PENGATURAN HAK CIPTA FOTOGRAFI DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN NASIONAL (STUDI KASUS SELFIE YANG DILAKUKAN HEWAN)

Ida Bagus Ngurah Wirabuwana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Anak Agung Sri Indrawati,” “Fakultas Hukum Universitas Udayana””, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaturan pemegang hak cipta terkait karya fotografi selfie yang dilakukan oleh hewan dalam perspektif hukum Intersional dan Nasional serta mengetahui sanksi hukum penggunaan karya fotografi tanpa izin pemegang hak cipta. Hasil penelitian ini yaitu Pengaturan Hak Cipta yang di terapkan di Indonesia dengan di Amerika Serikat mengatur hal yang berbeda antara lain mengenai obyek yang di lindungi, hak eksklusif, serta jangka waktu perlindungan hak cipta. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau ciptaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah. Sanksi hukum “Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang didapatkan terhadap pelanggaran karya cipta fotografi yang diambil tanpa izin di media sosial hanya dapat dipidana apabila pemegang hak karya cipta melaporkan tindakan orang yang menyebarkan karya ciptanya di media sosial kepada pihak berwajib” yang diatur dalam Pasal 113.

Kata Kunci: Pengaturan, Hak Cipta, Fotografi

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the regulation regarding copyright holders related to selfie photography works carried out by animals in the perspective of Intersional and National law and to find out the legal sanctions for the use of photographic works without the permission of the copyright holders. The result of this research is that the Copyright Arrangement which is applied in Indonesia and in the United States regulates different matters, among others, regarding protected objects, exclusive rights, and the period of copyright protection. Copyright applies to various types of works of art or works of copyright or creation. Based on Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, namely the creator as the owner of the copyright, the party who receives the right legally from the creator, or other parties who receive further rights from the party legally accepting the right. Legal sanctions "Law Number 28 of 2014 concerning Copyright obtained against infringement of photographic copyrighted works that are taken without permission on social media can only be punished if the copyright owner reports the actions of the person who spreads his work on social media to the authorities" which regulated in Article 113.

Keywords : Regulation, Copyright, photographic

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HKI) dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan intelektual yang timbul pada kemampuan intelektual manusia. Prinsip utama HKI bahwa hasil kreasi dari pekerjaan dengan memakai kemampuan intelektual sehingga didapatkannya kepemilikan berupa hak alamiah (natural).1 Konsepsi HKI didasarkan pada suatu pemikiran bahwa “manusia menghasilkan karya intelektual yang memerlukan pengorbanan waktu, biaya, dan tenaga. Adanya pengorbanan tersebut sehingga menjadi bermanfaat khususnya dalam nilai ekonomi. HKI dapat kategorikan kedalam dua bagian yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri.”2

Hak cipta adalah “bagian dari cabang HKI yang mendapat perlindungan dalam era ekonomi pasar bebas dimana wajib melindungi warga negaranya dari usaha plagiarisme.”3 Indonesia menetapkan perlindungan Hak Cipta diberikan pada ciptaan yang bersifat dengan memenuhi persyaratan keaslian (originality), berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, dan kreatifitas (creativity) pada bentuk yang khas ( fixation).Perolehan hak cipta yang dilandaskan pada pemenuhan keaslian (originality). Indonesia mensyaratkan bahwa “ciptaan yang dilindungi Hak Cipta harus merupakan kreasi intelektual yang bersifat pribadi (personal intellectual creation) sebagai suatu tanda kepribadian dengan memenuhi persyaratan keaslian (originality) dan kreativitas (creativity) dalam derajat yang tinggi.4

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bahwa “ciptaan merupakan hasil karya cipta pada bidang seni, ilmu pengetahuan, dan sastra yang dihasilkan pada dasar kemampuan, pikiran, inspirasi, kecekatan, imajinasi, keterampilan, atau keahlian yang diwujudkan dalam bentuk nyata.” Hal ini berarti pemerintah Indonesia memberikan perlindungan hak cipta terhadap pencipta atau pemegang hak cipta. Pencipta adalah “seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang besifat khas dan probadi.” Objek yang dilindungi hak cipta adalah ciptaan itu sendiri. Berdasarkan pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam lapangan ilmu, seni, dan sastra.5

Syarat keaslian (originality) terkait dengan konsepsi Hak Cipta sebagai kekayaan (property), yaitu ciptaan harus benar dari eksistensi Pencipta. Sehingga yang dapat dilindungi sebagai hak cipta adalah milik pribadi, sedangkan ciptaan yang tidak dapat dilindungi dapat dikatakan sebagi milik umum (public domain).Hal ini sesuai dengan isi dari Berne Convention yaitu unsur keaslian (originality) yaitu suatu ciptaan

merupakan hal yang essensial sehingga untuk didapatkan perlindungan. Persyaratan keaslian merupakan akibat langsung dari persyaratan asal ciptaan (authorship).

