Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Gojek Atas Tindakan Konsumen yang Melakukan Orderan Fiktif Go-Shop
on
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MITRA GOJEK ATAS TINDAKAN KONSUMEN YANG MELAKUKAN ORDERAN FIKTIF GO-SHOP
Putu Mahendra Wijaya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : mahendrawijaya890@gmail.com
Ida Ayu Sukihana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : ayu_sukihana@yahoo.com
ABSTRAK
Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap mitra GOJEK atas tindakan konsumen yang melakukan orderan fiktif Go-Shop dan mengetahui bagaimana pertanggung jawaban PT. GOJEK Indonesia ketika mitra GOJEK mendapatkan orderan fiktif. Dalam penelitian jurnal ini menggunakan salah satu jenis penelitian yaitu penelitian normatif yang mengkaji PerUU dan bahan literatur yang berkaitan dengan pokok bahasan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa : pertama, perlndungan hukum terhadap mitra GOJEK atas tindakan konsumen yang melakukan orderan fiktif Go-Shop dapat mengacu pada pasal 1267 KUHPerdata dan konsumen melanggar pasal 5 point (b) UUPK. Kedua, pertanggungjawaban perusahaan PT. GOJEK Indonesia ketika mitra GOJEK mendapatkan orderan fiktif, mengingat bahwa klausula perjanjian elektronik (e-contract) yang sudah dibuat oleh perusahaan PT. GOJEK Indonesia, AKAB, dan calon mitra GOJEK terdapat klausul eksonerasi yang dapat diartikan bahwa lepasnya pertanggungjawaban dari pihak PT. GOJEK Indonesia dan AKAB saat mitra GOJEK mengalami kerugian. Selain itu, klausula-klausula dalam perjanjian tersebut sebenarnya dilarang oleh UUPK, sehingga dengan permasalahan ini terdapat kekosongan norma maupun ketidakpastian hukum terhadap mitra GOJEK yang mengalami orderan fiktif atas tindakan konsumen.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Mitra GOJEK, Orderan Fiktif.
ABSTRACT
The purpose of this research is to provide information about the legal protection of GOJEK partners for actions of consumers who make fictitious Go-Shop orders and to find out how responsible PT. GOJEK Indonesia when GOJEK partners receive fictitious orders. This jurnal research used one of the research type, specifically normative research which examines the legislation and literature materials related to the topic. The results of this study indicates: first, the legal protection of GOJEK partners for the actions of consumers who carry out fictitious Go-Shop orders refer to Article 1267 of the KUHPerdata and consumers violate Article 5 point (b) of the UUPK. Second, the corporate responsibility of PT. GOJEK Indonesia when GOJEK partners get fictitious orders, given that the electronic agreement clause (econtract) which has been made by the company PT. GOJEK Indonesia, AKAB, and prospective GOJEK partners have an exoneration clause which means that the release of responsibility from PT. GOJEK Indonesia and AKAB when GOJEK partners suffered losses. In addition, the clause in the agreement are actually prohibited by the UUPK, thus this problem there is a vacuum of norms and legal uncertaintly for GOJEK partners who experience fictitious orders for consumers actions.
Keywords : Legal Protection, GOJEK Partners, Fictitious Orders.
Transportasi merupakan kegiatan yang memindahkan barang atau orang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan kendaraan. Seiringnya berkembang teknologi, jasa transportasi saat ini sudah beralih dengan metode pemesanan online yang dimana bisa dipesan melalui aplikasi pada platform perusahaan tertentu. Transportasi online merupakan sebuah pelayanan jasa transportasi yang setiap kegiatan transaksi terkoneksi internet, berawal dari pemesanan, pembayaran pesanan, hingga pemantauan dan penilaian dalam pelayanan jasa transportasi tersebut.1 Layanan transportasi online yang sudah dikenal dikalangan masyarakat yaitu GOJEK, dimana merupakan suatu perusahaan teknologi karya anak bangsa yang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di Indonesia. GOJEK didirikan pada tahun 2010 di kota Jakarta, awal mulanya perusahaan ini hanya melayani panggilan lewat telepon saja seperti layaknya melakukan pemesanan taksi, namun dengan seiringnya jaman GOJEK mulai berkembang di tahun 2015 yang dapat di unduh melalui playstore maupun appstore di smartphone. Di dalam aplikasi GOJEK melayani layanan Go-Ride, Go-Send, Go-Shop, dan Go-Mart. Dalam perkembangan perusahaan PT. GOJEK Indonesia layanan GOJEK sudah banyak digunakan oleh jutaan pengguna dan sudah ber-ekspansi dinegara Asia Tenggara, dan saat ini mampu memiliki mitra sekitar 2,5 juta lebih dikota-kota besar Indonesia. Di sisi lain, mitra GOJEK ini belum mendapatkan kepastian hukum atau bisa dikatakan mitra ojek online tidak memiliki payung hukum di peraturan daerah.
