PERANAN LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF ATAS PEMBAYARAN ROYALTI COVER LAGU DI YOUTUBE

I Gusti Ngurah Bayu Pradana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ni Ketut Supasti Dharmawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penulisan artikel ini untuk mengetahui pengaturan mekanisme pembayaran royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif terkait cover lagu di Situs Youtube serta upaya hukum yang dapat dilakukan dalam hal terjadi pelanggaran hak cipta lagu di media sosial. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum normatif yaitu dengan mengkaji Peraturan Perundang-undangan dan bahan literatur yang berkaitan dengan pokok bahasan dengan analisis konsep hukum. Hasil studi menunjukkan bahwa dalam hal cover lagu tidak dikategorisasikan pelanggaran jika mendapatkan ijin dari pencipta berdasarkan pasal 80 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Hak Cipta, pencipta memiliki hak ekslusif berupa hak ekonomi dan hak moral atas karya cipta lagunya. Mekanisme izin diikuti dengan pembayaran fee melalui mekanisme peranan Lembaga Manajemen Kolektif kepada pemegang hak cipta berdasarkan pasal 87 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Hak Cipta. Upaya hukum atas pelanggaran hak cipta berupa Cover Lagu tanpa ijin pencipta dapat melalui jalur litigasi dan non litigasi.

Kata Kunci: Hak Cipta Lagu, Cover Lagu, Royalti, Lembaga Manajemen Kolektif, Youtube

ABSTRACT

The purpose of this article is to ensure management through a Collective management system regarding song covers on the Youtube Site and legal remedies that can be taken in the event of song copyright on social media. The research method used in this paper is normative legal research, namely by examining the invitation regulations and literature materials related to the subject matter with the analysis of legal concepts. The results of the study show that in terms of song covers are not categorized if they get permission from the creator based on Article 80 of Law No.28 of 2014 Copyright, the creator has exclusive rights in the form of economic rights and moral rights to the song's copyright. The permit mechanism follows the payment of fees through Collective Management institutions to copyright holders based on Article 87 of Law Number 28 of 2014 Copyright. Legal remedies for copyright in the form of cover songs without the author's permission can be through litigation and non-litigation channels.

Key Words: Song Copyright, Song Cover, Royalty, Collective Management Institute, Youtube

  • I.    Pendahuluan

    1.1.   Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya dengan keanekaragaman karya seni dan budayanya, yang dalam perspektif hukum kekayaan intelektual mendapat perlindungan hak cipta. Pada umumnya, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau ciptaan.1 Salah satu karya cipta yang mendapat perlindungan Hak Cipta

adalah karya cipta lagu berdasarkan ketentuan Pasal 40 huruf d. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut atau disingkat UU Hak Cipta).2

Keberadaan lagu tidak dapat dilepaskan dari perkembangan zaman, termasuk di era Revolusi Industri 4.0 yang selain membawa dampak positif juga menimbulkan dampak negatif tidak hanya bagi pelaku industri musik juga bagi pencipta. Revolusi Industri 4.0 yang pencirinya adalah internet of thing, telah menjadikan lagu maupun musik beredar demikian cepat bahkan menembus batas-batas dunia dengan revolusi internet. Di era 4.0 ini, pencipta lagu yang terkadang posisinya juga sebagai penyanyi, bahkan sekaligus produser rekaman dapat mendistribusikan dan mengunggah karyanya dengan cepat berbasis media internet sebagai sarana publikasi seperti radio online, media sosial, termasuk Youtobe. Melalui beragam media berbasis internet tersebut karya cipta lagu dengan cepat terdistribusikan dan sampai kepada masyarakat atau konsumen pencinta lagu. Dalam perspektif perlindungan Hak Cipta yang berhak mendistribusikan karya cipta lagu adalah pencipta karena pencipta mempunyai hak eksklusif atas karyanya.

