ASPEK HUKUM PEMBUATAN KTP-EL TERHADAP GELANDANGAN DITINJAU BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA

Kadek Putra Dwi Suparta Yasa , Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ni Putu Niti Suari Giri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan bertujuan untuk memberikan pemahaman terkait pengaturan hukum administrasi kependudukan ditinjau dalam hukum positif Indonesia dan untuk mengkaji kepastian hukum dalam pemenuhan hak kependudukan gelandangan untuk memperoleh KTP-el yang menemui kesulitan dikarenakan tidak memiliki alamat atau tempat tinggal. Adapun studi ini merupakan penelitian dengan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan permasalahan hukum pada pengaturan hukum administrasi kependudukan ditinjau berdasarkan hukum positif Indonesia, ditemukan bahwasannya administrasi kepndudukan ditentutkan melalui UU Adminduk yang menentukan beberapa bentuk dokumen kependudukan. Kemudian terkait aspek hukum pembuatan KTP-el terhadap gelandangan, ditemukan bahwasannya gelandangan dapat memperoleh KTP-el dengan mengikuti tata cara pelaksanaan pendataan dan penerbitan dokumen kependudukan sesuai Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 96 Tahun 2019 tentang Pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Bagi Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan.

Kata Kunci: Aspek Hukum, KTP-el, Gelandangan.

ABSTRACT

The purpose of the study in this research is to provide an understanding of the legal arrangements for population administration in Indonesian positive law and to study legal certainty in the fulfillment of homeless population rights in obtaining e-KTPs. This research uses and using statute approach.. Based on the results of studies conducted by researchers related to legal issues in population administration legal arrangements, it is found that population administration is regulated through the Population Administration Law which determines several forms of population documents including resident. Then related to the legal aspects of making e-KTP for homeless people in terms of positive Indonesian law, it was found that homeless people can obtain e-KTPs by following the procedures for carrying out data collection and issuing population documents in accordance with Article 15 of the Minister of Home Affairs Regulation No. 96 of 2019 concerning Data Collection and Issuance of Population Documents for Population Administration Vulnerable Populations.

Keywords: legal aspects, e-KTP, homeless.

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 mengamanatkan tujuan dari didirikannya negara Indonesia salah satunya

ialah untuk memajukan kesejahteraan umum.1 Amanat tujuan bernegara tersebut menegaskan letak penting pemerintah untuk secara aktif melakukan berbagai upaya dalam mewujudkan kesejahteraan umum. Penyelenggaraan administrasi kependudukan dilakukan agar terciptanya keadaan tertib administrasi yang dapat menjamin kesejahteraan setiap penduduk untuk memperoleh pelayanan publik.2

Pada dasarnya administrasi kependudukan dilakukan untuk menjamin penentuan status pribadi dan pengakuan, perlindungan, status hukum atas seluruh peristiwa kependudukan yang terjadi. Sejalan dengan hal tersebut, penjaminan atas pengakuan, perlindungan hukum, kepastian hukum yang adil, dan perlakuan yang sama telah dijamin dalam Pasal 28D UUD 1945. Secara teoritis penduduk merupakan setiap orang yang memiliki domisili pada geografis atau wilayah tertentu selama kurang dari enam bulan dengan tujuan menetap atau telah menetap selama enam bulan atau lebih.3Merujuk dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administasi Kependudukan jo. Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut UU Adminduk) telah ditentukan secara jelas terkait administrasi kependudukan ialah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.

