AKIBAT HUKUM PERJANJIAN NOMINEE TERHADAP KEPEMILIKAN TANAH HAK MILIK

Desak Gede Dhyanada Kirana Nurharta, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]

A.A Sri Indrawati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap Perjanjian Nominee yang dibuat oleh dan dihadapannya serta untuk mengetahui upaya hukum pembatalan Perjanjian Nominee terhadap kepemilikan tanah hak milik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan analisis konsep hukum (Analitical and Conseptual Approach), dan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa: pertama, Warga Negara Asing melakukan penyelundupan hukum menghindari ketentuan larangan kepemilikan tanah hak milik di Indonesia dengan perjanjian Nominee. Perjanjian tersebut tidak sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) UUPA tentang perbuatan pemindahan hak milik atas tanah kepada warga negara asing. Notaris bertanggung jawab atas akta notariil yang dibuatnya secara formal maupun materiil. Kedua, Upaya hukum perjanjian nominee terhadap kepemilikan tanah hak milik yaitu Notaris menuntut hak dengan upaya hukum banding.

Kata kunci : Perjanjian Nominee, dan Kepemilikan Tanah Hak Milik

ABSTRACT

The purpose of this research is to find out how the notary's responsibility for the Nominee Agreement made by and in front of him and to find out the legal remedies against the cancellation of the Nominee Agreement on the ownership of land ownership rights. The research method used is normative law method, and the approach method used are legal concept analysis approach (Analytical and Conceptual Approach), and statutory approach (Statute Approach). The results of this study indicates: first, foreign citizens commit legal smuggling to avoid the prohibition of ownership of land rights in Indonesia with nominee agreements. The agreement is not in accordance with Article 26 paragraph (2) of the UUPA concerning the act of transferring title to land to foreign nationals. The notary is responsible for the notarial deed he makes formally or materially. Second, legal remedy against the nominee agreement against ownership of land with ownership rights, namely the Notary demanding the right with an appeal.

Keywords: Nominee agreement, and Tenure rights to land.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Dalam upaya menciptakan perlindungan hukum dan kepastian hukum di masyarakat, notaris memiliki peranan yang menunjukan sikap pencegahan (preventif)

terhadap suatu masalah hukum dengan melakukan berbagai cara salah satunya dengan mengeluarkan akta autentik yang dikeluarkan oleh atau dihadapkan oleh pihak yang terkait dengan status hukum, serta pada kasus sengketa hak dan kewajiban dari pihak yang terkait.1 Tanggung jawab individu ataupun tanggung jawab sosial harus dimiliki oleh Profesi notaris dengan tujuan untuk mengikuti norma-norma hukum positif dan kode etik yang dimiliki profesi notaris yang kedepannya akan di tujukan untuk suatu kewajiban untuk melakukan penguatan norma hukum positif.2 Pada dasarnya, warga negara asing yang ingin memiliki tanah di negara Indonesia baik itu berupa tanah yang berisikan bangunan maupun tidak dengan status hak guna bangunan ataupun hak milik dapat dikatakan sebagai penyelundupan hukum. Penyelundupan hukum di bidang agraria memiliki konsep dengan melakukan perjanjian Nominee atau melakukan peminjaman nama yang dilakukan warga negara asing guna menguasai atau memperoleh hak milik tanah di negara Indonesia yang dilakukan secara notariil.3

Perjanjian notarial tersebut tidak dapat dikatakan menlanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini dikarenakan perjanjian ini bukan merupakan pemindahan hak yang dilakukan secara langsung. Akan tetapi, didalam perjanjian tersebut bila di tinjau lebih lanjut maka akan di temukan salah satu isi yang menyatakan secara tidak langsung bahwa memberikan hak guna bangunan atau hak milik terhadap Warga Negara asing.4 Dengan kata lain, secara tidak langsung adanya suatu perjanjian yang dibuat dengan tujuan untuk memindahkan hak milik kepada pihak Warga Negara Asing. Hak milik yang di maksudkan seperti akta pengakuan hutang, memberikan hak menjual kepada Warga Negara Asing dengan menggunakan hak substitusi yang dilakukan oleh warga negara Indonesia, dan mengalokasikan ataupun melepaskan tanah yang merupkan tanah hak milik yang sudah terdaftar mengatas namakan warga negara Indonesia.5

Perjanjian Nominee adalah suatu usaha untuk memiliki hak kepemilikan atas tanah yang di lakukan oleh Warga Negara Asing. Hal ini sesungguhnya telah melanggar UUPA, namun tetap dapat dilaksanakan dengan cara mengatas namakan warga negara Indonesia dalam proses transaksi jual beli tanah tersebut6. Perjanjian ini dapat dikatakan sebagai penyeludupan hukum karena pihak warga negara Indonesia dijadikan sebagai Nominee.

