PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA KESALAHAN BERAT : STUDI KASUS PUTUSAN

NOMOR: 8/PDT.SUS-PHI/2019/PN-DPS

Ni Made Tiara Pratiwi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]

I Made Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penulisan ini untuk mengkaji norma hukum kasus pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat pada Putusan Nomor 8/Pdt.Sus-Phi/2019/Pn-Dps dan perlindungan hukum hak-hak tergugat dalam Putusan Nomor 8/Pdt.Sus-PHI/2019/PN-Dps. Studi ini menggunakan metode penelitian normatif yaitu penelitian hukum melalui metode pendekatan kasus dan metode pendekatan perundang-undangan hukum ketenagakerjaan, serta buku, jurnal dan pendapat ahli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum ketenagakerjaan tidak lepas isu– isu hukum dari kasus pemutusan hubungan kerja sering di singkat dengan PHK, salah satu pemutusan hubungan kerja karena kesalah berat. Jika terjadi kesalahan berat dalam suatu perusahan kontek kesalahan dikatakan berat yang mengarah tindak pidana di tempat kerja si pekerja ketentuan pada Pasal 158 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Kasus hukum diangkat pada putusan nomor 8/Pdt.Sus-PHI/2019/PN-Dps, dari kasus tersebut bertujuan untuk mempelajari, memahami, mengetahui jalan penyelesaian hubungan industrial di pengadilan serta pendapat hakim dalam membuat norma hukum notabenenya yaitu putusan tersebut. Si pekerja yaitu AAEP sebagai tergugat sedangkan PT.Bank C sebagai pengugat dalam kasus, motif kesalahan berat yang dilakukan AAEP ini suatu tindakan pidana yaitu pemalsuan slip gaji untuk mencari pinjaman ke bank I, yang digunakan sebagai syarat di bank I. Namun ketentuan oleh hakim pada putusan menggunakan Pasal 161 yaitu PHK dengan perjanjian kerja bersama (PKB), tetapi Pasal 158 yang lebih tepat di gunakan hakim dalam putusan hubungan kerja, yang sudah di anulir putusan Mahkamah Konstotusi (MK) No. 012/PUU-I/2003.

Kata Kunci: Kesalahan Berat, Pemutusan Hubungan Kerja, Kasus Hukum.

ABSTRACT

This research is written to examine the legal norms of termination of employment due to serious errors in Decision Number 8 / Pdt.Sus-Phi / 2019 / Pn-Dps and legal protection of the defendant's rights in Decision Number 8 / Pdt.Sus-PHI / 2019 / PN-Dps. This study uses normative methods by case approach and statute approach of major labour laws, as well as library research, and expert opinions. Based on the result of this research, it indicates that legal consideration of judges in issuing decision about workers/labours on the ground of major mistake are according to article 158 of Contituion of Republic Indonesia contained in Law Number 13 of 2003 concerning employment. From a law case of Decision Number 8/Pdt.Sus-Phi/2019/Pn-Dps, it aims to determine the consideration and how the judge determining the decision on the evidence and legal consequences of verdict in that case. In this case, worker AAEP as defendant and PT. Bank C as plaintiff. AAEP did a criminal act such as faked a salary slip to look for a loan from Bank I. The results showed that the judge in determining the consideration of using chapter 161 in Termination of Employment along with Collective Labor Agreement, but article 158 of Constitution of Republic Indonesia contained in Law Number 13 of 2003 is more accurate to be used in Termination of Employment by the judge.

Keywords: Serious Mistakes, Work Termination, Case Law.

