Produk Hukum Pemerintah Daerah Bali Terkait Perlindungan Lingkungan Hidup Dalam Kegiatan Kepariwisataan
on
PRODUK HUKUM PEMERINTAH DAERAH BALI
TERKAIT PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP
DALAM KEGIATAN KEPARIWISATAAN
I Putu Soni Maaiwa Kusuma, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
I Ketut Sudiarta, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pembuatan karya ilmiah berupa jurnal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah hubungan dari kegiatan pariwisata terhadap lingkungan serta mengidentifikasi regulasi kepariwisataan yang dibuat oleh pemerintah Bali apakah dalam pembuatan regulasi tersebut tetap memperhatikan unsur lingkungan hidup. Pada jurnal ilmiah ini penulis mepergunakan metode penelitian hukum normatif dengan mempergunakan data sekunder yang berasal dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer diperoleh pada produk hukum pemerintah daerah Bali terkait pengaturan tentang kepariwisataan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada produk hukum Pemerintah Daerah Bali terkait periwisata yakni Peraturan Gubernur Nomor 58 Tahun 2012, dan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 didalamnya mengatur perihal yang menyangkut pemeliharaan dan pemerhatian atas lingkungan hidup pada kegiatan kepariwisataan.
Kata Kunci: Pariwisata, Lingkungan, Peraturan Daerah
ABSTRACT
Making scientific papers in the form of this journal aims to find out how the relationship of tourism activities to the environment and to identify the tourism regulations made by the Bali government whether in making these regulations still pay attention to environmental elements. In this scientific journal, the authors use normative legal research methods by using secondary data derived from primary legal materials and secondary legal materials. Primary legal materials are obtained from the legal products of the Bali local government related to regulations on tourism. The results showed that the legal products of the Bali Regional Government related to tourism, namely Governor Regulation Number 58 of 2012, and Regional Regulation Number 2 of 2012 in which regulate matters concerning the maintenance and attention to the environment in tourism activities.
Keywords: Tourism, Environment, Local Regulation
Keberadaan pariwisata di Bali sebagai sektor utama perekonomian daerah dikarenakan Pulau Bali memiliki keelokan alam yang mempesona, masyarakat yang ramah, dan keranekaragaman tradisi, yang menyebabkan kegiatan pariwisata di Bali tetap eksis dari waktu ke waktu. Keindahan alam dan segala keunikan tersebut yang dibarengi dengan kekuatan keagamaan serta dikombinasikan dengan budaya sehingga bersatu sangat kuat dalam sisi kehidupan masyarakat.1 Atas peranan tersebut
membawa Bali pada dewasa kini menjadi salah satu daerah dengan kunjungan pariwisata terbesar di Indonesia. Adanya peningkatan jumlah wisatawan yang datang dapat diilhami sebagai suatu dampak yang baik terutama pada aspek perokonomian masyarakat. Pariwisata yang berdasarkan atas masyarakat adalah suatu aktivitas ekonomi penting yang bilamana dikelola dengan tepat dapat berdampak baik pada tatanan pembangunan, pengurangan kemiskinan, keselarasan masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, manajemen sumber daya alam, dan lingkungan yang berkelanjutan.2 Aspek ekonomi yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat ialah dengan pesatnya perkembangan pariwisata berarti dibarengi dengan terbentuknya akomodasi pariwisata baru seperti hotel, villa, travel, dan lain-lainnya yang dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Disisi lain pembangunan industri wisata haruslah mengedepankan prinsip keberlanjutan lingkungan, agar dalam pengelolaannya dapat dirasakan sampai anak cucu kita.3 Hal ini berkaitan pula dengan prinsip budaya Bali yang menganut prinsip Tri Hita Karana yaitu prinsip hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan.