Dampak yang ditimbulkan akibat adanya perjanjian Nominee tersebut ialah, ketidakjelasan dari kepemilikan atau kedudukan dari Hak milik tanah tersebut. Ini sama halnya dengan kasus yang berdasarkan analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3403 K/Pdt/2016..

Salah satunya kasus antara Karpika Wati dengan Alain Maurice Pons dan Eddy Nyoman Winarta, S.H., Notaris/PPAT berdasarkan keempat (4) akta yang dikeluarkan oleh Notaris yang memiliki kecacacat hukum yang dikarenakan WNI diposisikan selaku Nominee terkait tanah yang ingin dimiliki yang sudah memiliki akta-akta yang dikeluarkan oleh Notaris. Akta-akta yang dibuat tersebut merupakan penyelundupan hukum karena telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Perjanjian yang membuat warga negara Indonesia sebagai Nominee ini dikatakan sebagai penyelundupan hukum dikarenakan isinya bertentangan dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Hal yang berkaitan dengan pemindahan hak atas tanah yang dilakukan secara tidak langsung dari warga negara Indonesia terhadap warga negara asing juga sudah memiliki larangan yang terdapat dalam Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria (yang selanjutnya disingkat UUPA).7

Merujuk pada penelitian Andina Damayanti Saputri dengan judul perjanjian nominee dalam kepemilikan tanah bagi Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Nomor: 12/PDT/2014/PT.DPS) yang membahas tentang penyelundupan hukum yang dilakukan oleh warga negara asing melalui kepemilikan tanah dengan perjanjian nominee.8 Selain itu merujuk pada penelitian Yosia Hetharie yang berjudul perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas tanah oleh Warga Negara Asing (WNA) menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang membahas tentang bagaimana keabsahan perjanjian nominee menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan bagaimana kekuatan mengikat perjanjian nominee dalam penguasaan hak milik atas tanah yang dilakukan oleh warga negara asing melalui perjanjian nomiee.9 Kedua penelitian tersebut tidak membahas tentang bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap Perjanjian Nominee yang dibuat oleh dan dihadapannya, serta bagaimana upaya hukum pembatalan Perjanjian Nominee terhadap kepemilikan hak atas tanah. Terkait dengan kedua penelitian tersebut, penulis memiliki ide untuk membahas tentang tanggungjawab Notaris terhadap Perjanjian Nominee yang dibuat oleh dan dihadapannya dan upaya hukum pembatalan Perjanjian Nominee terhadap kepemilikan tanah hak milik dengan studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3403 K/Pdt/2016 dengan judul akibat hukum perjanjian nominee terhadap kepemilikan tanah hak milik.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap Perjanjian Nominee yang dibuat oleh dan dihadapannya?

  • 2.    Bagaimana upaya hukum pembatalan Perjanjian Nominee terhadap kepemilikan tanah hak milik?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk memahami bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap Perjanjian Nominee yang dibuat oleh dan dihadapannya serta untuk mengetahui upaya hukum pembatalan Perjanjian Nominee terhadap kepemilikan tanah hak milik.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu metode menemukan kebenaran pada penalaran dalam perspektif pengetahuan dan norma. Pendekatan kasus yang digunakan adalah pendekatan kasus (The Case Approach), pendekatan analisis konsep hukum (Analitical and Conseptual Approach), dan pendekatan perundang-undangan (Statue Approach).10 Pendekatan kasus dilakukan dengan mengkaji kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi, dengan menggunakan studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3403 K/Pdt/2016 mengenai akibat hukum akta notariil (Nominee) yang cacat hukum sebagai lapangan untuk dilakukannya penelitian. Pendekatan analisis konsep hukum dilakukan dengan menganalisis permasalahan berdasarkan konsep-konsep hukum yang berlaku. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan meneliti berbagai aturan hukum yang menjadi subjek dalam penelitian ini.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Tanggung Jawab Notaris Terhadap Perjanjian Nominee Yang Dibuat Oleh Dan Dihadapannya