Kekayaan Intelektual, termasuk didalamnya karya cipta lagu merupakan hasil pemikiran karya manusia yang kreatif yang membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga, dan biaya. Lagu sebagai suatu karya intelektual proses penciptaannya juga merupakan hasil karya kreatif, dengan kemampuan intelektualnya seorang pencipta mampu menghasilkan karya cipta lagu yang orisinal oleh karenanya karya cipta tersebut mendapat perlindungan hak cipta dan memiliki manfaat ekonomi bagi penciptanya.3 Berdasarkan pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta mengatur bahwa Hak Cipta adalah Hak Ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi atau pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pencipta termasuk pencipta lagu memiliki perlindungan Hak Ekonomi (Economic Right) dan Hak Moral (Moral Right) atas ciptaan lagunya. Hak ekonomi yaitu hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait sedangkan Hak Moral yaitu Hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun Hak cipta atau hak terkait telah dialihkan terdahulu. Lagu merupakan suatu karya cipta yang harus dilindungi sebagaimana yang diatur dalam pasal 58 huruf d UU Hak Cipta yang berbunyi perlindungan Hak Cipta atas ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks serta pada pasal 54 UU Hak Cipta yang berbunyi untuk mencegah pelanggaran hak cipta yang terkait melalui sarana berbasis teknologi informasi yang canggih.

Dalam perkembangannya, karya cipta lagu acapkali didistribusikan dengan sangat mudah oleh pihak yang tidak berhak, dengan menggunakan sarana teknologi internet, dan sangat mudah diakses melalui smartphone. Penggunaan lagu dan musik yang diperdengarkan tersebut selalu disertai dengan aktivitas ekonomi, sebagai contoh membeli lagu di smartphone melalui aplikasi atau berlangganan aplikasi platform streaming musik dan menonton video musik melalui aplikasi YouTube. Perkembangan

teknologi terkait sarana untuk menikmati lagu dan musik tentu membawa dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah masyarakat semakin mudah untuk menikmati musik, juga memudahkan pencipta dalam hal mempromosikan karya-karyanya, sedangkan dampak negatif yang timbul seperti banyak orang yang justru menyalahgunakan teknologi untuk kepentingan pribadi seperti melakukan pembajakan, dan yang terbaru adalah mendapatkan keuntungan berupa uang dari membuat cover video atau musik cover yang diunggah lagi ke internet dan media sosial.

Di jaman yang sudah modern ini tentu saja dengan mudah dapat mencari berita, lagu dan video dengan menggunakan smartphone yang memiliki teknologi yang canggih serta dapat dengan mudah melakukan transaksi bisnis, belajar serta melakukan aktivitas lainnya seperti di dunia nyata. Selain memiliki dampak positif seperti yang di atas ternyata juga memiliki dampak negatif seperti penggunaan lagu dengan sengaja untuk tujuan komersial tanpa mendapatkan izin membuat situs di YouTube atau dikenal dengan youtuber, dimana pada situs tersebut terdapat banyak cover lagu dan lirik dari penyanyi-penyanyi terkenal serta tidak melakukan pembayaran royalti atas penggunan karya cipta tersebut.

Permasalahan yang sering terjadi saat ini adalah pihak yang mengunggah video atau sering disebut dengan youtuber.4 Dimana pada saat akan melakukan kegiatan cover atau mengransemen suatu karya cipta milik dari Pencipta serta hasil dari kegiatan tersebut didistribusikan ke media sosial tanpa terlebih dahulu melakukan izin (Lisensi) serta tidak melakukan pembayaran royalti kepada pemegang Hak Cipta yang terkait. Dalam UU Hak Cipta sesungguhnya sudah diatur keberadaan Lembaga Manajemen Kolektif yang dapat membantu pencipta berkaitan dengan urusan royalti sehingga pencipta bisa mendapatkan hak ekonominya atas karya cipta lagunya yang dipergunakan oleh pihak lain untuk tujuan komersial. Sesungguhnya peranan Lembaga Manajemen Kolektif sangat penting terkait perlindungan karya cipta lagu. Oleh karena itu penulis ingin mengkaji lebih dalam terkait peranan Lembaga Manajemen Kolektif terkait pembayaran royalti dari perbuatan mengcover lagu dan berapa besar royalti yang harus dibayarkan kepada pemilik lagu berdasarkan ketentuan Undang-Undang Hak Cipta. Melalui tulisan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang sesuai dan digunakan sebagai acuan dalam pemecahan permasalahan di kemudian hari.