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Permasalahan perihal pekerja atau buruh dengan pengusaha sering terjadi di bidang ketenagakerjaan untuk mengakhiri hubungan kerja. Menurut Charles D. Drake pelanggaran dalam hubungan kerja adalah “kesalahan yang terdapat dalam hubungan kerja yang disebabkan karena adanya perselisihan pendapat atau paham dalam pelaksanaan suatu hukum ketenagakerjaan”.1 Sistem hubungan kerja yang sering di temukan atau yang ditemukan di Indonesia merupakansuatu hubungan yang disebut sistem hubungan industrial karena memiliki posisi yang dapat membangun nasional, hal tersebut dapat menciptakan rasa kebersamaan antaranya pemilik perusahaan dan pekerja atau buruh.2

Terjadinya hubungan kerja diantara majikan atau pemilik perusahaan dengan pekerja atau buruh diperlihatkan dengan adanya tanda tangan surat perjanjian kerja oleh pihak majikan dan pekerja atau buruh.3 Dalam ketentuan Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemutusan Hubungan Kerja (selanjutnya disingkat PHK). PHK yang dilaksanakan oleh pemilik perushaan kepada pekerja atau buruh dapat dikarenakan oleh berbagai alasan, seperti membolos, perubahan perusahaan, perushaan bangkrut, tutupnya perusahaan, pengunduran diri, pekerja kehilangan nyawa, pensiun atau pensiun muda, atau kesalahan berat yang dilakukan oleh pekerja atau buruh. Upaya hukum menyatakan adanya upaya yang diberikan kepada seseorang untuk sesuatu hal tertentu yang melawan hukum dimiliki oleh putusan pengadilan hubungan industrial.4 Berakhirnya suatu hubungan pekerjaan diantara pengusaha dan pekerja atau buruh karena disebabkan oleh berbagai macam alasan dapat menimbulkan pemutusan hubungan kerja dan berakhirnya semua hak dan kewajiban.5

Sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 27 ayat (1) Undang– Undang Dasar 1945, Pasal 158 Undang-Undang Ketenagakerjaan sudah dinilai tidak selaras dengan ketentuan yang berlaku saat ini, ketentuan dalam pasal tersebut telah melanggar asas praduga tidak bersalah (preassumption of innocence). Belandaskan tidak sesuainya peraturan hukum tersebut dilaksanakan permohonan uji hak materiil ketenagakerjaan. Dengan dilaksanakannya permohonan hak uji materiil tersebut, Mahkamah Konsitusi (MK) atas putusan No.012/PUU-I/2003, tertanggal 28 Oktober 2004. Suatu hubungan yang terjalin seperti sistem karena adanya keterkaitan diantara pelaku usaha produksi barang dan jasa baik itu berhubungan langsung ataupun

berhubungan tidak langsung yang berkaitan dengan unsur perusahaan, para pekerja dan pemerintahan disebut sebagai hubungan industrial.6 Dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesian Perselisihan Hubungan Industrial terdapat beberapa jenis penyelesaian perselisihan tersebut yang meliputi : 7

  • a.    Perselishan hak

  • b.    Perselisihan kepentingan

  • c.    Perselisihan PHK dan

  • d.    Perselishan antara pekerja atau buruh di perusahaan tersebut.

Tema penelitian pemutusan hubungan kerja sudah sangat banyak dibahas, berdasarkan analisis yang dilakukan penulis selama mengkaji penelitian ini, tidak ditemukan satupun karya tulis ilmiah dengan isu yang sama. Akan tetapi, beberapa karya tulis ilmiah yang sejenis atau serupa dalam berbagai isu telah ditemukan. Karya tulis ilmiah yang dimaksud adalah karya tulis ilmiah dengan judul “Analisis Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja Akibat Kesalahan Berat Pekerja” yang ditulis oleh Sonhaji. Perbedaan karya tulis ilmiah yang dimaksud terdapat rumusan masalah dan pembahasan yang dimana karya ilmiah tersebut membahas mekanisme pemutusan hubungan kerja akibat kesalahan berat pekerja atau buruh, maka dari itu penulis memiliki fokus yang berbeda dengan penelitian ini. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka yang dikaji dan dituangkan ke dalam bentuk penelitian dengan judul “ANALISIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA KESALAHAN BERAT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 8/PDT.SUS-PHI/2019/PN-DPS)”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Mengenai latar belakang yang temuat diatas terdapat rumusan masalah yang akan dikaji, antara lain:

  • 1.    Bagaimanakah norma hukum pemutusan hubungan kerja berdasarkan kesalahan berat dalam Putusan Nomor 8/Pdt.Sus-PHI/2019/PN-Dps?