Notaris secara sah memiliki tanggung jawab yang terlahir dari kewajiban serta kewenangan yang didapatkan ada saat melakukan sumpah jawabatannya.11 Notaris memiliki tanggung jawab kepada pihak yang bersangkutan bila pihak tersebut merasa dirugikan terkait atas akta yang dibuatnya. Notaris serta pihak yang bersangkutan memiliki andil atas pembuatan akta otentik yang menimbulkan terbentuknya hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Hak yang dimiliki notaris ialah untuk menerima imbalan (honorarium) atas jasa hukum yang dilakukannya. Kewajiban Notaris Pasal 16 ayat (1) UUJN antara lain melukakan tindakan secara jujur, mandiri, saksama, tidak berpihak terhadap siapapun (bersifat netral), dan menjaga kepentingan yang dimiliki pihak yang bersangkutan terhadap perlakuan hukum, kecuali pihak tersebut memiliki alasan untuk

menolaknya, menjaga kerahasian akta sesuai dengan sumpah jabatan, terkecuali pada undang-undang ditetapkan hal lain, membacakan akta didepan pengahdap yang memiliki ketentuan dimana harus terdapat dua orang saksi serta ditandatangani oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Dalam pembuatan akta otentik, para pihak mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum atas akta yang dibuatnya oleh dan dihadapan Notaris. Kewajiban para pihak ialah memberikan keterangan yang sebenar-benarnya yang kemudian dituangkan kedalam bentuk akta oleh Notaris, selain itu para pihak juga harus memberikan identitas secara lengkap kepada Notaris.

Notaris bertanggung jawab apabila para pihak menggugat akta yang telah buat oleh notaris dan para pihak tersebut merasa dirugikan. Penjatuhan sanksi yang merupakan suatu tindakan hukum dalam memberikan kesadaran kepada para pihak jika melakukan suatu pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Sanksi yang diberikan juga menunjukan bahwa suatu perbuatan yang telah dilakukan merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum atau tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penjatuhan sanksi dapat dikatakan sebagai bentuk dari pertanggungjawaban Notaris yang telah melanggar undang-undang (UUJN) peraturan lainnya yang terdapat pada undang-undang.

Akta notariil yang dikeluarkan dihadapan notaris bila dituntut ke persidangan oleh para pihak harus dapat membuktikan suatu tindakan perlawanan terhadap hukum yang dibuat oleh Notaris. Pelanggaran undang-undang bukan saja satu-satunya hal yang dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Pelanggaran kesusilaan, kepatutan, dan melanggar hak yang dimiliki oleh seseorang yang dapat merugikan orang tersebut juga dapat dikatakan sebagai suatu tindakan melawan hukum.12 Tindakan yang dapat dikatakan melawan hukum ketika Tindakan tersebut tidak mematuhi aturan yang berlaku, kesusilaan, serta kepatuhan. Menurut pasal 1365 KUHPerdata setiap tindakan yang dilakukan seseorang dalam upaya melawan hukum yang dapat mengakibatkan kerugian terhdapat pihak lain, maka orang tersebut diwajibkan untuk melakukan Tindakan penerbitan dan mengganti rugi terhadap pihak yang bersangkutan.

Faktor-faktor eksternal yang dapat memimcu runtuhnya pertahanan idealis seorang Notaris yaitu faktor budaya materialism, faktor masyarakat berbudaya instan dan jumlah Notaris yang terus bertambah.13 Faktor pertama yaitu budaya materialism adalah sebuah budaya yang menimbulkan kebendaan sebagai tolak ukur kesuksesan. Faktor kedua yaitu masyarakat berbudaya instan adalah suatu budaya yang menginginkan segala sesuatu secara instan atau secepat kilat. Faktor ketiga yaitu keberadaan jumlah Notaris yang terus bertambah menyebabkan daya saing yang tinggi antar Notaris dalam menggarap pasar.

Tangung jawab Notaris terdapat 3 (tiga) jenis, yaitu tanggung jawab secara pidana, tanggung jawab secara administratif, dan tanggung jawab secara perdata. Pasal 84 UUJN dijelaskan bahwa jika Notaris tidak melakukan atau melanggar ketentuan dalam pasal-pasal berikut:

  • 1.    Pasal‘16 ayat (1) huruf I yaitu dalam waktu 5 (lima) hari sejak hari Minggu pertama setiap bulan, daftar kontrak yang terkait dengan surat wasiat akan dikirim ke pusat daftar surat wasiat departemen.