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dijelaskan ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra salah satunya yang dilindungi yaitu karya fotografi. Perlindungan hukum untuk salah satu karya cipta, yaitu yang berupa karya fotografi ikut berkembang seiring perkembangan fotografi itu sendiri. Kepemilikan foto tetap jatuh kepada pihak yang pertama kali mencatatkan atau mempublikasikan fotonya (fotografer).6 Karya fotografi dijelaskan pada penjelasan Pasal 40 huruf k bahwa seluruh foto yang dihasilkan dengan menggunakan kamera dilindungi ciptaanya. Hal ini menunjukkan bahwa foto merupakan objek perlindungan hak cipta. Karya fotografi yang berkembang saat ini yaitu swafoto atau dalam bahasa Inggris selfie jenis foto dengan cara potret diri yang diambil sendiri dengan menggunakan kamera digital atau telepon kamera. Swafoto (selanjutnya disebut selfie) semakin marak dilakukan dari berbagai kalangan, sehingga bermunculan suatu karya unik dimana selfie dilakukan oleh binatang. Selfie yang dilakukan binatang merupakan kategori karya fotografi. Seperti yang sudah dijelaskan sesuai aturan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bahwa karya fotografi merupakan ciptaan yang dilindungi berupa foto yang dihasilkan menggunakan kamera. Hasil selfie yang dilakukan binatang menjadi suatu permasalahan terkait pemegang hak cipta foto tersebut.

Kasus foto dari sengketa ini adalah sekitar tahun 2011, seekor monyet Sulawesi yang dengan tidak sengaja mengambil foto dirinya sendiri dengan menggunakan kamera dari seorang fotografer bernama David Slater yang berasal dari Inggris yang saat itu sedang mengunjungi Pulau Sulawesi, Indonesia. David menemukan sekelompok monyet jambul hitam asal Sulawesi yang tertarik dengan peralatan fotografinya, dan mengambil kamera David lalu melarikan diri. Salah satu dari monyet jambul hitam bernama Naruto yaitu monyet betina yang berumur 6 tahun itu mungkin menekan tombol pada kamera tersebut, namun David berfikir mungkin monyet itu meniru atau belajar pada apa yang dilihat dari perilaku David. Melihat hal itu David bereksperimen dengan meletakkan kameranya pada tripod, yang kemudian para monyet tersebut memanipulasi kameranya dengan menekan tombol rananya. Dari hasil manipulasi itu ada beberapa foto yang layak untuk diproduksi, terutama foto milik Naruto. Foto milik Naruto inilah yang kemudian menjadi permasalahan. David memproduksi hasil jepretan Naruto dan kemudian mendaftarkan hak ciptaanya melalui Caters News Agency. Kemudian foto ini menjadi viral, dan memberikan keuntungan untuk David. Beberapa tahun setelahnya, sekitar pertengahan tahun 2014 muncul kabar hak cipta yang berpindah ketika Wikipedia mengunggah foto Naruto ke dalam Wikimedia Commons, yang memunculkan pendapat yang menyatakan bahwa David tidak memiliki hak cipta terhadap foto tersebut karena foto itu diambil oleh tangan Naruto. David Slater akhirnya memprotes kepada Wikipedia dan meminta mereka menghapus foto selfie Naruto dari Wikimedia Commons, namun di tolak oleh Wikipedia bahkan mereka mengancam untuk melakukan tuntutan hukum. Hal ini membuat David merasa dirugikan, karena setelah foto selfie Naruto di ambil oleh Wikipedia keuntungan yang didapatkan sebelumnya hilang karena tidak ada lagi pihak lain yang tertarik untuk membeli foto tersebut darinya. Kasus ini akhirnya