Selanjutnya pemahamana atas peristiwa kependudukan sendiri dapat dipahami mencakup peristiwa pindah datang untuk menetapnya penduduk, perubahan alamat dan perubahan status orang asing tinggal terbatas yang menjadi tinggal tetap. Pelaporan dan pencatatan atas setiap peristiwa kependudukan ini tentu menjadi penting mengingat keterkaitannya pada penjaminan atas hak-hak penduduk itu sendiri. Kartu Tanda Penduduk merupakan salah satu dokumen kependudukan yang menjadi bagian dari penyelenggaraan administrasi kependudukan. Secara ekplisit dalam Pasal 1 angka 14 UU Adminduk ditentutkan KTP ialah “Kartu Tanda Penduduk Elektronik, selanjutnya disingkat KTP-el, adalah Kartu Tanda Penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana”. Kepemilikan atas dokumen kependudukan berupa KTP-el merupakan hak setiap penduduk Indonesia sesuai Pasal 2 huruf a UU Adminduk. Letak penting dimilikinya KTP-el sebagai salah satu dokumen kependudukan tentu tidak dapat dilepaskan dari upaya pemenuhan negara terhadap hak-hak yang melekat pada diri setiap penduduk seperti hak untuk memperoleh pelayanan publik yang professional. Lebih lanjut diselenggarakannya pendataan dan penerbitan dokumen kependudukan pada setiap penduduk juga ditujukan mewujudkan suatu tertib administrasi yang nantinya dapat membantu kebijakan pemerintah baik secara nasional, regional dan lokal.4 Keberadaan dokumen

kependudukan juga memberikan sebuah keabsahan identitas dan kepastian hukum terhadap penduduk di Indonesia. Berkaitan dengan penjaminan pemenuhan hak setiap penduduk untuk dapat memperoleh dokumen kependudukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentu menjadi tanggung jawab pemerintah. Pemenuhan hak penduduk untuk memiliki KTP-el sebagai dokumen kependudukan nyatanya masih menuai permasalahan. Permasalahan hukum yang muncul dikarenakan adanya persyaratan pencantuman alamat dalam pembuatan KTP-el. Persyaratan pengisian alamat dalam proses pembuatan KTP-el tentu menjadi sulit untuk dipenuhi oleh orang-orang yang tidak mempunyai tempat untuk tinggal secara tetap ataupun sementara seperti gelandangan. Keberadaan gelandangan sebagai salah satu masalah sosial dalam masyarakat mesti diberikan suatu perhatian tersendiri, khususnya terkait pemenuhan hak gelandangan untuk memperoleh KTP-el.

Muchlis Laksamana melakukan penelitian dengan tema permasalahan sejenis melalui judul “Implementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Daerah Istimewa Yogyakarta” yang meneliti berkaitan upaya preventif, upaya koersif, upaya reintegrasi, dan rehabilitasi sosial terhadap gelandangan.5 Selanjutnya Febriharini dengan judul “Pelaksanaan Program e-KTP Dalam Rangka Tertib Administrasi Kependudukan” membahas berbagai kendala yang muncul dalam mewujudkan tertip administrasi pada proses pembuatan KTP-el di masyarakat.6

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah sebelumnya dilakukan maka dapat dipahami bahwasannya belum terdapat suatu penelitian yang secara khusus mengkaji persoalan pengaturan hukum yang membuat gelandangan sulit untuk memperoleh KTP-el. Beranjak dari persoalan tersebut, selanjutnya penulis tertarik untuk melangsungkan penelitian yang lebih khusus menelaah permasalahan hukum yang muncul dalam proses pembuatan KTP-el terhadap gelandangan, mengingat belum terdapatnya penelitian yang mengkaji permasalahan hukum ini. Kemudian penulis memilih judul “ASPEK HUKUM PEMBUATAN KTP-EL TERHADAP GELANDANGAN DITINJAU BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pengaturan hukum terkait administrasi kependudukan dalam hukum positif Indonesia?

  • 2.    Bagaimana aspek hukum pembuatan KTP-el terhadap gelandangan?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Jurnal ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan berkaitan dengan pengaturan hukum administrasi kependudukan di Indonesia. Selanjutnya jurnal ini juga ditujukan untuk membuat pembaca terkhusus gelandangan agar dapat memahami secara komprehensif terkait aspek hukum pembuatan KTP-el berdasarkan hukum positif Indonesia.

  • II.    Metode Penelitian

Jurnal Aspek Hukum Pembuatan Ktp-el Terhadap Gelandangan Ditinjau Berdasarkan Hukum Positif Indonesia termasuk sebagai penelitian hukum normatif. Dalam penelitian ini diteliti suatu problema norma yang ada berupa kekaburan norma atau vague of norms7 pada pengaturan pembuatan KTP-el terhadap gelandangan dalam hukum positif Indonesia khususnya Pasal 1 angka 7 Permendari No. 96 Tahun 2019 terkait penduduk rentan administrasi kependudukan.