  • 2.    Pasal 16 ayat (1) huruf yaitu‘mempunyai cap stempel lambang Negara Indonesia dan dilingkari dengan tulisan nama jabatan dan tempat kedudukan.

  • 3.    Pasal‘41‘yaitu‘akta‘yang‘dibuat‘harus‘memenuhi‘ketentuan‘Pasal‘39‘dan‘Pasal‘40, ‘jika tidak maka akta tersebut hassnya mempunyai kekuatan pembuktian akta di bawah tangan.

  • 4.    Pasal 44 yaitu akta harus ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi dan Notaris segera setelah akta tersebut dibacakan, terkecuali apabila terdapat penghadap yang tidak dapat menandatangani akta tersebut harus menyebutkan alasannya.

  • 5.    Pasal 48 yaitu tidak boleh merubah, menambah baik berupa penulisan tindih, pemyisipan, pencoretan atau penghapusan isi akta. Perubahan isi akta yang berupa penambahan, pencoretan dan penggantian hanya sah apabila diberi tanda pengesah seperti paraf oleh Noatris dan penghadap saksi.

  • 6.    Pasal 49 yaitu perubahan pada akta umumnya dibuat pada sisi kiri akta, namun perubahan tersebut juga bisa di buat pada akhir sebelum penutup akta, dengan menyisipkan lembar tambahan dan menunjuk bagian yang diubah.

  • 7.    Pasal 52 yaitu dalam membuat akta Notaris, Notaris tidak dapat membuat akta untuk diri sendiri, dan setiap orang lain yang mempunyai suatu hubungan keluarga serta hubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah, kebawah dan kesamping sampai derajat tiga dengan Notaris.

Pasal-pasal diatas harus terpenuhi, jika tidak maka bukti akta yang bersangkutan hanya merupakan akta yang tidak sah, atau biasa disebut akta di bawah tangan. Hal tersebut dijadikan alasan oleh kedua belah pihak untuk menuntut Notaris atas kerugian yang didapatkan para pihak. Secara perdata, bentuk kewajiban notaris, yaitu pembayaran kembali biaya, kompensasi dan bunga, merupakan hasil jika bukti akta yang bersangkutan hanya berupa akta yang ada di tangan. Pasal 52 ayat (3) UUJN menyebutkan bahwa Notaris berkewajiban untuk membayar biaya, kompensasi dan bunga yang timbul dari akta yang memiliki kekuatan untuk menjadi akta dibawah tangan. Sanksi administratif tersebut menjadi bentuk tanggung jawab Notaris apabila melanggar oeraturan yang telah ditetapkan dalam UUJN.

  • 3.2    Upaya Hukum Pembatalan Perjanjian Nominee Terhadap Kepemilikan Tanah Hak Milik

Setiap akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris harus memberikan rasa aman kepada pihak yang bersangkutan dan merupakan suatu bentuk perlindungan hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia. Hal tersebut bertujuan agar Warga Negara Asing tidak dapat menguasai objek jaminan hutang dan WNI. Dalam pembuatan suatu akta otentik, Notaris harus mengacu pada substansi Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 38 UUJN. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, terdapat empat (4) syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu perjanjian antara para pihak mengikat perjanjian, kemampuan para pihak, adanya subjek tertentu dan adanya suatu sebab yang halal. Mengenai bentuk dan sifat akta sebagaimana

diatur dalam Pasal 38 UUJN, bentuk dan sifat akta terdiri dari kepala akta atau awal akta, badan akta, penutup akta, dan pada bagian akhir terdapat peraturan didalam undang-undang yang berlaku pada saat ini..

Terdapat syarat dalam pembuatan penjanjian yang mengikat yang memiliki sifat secara subjektif dan objektif. Syarat subjektif yang dimaksud adalah kesepakatan yang terbentuk untuk parah pihak yang membuat diri mereka terikat dan kecapakan dari pihak tersebut. Disisi lain untuk syarat objektifnya adalah suatu inti permasalahan dan suatu penyebab dari masalah tersebut yang halal. Menurut Pasal 1338 KUHPerdata, semua pihak yang telah melakukan perjanjian secara sah harus mengikuti perjanjian tersebut layaknya seperti mengikuti undang-undang yang sudah disepakati bersama. Perjanjian yang telah disahkan tidak diperbolehkan untuk melakukan pembatalan atau penarikan Kembali hal ini seperti yang tercantum pada Pasal 1338 KUHPerdata, akan tetapi perjanjian tersebut dapat dibatalkan dengan melakukan kesepakatan antara para pihak yang bersangkutan ataupun dengan mengeluarkan alasan yang telah dinyatakan oleh undang-undang. Pihak yang terkait yang memiliki itikad baik dalam menjalankan taupun membuat suatu perjanjian. Notaris dapat menimbulkan suatu hal yang dinamakan akibat hukum apabila mereka tidak memerdulikan substanti yang ada. Akibat hukum yang dapat terjadi ialah muncul hak serta kewajiban para pihak yang terkait atas kehendak pihak itu sendiri.14