Setelah keluarnya putusan MK No.41/PUU-XVI/2018 bahwa pengendara pengemudi ojek online telah dibuat perlindungan hukum atas hak jaminan serta hak pekerjaan dan penghidupan secara layak semakin terancam karena dalam putusan MK tersebut bahwa pengendara ojek online bukan termasuk angkutan umum, maka pemerintah memiliki konsekuensi tidak berwenang mengatur ojek online ini, selain itu tidak diakui dalam Undang-Undang LLAJ. 2 Dilihat dari perspektif Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan bahwa hubungan hukum antara mitra GOJEK dengan perusahan PT. GOJEK Indonesia hanya memiliki perjanjian kemitraan yaitu dimana hubungan hukum tersebut antara pihak PT. GOJEK Indoneia dengan pihak mitra GOJEK yang mendasari hubungan kemitraan, maka dalam perspektif ini tidak bisa dikatakan peraturan yang melindungi mitra GOJEK. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan ini sebenarnya sudah memberikan informasi bahwa tidak adanya hubungan kerja namun hanyalah suatu hubungan kemitraan.3 Disini mitra GOJEK dapat diketegorikan sebagai pelaku usaha karena terdapat hubungan kemitraan antara PT. GOJEK Indonesia dengan mitra GOJEK. Dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen yaitu pelaku usaha baik itu dalam perseorangan atau badan usaha melalui perjanjian yang ada dalam bidang ekonomi yang melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia.
Dalam penelitian ini terdapat suatu permasalahan dimana konsumen melakukan orderan fiktif terhadap mitra GOJEK. Saat ini banyak terjadinya konsumen melakukan orderan fiktif yang mengakibatkan kerugian terhadap mitra GOJEK, namun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen turut untuk melindungi mitra GOJEK tersebut dalam hak dan kewajiban terhadap mitra GOJEK, hak tersebut terdapat pada Pasal 6 sedangkan kewajiban mitra GOJEK terdapat pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen. Permasalahan yang dimaksud tersebut yaitu adanya orderan fiktif yang dilakukan oleh konsumen berupa Go-Shop, ketika mitra GOJEK telah sampai ditujuan pengiriman barang, konsumen tersebut tidak ada di lokasi dan tidak dapat dihubungi. Kejadian ini dapat dikatakan orderan fiktif karena konsumen tersebut tidak ada dilokasi dan tidak bisa dihubungi, maka hal tersebut bahwa konsumen telah melanggar Pasal 5 point (b) dan point (c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen yaitu dimana konsumen tersebut melanggar berikitad baik dimana dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa dan melanggar pembayaran nilai tukar yang disepakati. Untuk kepastian hukum dalam permasalahan tersebut terdapat pada pasal 1267 KUHPer yaitu dimana pihak yang dirugikan dapat memilih melakukan penuntutan pembatalan persetujuan dengan penggantian kerugian, maupun biaya bunga.
Selain itu pertanggungjawaban perusahaan PT. GOJEK Indonesia kepada mitra GOJEK yang telah dirugikan oleh konsumen atas tindakan orderan fiktif yaitu dalam Pasal 1249 KUHPer menyebutkan bahwa dimana ganti kerugian tersebut yang disebabkan oleh suatu wanprestasi hanya dapat ditentukan dalam bentuk berupa uang, namun dengan seiringnya perkembangan penggantian kerugian dibagi menjadi dua yaitu kerugian materiil dan kerugian inmateriil.