Penulisan jurnal ini merupakan penuangan ide dalam bentuk tulisan yang orisinil. Dimana sepanjang pengamatan yang telah dilakukan, belum ditemukan jurnal dengan judul yang sama dengan karya tulis ini. Namun demikian, tak dapat dipungkiri tentunya ada beberapa tulisan yang memiliki konsep yang serupa namun memiliki fokus kajian maupun permasalahan yang berbeda dengan tulisan ini. Contohnya seperti penelitian oleh Jesi Andreanto tahun 2020 dengan judul “Mekanisme Pembayaran Royalty Fee Berkaitan Dengan Cover Lagu Dalam Media Sosial”, dan juga penelitian oleh I Made Febrian Surtiana tahun 2021 dengan judul “Perlindungan Hak Cipta Atas Video Yang Disiarkan Secara Langsung Di Instagram” Pada karya tersebut memiliki keterkaitan yaitu membahas mengenai media sosial yang digunakan untuk melakukan pelanggaran hak cipta. Namun, terdapat perbedaan

fokus permasalahan yang dibahas. Karya tulis ini lebih membahas mengenai peran Lembaga Manajemen Kolektif dalam kaitannya dengan perlindungan hak cipta

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Dari Latar Belakang tersebut maka permasalahan yang akan di bahas yaitu :

  • 1.    Bagaimana pengaturan pembayaran royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif terkait cover lagu di Media Sosial termasuk Situs Youtube ?

  • 2.    Upaya hukum yang dapat dilakukan dalam hal terjadi pelanggaran hak cipta lagu di Situs Youtube?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Merujuk pada uraian latar belakang di atas dan permasalahan yang dikaji, tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan pembayaran royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif terkait cover lagu di Media Sosial termasuk Situs Youtube serta untuk menganalisis upaya hukum yang dapat dilakukan dalam hal terjadi pelanggaran hak cipta lagu.

  • II.    Metode Penelitian

Jenis penilitian dalam penelitian hukum ini adalah menggunakan penelitian hukum normatif. Penelitian normatif merupakan suatu penelitian berdasarkan pengkajian studi dokumen yang pengumpulan bahan dengan metode studi pustaka yang berkaitan dengan pembahasan dan juga pengelolaan bahan jurnal tersebut menggunakan metode deskripsi dengan cara melihat permasalahan yang terjadi ditengah kehidupan masyarakat Indonesia. Bahan hukum yang dikaji berfokus pada UU Hak Cipta, serta bahan hukum sekunder baik berupa literatur maupun artikel jurnal yang berkaitan dengan perlindungan karya cipta lagu. Untuk mendapatkan argumentasi akhir berupa jawaban terhadap permasalahan penelitian, dilakukan analisis bahan hukum dengan menggunakan teknik bersifat deskriptif.5

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Penggunaan Karya Cipta Lagu Dan Peranan Lembaga Manajemen Kolektif Dalam Pembayaran Royalti

Pada pasal 1 angka 21 UU Hak Cipta, Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk terkait yang diterima oleh pencipta atau pemiilik hak terkait. Dalam pasal 40 ayat 1 huruf d UU Hak Cipta lagu atau music merupakan hasil karya intelektual manusia yang mendapat perlindungan hukum. Pencipta lagu dan musik memiliki hak ekonomi atas pengguanaan karya ciptaannya untuk kegiatan komersial, sehingga orang atau pihak yang menggunakan karya cipta lagu dan musik orang lain untuk kepentingan komersial berkewajiban terlebih dahulu untuk menerima izin dari pencipta atau pemegang hak cipta lagu dan musik tersebut. Kemudian pengguna (user) diwajibkan untuk membayar royalti kepada pencipta sebagai bentuk hak ekonomi yang didapatkan oleh pencipta atas pengguanaan karya ciptaannya untuk kepentingan komersial.6

Penggunaan lagu secara komersial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta asalkan pengguna memenuhi kewajiban mereka berdasarkan perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk membayar lagu royalti berdasarkan pasal 87 (4) UU Hak Cipta Indonesia.7 Mengenai ketentuan royalti dalam UU Hak Cipta tidak disebutkan hanya dijelaskan tentang pengertiannya saja serta dengan perjanjian lisensi maka si penerima lisensi tersebut harus membayar royalti kepada pemegang hak cipta terkait. Mengenai ketentuan royalti hanya dilakukan antara pengguna (user) dan pemegang hak cipta melalui Lembaga Menejemen Kolektif.8

Pada pasal 87 UU Hak Cipta, Lembaga Manajemen Kolektif berperan sebagai perantara antara pengguna (user) dan pemegang hak cipta dalam memberikan izin (lisensi) kepada pengguna hak cipta serta pengguna (user) harus membayar royalti kepada pemegang hak cipta terkait. Adapun mekanisme pembayaran royalti menurut pasal 87 UU Hak Cipta yaitu :

  • 1.    Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi lembaga manajemen kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dan hak terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.