Adapun dampak dari perkembangan industri pariwisata terhadap lingkungan adalah dapat menyebabkan pencemaran lingkungan hidup dan kerusakan pada tata ruang.4 Banyaknya hotel, villa, restoran yang muncul dapat disimpulkan akan banyak juga limbah sisa yang dihasilkan, hal ini merupakan suatu hal yang buruk apabila tidak ditangani, diawasi, dan mempergunakan prosedur yang telah ditetapkan. Dimulai dari pengertian pencemaran terhadap lingkungan hidup, adanya suatu zat yang dimasukan manusia kedalam suatu lingkungan hidup yang berakibat pada hilangnya fungsi yang sesuai dengan peruntuannya, bunyi pasal 1 angka 2 pada Undang-Undang Lingkungan hidup. Pencemaran erat kaitannya dengan limbah, yang mana limbah diartikan suatu barang atas hasil dari kegiatan yang fungsi aslinya telah berubah, yang dari adanya perubahan fungsi (negatif) menyebabkan pencemaran lingkungan. Pemerintah daerah sebagai alat pengawasan tidaklah boleh lengah dengan oase ini, dikarenakan tidak melulu pesatnya pembangunan mengartikan bahwa daerah dibawa pada keuntungan dan manfaat positif. Maka perkembangan industri pariwisata yang memajukan perkonomian daerah haruslah melihat prinsip keberlanjutan atas diselenggarakannya perekonomian nasional sesuai pasal 33 ayat 4 UUD 1945. Berkaca pada sistem pemerintahan Indonesia yakni menganut sistem otonomi daerah yang diatur pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Adanya pemberlakuan otonomi daerah ini memiliki tujuan untuk membuat pelayan pada masyarakat dapat menjadi lebih baik, kehidupan demokrasi dapat berkembang, mewujudkan keadilan nasional. Pemerintah daerah juga dirasa paling tepat untuk membuat produk hukum untuk daerahnya karena pemerintah daerah dianggap paling mengerti terkait kondisi lingkungan, sosial, budaya, dan demografi daerahnya. Maka atas wewenang yang telah dimiliki pemerintah Bali berhak untuk membuat produk hukum untuk daerahnya khususnya terkait bagaiman cara menjaga lingkungan hidup tetap lestari ditengah meningkatnya perkembangan pariwisata didaerah Bali.
Permerhatian terkait lingkungan pada kegiatan pariwisata bali tertuang pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012. Pariwisata budaya yang dikembangkan di Bali diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2, Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali, khususnya Pasal 1 angka 14 menegaskan bahwa “Kepariwisataan Budaya Bali adalah kepariwisataan Bali yang berlandaskan kepada Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana”. Hal ini menekankan pentingnya tri hita karana dalam pengembangan pariwisata di Bali. Oleh karena itu, idealnya segala aktivitas pengembangan pariwisata budaya di Bali, termasuk promosi pariwisata benar-benar menunjukkan aplikasi falsafah tri hita karana, bahwa keharmonisan hubungan manusia-Tuhan (parhyangan), manusia-manusia (pawongan), dan manusia-lingkungan alam (palemahan) sangat penting untuk mencapai kesejahteraan.5 Pada pengaturan pariwisata pemerintah Bali lainnya yakni Peraturan Gubernur tahun 2012 Nomor 58 tentang pelestarian budaya dan perlindungan Lingkungan Hidup bagi Kepariwisataan budaya Bali.
Berdasarkan karya ilmiah yang dibuat oleh penulis, penulis melakukan indentifikasi terkait hubungan dari kegiatan pariwisata terhadap lingkungan serta menelaah isi dari produk hukum pemerintah daerah bali yakni Peraturan Daerah Tahun 2012 Nomor 2 tentang Pariwisata Budaya serta Peraturan Gubernur Tahun 2012 Nomor 58 tentang Pelestarian Budaya apakah telah mengatur terkait pemerhatian terhadap lingkungan ditengah kegiatan pariwisata. Sehingga beranjak dari isi penulisan karya ilmiah yang dibuat oleh penulis, maka penulis memilih judul “PRODUK HUKUM PEMERINTAH DAERAH BALI TERKAIT PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM KEGIATAN KEPARIWISATAAN”.
Berdasarkan pembahasan yang ditulis diatas, terdapat beberapa rumusan masalah yang akan dijabarkan penulis, diantaranya:
-
1. Bagaimana hubungan pariwisata dengan lingkungan hidup?
-
2. Bagaimana upaya perlindungan lingkungan hidup atas dampak perkembangan pariwisata dalam bentuk regulasi yang dibuat oleh pemerintah daerah Bali?