Merujuk pada penelitian Wong Agung Waliyullah dengan judul perlindungan hukum terhadap pengemudi Go-Jek atas pesanan fiktif di kota Yogyakarta yang membahas tentang bagaimana bentuk praktek pesanan fiktif terhadap pengemudi Go-Jek di kota Yogyakarta dan perlindungan hukum terhadap pengemudi Go-Jek.4 Selain itu merujuk pada penelitian Hanifah Sartika Putri dengan judul perlindungan hukum terhadap keselamatan dan pengemudi ojek online untuk kepentingan masyarakat, disini penelitian tersebut membahas tentang keluarnya putusan MK Np.41/PUU-XVI/2018 yang masih belum optimal untuk diterapkan dalam perlindungan hukum terhadap driver Go-Jek yang mengalami pesanan fiktif.5 Terkait dengan kedua penelitian tersebut, penulis memiliki ide untuk membahas perlindungan hukum terhadap driver Gojek yang masih belum optimal, dan membahas tentang isi perjanjian antara driver Gojek dengan perusahaan PT. GOJEK Indonesia, dimana ternyata dalam perjanjian tersebut bersifat “take it or leave it” yang para pihak tidak bisa membatalkan perjanjian tersebut dan mengandung norma kosong yang memiliki klausul-klausul baku dilarang oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen. Kedua Penelitian tersebut tidak membahas bahwa isi perjanjian antara driver Gojek dengan PT. GOJEK Indonesia terdapat kekosongan
norma sedangkan dalam penelitian ini lebih menekankan pada bentuk perlindungan hukum terhadap isi perjanjian yang sampai saat ini belum ada kepastian hukum yang melindungi driver Gojek saat mengalami orderan fiktif. Oleh karena itu, penulis memiliki ide dengan judul perlindungan hukum terhadap mitra GOJEK atas tindakan konsumen yang melakukan orderan fiktif khususnya di fitur layanan Go-Food.
-
1 Bagaimana perlindungan hukum terhadap mitra GOJEK atas tindakan konsumen yang melakukan orderan fiktif Go-Shop ?
-
2 Bagaimana pertanggungjawaban perusahaan PT.GOJEK Indonesia terhadap mitra GOJEK atas tindakan konsumen yang melakukan orderan fiktif Go-Shop ?
Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap mitra GOJEK atas tindakan konsumen yang melakukan orderan fiktif dan mengetahui bagaimana pertanggung jawaban dari perusahaan PT. GOJEK Indonesia kepada mitra GOJEK ketika mitra GOJEK sedang menjalankan orderan, namun mendapatkan orderan yang bisa dikatakan orderan fiktif yang dilakukan oleh konsumen dan konsumen tersebut tidak bisa dihubungi dan tidak berada dititik lokasi tujuan yang terdapat pada aplikasi GOJEK. Sehingga penelitian ini dilakukan menyesuaikan Perundang-Undangan yang berlaku dan mengetahui kepastian hukum terhadap orderan fiktif yang dilakukan oleh konsumen tersebut, maka dari itu dalam penelitian ini menjelaskan hal tersebut dan menghindari dari ketidakpastian hukum. Dalam jurnal penelitian ini menekankan pada perlindungan hukum yang didapatkan oleh mitra GOJEK saat konsumen melakukan orderan fiktif yang menyebabkan kerugian terhadap mitra GOJEK, maka dalam jurnal penelitian ini perlu adanya suatu musyawarah untuk mencapai kesepakatan antara pihak dengan pihak lainnya yang dibantu oleh mediator.
Dalam jurnal ilmiah ini metode dalam penelitian tentunya harus menggunakan berbagai macam metode yang bertujuan sebagai acuan yang tepat dalam membahas jurnal ilmiah tersebut, maka dari itu jurnal ilmiah ini menggunakan jenis penelitian normatif. Penelitian normatif merupakan suatu penelitian berdasarkan pengkajian studi dokumen yang pengumpulan bahan dengan metode studi pustaka yang berkaitan dengan pembahasan dan juga pengelolaan bahan jurnal tersebut menggunakan metode deskripsi dengan cara melihat permasalahan yang terjadi ditengah kehidupan masyarakat Indonesia.6 Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai bahan pokok hukum premier yaitu KUHPer, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, dan putusan MK No.41/PUU-XVI/2018, sedangkan bahan pokok hukum sekunder yaitu beberapa literatur serta karya ilmiah yang memiliki korelasi terhadap rumusan masalah juga dapat digunakan sebagai bahan hukum tersier yang mengacu pada elaborasi terhadap hukum sebelumnya sebagai penopang dalam penulisan jurnal ilmiah ini.