  • 2.    Pengguna hak cipta dan hak terkait yang memanfaatkan hak sebagimana dimaksud pada ayat 1 membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta melalui lembaga manajemen kolektif.

  • 3.    Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat 1 membuat perjanjian dengan lembaga menejemen kolektif yang berisi kewajiban untuk membayar royalti atas hak cipta dan hak terkait yang digunakan.

  • 4.    Tidak dianggap sebagai pelanggaran UU ini, pemanfaatan ciptaan dan atau produk hak terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna telah melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan lembaga menejemen kolektif.

  • 3.2    Cover Lagu Yang Diunggah Melalui Situs Youtube Dapat Melanggar Hak Cipta

Setiap manusia memiliki hak untuk melahirkan atau menciptakan suatu sebuah karya dimana ia mendapatkan pengakuan atas karyanya tersebut serta perlindungan hukum, karena hak kekayaan intelektual tersebut di ciptakan dari hasil kerja keras berupa memeras pikiran, mencari imajinasi dan mencari inspirasi untuk melahirkan karya cipta tersebut.9

Menurut David Bain Bridge, justifikasi perlindungan HKI dapat digambarkan dengan ungkapan sederhana. Intinya setiap orang harus diakui dan berhak memiliki apa yang dihasilkannya. Bila hak tersebut di ambil darinya, ia tak lebih dari seorang

budak.10 Ungkapan ini menjadi semakin penting mengingat dalam perspektif HKI, apa yang dihasilkan sepenuhnya berasal dari otak atau kemampuan Intelektual manusia. Jadi dapat dikatakan bahwa Hak Cipta yang merupakan bagian dari HKI adalah suatu ide yang diwujudkan dalam bentuk nyata berdasarkan kriteria keaslian yang dilindungi oleh Undang-Undang yang merupakan hak ekslusif bagi penciptanya.11 Kasus pelanggaran hak cipta di media sosial yaitu ketika seseorang dengan tanpa izin membuat situs di YouTube atau dikenal dengan youtuber, dimana pada situs tersebut terdapat banyak cover lagu dan lirik dari penyanyi-penyanyi terkenal tanpa terlrbih dahulu melakukan izin (lisensi) kepada penyanyi tersebut serta tidak melakukan pembayaran royalti kepada penyanyi tersebut.12

Suatu karya cipta lagu mendapat perlindungan berdasarkan pasal 58 Huruf d UU Hak Cipta. Berdasarkan pasal tersebut, pencipta mendapat perlindungan hukum atas karya cipta lagunya, termasuk atas kegiatan plagiat seperti mengcover atau mengaransemen karya cipta tersebut tanpa ijin. Lebih lanjut berkaitan dengan perlindungan kontek hak cipta dalam teknologi informasi dan komunikasi, berdasarkan Pasal 54 UU Hak Cipta diatur bahwa Pemerintah berwenang melakukan pengawasan terhadap perbuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran Hak Cipta dan Hak terkait. Ketentuan Pasal 54 UU Hak Cipta, juga termasuk Pemerintah memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelanggaran hak cipta di media sosial:

  • 1.    Pengawasan terhadap pembuatan dan penyebaran konten pelanggaran hak cipta dan hak terkait.

  • 2.    Kerjasama dan koordinasi bersama berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri dalam pencegahan pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta dan hak terkait.

  • 3.    Pengawasan terhadap tindakan perekaman dengan menggunakan media apapun terhadap ciptaan dan produk terkait di tempat pertunjukkan

Fungsi pengawasan tersebut sesungguhnya dimaksudkan untuk mencegah pelanggaran hak cipta dan hak terkait melaui saran berbasis teknologi informasi. Berdasarkan Pasal 80 UU Hak Cipta diatur bahwa tidak dianggap terjadi pelanggaran hak cipta terhadap suatu kegiatan cover atau mengaransemen hak karya terkait apabila telah melakukan atau meminta izin (lisensi) terlebih dahulu kepada pencipta. Permohonan ijin pada umumnya diikuti oleh mekanisme pembayaran royalti kepada pencipta ataupun pemegang hak cipta atas penggunaan hak cipta tersebut. Dalam konteks ini, dapat dilakukan melalui peranan Lembaga Menajemen Kolektif berdasarkan pasal 87 UU Hak Cipta. Di samping itu juga dalam hak cipta terdapat hak ekslusif yang artinya tanpa melalui proses pendaftaran terlebih dahulu dimana pencipta secara otomatis sudah mendapat perlindungan hukum atas hasil berdasarkan prinsip deklaratif ialah suatu prinsip yang memperoleh perlindungan