Lebih lanjut dalam penelitian ini dimuat berbagai sumber bahan hukum mencakup sumber bahan hukum primer, sekunder ataupun tersier. Selanjutnya penulis memilih menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dengan mendasarkan pada bahan kepustakaan yaitu peraturan perundang-undangan yang berhubungan erat dengan permasalahan hukum yang diteliti.8 Teknik pengumpulan bahan hukum dilangsungkan dengan studi dokumen melalui teknik analisis deduktif. Teknik analisis secara deduktif adalah suatu teknik penarikan kesimpulan yang menitikberatkan pola penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum terlebih dahulu kepada hal yang lebih khusus.9

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3 .1 Pengaturan Hukum Terkait Administrasi Kependudukan Dalam Hukum Positif Indonesia

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai staatgrundgezet Bangsa Indonesia secara eksplisit mengatur dala Pasal 26 ayat (2) bahwa “Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”. Pengaturan lebih lanjut terkait penduduk ditentukan melalui Pasal 1 angka 2 UU Adminduk. Secara teoritis penduduk terdiri dari dua unsur yakni WNI dan orang asing yang mempunyai tempat untuk tinggal di Indonesia. Purwadarminta menyatakan bahwa warga negara ialah penduduk suatu negara atau bangsa yang didasarkan pada tempat kelahiran, keturunan sementara penduduk merujuk pada pengertian setiap orang yang mempunyai tempat tinggal di suatu negara.10 Dalam perspektif hukum positif, warga negara ditentukan dalam Pasal 1 angka 3 UU Adminduk yakni orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai WNI. Lebih lanjut penduduk ditentukan melalui Pasal 1 angka 2 bahwa penduduk adalah warga negara indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Letak perbedaan antara penduduk dan warga negara terdapat ruang lingkup subjek yang dimaksud dimana penduduk mengandung pengertian yang lebih luas yakni tidak cuma mencakup WNI semata akan tetapi orang asing yang mempunyai tempat tinggal di Indonesia juga termasuk di dalamnya

Adminstrasi kependudukan secara arti kata tersusun dari kata adminstrasi dan kependudukan, administrasi yaitu kegiatan dan usaha dengan suatu tujuan serta

keputusan berbagai cara dalam menyelenggarakan atau membina suatu organisasi, sementara kependudukan berarti hal-hal yang berkaitan dengan penduduk. Menurut S.P Siagian, pengertian administrasi menekankan pada pengertian upaya untuk mewujudkan tujuan tertentu yang telah ditetapkan secara rasional melalui suatu proses kerjasama yang dilakukan antara dua orang manusia atau lebih.11 Secara terminologi sebenarnya administrasi berasal dari bahasa latin yakni “ admistrare” yang berarti to manage.12 Berdasarkan pendekatan peraturan perundang-undangan, dalam Pasal 1 angka 1 UU Adminduk ditentutkan yakni Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain. Adapun adminitrasi kependudukan ditujukan agar setiap orang mendapatkan pelayanan publik yang professional sekaligus membantu kebijakan pembangunan nasional, regional ataupun lokal dan memenuhi data statistik peristiwa kependudukan serta peristiwa penting secara nasional.13

Menelaah dalam Bab Penjelasan UU Adminitrasi Kependudukan dijelaskan bahwa adminitrasi kependudukan dilakukan untuk mewujudkan:

  • 1 .Adanya keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen penduduk untuk setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk;

  • 2 .Memberikan perlindungan status hak sipil penduduk;

  • 3 .Menyediakan data dan informasi kependudukan secara nasional mengenai pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir, dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan dan pembangunan pada umumnya;

  • 4 .Mewujudkan tertib administrasi kependudukan secara nasional dan

  • 5 .Terpadu dan menyediakan data penduduk yang menjadi rujukan dasar bagi sektor terkait dalam penyelenggaraan setiap kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.