Perlindungan hukum yaitu dimana sebuah proteksi terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) ketika masyarakat yang mengalami kerugian disebabkan oleh orang lain sehingga perlindungan tersebut dapat diberikan oleh aparat hukum kepada masyarakat yang mengalami kerugian tersebut dengan rasa aman dari ancaman pihak manapun.7 Perlindungan hukum merupakan salah satu bentuk perlindungan yang sudah diakui dari hak-hak asasi manusia yang hanya dimiliki oleh subyek hukum sebagai suatu kumpulan peraturan atau kaidah yang berdasarkan ketentuan mendapatkan lindungan dari suatu hal lainnya. Salain itu, mitra GOJEK merupakan pengemudi ojek yang mempunyai hubungan kemitraan antara pengemudi ojek dengan perusahaan PT. GOJEK Indonesia. GOJEK merupakan jasa transportasi berbasis online menggunakan aplikasi yang bisa di unduh pada smartphone dan menjadi salah satu karya anak bangsa yang didirikan pada tahun 2010 di kota Jakarta dan pada tahun 2015 perusahaan PT. GOJEK Indonesia berkembang secara cepat dengan mengikuti teknologi, untuk jumlah mitra yang dimiliki perusahaan GOJEK saat ini mencapai sekitar 2,5 juta mitra GOJEK.8
Perlindungan hukum terhadap mitra GOJEK di PT. GOJEK Indonesia sebenarnya masih belum optimal, mengacu pada putusan MK No.41/PUU-XVI/2018 ini bisa dilihat bahwa putusan tersebut akan semakin terancam mengingat pengendara ojek online bukan dikategorikan angkutan umum, dan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan hanya terdapat hukum yang mengatur tentang hak-hak pekerja karyawan di PT.GOJEK Indonesia, maka dari itu Undang-Undang Nomor 13 Tahun mengenai Ketenagakerjaan ini tidak bisa digunakan untuk landasan hukum bagi mitra GOJEK karena mitra GOJEK tersebut hanya memiliki hubungan kemitraan antara PT. GOJEK Indonesia dengan mitra GOJEK yang dimana hubungan kemitraan tersebut mengacu pada asas mutualisme di antara kedua belah pihak yang memiliki sifat saling menguntungkan.9 Selain itu, berkaitan dengan konsumen bahwa hukum yang mengatur tentang bagaimana hak-hak dari konsumen terdapat di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen, namun saat ini sedang banyak terjadi dari pihak konsumen dengan sengaja membuat orderan fiktif yang menyebabkan mitra GOJEK mengalami kerugian materiil.
Orderan fiktif yang dimaksud dalam permasalahan ini yaitu salah satu tindak kecurangan yang dilakukan oleh konsumen terhadap mitra GOJEK berupa Go-Shop, dimana pada penelitian ini terdapat salah satu permasalahan mitra GOJEK mendapatkan orderan Go-Shop yang pihak mitra GOJEK membayar terlebih dahulu harga barang kepada toko yang dituju untuk membeli barang pesanan sesuai permintaan dari konsumen dan nantinya digantikan oleh konsumen dengan tambahan biaya ongkos perjalanan dari titik pengambilan sampai di titik lokasi pengantaran, namun ketika mitra GOJEK tersebut sudah sampai di titik lokasi pengantaran, konsumen tersebut tidak ada di titik lokasi dan tidak bisa dihubungi.
Dalam perjanjian kemitraan antara perusahaan PT. GOJEK Indonesia dengan mitra GOJEK memiliki asas kebebasan berkontrak dimana dapat mengacu pada Pasal 1338 KUHPer yaitu dalam semua perjanjian yang dibuat sesuai kesepakatan berlaku di Undang-Undang bagi mereka yang telah membuat perjanjian tersebut.10 Maka dapat dikatakan bahwa ketika konsumen melakukan tindakan orderan fiktif tersebut mitra GOJEK tidak berhak menuntut kepada perusahaan PT. GOJEK Indonesia karena klausula yang sudah dibuat oleh PT. GOJEK Indonesia dianggap sudah menyetujui klausula pada perjanjian kemitraan tersebut. Sehingga ketika konsumen melakukan tindakan orderan fiktif, mitra GOJEK bisa mengacu pada Perlindungan hukum yang bisa digunakan terdapat pada pasal 1267 KUHPer yaitu dimana pihak yang dirugikan dapat memilih melakukan penuntutan pembatalan persetujuan dengan penggantian kerugian, maupun biaya bunga.