hukum adalah pemakai pertama dari ciptaan tersebut.13

Serta dalam hak ekslusif terdapat hak yang semata–mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada orang lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin dari pemegangnya. Pemanfaatan hak tersebut meliputi kegiatan menjual, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan dalam publik, menyiarkan, merekam dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.14 Mengenai hak cipta lagu jangka waktu perlindungannya berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga (50) lima puluh tahun setelah penciptanya meninggal dunia (untuk mudahnya: “Selama hidup plus 50 tahun”)15

Pencipta dan pemegang Hak Cipta sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, memiliki Hak Ekonomi untuk melakukan: “(1) Penerbitan Ciptaan; (2) Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuk; (3) Penerjemah Ciptaan; (4) Pengadaptasian, pengaransemen, atau pentransformasian ciptaan; (5) Pendistribusian Ciptaan atau salinannya; (6) Pertunjukan Ciptaan; (7) Pengumuman Ciptaan; (8) Komunikasi Ciptaan; (9) Penyewaan Ciptaan”. Jadi setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang Hak Cipta dilarang melakukan penggandaan atau penggunaan karya cipta secara komersial.

Pengguna (user) dibedakan menjadi dua yaitu: pengguna musik non komersial yang menggunakan lagu atau musik hanya untuk didengarkan atau dinikmati sendiri. Dan yang kedua yaitu pengguna musik komersial yang menggunakan lagu atau musik untuk tujuan komersial dan bisa mendapatkan keuntungan atas lagu atau musik tersebut, seperti: mall, karaoke, hotel, radio, dan cover lagu yang di upload pada media sosial.16

Harus diakui pelanggaran hak cipta dibidang musik tidak hanya merusak industri musik domestik, namun juga berdampak langsung kepada pencipta lagu atau musik tersebut. Para pihak yang mengcover lagu ataupun yang membajak lagu tersebut sangat diuntungkan dari praktek ilegal ini karena mereka tidak mengeluarkan biaya untuk produksi. Pembajakan menjadi serius karena dilakukan dengan skala besar dan komersial. Terdapat tiga bentuk pembajakan karya cipta lagu, yaitu:

  • 1.    Plagiarism (plagiat), yaitu penjiplakan atas karya rekaman yang dilakukan dengan menggandakan secara keseluruhan album yang laku dipasaran dengan meniru persis isi, cover, dan kemasannya.

  • 2.    Bootleg, yaitu pembajakan karya rekaman suara yang dilakukan pada saat sorang penyanyi (musisi) yang tengah melakukan pertunjukkan (live show) di

panggung tanpa izin dari musisi itu sendiri.

  • 3.    Pirate (pembajakan) yaitu bentuk perbanyakan karya rekaman yang dilakukan dengan merangkum berbagai lagu dari berbagai macam album rekaman suara yang dilindungi Hak Cipta.

Salah satu pelanggaran yang terjadi saat ini yaitu melakukan cover lagu dan di unggah pada media sosial salah satunya YouTube tanpa seizin pemilik lagu atau musik. Hal tersebut dikatakan melanggar hukum karena para pihak yang melakukan cover lagu tidak memiliki ijin lisensi dari pihak musisi selaku pemilik lagu dan juga cover lagu yang di unggah pada media internet banyak digunakan untuk kepentingan komersil sehingga telah terjadi indikasi pelanggaran terhadap Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menyebutkan “Setiap orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/ atau penggunaan secara komersil ciptaan”. Dengan sanksi sesuai dengan Pasal 113 ayat (3) Undang-undang hak Cipta menyatakan bahwa “setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam konteks ini, dapat dilakukan melalui peranan Lembaga Menajemen Kolektif berdasarkan pasal 87 UU Hak Cipta.

Eksistensi LMK sebagai pengelola hak ekonomi untuk menarik dan mendistribusikan royalti pencipta atau pemegang hak cipta dan hal terkait berdasarkan Pasal 87 sampai dengan Pasal 93 Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. LMK selaku penerima kuasa dari pencipta lagu memiliki kewenangan untuk mengeluarkan surat peringatan apabila pihak pengcover lagu belum membayarkan royalti tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian yang dibuat, apabila setelah dikeluarkannya surat peringatan pembayaran royalti masih belum terpenuhi, maka LMK berwenang melaporkan pihak (user) tersebut ke pihak yang berwenang bahwa telah terjadi pelanggaran penggunaan hak cipta lagu dan musik untuk kepentingan komersial.