Pembatalan Perjanjian Nominee terhadap kepemilihan hak atas tanah terjadi dimana salah satu pihak harus dibenani untuk melakukan suatu kewajiban dan pihak lain harus mempertahankan haknya. Abdulkasir Muhammad berpendapat bahwadalam menuntuh haknya para pihak harus menaati dan memenuhi peraturan hukum yang telah ditetapkan sebelumnya Namun kemungkinan timbunya suatu keadaan salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya dapat terjadi didalam suatu hubungan hukum, sehingga menimbulkan kerugian terhadap pihak lainnya. Hal ini menyababkan pihak tersebut merasa dirugikan dalam menuntut haknya dengan cara yang telah ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku. 15

Sudikno Mertokusomo berpendapat bahwa upaya hukum adalah suatu percobaan ataupun alat yang digunakan untuk melalukan suatu perbaikan ataupun pencegahan terhadap kekeliruan yang terjadi dalam mengambil keputusan yang difasilitasi oleh undang-undang untuk suatu badan hukum ataupun perorangan dalam kondisi tertentu untuk melakukan perlawanan atas keputusan yang dikeluarkan oleh hakim. Hal ini ditujukan untuk pihak yang merasa dirugikan atas keputusan hakim yang dianggak tidak ada unsur keadilan.16

Pada kasus ini Pembanding dahulu Tergugat II selaku Notaris merasa adanya kekeliruan dalam putusan dalam peradilan tingkat pertama. Mengenai hal tersebut pihak

tergugat melakukan pengajuan banding terhadap Pengadilan Tinggi Denpasar. Berdasarkan pertimbangan serta amar putusan tersebut jelas terlihat bahwa yang dipermasalahkan oleh Penggugat adalah akta khususnya mengenai isi akta perjanjian sewa menyewa, akta pengakuan hutang dengan memakai jaminan, akta pemberi kuasa dan akta pemberian hak tanggungan yang dibuat di Kantor Notaris dan PPAT Kabupaten Badung Eddy Nyoman Winarta,SH selaku Tergugat II. Perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta dapat dinyatakan sebagai tidak sah, dan dapat dibatalkan karena syarat subyektif dalam suatu perjanjian tidak terpenuhi. Syarat subyektif yang dimaksud ialah perjanjian mengikat antara para pihak yang membuat perjanjian tersebut dan kecakapan para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Secara formal suatu akta Notaris harus memenuhi ketentuan, prosedur dan tata laksana pembuatan akta Notaris seperti yang terdapat didalam Pasal 38 UUJN yang menyatakan bahwa pada semua akta Notaris harus berisikan awalan , badan, serta penutup, semua komponen tersebut sangat penting yang harus ada di dalam suatu akta yang baik dan benar. Akta perjanjian melanggar asas undue influence. Asas undue influence adalah suatu asas yang menyatakan bahwa dalam suatu perjanjian salah satu pihak mengambil kesempatan yang tidak semestinya kepada pihak yang kedudukannya lebih lemah, atau dalam suatu perjanjian, salah satu pihak memiliki kedudukan yang kuat dan pihak tersebut telah menyalahgunakan situasi ini. Penyelundupan Hukum terjadi akibat dari perjanjian notarial yang berisikan perjanjian pokok beserta perjanjian lainnya yang membahas mengenai warga Negara asing yang memiliki hak atas kepemilikan tanah Warga negara Indonesia. Sistem hukum di negara Indonesia tidak memperbolehkan yang di namakan perjanjian Nominee tersebut khususnya pada sistem hukum perjanjian Indonesia, dengan kata lain perjanjian Nominee tidak memiliki nilai dalam sistem hukum di negara Indonesia, hal ini disebabkan oleh perjanjian tersebut dapat disebutkan sebagai suatu penyelundupan hukum

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dalam usaha untuk terhindar dari ketentuan mengenai larangan terhadap kepemilikan hak atas tanah ataupun penyelundupan hukum, Warga Negara Asing membuat perjanjian yang melibatkan Warga Negara Indonesia yaitu perjanjian pinjam nama (Nominee) dan hal tersebut dianggap menyalahi aturan yang terdapat dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA tentang tentang perbuatan pemindahan hak milik atas tanah kepada warga negara asing. Notaris bertanggung jawab atas dibuatnya perjanjian Nominee yang menimbulkan kerugian.