Berkaitan dengan konsumen yang merugikan mitra GOJEK atas tindakan dalam orderan fiktif tersebut sudah melanggar pasal 5 point (b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa beritikad baik dalam melakukan kegiatan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
-
3.2 Pertanggungjawaban Perusahaan PT.GOJEK Indonesia Terhadap Mitra GOJEK Atas Tindakan Konsumen Yang Melakukan Oredran Fiktif Go-Shop Perjanjian merupakan persetujuan yang dibuat oleh kedua pihak atau lebih sedangkan kemitraan merupakan sebuah hubungan yang memiliki kerjasama dan sebagainya. Pengertian kemitraan terdapat pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai Usaha Micro, Kecil, Mengenah yaitu kemitraan dapat dipahami sebagai kerjasama dalam hal usaha yang mendasari suatu prinsip mempercayai, memperkuat, saling menguntungkan dan memerlukan. Perjanjian yang dimaksud dalam hubungan PT. GOJEK Indonesia dengan mitra GOJEK yaitu perjanjian yang berdasarkan perjanjian elektronik (e-contract), perusahaan PT. GOJEK Indonesia hanyalah sebagai penyedia aplikasi jasa yang bekerjasama dengan AKAB (kerjasama antara perusahaan PT. GOJEK Indonesia dengan mitra yang terdapat didalam perjanjian elektronik), sehingga perjanjian elektronik ini dapat diketahui bahwa aplikasi GOJEK tidak hanya dikelola oleh PT. GOJEK Indonesia, melainkan terdapat beberapa pihak, yaitu AKAB dan mitra.11
Dalam perjanjian elektronik kerjasama antara PT. GOJEK Indonesia, AKAB, dan mitra GOJEK terdapat kerjasama mitra yang dimana masing-masing memiliki subjek hukum yang Independen, sehingga dalam kerjasama ini menyebutkan bahwa tidak memiliki hubungan ketenagakerjaan. Dapat dilihat dari klausul-klausul perjanjian elektronik (e-contract) antara PT. GOJEK Indonesia, AKAB, dan mitra GOJEK, perjanjian tersebut dapat dikategorikan sebagai perjanjian baku karena hanya dibuat oleh PT. GOJEK Indonesia dengan AKAB sedangkan dengan calon mitra hanya dapat menentukan istilah dari “take it or leave it” terhadap perjanjian yang telah dibuat. Selain itu, dalam perjanjian tersebut terdapat klausul eksonerasi yang dapat diartikan bahwa
terlepasnya pertanggungjawaban dari pihak PT. GOJEK Indonesia maupun AKAB saat mitra mengalami kerugian.12
Menurut pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen diaturnya tentang klausul baku tersebut, sehingga dalam perjanjian elektronik ini kerjasama kemitraan terdapat klausul baku yang dilarang dan dapat mengakibatkan perjanjian tersebut dinyatakan batal.13 Pihak yang membuat, memiliki, dan mengelola aplikasi GOJEK dalam perjanjian tersebut yaitu AKAB, selain itu dapat juga menghubungkan antara mitra GOJEK dengan konsumen. Penentuan tarif atau ongkos biaya jasa terhadap mitra GOJEK ditentukan oleh pihak PT. GOJEK Indonesia dan AKAB, sedangkan mitra GOJEK hanya dianggap sebagai penyedia layanan kepada konsumen sehingga mitra GOJEK tidak dapat menentukan tarif tersebut. Hasil yang berupa presentase kepada mitra GOJEK dapat berubah yang nantinya akan diberikan informasi kepada mitra GOJEK melalui aplikasi GOJEK maupun media lainnya yang sudah ditentukan oleh AKAB. Berdasarkan perjanjian elektronik ketentuan penggunaan pada aplikasi GOJEK sudah terdapat pada saat konsumen mengunduh aplikasi GOJEK, ketika konsumen melakukan suatu pemesenan dan melakukan tindakan “klik” pada aplikasi GOJEK disaat itu juga konsumen sudah dianggap menyetujui perjanjian yang ada dalam perjanjian elektronik tersebut.14 Perjanjian eletronik tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu perjanjian baku yang menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen dilarang.15
Dilihat dari perspektif hukum perdata, pengertian ganti rugi yang merupakan bagian dari pembahasan hukum perdata, yang dimana hukum perdata tersebut dimaksud yaitu suatu hubungan hukum antara orang satu dengan lainnya yang diatur oleh peraturan hukum. Selain itu, dimana terdapat beberapa unsur peraturan hukum yaitu suatu rangkaian yang mengenai ketertiban dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis dan memiliki sanksi yang tegas.16 Dalam unsur yang dimaksud tersebut ada 2 (dua) yaitu unsur hubungan hukum dengan unsur orang, unsur hubungan hukum merupakan hubungan yang mengatur tentang hak dan kewajiban orang-perorang, sedangkan unsur orang tersebut merupakan subjek hukum sebagai hak dan kewajiban yang dalam bentuk manusia pribadi maupun badan hukum. Suatu wanprestasi yang timbul karena perbuatan melawan hukum dalam perspektif hukum perdata diatur dalam pasal 1365 KUHPer yaitu perbuatan yang mewajibkan menggantikan kerugian yang telah dirugikan karena kesalahannya.