Pelanggaran Hak Cipta serta penyelesaian sengketa Hak cipta diatur melalui Pasal 95 sampai dengan Pasal 120 UU No.28 tahun 2014. Penyelesaian sengketa hak cipta menurut UU Hak Cipta dapat dilakukan melalui penyelesaian sengketa arbitrase atau pengadilan. Untuk gugatan perdata diajukan kepada pengadilan niaga, sementara itu untuk tuntutan pidana menjadi kewenangan pengadilan Negeri. Berdasarkan ketentuan Pasal 120 UU Hak Cipta diatur bahwa tindak pidana dalam UU Hak Cipta merupakan delik aduan.17

Jika si pencipta lagu merasa dirugikan oleh tindakan tersebut, jalan keluar yang dapat ditempuh oleh si pencipta lagu tersebut adalah upaya penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa disini merupakan suatu penyelesaian sebuah perkara yang dilakukan antara pihak satu dengan pihak lainnya.18 Berdasarkan pasal 95 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 disebutkan: “Penyelesaian sengketa

Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan”. Alternative dispute resolution atau Alternatif penyelesaian sengketa adalah upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan diluar pengadilan atau yang disebut dengan non litigasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang mengatur tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu konsultasi, mediasi, negosiasi, konsiliasi, dan arbitrase.

  • 1.    Konsultasi

Konsultasi merupakan proses penyelesaian sengketa yang bersifat personal antara satu pihak yang disebut klien dengan pihak lain yang disebut konsultan yang dimana konsultan memberikan pendapatnya kepada klien untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan kliennya.

  • 2.    Mediasi

Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa antara satu pihak dengan pihak lainnya yang dilakukan dengan dibantu oleh mediator atau orang ketiga yang netral dan tidak memihak dimana keputusan untuk mencapai kesepakatan tetap berdasarkan kesepakatan Bersama para pihak, bukan mediator.

  • 3.    Negosiasi

Negosiasi merupakan proses penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui cara musyawarah atau diskusi secara langsung dengan para pihak yang bersengketa, dan hasilnya bisa diterima oleh para pihak tersebut.

  • 4.    Konsiliasi

Konsiliasi merupakan proses penyelesaian sengketa dimana melibatkan orang ketiga yang bersifat netral untuk berkomunikasi dengan para pihak yang bersengketa, dimana dilakukan ditempat yang terpisah guna mengurangi ketegangan antara para pihak dan mengusahakan tercapainya kesepakatan antara para pihak untuk persetujuan penyelesaian sebuah sengketa.

  • 5.    Arbitrase

Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Berbeda dengan alternatif penyelesaian sengketa lainnya, arbitrase memiliki karakteristik yang menyerupai penyelesaian sengketa adjudikatif, dimana sengketa dalam arbitrase diputus oleh arbiter atau majelis arbiter dan putusan arbitrase tersebut bersifat final.

Selain penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau non litigasi, terdapat juga penyelesaian sengketa hak cipta dimana penyelesaiannya dilakukan didalam pengadilan atau yang disebut dengan litigasi.19 Upaya penyelesaian terhadap sengketa Hak Cipta dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu:

  • 1.    Upaya perdata

Berdasarkan pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyatakan bahwa setiap perbuatan melanggar hukum, yang menyebabkan kerugian mewajibkan orang yang karena salahnya membawa kerugian bagi orang lain, untuk mengganti kerugian tersebut.

Sesuai yang tercantum pada pasal 96 Undang-Undang Hak Cipta mengatur bahwa :

  • 1)    “Pencipta, pemegang Hak Cipta dan/atau pemegang Hak Terkait atau ahli warisnya yang mengalami kerugian hak ekonomi berhak memperoleh Ganti Rugi.”

  • 2)    “Ganti Rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana Hak Cipta dan/atau Hak Terkait.”

  • 3)    “Pembayaran Ganti Rugi kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.”

Kemudian dalam Pasal 97 Undang-Undang Hak Cipta menyebutkan bahwa:

  • 1)    “Dalam hal Ciptaan telah dicatat menurut ketentuan Pasal 69 ayat (1), pihak lain yang berkepentingan dapat mengajukan gugatan pembatalan pencatatan Ciptaan dalam daftar umum Ciptaan melalui Pengadilan Niaga.”