Pembuatan karya ilmiah berupa jurnal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah hubungan dari adanya kegiatan pariwisata terhadap lingkungan serta mengidentifikasi regulasi kepariwisataan yang dibuat oleh pemerintah Bali apakah dalam pembuatan regulasi tersebut tetap memperhatikan unsur lingkungan hidup.
Metode penelitian hukum normatif adalah sebuah penelitian yang secara umum mepergunakan data sekunder, data sekunder yang biasa digunakan pada metode penelitian hukum normatif terbagi menjadi 3 yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer berupa perundang-undangan, kemudian bahan hukum sekunder didapat dari artikel ilmiah, teori hukum, doktrin, dan pencarian melalui website, serta yang terakhir bahan hukum
tersier diperoleh dari penelusuran atas kamus hukum.6 Pada jurnal ilmiah ini penulis mepergunakan metode penelitian hukum normatif dengan mempergunakan data sekunder yang berasal dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kemudian penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan yang memiliki hubungan dengan hal diteliti. Bahan hukum primer diperoleh pada produk hukum pemerintah daerah Bali terkait pengaturan tentang kepariwisataan sedangkan bahan hukum sekunder diperoleh darri penelusuran artikel ilmiah, buku, dan website. Setelah seluruh data diperoleh akan diolah dan dianalisis secara sistematis.
Dalam upaya guna memahami terkait kepariwisataan, penting untuk terlebih dahulu untuk memahami definisi kepariwisataan, sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan.7 Pengaturan umum mengenai pemahaman terkait komponen kepariwisataan diuraikan pada pasal 1 angka (1) sampai angka (7). Uraian tersebut berisikan pengertian dari hal-hal yang berkaitan dengan kepariwisataan.
Pariwisata adalah kata dalam bahasa sansekerta secara etimologis, yang berarti “tourisme” yang berasal dari bahasa Belanda atau “tourism” bahasa Inggris. Sinonim dari kata pariwisata sama dengan “tour”. Pemikiran ini berdasarkan kata pariwisat yang terdiri dari dua suku kata yaitu kata “pari” dan kata “wisata”. Pemenggalan kata pari sendiri memiliki pengertian mengelilingi, sedangkan wisata memiliki makna melakukan suatu perjalanan. Maka kata pariwisata berartikan suatu kegiatan yang berkaitan dengan perjalanan untuk mengelilingi atau menuju satu tempat ketempat lainnya. Pengertian pariwisata menurut ahli yakni H. Khodyat, pariwisata yakni Perjalanan yang dilakukan perseorangan atau dalam bentuk kelompok untuk berpindah dari tempat satu menuju tempat lainnya guna mendapatkan kebahagiaan dan keseimbangan dalam dimensi ilmu, budaya dan alam.
Kegiatan pariwisata memiliki hubungan dengan Hak Asasi Manusia. Hubungan ini disebabkan dari tujuan orang untuk berwisata yakni untuk mencari kepuasan dan kebahagiaan yang mana hal tersebut merupakan hak dasar yang dimiliki manusia yang bersifat Universal. Pengakuan terkait kegiatan pariwisata dan berwisata sebagai hak asasi manusia bertitik pada rumusan artikel 24 UDHR menyatakan “everyone has the right to rest and leisure, including reasonable limitation of working hours and periodic holiday with pay”. Kegiatan beriwisata ini pun telah tercantum didalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pada undang-undang dasar pun yakni pasal 28 C ayat 1. Maka dengan adanya pengakuan hak beriwisata yang merupakan hak dasar dari manusia yang dideklarasikan oleh dewan dunia dan diatur pula pada undang-undang negara Indonesia menyebabkan tidak bisa dipisahkannya kegiatan berwisata ini dalam individu menjalankan kehidupannya dan hal ini secara langsung mengkibatkan perkembangan dan pembaharuan sektor pariwisata yang
semakin inovatif dibarengi pula dengan pembangunan guna menunjang kebutuhan pariwisata yang harus selalu mengikuti perkembangan zaman.