Berkaitan dengan diselenggarakannya administrasi kependudukan maka selanjutnya dibutuhkan pula suatu penyelenggaraan dokumen kependudukan.14Dokumen kependudukan terdiri dari dua kata yaitu dokumen dan kependudukan. Menelaah dalam KBBI, dokumen diartikan sebagai surat yang tercetak atau tertulis yang dapat digunakan sebagai bukti keterangan. Lebih lanjut kependudukan sendiri diartikan sebagai suatu perihal tentang penduduk maka secara arti kata dapat dipahami bahwa dokumen kependudukan mengandung arti sebagai surat yang tertulis atau tercetak yang memuat hal-hal berkaitan dengan penduduk yang dapat digunakan sebagai bukti keterangan. Merujuk Pasal 1 angka 8 UU Adminduk ditentutkan definisi dari dokumen kependudukan yaitu dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi

Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Dalam kerangka teoritisnya penyelenggaraan sistem informasi kependudukan dengan sarana dokumen kependudukan tidaklah semata-mata diarahkan untuk memberikan pemenuhan terhadap hak-hak kependudukan akan tetapi juga berperan penting dalam penyelenggaraan pembangunan sebagai sub sistem dari sistem administrasi negara.15 Sofyan AJi Pratama menyatakan bahwa letak penting adanya suatu dokumen kependudukan harus dipahami dalam kerangka kependudukan sebagai bagian dari berbagai masalah dalam pembangunan baik pada lintas sektoral ataupun sektoral, hampir selalu berkaitan erat dengan penduduk.16 Hal ini mesti dipahami pula bahwa penduduk yang tidak diberdayakan akan menjadi beban pada penyelenggaraan ekonomi dan pembangunan. Berdasarkan pendekatan peraturan perundang-undangan, dalam UU Adminsitrasi Kependudukan ditentukan bahwa kepemilikan atas dokumen kependudukan merupakan hak sekaligus kewajiban dari setiap penduduk Indonesia sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 2 huruf a j.o Pasal 63 ayat (1) UU Adminduk yaitu setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh dokumen kependudukan, j.o Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el.

Dokumen kependudukan sendiri secara terang ditentutkan pada Pasal 59 ayat (1) UU Adminduk meliputi:

a.Biodata Penduduk; b

b.KK;

  • c.    KTP;

  • d.    Surat keterangan kependudukan; dan

  • e.    Akta Pencatatan Sipil.

Merujuk Pasal 60 UU Adminduk dijelaskan bahwa Biodata penduduk memuat keterangan tentang nama tempat dan tanggal lahir, alamat dan jatidiri lainnya secara lengkap serta perubahan data sehubungan dengan Peristiwa Penting Peristiwa Kependudukan yang dialami. Lebih lanjut dalam Pasal 61 ayat (1) ditentukan berkaitan dengan KK yakni sedikitnya mesti memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegara dokumen imigrasi, nama orang tua. Selanjutnya terkait KTP-el terdapat beberapa hal yang dicantumkan yakni gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat elemen data penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP-el, dan tandatangan pemilik KTP-el sebagaimana yang ditentukan dalam 64 ayat (1). Kemudian dalam dokumen kependudukan berupa surat keterangan penduduk dapat diklasifikasikan kedalam empat jenis yakni surat keterangan pindah datang, surat keterangan pindah, surat kedatangan dari luar negeri, surat keterangan pindah ke luar

negeri, surat keterangan kelahiran, surat keterangan tempat tinggal, surat keterangan lahir mati, surat pembatalan perkawinan dan perceraian, surat keterangan pengangkatan anak, surat keterangan kematian, surat keterangan pengganti tanda identitas, surat keterangan pelepasan kewarganegaraan, surat keterangan pencatatan sipil.17