  • 2.    Bagaimanakah perlindungan hukum hak-hak tergugat dalam Putusan Nomor 8/Pdt.Sus-PHI/2019/PN-Dps?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Jurnal ini ditulis dengan tujuan untuk mengkaji dan memahami bagaimanakah norma hukum pemutusan hubungan kerja berdasarkan kesalahan berat dalam Putusan Nomor 8/Pdt.Sus-PHI/2019/PN-Dps dan bagaimanakah perlindungan hukum hak-hak tergugat dalam Putusan Nomor 8/Pdt.Sus-PHI/2019/PN-Dps.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, dimana penelitian hukum ini membahas hukum Ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang–undangan, buku, jurnal, dan pendapat ahli hukum. Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder yang diperoleh dari undang-undang, beberapa literatur yang ada kaitannya

dengan penelitian ini, baik berupa buku-buku, jurnal ilmiah, dan beberapa teori para ahli. Penelitian doktrinal ini dapat juga disebut penelitian hukum normatif, yang dimana memberikan kejelasan tentang permasalahan hukum dengan pendapat hukum atau doktrin bersifat relevan dari masalah hukum yang akan diterangkan pada penelitian. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan peraturan perundangan-undangan (statute approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum ketenagakerjaan yang ditangani dalam penelitian. Dalam penelitian terdapat beberapa pasal yang akan dibandingkan merupakan bentuk dari ketidakpastian hukum, yang disebabkan dengan adanya konflik norma. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) teknik analisis, yaitu teknik evaluasi yang merupakan tepat atau tidak tepat oleh peneliti terhadap suatu pandangan pernyataan rumusan norma dan teknik argumentasi merupakan penilaian yang harus berdasarkan alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1.    Norma Hukum Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Kesalahan Berat dalam Putusan Nomor 8/Pdt.Sus-PHI/2019/PN-Dps

Hubungan kerja adalah suatu aktivitas-aktivitas yang merupakan jasa atau tenaga seseorang seperti pekerja yang secara teratur melaksanakan tugasnya demi kepentingan orang lain yang yang merupakan pemilik perusahaan atau pengusaha disesuaikan dengan kesepakatan bersama anatara beberapa pihak yang bersangkutan. Sesuai denganperaturan yang termuat dalam Pasal 1 No. 15 Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memuat mengenai hubungan kerja yang telah terjadi diantara pemilik perusahaan dan para pekerja atau buruh yang berlandaskan perikatan kerja yang telah disepakati, mempunyai unsur–unsur seperti, upah, perintah dan pekerjaan. Suatu hubungan kerja juga dapat diartikan seperti suatu hal yang merupakan hubungan hukum anatara pengusaha dengan pekerja atau buruh dan bersifat abstrak. Dengan kata lain tidak ada persamaan paham dalam hubungan kerja yang beberapa pihak yang bersangkutan sepakati bersama.8 Hubungan kerja adalah perjanjian antara beberapa pihak yang dimana memiliki suatu perushaan dinamakan majikan dan yang bekerja di perusahaan tersebut dinamakan pekerja atau buruh. Hubungan kerja memperlihatkan kedudukan dari beberapa pihak yang bersangkutan itu yang didasarkan timbulnya suatu kewajiban dan hak pekerja atau buruh terhadap majikan atau pengusaha diperusahaan tersebut begitupun sebaliknya hak dan kewajiban majikan atau pengusaha pemilik perushaan terhadap pekerja atau buruh. Lahirnya hubungan kerja dikarenakan adanya suatu perikatan atau perjanjian antara pemilik perusahaan dan pekerja atau buruh. Dalam suatu hubungan kerja dapat terjadi perbedaan hak yang merupakan perbedaan yang tibul karena kurangnya atau tidak terpenuhinya suatu hak, terjadinya perselisihan pendapat mengenai terlaksanakannya tafsiran yang berlaku seperti aturan–aturan yang berlaku dalam ketentua peraturan perundang–undangan, perikatan kerja, aturan perusahaan,