Lingkungan merupakan sulurah faktor luar yang dimana mempengaruhi suatu organisme. Faktor ini dapat berupa organisme yang hidup atau variabel yang tidak hidup. Hal ini lah yang membentuk dua komponen utama yang terdapat didalam lingkungan, yaitu: komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik meputi makhluk hidup dan komponen abiotik meliputi tanah, udara, sinar matahari dan air. Penggunaan kata lingkungan sering disamakan artinya dengan lingkungan hidup. Secara harfiah kedua hal tersebut dapat dibedakan, akan tetapi pada dasarnya mengandung pengertian yang serupa. Lingkungan sendiri mengandung pemahaman tempat tumbuh dan berkembang biak bagi manusia dan mahkluk hidup lainnya, sedangkan lingkungan hidup memiliki pengertian kesatuan seluruh mahkluk hidup dan non hidup, yang meliputi unsur lingkungan dengan manfaatnya, termasuk seluruh mahkluk hidup dengan sumber daya alamnya.8 Lingkungan hidup ialah ilmu dasar terkait interaksi mahkluk hidup satu dengan lainnya pada lingkungan yang sama. Pada kehidupan manusia lingkungan hidup merupakan komponen yang sangat penting. Petingnya lingkungan hidup bagi manusia ditunjukan dengan betapa berpengaruhnya keadaan lingkungan sebagai tempat tinggal manusia.9 Mengungkapkan bahwa lingkungan hidup berisikan atas benda dan kondisi yang didalamnya berisikan dengan tingkah laku manusia yang mempengaruhi aktivitas hidupnya.. Sambah Wirakusuma, lingkungan hidup merupakan keseluruhan eksternal biologis yang mana organisme tumbuh dan menjadi aspek lingkungan organisme tersebut. Pengertian yang diberikan oleh para ahli terkait lingkungan hidup, Munadjat Danusaputro Mengungkapkan bahwa lingkungan hidup berisikan atas benda dan kondisi yang didalamnya berisikan dengan tingkah laku manusia yang mempengaruhi aktivitas hidupnya. Otto Soemarwoto mengungkapkan, wadah yang dihuni manusia, tumbuhan, hewan, dan jasad dalam menempati suatu ruangan, tumbuhan, hewan, dan jasad dalam menempati suatu ruangan. Sambah Wirakusuma, lingkungan hidup merupakan keseluruhan eksternal biologis yang mana organisme tumbuh dan menjadi aspek lingkungan organisme tersebut.
Unsur-unsur yang terdapat didalam lingkungan hidup terbagi menjadi tiga unsur yakni:
-
1. Unsur biotik, merupakan unsur yang terdiri dari mahkluk hidup, seperti manusia, tumbuhan, hewan dan jasad renik.
-
2. Unsur abiotik, unsur yang terdiri atas benda yang tidak hidup seperti tanah, air, udara.
Memasuki era dimana semua hal mengalami perkembangan termasuk terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang dibarengi dengan pergeseran dari yang dulunya berbudaya agrari berubah menjadi budaya industri, mengakibatkan orang-orang juga berlomba-lomba untuk semakin inovatif untuk memenuhi kebutuhan yang seiring akan terus berproses ditengah perkembangan yang ada, seperti pada sektor pariwisata para pemilik modal berlomba membangun akmodasi untuk memfasilitasi para wisatawan dengan jumlah dan nilai seni yang terus
berkembang. Dari adanya tujuan pemenuhan kebutuhan munculah suatu kompleksitas khususnya terjadi pada sektor lingkungan hidup. Pemenuhan kebutuhan pariwisata, dengan dilakukan pemberdayaan wisata alam selalu memiliki hubungan erat dengan dampak yang diakibatkan pada permasalahan lingkungan.10 Sehubungan dengan adanya dampak yang dapat ditimbulkan maka diperlukan cara penanganan yang berorientasi pada pelestarian fungsi lingkungan. Komitmen dalam pelestarian fungsi lingkungan ini didasarkan atas adanya konsep keberlanjutan yang merupakan konsep baru dengan konsep pembangunan. Keterikatan keadilan dan efisien memiliki satu kesatuan hubungan. Pengertian industri pariwisata yang dikemukakan oleh G.A Schnoll didalam bukunya “Tourism is a hightly decentralized industry consisting of enterprises different in size, location, function, type organization, range of service provided and method used to market and sell them”. 11 Dicermati maka pariwisata merupakan industri yang tidak dapat berdiri tanpa ditopang oleh sektor lainnya, akan tetapi merupakan industri yang terbentuk atas serangkaian perusahaan yang menciptakan jasa atau produk yang berbeda dengan lainnya. Perbedaan itu bukanlah semata terkait jasa yang dihasilkan namun terpaku pada pengaruh dari besarnya perusahaan, lokasi, letak geografis.