Menelaah dalam Pasal 65 UU Adminduk ditentukan bahwa surat keterangan penduduk sedikitnya memuat nama lengkap, NIK, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, agama, alamat, peristiwa penting dan peristiwa kependudukan ya dialami oleh seseorang. Selanjutnya akta pencatatan sipil sebagai salah satu dokumen kependudukan terdiri atas register akta pencatatan sipil yang berisi seluruh data peristiwa penting kependudukan dan kutipan akta pencatatan sipil yakni berupa kutipan akta kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, pengakuan anak dan pengesahan anak. Kemudian yang terakhir, merujuk dalam Pasal 68 ayat (2) UU Adminduk ditentutkan terkait kutipan akta pencatatan sipil yang harus memuat:

  • a.    Jenis Peristiwa Penting;

  • b.    NIK dan status kewarganegaraan;

  • c.    Nama orang yang mengalami Peristiwa Penting;

  • d.    Tempat dan tanggal peristiwa;

  • e.    Tempat dan tanggal dikeluarkannya akta;

  • f.    Nama dan tanda tangan Pejabat yang berwenang; dan

  • g.    Pernyataan kesesuaian kutipan tersebut dengan data yang terdapat dalam Register Akta Pencatatan Sipil.

  • 3.2 Aspek Hukum Pembuatan KTP-El Terhadap Gelandangan

Gelandangan menjadi salah satu fenomena masalah masalah sosial yang urung dapat dituntaskan dalam proses penyelenggaraan negara. Merujuk pada KBBI sendiri gelandangan diartikan sebagai orang yang bergelandangan dengan tidak jelas pekerjaan dan tempat kediamannya. Dalam perspektif hukum positif, definisi gelandangan secara eksplisit ditentukan melalui Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis ( selanjutnya disebut PP No. 31 Tahun 1980) yakni Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.

Pemerintah tentu berkewajiban untuk mengupayakan berbagai upaya pembinaan dan pendayagunaan terhadap para gelandangan agar memiliki standar hidup yang lebih baik. Hal ini dikarenakan secara teoritis negara Indonesia merupakan negara hukum modern yang menganut pula paham welfare state atau negara kesejahteraan. Menurut Azhary berdasarkan pada yang dirumuskan dalam Pembukaan Aline ke-4 UUD 1945 maka dapat dipahami terkait dengan keinginan didirikannya negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan.18 Lebih lanjut Hamid S. Attamimi menyatakan sejak awal berdirinya negara Indonesia sebenarnya telah meneguhkan konsepsi negaranya sebagai rechtstaat atau negara hukum yang ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum. Karakteristik dasar dari suatu negara kesejahteraan ialah adanya

kewajiban pemerintah dalam mengusahakan terselenggaranya bestuurzorg atau kesejahteraan umum.19 Menurut Bagir Manan adanya kewajiban pemerintah untuk menjamin dan mewujudkan kemakmuran masyarakat merupakan bentuk dimensi sosial ekonomi dari negara yang didasarkan atas hukum adalah dengan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (verszorgingsstaat, welfare state). 20Secara konstitusional, negara Indonesia memiliki suatu kewajiban untuk melakukan pemeliharaan terhadap fakir miskin ataupun anak-anak terlantar serta memberikan penjaminan atas pemenuhan hak-hak terhadap warga negara ataupun penduduk sebagai bagian dari dimensi sosial ekonominya.

Berdasar kepada hal tersebutlah ditentukan berbagai kebijakan hukum baik yang terimplementasi dalam produk hukum regeling atau peraturan maupun beschikking atau ketetapan/keputusan untuk melakukan penanggulangan dan pemberdayaan gelandangan. Adapun upaya penanggulangan tersebut dilakukan melalui tiga upaya yakni preventif, represif dan rehabilitatif. Dalam Pasal 6 PP No. 31 Tahun 1980 ditentutkan bahwasannya upaya pencegahan terjadinya gelandangan dilakukan melalui a. Penyuluhan dan bimbingan sosial; b. Pembinaan sosial; c. Bantuan sosial; d. Perluasan kesempatan kerja; e. Pemukiman lokal; f. Peningkatan derajat kesehatan. Lebih lanjut terkait dengan upaya represif untuk menghilangkan perbuatan penggelandangan dilakukan melalui “a. razia; b. penampungan sementara untuk diseleksi; c. pelimpahan sesuai Pasal 9 PP No. 31 Tahun 1980. Kemudian yang terakhir, berkaitan dengan upaya rehablitatif dilangsungkan dengan mengadakan usaha-usaha penampungan, seleksi atas kualifikasi pelayanan sosial yang akan diberikan, penyantunan, penyaluran dan tindak lanjut sebagai upaya menyadarkan gelandangan untuk berswadaya (vide Pasal 14 PP No. 31 Tahun 1980). Menelaah gelandangan dalam perspektif administrasi kependudukan juga mesti dilihat sebagai seorang penduduk Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban untuk memperoleh dokumen kependudukan berupa KTP-el sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan pendekatan peraturan perundang-undangan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 96 Tahun 2019 tentang Pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Bagi Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan (Selanjutnya disebut Permendari No. 96 Tahun 2019) sebagai payung hukum dalam pendataan dan penerbitan dokumen kependudukan terhadap penduduk rentan administrasi kependudukan.