sampai pada People for the Ethical Treatment of Animal (PETA) yaitu sebuah organisasi pemerhati hak-hak binatang. Akibatnya pada tanggal 22 September 2015, PETA melayangkan gugatan ke Pengadilan federal AS di San Fransisco yang berisi dugaan pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh David dan penerbit Blurb. Menurut PETA hak cipta foto tersebut dipegang oleh Naruto, selain itu PETA juga berharap agar Pemerintah lokal bisa mengelola hasil foto yang diambil untuk melestarikan habitat Naruto di hutan liar Sulawesi. Pada 7 Januari 2016, pengadilan federal AS memutuskan bahwa Naruto tidak bisa mendapatkan hak cipta fotonya dikarenakan Naruto adalah monyet dan bukan manusia.

Dengan melihat kasus diatas, PETA menggugat untuk memberikan kedudukan monyet sebagai subyek hukum seperti yang sudah disebutkan menurut PETA bahwa kepemilikan atas karya original yang diatur dalam pasal 101 Undang-undang Hak Cipta Amerika diatur secara cukup luas. Hal ini dapat menjelaskan bahwa konstruksi hukum yang digunakan PETA dalam menggugat David Slater di Pengadilan adalah konstruksi hukum atau penafsiran analogi, dimana dijelaskan bahwa memakai undang-undang atau peraturan hukum secara analogi yaitu dengan memperluas berlakunya pengertian hukum atau perundang-undangan. Amerika Serikat dan Indonesia termasuk anggota dari beberapa perjanjian internasional untuk hak cipta termasuk diantaranya Konvensi Berne. Konvensi ini merupakan payung hukum perlindungan hak cipta secara internasional. Namun meskipun menjadi anggota perjanjian Konvensi Bern, peraturan Hak Cipta yang di terapkan di Indonesia dengan di Amerika Serikat mengatur hal yang berbeda antara lain mengenai obyek yang di lindungi, hak eksklusif, serta jangka waktu perlindungan hak cipta. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau ciptaan.

Di Indonesia, persoalan hak cipta telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam Undang-Undang, disebutkan bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Ciptamenyatakan, “peraturan ini berlaku terhadap semua ciptaan dan produk hak terkait warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia maupun warga negara, penduduk, dan badan hukum negara lain.Tidak disebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bisa berlaku terhadap ciptaan seekor monyet.

Pemegang hak cipta menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada Pasal 1 angka 4 yaitu “pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.” Jika melihat bunyi dari ketentuan bahwa pihak pencipta sebagai pemilik hak cipta ini menunjukkan binatang yang melakukan selfie dapat dikatakan sebagai pencipta sehingga pemegang hak cipta yaitu binatang. Namun kalimat dari bunyi Pasal tersebut yang dimaksud pemegang hak cipta yaitu pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta. Dengan ketidakpastian pemegang hak cipta selfie yang dilakukan binatang akan menjadi suatu permasalahan terkait penggunaan foto tersebut tanpa seizin pemegang hak cipta.

Berdasarkan hal tersebut ini menjadi suatu permasalahan terkait pemegang hak cipta binatang yang melakukan selfie. Studi terdahulu yang mengkaji tentang hak cipta yaitu Dewa Ayu Pringga Aristya Dewi, fokus kajiannya tentang Pengaturan Perlindungan Karya Cipta Fotografi Yang Di Ambil Tanpa Izin Melalu Media Sosial Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hasil studinya menunjukkan pengaturan perlindungan hukum karya cipta fotografi berdasarkan

Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu Undang-Undang memberikan perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh pencipta terkait hak ekonomi serta hak moral sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, terkait sanksi hukum bagi pelanggaran karya cipta fotografi diatur dalam Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (1) UU ITE yang isinya sanksi hukum terhadap pelanggaran terhadap karya cipta fotografi di media sosial yang hendaknya dicantumkan nama pada hasil karya cipta.7 Studi yang kedua yaitu Luh Mas Putri Pricillia, yang fokus kajian tentang Akibat Hukum Pengunggahan Karya Cipta Film Tanpa Izin Pencipta Di Media Sosial.Hasil ini menunjukkan bahwa pengunggahan karya cipta film tanpa izin merupakan suatu pelanggaran sehingga dapat dilakukan pengajuan gugatan secara perdata dan pidana. Pihak yang dirugikan dapat mengajukan pemblokiran terhadap pengunggah karya cipta film tanpa seizing pencipta.8 Dari dua studi terdahulu tedapat persamaan dengan studi pertama yaitu sama-sama mebahasa terkait karya cipta fotografi sementara pada studi yang kedua sama membahas penggunaan karya tanpa izin. Walaupun terdapat persamaan namun pada karya ilmiah lebih mengarah kepada pengaturan pemegang hak cipta terkait karya fotografi selfie yang dilakukan binatang serta sanksi hukum penggunaan karya fotografi tanpa izin.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pengaturan pemegang hak cipta terkait karya fotografi selfie yang dilakukan oleh hewan dalam perspektif hukum Internasional dan Nasional ?