perselisihan hak sering di sebut perselisihan normatif.9 Oleh karena itu didasarkan atas prinsip keadilan sosial dalam mengenai pemutusan hubungan kerja diatur secara khusus dalam hukum. Terdapat beberapa alasan bisa terjadinya pemutusan hubungan kerja yaitu yaitu alasan hukum dapat muncul dikarena pekerja atau buruh melaksanakan suatu pelanggaran yang bersifat hukum terhadap PKB dan atau peraturan yang terdapat dalam perusahaan tempat ia bekerja, kemudian alasan kepentingan dapat terjadi disebabkan oleh pekerja atau buruh menuntut perusahaan tempat ia bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan.10 Pelaksanaan PHK yang terjadi dengan dikaitkan permasalahan ekonomi yang muncul disebut dengan Retrenchment.11

Duduk perkara antara penggugat dan tergugat dalam perselisihan hubungan kerja industrial dalam perkara nomor 8/Pdt-sus-PHI/2019/PN Denpasar adalah:.12 a) Bahwa penggugat merupakan suatu perseroan terbatas yang biasa disebut PT yang didirikan berlandaskan hukum negara Republik Indonesia, beralamat di Bank C Jln. X, Jakarta X dan bergerak di bidang usaha perbankan.

  • b)    Bahwa AAEP beralamat Jln X, no X, Kecamatan Denpasar X, Kota X, sebagai tergugat.

  • c)    Bahwa berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu No. 625/TA/PKWTT/VIII/2015 antara penggugat dan tergugat tertanggal 27 Agustus 2015 perjanjian kerja, tergugat merupakan karyawan penggugat terhitung efektif sejak tanggal 23 Oktober 2015. Lebih lanjut, berdasarkan Surat No. 00006/HROB/HR/II/2016 perihal pengangkatan sebagai karyawan tetap tanggal 1 Februari 2016, tergugat telah diangkat sebagai SME Branch Manager/ Grade U5 berlaku efektif sejak 23 Januari 2016. Jabatan terakhir tergugat adalah sebagai Business Manager - SME dengan gaji pokok terakhir Perbulan sebesar Rp. 18.658.315,-.

  • d)    Bahwa perkara pelanggaran berat yang telah diperbuat oleh tergugat dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • 1)    Bahwa Bank I melalui surat tertanggal 13 Juli 2017 telah meminta kepada penggugat untuk memberikan konfirmasi terkait status tergugat sebagai karyawan penggugat sehubungan dengan pengajuan kredit tergugat di Bank I. Dalam suratnya, Bank I melampirkan dokumen slip gaji tergugat di bulan juni 2017 yang mana isinya mencantumkan total take home pay dari tergugat adalah sebesar Rp.77.063.839.00.

  • 2)    Bahwa setelah mempelajari dokumen slip gaji tergugat di bulan Juni 2017 yang ditunjukkan oleh Bank I tersebut dan melakukan pengecekan, penggugat

menemukan bahwa slip gaji di bulan juni 2017 tersebut bukanlah slip gaji tergugat yang dikeluarkan oleh penggugat. Sehingga kemudian dalam menanggapi permintaan konfirmasi Bank I, penggugat menyampaikan bahwa tergugat benar adalah karyawan penggugat, namun demikian dokumen yang diajukan oleh tergugat sebagai dokumen pendukung dalam pengajuan kredit ke Bank I bukan slip gaji asli yang dikeluarkan oleh penguggat dan bahwa informasi atau data berkenaan dengan gaji tergugat yang ada pada dokumen slip gaji tersebut tidak sesuai dengan data penggugat.

  • f)    Bahwa terkait klarifikasi Bank I tersebut, penggugat kemudian meminta penjelasan atau klarifikasi kepada tergugat pada tanggal 3 November 2017, dimana kemudian ditemukan kebenaran sebagai berikut:

  • 1)    Bahwa tergugat sendiri yang menyampaikan dokumen persyaratan kredit termasuk slip gaji rekayasa kepada Bank I melalui adik tergugat bernama AA GM yang merupakan Account Officer Bank I dan yang juga merupakan petugas yang memproses pinjaman tergugat di Bank I.