Menurut perspektif hukum perdata ganti kerugian tersebut terdapat 3 (tiga) komponen yaitu biaya, rugi, dan bunga. Dalam perjanjian elektronik tersebut antara PT. GOJEK Indonesia, AKAB, dan calon mitra GOJEK memiliki klausul-klausul yang sudah ditentukan oleh pihak PT. GOJEK Indonesia dan AKAB, sedangkan mitra GOJEK tidak berhak menuntut kepada PT. GOJEK Indonesia ketika terjadinya
wanprestasi terhadap konsumen, tetapi mitra GOJEK berhak mendapatkan perlindungan hukum yang tercantum pada pasal 1365 KUHPerdata.17
Perlindungan hukum terhadap mitra GOJEK atas tindakan orderan fiktif Go-Shop yang dilakukan oleh konsumen masih belum optimal. Namun, mengacu pada pasal 1267 KUHPer ini bahwa mitra gojek mendapatkan perlindungan hukum ketika konsumen melakukan tindakan orderan fiktif, disisi lain konsumen tersebut sudah melanggar pasal 5 point (b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen yaitu beritikad baik dalam kegiatan transaksi pembelian barang dan /atau jasa. Mengenai pertanggungjawaban PT. GOJEK Indonesia terhadap mitra GOJEK ketika mengalami orderan fiktif yang dilakukan oleh konsumen tersebut mengingat bahwa dalam perjanjian elektronik (e-contract) terdapat kekosongan norma yang disebabkan ketidakjelasan hukum oleh perjanjian elektronik (e-contract) terhadap mitra GOJEK kepada konsumen. Perjanjian elektronik (e-contract) antara PT. GOJEK, AKAB, dan calon mitra GOJEK ini memiliki klausul yang dapat dikategorikan sebagai klausul baku yang sebenarnya dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen dilarang dan mengandung asas mutualisme yang dimana dalam perjanjian tersebut memiliki sifat saling menguntungkan antara kedua pihak tersebut. Jadi dalam perjanjian tersebut bisa dikatakan bahwa PT. GOJEK Indonesia tidak bertanggungjawab sepenuhnya ketika mitra GOJEK mengalami orderan fiktif karena perjanjian tersebut mengandung asas mutualisme dan dilarang oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen.