  • 2.    Apakah sanksi hukum penggunaan karya fotografi tanpa izin pemegang hak cipta ?

  • 1.3    Tujuan penelitian

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk pengaturan pemegang hak cipta terkait karya fotografi selfie yang dilakukan oleh hewan dalam perspektif hukum Intersional dan Nasional serta mengetahui sanksi hukum penggunaan karya fotografi tanpa izin pemegang hak cipta

  • II.    Metode penelitian

Dalam jurnal ilmiah ini metode dalam penelitian tentunya harus menggunakan berbagai macam metode yang bertujuan sebagai acuan yang tepat dalam membahas jurnal ilmiah tersebut, maka dari itu jurnal ilmiah ini menggunakan jenis penelitian normatif. Penelitian normatif merupakan suatu penelitian berdasarkan pengkajian studi dokumen yang pengumpulan bahan dengan metode studi pustaka yang berkaitan dengan pembahasan dan juga pengelolaan bahan jurnal tersebut menggunakan metode deskripsi dengan cara melihat permasalahan yang terjadi ditengah kehidupan masyarakat Indonesia.9 Penelitian ini menggunakan pendekata

peraturan perundang-undangan/statute approach. Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sedangkan bahan hukum sekunder yaitu beberapa literatur serta karya ilmiah yang memiliki korelasi terhadap rumusan masalah juga dapat digunakan sebagai bahan hukum tersier yang mengacu pada elaborasi terhadap hukum sebelumnya sebagai penopang dalam penulisan jurnal ilmiah ini.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Pengaturan Pemegang Hak Cipta Terkait Karya Fotografi Selfie yang Dilakukan Oleh Hewan

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur jelas karya fotografi merupakan ciptaan yang dilindungi. Karya fotografi berdasarkan penjelasan Pasal 40 ayat 1 huruf k memiliki pengertian semua foto yang dihasilkan menggunakan kamera. Fotografi secara umum dalam bahasa inggris: “photography yang berasal dari kata Yunani yaitu photos artinya cahaya dan grafo artinya melukis/ menulis adalah proses melukis atau menulis dengan menggunakan media cahaya.” Fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan foto atau gambar dari suatu objek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai suatu objek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat yang dimaksud untuk menangkap cahaya ini adalah kamera.Karya fotografi yang berkembang pesat saat ini yaitu selfie. Selfie merupakan “jenis foto dengan cara potret diri yang diambil sendiri dengan menggunakan kamera digital atau telepon kamera.” Karya fotografi selfie termasuk kedalam ciptaan yang dilindungi. Ini terlihat dari substansi pengertian selfie yaitu foto dan kamera.

Selfie yang dilakukan binatang menjadi suatu permasalahan terkait klaim pemegang hak cipta. Pemegang hak cipta menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada Pasal 1 angka 4 yaitu “pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.” Jika melihat bunyi dari ketentuan bahwa pihak pencipta sebagai pemilik hak cipta ini menunjukkan binatang yang melakukan selfie dapat dikatakan sebagai pencipta sehingga pemegang hak cipta yaitu binatang. Namun kalimat dari bunyi Pasal pemegang hak cipta yaitu pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta. Sehingga pemegang hak cipta terkait binatang yang melakukan selfie yaitu pemilik kamera yang digunakan untuk selfie. Dengan ketidakpastian pemegang hak cipta selfie yang dilakukan binatang akan menjadi suatu permasalahan terkait penggunaan foto tersebut tanpa seizin pemegang hak cipta.