Kompleksitas masalah yang terjadi pada industri pariwisata berhubungan erat dengan pengembangan pariwisata yang juga memiliki dampak terhadap lingkungan. Berkaca atas dampak yang diakibatkan maka diperlukan upaya pelestarian lingkungan. Maka dengan demikian terdapat dua aspek orientasi yang penting yakni industri pariwisata yang berorientasikan pada lingkungan dan pengembangan pariwisata yang berorientasikan pada fungsi dari lingkungan. Pengembang haruslah kompeten untuk mengimplementasikan pendekatan lingkungan dan menilai akibat yang timbul pada lingkungan, maka dari itu perlu untuk memahami dampaknya dan cara mencegah atau meminimalisir. Perkembangan pariwisata yang disertai dengan berkembangnya industri pariwisita seperti pisau bermata dua, disamping sisi positifnya meningkatkan perkonomian namun, disisi lain berdampak negatif pada lingkungan. Adapun penjabaran mengenai dampak positif dan negatif yang ditimbulkan.
Dampak positif
-
• Peningkatan infrastruktur, perkembangan pariwisata yang selalu mengikuti arus modern pastinya harus dibarengi oleh infrastruktur yang menunjang, seperti hotel, bandara, mall dan lain sebagai. Akibatnya masyarakat sekitar dimudahkan dalam menjamah akses untuk memenuhi kebutuhan.
-
• Membuka lapangan pekerjaan, dengan berdatangannya wisatawan yang berkunjung barang tentu mereka membutuhkan sandang, pangan, papan. Hal tersebut dapat membuka peluang bagi warga lokal membuka usaha dan mengais rejeki
Dampak Negatif
-
• Polusi udara, industri pariwisata sering dianggap merupakan industri bersih akan tetapi polusi udara yang diakibatkan yakni pada pembakaran bahan bakar bus, mobil dan sepeda motor. Transportasi merupakan komponen penunjang utama pariwisata, diambil berdasarkan pengertian berwisata yakni berpindah dari satu tempat ketempat lainnya maka transportasilah alat yang digunakan.12
-
• Polusi suara, polusi ini berbanding lurus dengan akibat yang timbul dengan banyaknya transportasi yang digunakan parawisatawan, yang mana kala tak jarang menimbulkan kebisingan.
-
• Dampak terhadap air, banyaknya akomodasi pariwisata seperti hotel dan restoran yang menggunakan atau mengkonsumsi air yang mana melebihi dari penggunaan masyarakat lokal dapat menyebabkan pendeknya masa ketersediaan air. Selain hal tersebut dengan begitu banyaknya akomodasi yang ada membuat retan dengan adanya pembuangan limbah cair.
Otonomi daerah ialah wewenang, hak, dan kewajiban terkait tugas untuk mengatur daerah otonomnya yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah otonom. Berdasarkan pengertian tersebut terlihat bahwa pemerintahan pusat memberikan hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangga daerahnya. Hak dan wewenang ini diharapkan pemerintah daerah mampu memanfaatkan sumber daya alam dearahnya dengan baik serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada. Hubungan pembagian kewenangan dengan Kewenangan, dengan hadirnya Undang-Undang Dasar 1945 tercerminkan bawasannya negara Indonesia berlandaskan pada kesatuan hukum dan bukan atas kekuasaan semata. Menjadikan konstitusi sebagai dasar sistem pemerintahan yang tidak bersifat absolut. Atas dasar tersebut menjadikan pemeritahan daerah diserahkan urusan-urusan oleh pemerintahan pusat yang disertakan dengan kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan merupakan kukuasaan yang terletak pada penyelenggaraan hak dan kewajiban dalam menjalankan suatu kelompok.