  • 2)    Bahwa awalnya tergugat menyatakan yang melakukan rekayasa terhadap slip gaji tergugat adalah adik tergugat yaitu AA GM. Kemudian tergugat mengubah pernyataannya dan menyatakan bahwa yang melakukan rekayasa slip gaji tergugat adalah pihak Bank I tanpa menyebutkan nama dari pihak Bank I tersebut.

  • g)    Bahwa tindakan tergugat yang telah menggunakan slip gaji rekayasa atau telah terlibat dalam menggunakan slip gaji rekayasa jelas merupakan pelanggaran berat dan bertentangan dengan Pasal 60.1 huruf (N) Perjanjian Kerja Bersama merumuskan:

“Setiap pekerja dilarang melakukan rekayasa atas suatu insentif, biaya atau suatu laporan atau dokumen.”

  • h)    Bahwa berdasarkan Pasal 60.2 Perjanjian Kerja Bersama, segala bentuk pelanggaran atas larangan di atas akan dikenakan sanksi mulai dari surat teguran hingga surat peringatan ataupun tindakan pemutusan hubungan kerja, yang merumuskan: “Segala bentuk pelanggaran atas larangan seperti yang dimaksud di atas akan dikenakan sanksi mulai dari surat terguran hingga surat peringatan ataupun tindakan pemutusan hubungan kerja.”

  • i)    Bahwa lebih lanjut, berdasarkan yang termuat dalam Pasal 1603 Huruf (o) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pemilik perusahaan bisa melakukan PHK terhadap pekerja atau buruh apabila saat menjalankan tugasnya pekerja atau buruh lalai akan kewajibannya yang dimana dalam perjanjian kerja telah dibebankan kepadanya. Adapun bunyi kutipan ketentuan Pasal 1603 Huruf (o) KUHPedata merumuskan:

“Bagi si majikan dianggap sebagai alasan-alasan yang mendesak dalam arti pasal yang lalu perbuatan-perbuatan, sifat-sifat atau tingkah laku si buruh yang demikian hingga karenanya dari pihak-nya si majikan tidak sepatutnya dapat diminta untuk meneruskan hubungan kerjanya.”

  • j)    Bahwa mengingat pelanggaran berat yang dilakukan oleh tergugat berkaitan dengan perbuatan tidak etis yang sangat sensitif dan dapat berpengaruh terhadap integritas, kredibilitas dan nama baik penggugat serta dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana, maka penggugat memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap tergugat setelah menempuh proses bipartit dan tripartit yang akan dijelaskan pada bagian III dibawah ini sehingga dengan demikian seluruh tindakan dan proses yang diambil oleh penggugat untuk PHK

tergugat telah sejalan dengan peraturan perundang -undangan yang berlaku saat ini.

  • k)    Bahwa berlandaskan beberapa hal yang sudah diuraikan sebelumnya diatas dan berdasarkan ketentuan PKB (perjanjian kerja bersama) dan peraturan perundang-undangan yang telah berlaku serta hubungan kerja yang tidak harmonis lagi antara penggugat dan tergugat, maka sangat beralasan dan berdasarkan hukuman dari penggugat untuk tidak lagi melaksanakan hubungan dengan tergugat.

  • l)    Bahwa sanksi pemutusan hubungan kerja tersebut juga didasarkan pada pertimbangan agar menjadi preseden bagi seluruh karyawan penggugat lainnya untuk tidak mengikuti dan atau melakukan pelanggaran berat sebagaimana telah dilakukan oleh tergugat. Hal ini guna menjaga integritas, kredibilitas, nama baik dan kepercayaan konsumen serta masyarakat luas kepada penggugat yang bergerak di industri perbankan.