Perbedaan yang singinifikan pada perlindungan hak cipta Amerika dan hak cipta Indonesia terdapat pada perlindungan hak moral, yang mana pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pemberian hak moral diberikan kepada seluruh jenis ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta, berbeda dengan Indonesia perlindungan hak moral pada Undang-Undang Hak Cipta Amerika Serikat hanya ditujukan kepada pencipta atas karya visual yang mana dalam hal ini lingkupan karya visual ini hanya berupa karya seni yang memiliki bentuk, rupa, tektur, dan volume. Seni visual adalah bentuk seni seperti keramik, menggambar, melukis, pahatan, seni grafis, desain, kerajinan, fotografi, video, pembuatan film, dan arsitektur. Yang termasuk kedalam seni visual adalah seni terapan seperti desain industri, desain grafis, desain fashion, desain interior dan seni dekoratif. Dalam hal ini fotografi dapat dikategorikan sebgaai seni visual karena termasuk kedalam golongan ini dan

mendapatkan perlindungan atas hak moral yang dimiliki oleh pencipta atau pemilik hak cipta fotografi. Doktrin fair use yang mana di Indonesia tidak dikenal doktrin ini.

Penggunaan fair use termasuk kedalam penggunaan reproduksi dalam salinan atau phonorecords atau dengan cara lain yang ditentukan oleh bagian tersebut, untuk tujuan seperti kritik, komentar, pelaporan berita, pembelajaran, beasiswa, atau penelitian, bukanlah betuk pelanggaran hak cipta. Dalam menentukan apakah penggunaan yang dilakukan dalam suatu kasus tertentu termasuk kedalam fair use, faktor-faktor yang harus dipertimbangkan harus mencakup kedalam tujuan serta karakter dalam penggunaan, penggunaan yang diperuntukan untuk komersial termasuk kedalam pelanggaran hak cipta. Jumlah dan subtansial bagian yang digunakan. Penggunaan fair use diperbolehkan bahwa hasil ciptaan yang dilindungi hak cipta sebgai bahan dasar dari sebuah pengembangan suatu karya yang mana hal ini diperuntukan pemerintah untuk menunjang kreatifme masyarakat dan dapat tetap menyeimbangkan perlindungan terhadap hak cipta. Oleh sebab itu dalam melakukan pengajuan gugatan kepada pengadilan pemilik hak cipta harus memastikan bahwa karyanya yang dipergunakan atau yang di identifikasi dilakukan pelanggaran apakah termasuk kedalam fair use atau tidak. Apabila karya cipta yang di identifikasi dilalukan sebuah pelanggaran namun karya cipta itu masuk kedalam fair use maka penggunaan karya cipta yang di identifikasi sebagai pelanggaran bukanlah pelanggaran melainkan suatu tindakan fair use dan pelaku yang diduga melakukan pelanggaran tidak dapat dituntut untu melakukan ganti rugi ataupu denda.

Pasal 102 Copyright Act of 1976 menyatakan obyek yang dapat dilindungi yaitu :

  • 1.    Karya sastra.

  • 2.    Karya musik,termasuk kata-kata yang menyertainya.

  • 3.    Karya drama, termasuk musik yang menyertainya

  • 4.    Pantomim dan koreografi.

  • 5.    Karya gambar, grafis, dan patung.

  • 6.    Film dan karya auditorium lainnya.

  • 7.    Rekaman suara.

  • 8.    Karya arsitektur,

Selain itu Hak Eksklusif yang diatur dalam Copyright Act of 1976 terdapat sedikit perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta antara lain adalah :

  • 1.    membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk salinan elektronik),

  • 2.    mengimpor dan mengekspor ciptaan,

  • 3.    menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),

  • 4.    menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,

  • 5.    menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.

Hak eksklusif dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Sementara dalam Copyright Act of 1976 hak eksklusif di atur dalam pasal 106 yaitu :

  • 1.    hak untuk mereproduksi (copy) pekerjaan ke dalam salinan dan rekaman telepon,

  • 2.    hak untuk membuat karya turunan dari karya asli,

  • 3.    hak untuk mendistribusikan salinan dan rekaman telepon dari pekerjaan untuk masyarakat dengan penjualan, sewa, atau sewa,

  • 4.    hak untuk melakukan pekerjaan publik (jika pekerjaan adalah sastra, musik, drama, koreografi, pantomim, film, atau karya audiovisual lainnya), dan

  • 5.    hak untuk menampilkan pekerjaan publik (jika pekerjaan adalah, musik, koreografi, pantomim, grafis, gambar sastra dramatis bergambar patung gerak, atau bekerja audiovisual lainnya).