Pengaturan terkait penduduk yang rentan administrasi ditentutkan melalui Pasal 1 angka 7 Permendari No. 96 Tahun 2019 yaitu penduduk rentan administrasi kependudukan ialah setiap penduduk yang menemui hambatan dalam memperoleh dokumen kependudukan mencakup penduduk yang mengalami bencana alam atau bencana sosial, orang terlantar dan komunitas terpencil.21 Berdasarkan penfasiran sistematis, berkaitan dengan keberadaan gelandangan dapat ditafsirkan sebagai penduduk rentan administrasi kependudukan yang telah ditentutkan melalui Permendari No. 96 Tahun 2019. Lebih lanjut dalam perspektif Permendari No. 96

Tahun 2019, gelandangan secara khusus dapat ditafsirkan termasuk sebagai orang terlantar sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 12. Hal ini dikarenakan gelandangan dapat memenuhi unsur-unsur daripada orang terlantar yaitu warga negara Indonesia yang karena suatu sebab sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial. Adapun pendataan dan penerbitan KTP-el terhadap gelandangan sebagai orang terlantar dapat dilakukan oleh Disdukcapil Kabupaten/Kota atau UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota sesuai Pasal 13 ayat (1) Permandari No. 96 Tahun 2019.

Selanjutnya pendataan serta penerbitan dokumen kependudukan berupa KTP-el terhadap gelandangan dilakukan bersama dengan perangkat daerah sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 13 ayat (6) bahwa Pendataan dan penerbitan Dokumen Kependudukan bagi anak dan orang dewasa yang hidup di jalan dan/atau di luar pengasuhan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan bersama dengan perangkat daerah terkait. Kemudian terkait tata cara pelaksanaan dalam pendataan pada orang terlantar tersebut dilakukan melalui cara yang ditentukan dalam Pasal 15 Permendari No. 96 Tahun 2019.

IV. Kesimpulan

Pengaturan hukum terkait dokumen kependudukan ditentutkan melalui UU Adminduk. Dokumen kependudukan menurut Pasal 59 ayat (1) UU Adminduk mencakup biodata penduduk; kartu keluarga; kartu tanda penduduk, surat keterangan kependudukan, dan akta pencatatan sipil. Selanjutnya terkait dengan kekaburan norma atau vague of norms pada pengaturan pembuatan KTP-el Pasal 1 angka 7 Permendari No. 96 Tahun 2019 terkait penduduk rentan administrasi, dalam hal ini gelandangan dapat ditafsirkan sebagai salah satu kelompok penduduk rentan administrasi sehingga gelandangan dapat memperoleh KTP-el dengan mengikuti tata cara pelaksanaan pendataan dan penerbitan dokumen kependudukan sesuai Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 96 Tahun 2019 tentang Pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Bagi Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Diantha, I. Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum. Prenada Media, 2016.

Mukti Fajar, N. D., and Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum: Normatif & Empiris. Pustaka Pelajar, 2010.

Ridwan, H. R. Hukum administrasi negara. Raja Grafindo Persada, 2006.

Soekanto, Soerjono, and Sri Mamudji. Penelitian hukum normatif: Suatu tinjauan singkat.

