahendra, I Wayan Gede Phalosa Jitaksu, 2019, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Jenis Baru Di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum: Kerta Wicara, Vol. 8, No. 06, (2019).
Yunita, Adelia, “Analisis Yuridis Tindak Pidana Narkotika Jenis Baru Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika”, JOM Fakultas Hukum, Vol. 1, No. 2, (2014).
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2019 Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.
Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 9 Tahun 2021, hlm.731-738
738
Discussion and feedback