Pemegang hak cipta sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu “pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.” Dari penjelasan tersebut bahwa pemegang hak cipta ini berkaitan dengan hak. Sehingga dapat dikaitkan dengan subjek hukum. Menurut Algra subjek hukum adalah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban. Manusia atau naturlijk person sebagai subjek hukum mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya. Manusia sebagai subjek hukum diatur juga dalam KUHPer Buku I tentang orang.Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa pemegang hak cipta terkait karya fotografi selfie yang dilakukan oleh binatang adalah pemilik kamera yang digunakan untuk selfie. Bahwa Pasal 1 angka 4 terkait pengertian “pemegang hak cipta menjadi kabur dalam permasalahan klaim karya fotografi selfie yang dilakukan oleh binatang. Hal ini perlu diperjelas bahwa pemegang hak yang dimaksud disini adalah orang. Sehingga tidak adanya permasalahan atas klaim pemegang hak cipta apabila dikemudian hari terdapat lagi kasus yang sama.”

Pemilik kamera dapat mengklaim ciptaannya apabila dapat dibuktikan dengan memenuhi persyaratan keaslian (originality). Pembuktian dapat dilakukan dengan melakukan pencatatan hak cipta. Dalam hak cipta tidak diwajibkan untuk didaftar, akan tetapi Undang-Undang menganjurkan pendaftaran, karena pendaftaran perlu dilakukan untuk memudahkan pembuktian/kepastian hukum.10 Pemberlakuan pencatatan hak cipta sesuai dengan Pasal 64 ayat 1 yaitu “Menteri menyelenggarakan pencatatan ciptaan dan produk hak terkait. Adapun mengenai tata cara pencatatan hak cipta diatur dalam Pasal 66. Pencatatan penting dilakukan guna mendapatkan catatan formal status kepemilikan Hak Cipta dan Hak Ekonomi.”

Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas kekayaan intelektual. Hak ekonomi ini merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak ekonomi yang melekat pada pencipta atau pemegang hak cipta itulah yang harus dihargai oleh para pengguna tersebut.11 Dikatakan hak ekonomi karena hak kekayaan intelektual adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak ekonomi itu diperhitungkan karena HKI dapat digunakan/dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan.12 Selain itu untuk mencegahnya

terjadinya pelanggaran penggunaan karya fotografi tanpa izin. PETA menggugat untuk memberikan kedudukan monyet sebagai subyek hukum seperti yang sudah disebutkan menurut PETA bahwa kepemilikan atas karya original yang diatur dalam pasal 101 Undang-undang Hak Cipta Amerika diatur secara cukup luas. Hal ini dapat menjelaskan bahwa konstruksi hukum yang digunakan PETA dalam menggugat David Slater di Pengadilan adalah konstruksi hukum atau penafsiran analogi, dimana dijelaskan bahwa memakai undang-undang atau peraturan hukum secara analogi yaitu dengan memperluas berlakunya pengertian hukum atau perundang-undangan.

Amerika Serikat dan Indonesia termasuk anggota dari beberapa perjanjian internasional untuk hak cipta termasuk diantaranya Konvensi Berne. Konvensi ini merupakan payung hukum perlindungan hak cipta secara internasional. Namun meskipun menjadi anggota perjanjian Konvensi Bern, peraturan Hak Cipta yang di terapkan di Indonesia dengan di Amerika Serikat mengatur hal yang berbeda antara lain mengenai obyek yang di lindungi, hak eksklusif, serta jangka waktu perlindungan hak cipta. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau ciptaan