Pemerintah Daerah sebagaimana mana maksud didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pada pasal 1 angka (2) ialah menjalankan otonomi seluasnya, terkecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Pada setiap daerah memiliki kualitas yang berbeda-beda, hal ini dapat menyebabkan ketimpangan antara daerah satu dengan daereah yang lainnya, maka dari itu peningkatan daya saing sangat diperlukan dengan memperhatikan faktor sumber daya baik manusia maupun alam, kemajuan teknologi, dan kelembagaan yang diharapkan dapat membuat setiap daerah pada tingkatan kualitas yang sama.13 Dalam memperlancar pelaksanaan pemerintahan daerah digunakanlah asas-asas didalamnya, asas-asas tersebut yakni asas dekonsentralisasi, desentralisasi, dan tugas pembantuan (medebwind). Pada asas desentralisasi penyerahan urusan-urusan pemerintahan
menjadi wewenang dan tanggung jawab daerah. Terkait untuk menentukan kebijakan, pelaksanaan, perencanaan maupun menyakut pembiayaan daerah memiliki prakarsa seutuhnya. Berkaitan dengan adanya tugas dan wewenang yang dimiliki oleh gubernur merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.14
Pembagian urusan antara pemerintahan daerah dengan pusat, merupakan bentuk dari pembagian urusan pemerintahan konkuren.15 Maka sehubungan dengan adanya pembagian kekuasaan urusan pemerintahan konkuren yang dimana pejabat daerah memiliki weweanang untuk mengurusi segala kebutuhan dan keperluan rumah tangga daerahnnya. Wewenang tersebut pula mencakupi atas wewenang untuk membentuk suatu perundangan didaerahnya. Terkait indicator pelayanan yang dapat dilaksnakan dan diurus oleh pemerintah daerah ialah terkait pengurusan pada sector pariwisata dan lingkungan hidup. Provinsi Bali yang merupakan daerah otonom yang memiliki keterikatan dengan dunia pariwisata sebagai salah satu penggerak perkonomian masyarakat daerahnya haruslah memiliki peraturan guna mengatur jalannya aktivitas kepariwisataan tersbut. Peraturan ini dapat dibentuk oleh Pemerintah Bali sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada pasal 18 UUD 1945 terkait otonomi daerah. Pemerintah Bali pada pelaksanaannya sudah membentuk peraturan terkait dengan sector pariwisata, namun perlu kita cermati bahwa kegiatan pariwisata tersebut bukanlah sektor tunggal namun memiliki pengaruh pada sektor lainnya khususnya sektor lingkungan hidup. Perkembangan pariwisata sangat berpengaruh pada lingkungan baik itu aspek positif dan negatif. 16Aspek negatif merupakan aspek yang dapat menimbulkan efek yang merugikan yang bukan terjadi pada masa kini namun berpengaruh pada masa yang akan mendatang dan masyarakat akan dirugikan bila ini terj merupakan konsep yang terkait pada konsep pembangunan (Daud Silalahi) yang menguhunkan masalah efisien dengan keadilan. Maka dari itu diperlukan adanya pembangunan yang berkelanjutan yang didukung dengan regulasi, konsep keberlanjutan Pada situasi inilah fungsi dan wewenang yang dimiliki oleh pejabat daerah digunakan, terkhusus pada pembuatan regulasi sektor pariwisata dengan memperhatikan lingkungan juga didalamnya. Pemerintah daerah Bali pada faktanya dilapangan telah membentuk dan membuat perundangan daerah sesuai dengan kapasitasnya yang memuat materi terkait pengaturan dibidang pariwisata yang menyangkut pula terhadap pemeliharaan lingkungan didalamnya. Perundang yang dibentuk dan yang akan dibahas, Pergub Nomor 58 Tahun 2012 tentang Pelestarian Budaya dan Perlindungan Lingkungan Hidup, dan Perda Nomor 2 Tahun 2012.