  • IV.    Kesimpulan

Secara garis besar terdapat tiga (3) tanggung jawab yang dimiliki Notaris. Tanggung jawab tersebut meliputi tanggung jawab pidana, perdata, dan administratif. Notaris memiliki tanggung jawab atas akta notarial yang dibuatnya secara materiil dan secara formal. Akta notariil yang cacat hukum hanya memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta yang batal demi hukum dapat dituntut atau diminta pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban tersebut berupa tanggung jawab secara perdata seperti penggantian biaya, bunga dan ganti rugi. Apabila ditemukan bukti adanya perbuatan melawan hukum, maka mewajibkan pihak yang melakukan perbuatan karena salahnya menyebabkan kerugian pada pihak lain dapat diminta ganti rugi. Upaya hukum pembatalan Perjanjian Nominee terhadap kepemilikan hak atas tanah yakni Notaris untuk

menuntut hak adalah dengan upaya hukum banding yakni memohon agar Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi untuk memeriksa kembali putusan sebagai upaya untuk mencegah dan memperbaiki jika terjadi kesalahan dalam putusan pada peradilan tingkat pertama.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adjie, Habib dan Sjaifurrachman. Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta (Bandung: CV Mandar Maju, 2011)

Budiono, Herlien. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010)

Ibrahim dan Johnny. Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006)

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet. VII, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000)

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 100 Tahun Ikatan Notaris Indonesia Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang dan di Masa Datang, PT. Gramedia

Sumardjono, Maria S.W. Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan Bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, (Jakarta: Kompas, 2007)

Jurnal Ilmiah

Christine Purba, Natalia. “Keabsahan Perjanjian Innominat Dalam Bentuk Nominee Agreement (Analisis Kepemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing)”, Fakultas Hukum UI, Depok. : 2

Hendra, Rahmad. “Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Otentik yang Penghadapnya Mempergunakan Identitas Palsu Di Kota Pekanbaru”, Jurnal Hukum Vol.3, No. 1 (2016) : 2

Hetharie, Yosia. “Perjanjian Nominee sebagai Sarana Penguasaan Hak Milik atas Tanah oleh Warga Negara Asing (WNA) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Jurnal Terakreditasi Nasional, Vol 25 No. 1 (2019) : 25

Kamagi, Gita Anggreina. “Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Perkembangannya”, Jurnal Lex Privatum Vol 6 No. 5 (2018) : 57

Pertiwi, Endah. “Tanggung Jawab Notaris Akibat Pembuatan Akta Nominee Yang Mengandung Perbuatan Melawan Hukum Oleh Para Pihak”, Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan VI, No 2 (2018) : 250

Prakoso, Wibby Yuda, dan Gunarto, “Tanggung Jawab Dan Akibat Hukum Dari Akta Notariil Yang Dibuat Oleh Notaris Pengganti Setelah Masa Jabatannya Selesai”, Jurnal Akta Vol 4, No 4 (2017) : 775

Saputri, Andina Damayanti. “Perjanjian Nominee Dalam Kepemilikan Tanah Bagi Warga Negara Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia (Studi Putusan Pengadilan Tinggi

Nomor: 12/PDT/2014/PT.DPS), Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume II No. 2 (2015) : 96

Sitorus, Syahrul, 2018, “Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata (Verzet, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali dan Derden Verzet)”, Jurnal Hikmah, Volume 15, No.1, ISSN: 1829-8419 : 63

Widjadja, Gunawan. “Nominee Shareholders Dalam Perspektif UUPT Baru dan UU Penanaman Modal Baru Serta Permasalahannya Dalam Praktik”, Jurnal Hukum dan Pasar Modal Volume III Edisi 4, (2008) : 15

Yusa, I Gede. “Akibat Hukum Akta Perjanjian Nominee Terhadap Pihak Ketiga” Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, Acta Comitas, ISSN: 2502-8960 : 12

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), 2008, diterjemahkan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, PT Pradnya Paramita, Jakarta

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043)

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 6 Tahun 2021, hlm.414-423

423