RajaGrafindo Persada, 2001.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor - 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475)

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3177)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 96 Tahun 2019 tentang Pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Bagi Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1479)

Jurnal Ilmiah

Barus, Zulfadli. "Analisis Filosofis Tentang Peta Konseptual Penelitian Hukum Normatif Dan Penelitian Hukum Sosiologis." Jurnal Dinamika Hukum 13, no. 2 (2013).

Elviandri, E. "Quo Vadis Negara Kesejahteraan: Meneguhkan Ideologi Welfare State Negara Hukum Kesejahteraan Indonesia." Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 31, no. 2 (2019).

Febriharini, Mahmuda Pancawisma. "Pelaksanaan Program e KTP Dalam Rangka Tertib Administrasi Kependudukan." Serat Acitya 5, no. 2 (2017).

Febrina, Lisa, Ellyn Normelani, and Karunia Puji Hastuti. "Identifikasi Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Kelurahan Kelayan Luar Kecamatan Banjarmasin Tengah." Jurnal Pendidikan Geografi 3, no. 2 (2016).

Mahardika, I. Gusti Nyoman, R. Ibrahim, and Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati. "Pelaksanaan Kebijakan Program Kartu Tanda Penduduk Elektronik Dalam Hal Perekaman Data Di Kabupaten Gianyar." Jurnal Ilmu Hukum: Kertha Negara 6, no. 1 (2018).

Marliani, Lina. "Definisi Administrasi Dalam Berbagai Sudut Pandang." Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara 5, no. 4 (2019).

Masrin. "Studi Tentang Pelayanan Pembuatan KTP Elektronik (E-KTP) Di Kantor Kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda." Jurnal Universitas Mulawarman 1, no. 1 (2017).

Nuriyanto, Nuriyanto. "Penyelenggaraan Pelayanan PublikDi Indonesia, Sudahkah Berlandaskan Konsep “Welfare State”?." Jurnal Konstitusi 11, no. 3 (2014).

Oktamia, Dewi Sinta, and Nike Mutiara Fauziah. "Implementasi Kebijakan Pembuatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (Ktp-El) Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Temanggung." Jurnal Mahasiswa Administrasi Negara 2, no. 1 (2018).

Putra, Muchlis Laksmana. "Implementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis di Daerah Istimewa (Skripsi tidak diterbitkan).” Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. (2019).

Salim, Ahmad, and Burham Pranawa. "Implementasi Kebijakan Elektronik Kartu Tanda Penduduk (E-Ktp) Dalam Mewujudkan Tertib Administrasi Kependudukan Di Desa Jetis Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang." Jurnal Bedah Hukum 2, no. 1 (2018).

Septiawan, Bambang. "Conflict Resolving Model Kasi Pemerintahan Kelurahan Kademangan (Studi pada optimalisasi penanganan dokumen kependudukan penduduk rentan di Kelurahan Kademangan)." Akuntabilitas: Jurnal Ilmiah Ilmu 12, no. 1 (2019).

Siti Maryam, Neneng. "Mewujudkan good governance melalui pelayanan publik." JIPSI-Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Unikom 6 (2017).

Sudiono, Heri, and Taufik Siregar. "Implementasi Kepmen No. IMI. 891. GR. 01 Tahun 2008 dalam Pengurusan Paspor Berbasis Biometrik di Kantor Imigrasi Medan." Jurnal Mercatoria 2, no. 2 (2009).

Disertasi

Febrianda, Lis. "Rekonstruksi regulasi pelayanan kependudukan dan pencatatan sipil oleh birokrasi pemerintahan dalam perspektif hukum administrasi negara." PhD diss., Universitas Diponegoro, 2009.

Hasanah, Amanah Nur. "Pertanggungjawaban Pemerintah atas Kesalahan Pencatatan Data Administrasi Kependudukan (Studi di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Banyuwangi)." PhD diss., Fakultas Hukum.

Hidayat, Yuhdi Askori. "Perancangan Aplikasi Kependudukan Pada Kecamatan Muara Papalik." PhD diss., Stikom Dinamika Bangsa Jambi, 2017.

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 9 Tahun 2021, hlm.699-709

709