Pertimbangan hukum majelis hakim mengenai putusan tersebut kesalahan berat adapun hak pekerja yang di pemutusan hubuga kerja, menurut ketentuan undang-undang, bagi bekerja yang bertugas dan berfungsi tidak dapat mewakilikan kepentingan dari perusahaan tersebut dengan cara langsung, selanjutnya uang pengganti hak, dan juga perusahaan memberikan uang pisah besar dan pelaksanaannya termuat dalam perjanjian PKB.13

Pertimbangan hukum majelis hakim didalam Putusan Nomor 8 Pdt.Sus-PHI/2019/PN-Dps adalah sebagai berikut:

  • a.    Bahwa majelis hakim menyatakan tergugat telah melakukan pelanggaran berat yang merupakan pelanggaran perjanjian kerja bersama Pasal 60.1 (n) yang merumuskan:

“Setiap pekerja dilarang melakukan rekayasa atas suatu insentif, biaya atau suatu laporan atau dokumen.”

Berdasarkan Pasal 60.2 PKB yang merumuskan:

“Segala bentuk pelanggaran atas larangan seperti yang dimaksud diatas akan dikenakan sangsi mulai dari surat teguran hingga surat peringatan ataupun tindakan pemutusan hubungan kerja.”

  • b.    Bahwa buruh yang melanggar telah melaksanakan kesalahan yaitu kesalahan berat yang tertuang didalam PKB, sehingga pertimbangan majelis hakim terhadap tergugat adalah tergugat telah melakukan pelanggaran perjanjian kerja bersama yang esensinya tergugat melanggar Pasal 161 undang undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang merumuskan:

“Dalam hal pekerja atau buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja atau buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.”

  • c.    Bahwa karena majelis hakim menganggap pelanggaran yang dilakukan oleh tergugat merupakan pelanggaran PKB (perjanjian kerja bersama), maka dari itu majelis hakim memutus perkara ini sebelum terdapatnya putusan pidana yang

nantiya bersifat hukum tetap. Kemudian majelis hakim menghitung hak-hak tergugat berdasarkan ketentuan yang ada pada Pasal 161 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Hakim dalam pertimbanganya mempunyai sudut pandangnya, dengan itu harus ada batasan dalam putusan hakim menurut ahli, di lihat dari pandangan doktrin, Sudikno Mertokusumo memberikan penjelasan bahwa pernyataan hakim adalah putusan hakim, yang diberikan kewenangan, kemudian dilaksanakan dalam persidangan memiliki tujuan yang sangat penting yaitu menyelesaikan perkara atau sengketa.14 Pasal 158 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 dengan kesalahan berat berkaitan dengan amar Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 012/PUU-I/2003. Telah jelas bahwa berbuatan yang tergolong sebagai “kesalahan berat” diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan sebelum adanya revisi undang-undang ketenagakerjaan. Menganalisis Putusan Mahkamah Konstitusi sudah dianulir dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Tetapi apabila ada putusan pidana maka pemutusan hubungan kerja dengan kesalahan berat bisa dilaksanakan sesuai dengan undang-undang hukum ketenagakerjaan.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan atau majikan. Hal tersebut dapat terjadi karena pekerja atau buruh mengundurkan diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak. Sesuai dengan undang-undang terbaru yaitu undang-undang cipta kerja, dalam Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja (Kluster Ketenagakerjaan) menyatakan bahwa Pengusaha, pekerja, serikat pekerja, dan pemeritah harus mengupayakan agar tidak terjadinya pemutusan hubungan kerja. Menurut Pasal 61 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan) mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila:

  • 1)    Pekerja meninggal dunia;

  • 2)    Jangka waktu kontrak kerja telah berakhir;

  • 3)    Selesainya suatu pekerjaan tertentu;

  • 4)    Adanya putusan pengadilan atau penetapan Lembaga penyelesaian hubungan insutrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan

  • 5)    Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersamayang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

  • 3.2. Perlindungan Hukum Hak-Hak Tergugat dalam Putusan Nomor 8/Pdt.Sus-PHI/2019/PN-Dps

Perlindungan hukum adalah hak dari manusia sebagai suatu subjek hukum, baik ketika berada dalam posisi sebagai orang perseorangan atau pribadi, maupun ketika berada dalam suatu komunitas, kelompok atau keadaan lainnya.15 Didasarkan pada pemutusan hubunga kerja karena kesalahan berat ketika pekerja melakukan pelanggaran pemalsuan slip gaji, pengusaha dapat melakukan PHK setelah pekerja

yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berurutan. Namun Bank C tidak melakukan itu, pekerja hanya sekali melakuakan pemalsuan slip gaji tersebut.