3.1 Sanksi Hukum Penggunaan Karya Fotografi Tanpa Izin Pemegang Hak Cipta

Perkembangan dari suatu pelanggaran aktivitas hak cipta ini dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor. Kurangnya tingkatan pemahaman dari masyarakat mengenai arti dan fungsi tentang hak cipta, sikap dan keinginan keuntungan untuk diperoleh mudah dengan yang cara digunakan, belum cukup lagi ditambah dengan ini adalah faktor yang dapat memperoleh perhatian.13 Pelanggaran merupakan suatu perbuatan yang melanggar hak cipta diantaranya seperti penggunaan hak cipta, hak pribadi milik pencipta, tanpa izin dan pendaftaran hak cipta oleh orang lain yang bukan pemegang hak cipta. Pelanggaran tersebut salah satunya adalah pelanggaran hak cipta dengan mengaransemen sebuah genre musik yang mana itu sudah menjadi perhatian melalui perkembangan media sosial yang sangatlah akrab di dalam kehidupan masyarakat. Berbicara mengenai pelanggaran dari suatu hak cipta adalah berkaitan dengan hak moral dan hak ekonominya.14

Terlepas dari itu banyak pihak yang ingin memanfaatkan karya cipta milik orang lain salah satunya adalah karya fotografi. Karya cipta fotografi terutama di media sosial sering kali digunakan dan diambil tanpa izin lalu di upload kembali tanpa menggunakan identitas si pemilik karya foto tersebut di media sosial.Padahal Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sudah memberlakukan, dan sudah jelas diatur.Tetapi pada kenyataannya banyak sekali masyarakat masih melanggar, yaitu menggunakan karya fotografi orang lain tanpa izin. Dikarenakan banyak faktor yang mendukung dan membuat masyarakat berani untuk melanggar Hak Cipta. Di Indonesia, sudah banyak sekali pengguna karya fotografi seseorang yang di unggah di media sosial tanpa izin.

Hak eksklusif dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang

melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.15 Esensi hak cipta memang adalah hak untuk rnendapatkan rnanfaat ekonorni secara eksklusif dari eksploitasi ciptaan yang bersangkutan. Cara untuk dapat memanfaatkan ekonomi suatu ciptaan adalah dengan rnernperbanyak (copy) dan kernudian mempublish, atau membuat ciptaan itu dapat dinikmati oleh publik (making available for public).16

Sesuai dengan teori HKI yaitu reward theory dimana teori ini menjelaskan bahwa penemu atau pencipta atau pendesain harus diberikan penghargaan sebagai imbalan atas upaya-upaya kreatifnya dalam menemukan atau menciptakan karya-karya intelektual tersebut.17 Dimana peran hak ekonomi ini yaitu hak ekonomi tersebut, pihak lain dilarang menggunakan karya cipta untuk tujuan komersial tanpa izin pencipta.Penggunaan secara komersial sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah pemanfaatan ciptaan dan/atau produk terkait dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar.18

Dilihat dari segi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sanksi hukum yang didapatkan terhadap pelanggaran karya cipta fotografi yang diambil tanpa izin di media sosial hanya dapat dipidana apabila pemegang hak karya cipta melaporkan tindakan orang yang menyebarkan karya ciptanya di media sosial kepada pihak berwajib. Hal ini sesuai dengan Pasal 9 yaitu Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk meiakukan penerbitan Ciptaan; Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya. Bahwa setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dan setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.

Terkait sanksi diatur dalam Pasal 113 yaitu “Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).” Pasal 120 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu “tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini merupakan delik aduan. Sehingga dalam kasus mempublikasikan hasil karya cipta fotografi orang lain di media sosial hanya dapat dipidana apabila pemegang hak karya cipta melaporkan tindakan orang yang menyebarluaskan karya ciptanya di media sosial kepada pihak berwajib.” Pelanggaran yang pertama yaitu terhadap hak ekonomi pencipta dapat dikenakan suatu sanksi pidana yaitu dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dalam Pasal 113 ayat (3).

IV. Kesimpulan

Pengaturan Hak Cipta yang di terapkan di Indonesia dengan di Amerika Serikat mengatur hal yang berbeda antara lain mengenai obyek yang di lindungi, hak eksklusif, serta jangka waktu perlindungan hak cipta. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau ciptaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah. Sanksi hukum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang didapatkan terhadap pelanggaran karya cipta fotografi yang diambil tanpa izin di media sosial hanya dapat dipidana apabila pemegang hak karya cipta melaporkan tindakan orang yang menyebarkan karya ciptanya di media sosial kepada pihak berwajibyang diatur dalam Pasal 113. Pengaturan mengenai ketentuan pemegang hak cipta masih dirasa kurang jelas dan memiliki kekaburan terkait ketentuan pemegang hak cipta sehingga bagi pemerintah diharapkan segera rekonstruksi peraturan yang sudah ada dalam penjelasan siapa yang dimaksud pemegang hak cipta untuk tercapainya kepastian hukum. Ketentuan sanksi hukum baru merupakan bagi pelanggar hak cipta dirasa belum mampu untuk melindungi pemegang hak cipta, sehingga diperlukannya aturan untuk memperoleh keadilan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Atsar, Abdul, Mengenal lebih dekat hukum hak kekayaan intelektual, (Yogyakarta, Deepublish, 2018).