  • 2)    “Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Pencipta dan atau Pemegang Hak Cipta terdaftar.”

Pada pasal 97 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta mengatur mengenai Pengadilan yang memiliki wewenang untuk mengadili sengketa ini adalah pengadilan Niaga. Selain daripada pengadilan Niaga, pengadilan lain tidak berwenang untuk menangani penyelesaian sengketa Hak Cipta. Untuk upaya perdata ini, hanya menitiberatkan beban ganti rugi kepada pelanggar karena menyebabkan kerugian bagi orang lain.

  • 2.    Upaya pidana

Dilihat pada pasal 9 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengatur bahwa :

  • 1)    “Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal

  • 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan :

  • a)    Penertiban ciptaan ;

  • b)    Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya ;

  • c)    Penerjemahan Ciptaan ;

  • d)    Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan ;

  • e)    Pendistribusian Ciptaan atau salinannya ;

  • f)    Pertunjukan Ciptaan ;

  • g)    Pengumuman Ciptaan ;

  • h)    Komunikasi Ciptaan ; dan

  • i)    Penyewaan Ciptaan

  • 2)    “Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan Izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.”

  • 3)    “Setiap orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.”

Terkait dengan isi dari pasal diatas, pada ayat (2) dan (3) dijelaskan bahwa setiap orang wajib mendapatkan izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta jika ingin melaksanakan hak ekonomi lagu tersebut. Yang artinya setiap orang dilarang untuk melakukan penggandaan atau penggunaan secara komersial jika tidak mendapatkan izin dari pencipta lagu. Jika ada yang melanggar, Pencipta dapat mengambil jalan upaya pidana untuk melaporkan tindak pelanggaran tersebut. Dan

jika terbukti adanya suatu pelanggaran, maka orang yang melakukan pelanggaran tersebut akan menerima sanksi baik sanksi denda maupun pidana. Mengenai sanksi sebagai akibat dari suatu pelanggaran Hak Cipta tersebut, Pasal 113 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 telah mengatur mengenai sanksi hukum pidana terkait dengan pelanggaran terhadap Hak Cipta Lagu yaitu :

  • 1)    “Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).”

  • 2)    “Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Penyelesaian sengketa melalui upaya pidana dinilai lebih efektif jika dibandingkan dengan upaya perdata, karena upaya perdata hanya menitiberatkan ke bagian ganti rugi saja, sedangkan untuk upaya pidana sangat jelas memberikan sanksi baik sanksi kurungan maupun sanksi denda. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera kepada si pelaku pelanggaran Hak Cipta sehingga tidak mengulangi perbuatannya. Serta untuk membangun kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang kewajiban membayar royalti oleh pengguna melalui LMK agar mencegah dan meminimalkan kasus pelanggaran Hak Cipta yang akan merugikan kedua belah pihak.

  • IV. Kesimpulan

Mengcover lagu yang diunggah ke media sosial dianggap melanggar hak cipta manakala pihak yang mencover tidak mendapatkan izin dari pencipta sebagaimana diatur dalam pasal 80 UU Hak Cipta, Namun demikian jika pihak yang mengcover lagu mendapatkan izin maka tidak dianggap melanggar hak cipta. Penggunaan karya cipta lagu yang telah mendapatkan izin melalui mekanisme lisensi pada umumnya diikuti dengan mekanisme pembayaran royalti melalui peranan Lembaga Manejemen Kolektif berdasarkan pasal 87 UU Hak Cipta. Pentingnya permohonan izin (Lisensi) oleh pengguna hak cipta kepada pencipta ataupun pemegang hak cipta dimaksudkan agar pemilik hak cipta tidak mengalami kerugian atas hak ekonomi dari kegiatan cover lagu atau mengaransemen karya cipta lagu yang dipergunakan oleh pihak yang tidak berhak untuk tujuan komersial. Lembaga Manajemen Kolektif berperan membantu pencipta dalam menarik, menghimpun royalti dari pengguna dan mendistribusikannya kepada pencipta. LMK selaku penerima kuasa dari pencipta lagu memiliki kewenangan untuk mengeluarkan surat peringatan apabila pihak pengguna atau pengcover lagu belum membayarkan royalti tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian yang dibuat. apabila setelah dikeluarkannya surat peringatan pembayaran royalti masih belum terpenuhi, maka LMK berwenang melaporkan pihak (user) tersebut ke pihak yang berwenang bahwa telah terjadi pelanggaran penggunaan hak cipta lagu dan musik untuk kepentingan komersial. Saran yang dapat diberikan yaitu hendaknya dilakukan sosialisai ketentuan hukum Hak Cipta berkaitan dengan pembayaran royalti dalam pemanfaatan lagu secara komersial melalui mekanisme LMK yang dilakukan secara

berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Damian, Eddy. Hukum Hak Cipta, PT Alumni, Bandung, 2014.