Namun perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama juga dapat memuat pelanggaran tertentu yang dapat diberi peringatan pertama sekaligus peringatan terakhir. Apabila pekerja melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dalam tenggang waktu masa berlakunya peringatan pertama sekaligus terakhir dimaksud, pengusaha dapat melakukan PHK. Didasarkan pada pemutusan hubunga kerja karena kesalahan berat. Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor SE-13/MEN/SJ-HK/I/2015, maka pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan setelah adanya putusan hakim pidana yang berkekuatan hukum tetap. Sehingga hak-hak pekerja dapat diberikan dengan berpedoman atas ketentuan–ketentuan yang telah ada pada Pasal 158 ayat (4) walaupun didalam ketentuan tersebut tidak bersifat mengikat yaitu selain uang pengganti hak yang terdapat didalam Pasal 156 ayat (4) Undang– Undang Nomor 13 Tahun 2003 juga wajib mendapatkan uang yaitu uang pisah yang besar dan pelaksanaannya disesuaikan denga peraturan kerja pekerja tersebut, sesuai dengan peraturan perusahaan dan PKB. Pemilik perusahaan atau pengusaha memiliki kewajiban yaitu, memberikan uang yang disebut uang pernghargaan pada masa kerja pekerja tersebut 1 (satu) kali dan memberikan uang penghargaan hak.

  • 1.    Uang Pesangon:

1 x 4 x Rp.21.927.992,00                        = Rp. 87.711.968,00

  • 2.    Uang Penghargaan Masa Kerja:

2 x Rp.21.927.992,00                       = Rp. 43.855.984,00 +

Jumlah= Rp. 131.567.952,00

Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja tidak diproleh untuk menghitung Uang Pengantian hak

  • 3.    Uang Penggantian Hak:

15% x Rp.131.567.952,00                          = Rp. 19.735.193,00

  • 4.    Cuti Tahunan yang belum diambil yakni tahun 2017 dan tahun 2018 :

Rp. 913. 666,33 x 24 hari                            = Rp. 21.927.992,00

  • 5.    Tunjangan Hari Raya Keagamaan tahun 2019 :

1 x Rp.21.927.992,00                                = Rp. 21.927.992,00 +

Total seluruhnya = Rp. 63.591.177,00

  • IV. Kesimpulan

Bahwa berkenaan dengan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, ketentuan norma hukum oleh hakim pada Putusan Nomor 8/Pdt.Sus-PHI/2019/PN-Dps yaitu bahwa Pekerja atau buruh yang berinisial AAEP disebut melakukan tindak pidana yaitu pemalsuan slip gaji untuk mencari pinjaman di Bank I dan adalah termasuk kesalahan berat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus tersebut hakim menjatuhkan hukuman berdasarkan Pasal 161 UUK yaitu PHK dengan perjanjian kerja bersama (PKB), tetapi Pasal 158 UUK yang lebih tepat di gunakan hakim dalam putusan hubungan kerja, yang sudah di anulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 012/PUU-I/2003. Berdasarkan pada pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat. Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor SE-13/MEN/SJ-HK/I/2015,

maka pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan setelah adanya putusan hakim pidana yang berkekuatan hukum tetap. Seuai dengan pasal 158 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketagakerjaan hak pekerja dalam pemutusan hubungan kerja berdasarkan kesalahan berat Putusan Nomor 8/Pdt.Sus-PHI/2019/PN-Dps sesuai dengan perlindungan hukum dan hak–hak tergugat pada putusan tersebut adalah sebesar Rp. 63.591.177.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Farianto dan Darmanto Law Firm. Himpunan Putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara PHI Tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Disertai Ulasan Hukum (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2010).