Jened, Rahmi, Interface hukum kekayaan intelektual dan hukum persaingan: penyalahgunaan HKI, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013).

Purba, Afrillyanna, Gazalba Saleh, and Andriana Krisnawati, TRIPs-WTO dan hukum HKI Indonesia: kajian perlindungan hak cipta seni batik tradisional Indonesia, (Jakarta, Rineka Cipta, 2005)..

Jurnal Ilmiah

Barus, Zulfadli. "Analisis Filosofis Tentang Peta Konseptual Penelitian Hukum Normatif Dan Penelitian Hukum Sosiologis." Jurnal Dinamika Hukum 13, no. 2 (2013): 307-318.

Dewi, Dewa Ayu Pringga Aristya, and AA Sagung Wiratni Darmadi. "Pengaturan Perlindungan Karya Cipta Fotografi Yang Di Ambil Tanpa Izin Melalui Media Sosial Berdasarkan Undang-Undang N0. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.". Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 4 No 2 (2016).

Dewi, Anak Agung Mirah Satria. "Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Cover Version Lagu Di Youtube." Udayana Master Law Journal 6, no. 4 (2017).

Dharmawan, Ni Ketut Supasti. "Keberadaan dan Implikasi Prinsip MFN dan NT Dalam Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia." Jurnal Magister Hukum Udayana 3, no. 2 (2014): 44117.

Dharmawan, Ni Ketut Supasti, P. T. C. Landra, I. W. Wiryawan, I. N. Bagiastra, and P. A. Samsithawrati. "Ketentuan Hak Cipta Berkaitan Dengan Pembayaran Royalti Atas Pemanfaatan Ciptaan Lagu Secara Komersial Pada Restoran/Cafe Di

Daerah Pariwisata Jimbaran Bali." Jurnal Program Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Kusno, Habi. "Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Pencipta Lagu yang Diunduh Melalui Internet." FIAT JUSTISIA: Jurnal Ilmu Hukum 10, no. 3 (2016).

Maharani, Desak Komang Lina, and I. Gusti Ngurah Parwata. "Perlindungan Hak Cipta Terhadap Penggunaan Lagu Sebagai Suara Latar Video Di Situs Youtube." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 10 (2019): 1-14.

Wirakusuma, In Bagus Sugiharta, Budi Santoso, and Fifiana Wisnaeni. "Akibat Hukum Penggunaan Gambar Dari Internet Dalam Kaitannya Dengan Hak Cipta." NotariuS 12, no. 1: 361-372.

Purnamasari, Putu Rahayu, I. Nyoman Putu Budiartha, and Ni Made Puspasutari Ujianti. "Perlindungan Hukum terhadap Hak Cipta Karya Fotografi yang Digunakan tanpa Izin." Jurnal Konstruksi Hukum 1, no. 1 (2020): 203-208.

Pricillia, Luh Mas Putri, and I. Made Subawa. "Akibat Hukum Pengunggahan Karya Cipta Film Tanpa Izin Pencipta di Media Sosial." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, no. 11 (2018): 1-15.

Roisah, Kholis. "Kebijakan Hukum “Tranferability” Terhadap Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia." Law Reform 11, no. 2 (2015): 241-254.

Sardjono, Agus. "Hak Cipta Bukan Hanya Copyright." Jurnal Hukum & Pembangunan 40, no. 2 (2010): 252-269.

Syamsudin, M. "Nilai-Nilai Karya Cipta dan Problematik Perlindungan Hukumnya." Jurnal Hukum Ius Quiat Iustum 8, no. 16 (2001): 121-136.

Wauran-Wicaksono, Indirani. "Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Benda: Penelusuran Dasar Perlindungan HKI di Indonesia." Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum 9, no. 2 (2015): 133-142.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5599).

Copyright Act of 1976.

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 5 Tahun 2021, hlm.344-355

355