Dalam permasalahan ini perlindungan hukum maupun pertanggung jawaban terhadap mitra GOJEK yang mengalami orderan fiktif atas tindakan konsumen, pemerintah diharapkan segera menyediakan payung hukum untuk mitra GOJEK tersebut karena mitra GOJEK hanya menjalankan orderan atau pemesanan yang sudah disesuaikan oleh aplikasi GOJEK. Selain itu, perusahaan PT. GOJEK Indonesia seyogyanya membuat rekonstruksi klausula-klausula perjanjian elektronik mengingatkan bahwa saat ini banyak terjadi konsumen melakukan orderan fiktif sehingga dapat merugikan mitra GOJEK baik itu secara materiil maupun inmateriil. Kita bisa lihat bahwa menjalankan pekerjaan sebagai pengemudi ojek online yang salah satunya mitra GOJEK ini tidak sangat mudah dan ketika mitra GOJEK sudah menjalankan orderan atau pemesanan itu dengan benar, mitra GOJEK tersebut mendapatkan orderan fiktif yang dilakukan oleh konsumen sehingga mitra GOJEK tidak berhak untuk menuntut kembali ke perusahaan PT. GOJEK Indonesia karena disebabkan oleh klausula perjanjian yang sudah dibuat antara PT. GOJEK Indonesia, AKAB, dan calon mitra GOJEK. Pemerintah maupun perusahaan PT. GOJEK Indonesia diharapkan segera rekonstruksi peraturan yang sudah ada, sehingga mitra GOJEK mendapatkan kepastian hukum, memiliki pertanggung jawaban yang optimal, dan tidak ada terjadi kembali kekosongan norma terhadap permasalahan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Wijaya, Andika, Aspek hukum bisnis transportasi jalan online, (Jakarta, Sinar grafika, 2016).
Bambang Sugono, Metodologi penelitian hukum, (Jakarta, Raja grafindo persada, 2007) Hartono, Sri Rejeki, Hukum perlindungan konsumen, (Bandung, Mandar Maju, 2016).
Kristiyanti, Celina Tri Siwi, Hukum perlindungan konsumen, (Jakarta, Erlangga, 2014).
Fuady, Munir, Konsep hukum perdata, (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2014).
Jurnal Ilmiah
Hanifah Sartika Putrid, “Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan Dan Keamanan Pengemudi Ojek Online Untuk Kepentingan Masyarakat”, Jurnal pembangunan hukum Indonesia, Vol. 1 No. 3 (2019).
Sonhaji, “Aspek Hukum Layanan Ojek Online Perspektif Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”, Administrative law & Governance Journal, Vol 1 No. 4, (2018).
Darmajaya, Wayan A, “Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pekerja Di PT. Go-Jek Yogyakarta”. Universitas muhammdiyah (2013).
Ari, Muhammad As, “Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Jasa Transportasi Online”, Islamic business law review Vol. 1 No. 1, (2019).
Ari, Muhammad As, “Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Jasa Transportasi Online”, Jurnal Hukum Vol. 5 No. 1 (2017).
Agus Pribadono, “Transportasi online vs Transportasi Tradisional non-online persaingan tidak sehat aspek pemanfaatan aplikasi oleh penyelenggara online”, Jurnal sosiologi (2016).
Luthvi Febryka Nola, “Perjanjian Kemitraan Vs Perjanjian Kerja Bagi Pengemudi Ojek Online”, info singkat vol.X no. 07/I/Puslit (2018).
Vanda Widyawati Putrid Augustti Dan Sunarjo, “Tanggungjawab PT. Go-Jek Indonesia terhadap kerugian yang diderita pengemudi Go-Jek melalui Fitur Go-Food”, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.9 No.1 (2018).
Sastradinata, Dhevy Nhayasari, “Tanggungjawab Perusahaan Penyedia Jasa Akibat Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Oleh Pekerja Outsorching”, Program studi ilmu hukum, Fakultas hukum universitas islam lamongan, Jurnal independent, Vol. 6 no. 1. (2016).
Lumba, Hermawan, “Pertanggungjawaban Perusahaan Ekspeditur Kepada Konsumen Berdasarkan UU 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Jurnal ilmu hukum program studi ilmu hukum fakultas hukum untag Surabaya, (2014).
Fathiy, R, “Modal Sosial Ojek Pangkalan: Adaptasi Terhadap Aplikasi Online Transportasi Public”, Jurnal masyarakat & budaya, vol. 20 No. 2 (2018).
Fabian Fadly, “Ganti Rugi Sebagai Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Akibat Produk Cacat”, Jurnal Arena Hukum, Vol. 6 No. 2 (2013).
Skripsi
Waliyullah, Wong Agung, “Perlindungan hukum terhadap pengemudi Go-Jek Atas pesanan fiktif di kota Yogyakarta”, skripsi fakultas syari’ah dan hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, (2020).
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821).
Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Mikro, Kecil, Dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866).
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025).
Jurnal Kertha Negara Vol. 9. No. 2. Tahun 2021, hlm. 120-129
129
Discussion and feedback