Mulyadi, Lilik. Penyelesaian Perkara Pengadilan Hubungan Industrial Dalam Teori Dan Praktik (Bandung, PT. Alumni, 2011).

Suwiryo, Broto. Hukum Ketenagakerjaan (Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Berdasarkan Asas Keadilan) (Jawa Timur, Laksbang Pressindo, 2017).

Jurnal Hukum:

Amilia, Sri Intan. Dan Yusa, I Gede. “Penyebab Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pengusaha Terhadap Pekerja Ditinjau Berdasarkan Hukum Ketenagakerjaan.” Jurnal Hukum Kertha Semaya Univesitas Udayana 1, No.10 (2018).

Andreanto, Dion. Dan Ramli, Lanny. “Analisis Yuridis Keabsahan PHK Berkaitan Dengan Kesalahan Berat Yang Dilakukan Buruh Yang Diatur Dalam Perjanjian Kerja Bersama.” Jurnal Universitas Airlangga 32, No.1 (2015).

Desriwulandari, Ida Ayu Dan Rai Asmara, Dewa Nyoman. “Penyelesaian Perselisahan Hubungan Industrial Dalam Perkara Demosi Karyawan Kontrak Pt.Dewata Seminyak (Studi Kasus Putusan Nomor.03/Pdt.Sus-Phi/2016/Pn Dps).” Jurnal Hukum Kertha Semaya Univesitas Udayana 2, No. 22 (2014).

Fathammubina, Rohendra dan Apriani, Rani. “Perlindungan Hukum Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak Bagi Pekerja.” Jurnal Univesitas Singaperbangsa Karawang 3, No. 1 (2018).

Herdiana, Danan. “Pemutusan Hubungan Kerja Karena Kesalahan Berat Di Tijau Dari Undangn-Undang Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan Dan Undangn-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.” Jurnal Hukum Universtas Pamulung, Tanggerang Selatan 5, No. 1 (2018).

Simpen, I Ketut. “Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menurut Undang – Undang Ketenaga Kerjaan.” Jurnal Hukum Universitas Mahendradatta 2, No. 2 (2020).

Sonhaji. “Analisis Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja Akibat Kesalahan Berat Pekerja.” Jurnal Univesitas Diponegoro 2, No. 1 (2019).

Sri, Zulhartati. “Pengaruh Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Karyawan Perusahaan.” Jurnal Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak 1, No. 1, (2010).

Suhartoyo. “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Penyandang Disabilitas di Indonesia.” Jurnal Hukum Universitas Diponegoro 43, No. 4 (2014).

Widayanti. “Tinjauan Perlaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.” Jurnal Univesitas 17 Agustus 1998 Semarang 15, No. 2 (2018).

Wijaya, I Wayan Samudra Kusuma. “Pemenuhan Hak Atas Uang Pesangon Bagi Pekerja/Buruh Yang di PHK Di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang.” Jurnal Hukum Universitas Lampung Bandar Lampung 10, No. 2 (2015).

Zulkarnaen, Ahmad Unaeni, “Perlindungan Hukum terhadap Pekerja dalam Pelaksanaan Hubungan Industrial.” Jurnal Hukum Padjadjaran 3, No. 2 (2016).

Peraturan Perundang - Undangan

Kitab Undang–Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek, 2007, Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet., 38, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Indonesia, Undang–Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Perubahan Keempat), Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2006, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.

Indonesia, Undang–Undang Tentang Ketenagakerjaan, Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279.

Indonesia, Undang-Undang Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Undang–Undang Nomor 2 Tahun 2004 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286.

Indonesia, Tentang Putusan Perkara Nomor: 012/PUU-I/2003 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Perkara Nomor: 012/PUU-I/2003 Berita Negara Republik Indonesia Nomor 92 Tahu 2004, Diterbitkan Hari Rabu Tanggal 17 Nopember 2004.

Indonesia, Undang-Undang Tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 245.

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 11 Tahun 2021, hlm.962-972

972