Dharmawan, Ni Ketut Supasti. Harmonisasi hukum kekayaan intelektual Indonesia. Swasta Nulus, Denpasar, 2018.

Dharmawan, Ni Ketut Supasti, dkk. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI). Deepublish, Yogyakarta, 2018.

Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum.Prenanda Media Group, Jakarta, 2016.

Jurnal

Artana, I Nengah, dan Ni Ketut Supasti Dharmawan, Pelaksanaan Perjanjian kredit Dengan Jaminan Hak Cipta Dalam Praktek Perbankan Di Kota Denpasar, Vol. 03 No. 03, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, 2017.

Damayanti, Ni Putu Utami Indah, A.A Sri Indrawati, A.A Sagung Wiratni Darmadi, Karya Cipta Elektronik BOOK(E-BOOK): Studi Normatif Perlindungan Hak Ekonomi Pencipta, Vol.03 NO.03, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, 2018.

Dewi Gusti Agung Putri Krisya, dan I Wayan Novy Purwanto, Pelaksanaan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Di Bidang Pembajakan Sinematografi (Filem/Vidio), Vol. 05 NO. 01, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, 2018.

Gunawan, I Putu Adi, dan I Made Dedy Priyanto, Perlindungan Hukum Karya Lagu Dan Musik Yang Dibawakan Oleh Wedding Singer Untuk Kepentingan Komersial, Vol.06 NO.03, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, 2019.

Lestari, Ni Made Asri Mas, dan I Made Dedy Priyanto, Ni Nyoman Sukerti, Pengaturan Dan Prosedur Pendaftaran Hak Cipta Berbasis Online, Vol.05 NO.02, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali. 2017

Maharani Desak Komang Lina, dan I Gusti Ngurah Parwata, Perlindungan Hak Cipta Terhadap Pengguna Lagu Suara Latar Vidio Di You Tube, Vol. 07 NO. 10, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, 2019.

Marlionsa, A A Ngr Tian, dan Ida Ayu Sukihana, Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual Dan Tuntutan Ganti Rugi Mengenai Hak Cipta Logo Dari Pencipta, Vol.06 NO.03, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, 2019.

Pawitram, M. R. A., N. K. S. Dharmawan, dan A.K. S. Indrawati, “Pengaturan Lembaga Manajemen Kolektif berkaitan dengan Penarikan Royalti Berdasarkan Undang-Undang NO 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”, Vol. 5, NO. 1, Jurnal

Ilmiah Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, 2017.

Septiana, Kadek Irman, dan AA Gede Oka Parwata. "Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Lagu Yang Lagunya Dinyanyikan Tanpa Ijin Berdasarkan Undang Undang Hak Cipta." Vol.07 No.02, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, 2019.

Supradnyana, Dewa Made, dan I Nyoman Darmada, Ni Ketut Sandi Sudarsana, Perlindungan Hukum Terhadap Kepemilikan Hak Cipta Atas Lagu Yang Dimanfaatkan Pada Industri Karaoke, Vol.03 No.01, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, 2015.

Suryawan, Made Angga Adi, dan Made Gde Subha Karma Resen, Pelaksanaan Penarikan Royalti Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia Wilayah Bali Pada Restoran Di Kabupaten Gianyar Atas Pengguanan Karya Cipta Lagu Dan Musik, Vol.04 NO 03, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, 2018.

Wijaya I Made Marta, dan Putu Tuni Cakabawa Landra, Perlindungan Hukum Atas Vlog DI Youtube Yang Disiarkan Stasiun Televisi Tanpa Izin, Vol.07 NO.03, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, 2019.

Yasa, Ade Hendra, dan AA Ketut Sukranatha. "Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Karya Cipta Musik." Vol.04 No.03, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, 2019.

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 No. 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5599)

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 4 Tahun 2021, hlm.242-254

254