Pembahasan Perundangan yang telah disebutkan berkaitan dengan isi dari perundangan apakah telah mencakupi dan memperhatikan lingkungan didalamnya.
Perwujudan pemerhatian kelestarian lingkungan yang dibarengi dengan budaya didalam aturan daerah Provinsi Bali terdapat pada Peraturan Gubernur Nomor 58 Tahun 2012 tentang Pelestarian Budaya dan Perlindungan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012. Didalam perundangan daerah ini terdapat butir-butir pasal yang menunjukan adanya kepedulian dan pengawasan terhadap dampak yang diterima lingkungan atas adaanya kegiatan kepariwisataan dibali. Pada Peraturan Gubernur Nomor 58 Tahun 2012 diuraikan pasal-pasal yang mencermikan adanya kepedulian dan pengawasan terhadap lingkungan. Pada pergub ini secara spesifik mengarahkan perhatiannya pada bidang lingkungan dan disertai pada bidang budaya. Pada BAB awal yakni BAB II terkait tujuan dan ruang lingkup, dapat dilihat perlindungan lingkungan hidup untuk kepariwisataan Bali bertujuan agar dapat melestarikan dan melindungi lingkungan hidup dari dampak perkembangan pariwisata. Pasal 5 yang terdapat pada BAB IV terkait Jaminan Pelestarian Lingkungan hidup berisikan upaya-upaya yang dilakukan untuk memberikan jaminan pelestarian lingkungan hidup oleh gubernur bali dengan melakukan yakni, koordinasi kepada pelaku pariwisata agar melestarikan lingkungan, melakukan pembinaan terhadap masyarakat, serta dengan kewenangan yang dimiliki gubernur akan memberikan peerlingdungan terhadap lingkungan. Pada pasal 5 ayat (2) pemerintah provinsi melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk memberikan suntikan dana yang dialokasikan pada pelestarian lingkungan.
Peraturan lainnya yang mengatur terkait kepariwisataan di Bali adalah Peratuan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Pada pembukaan awal isi dari perda Yang terdapat pada BAB I pasal 1 yang berisikan penjelasan tentang penggunaan filosofi Tri Hita Karana dalam pelaksanaan kegiatan pariwisata yang memuat tentang tiga unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan, salah satu dari unsur tersebut berisikan hubungan antara manusia dengan lingkungan guna menjadi kedamaain dan kebahagiaan bagi seleruh umat manusia. Pada uraian BAB II tentang Asas dan Tujuan pasal 3 huruf f, melestarikan lingkungan dan sumber daya menunjukan salah satu konsen dasar pada peraturan daerah tersebut dalam kepariwisataan Bali. Dalam menuju arah pariwisata yang berkembang tidaklah bisa terlepas atas adanya pembangunan, pembangunan yang baik ialah pembangunan yang selalu memperhatikan atau berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah. Pemberlakuan pengawasan terkait pembangunan pariwisata di Bali di atur pada BAB III. Pada BAB III pembangunan yang dilakukan haruslah diarahkan pada tujuan pelestarian dengan konsep keberlanjutan (Pasal 4 huruf c) serta dalam pasal 11 huruf a dan b. Pembangunan destinasi pariwisata Bali haruslah berpedoman dengan memperhatikan filosofi Hindu yakni Tri Hita Karana. Tri Hita Karana sendiri merupakan keyakinan masyarakat bali terkait adanya hubungan yang menghubungkan antara tuhan, manusia, dan alam. Didalam konteks pelestarian alam filosofi Tri Hita Karana yang digunakan ialah adanya interaksi manusia dengan alam yang diharapkan manusia dapat menjaga alam dengan baik dan sebaliknya alam memberikan seluruh yang dibutuhkan oleh manusia. Mengacu pada sifat hukum yang substantive yang mana dalam peraturan menjabarkan terkait hak, kewajiban dan tanggung jawab. Pengaturan kewajiban pada perda ini memuat perihal yang menyangkut dengan lingkungan yakni pasal 27 yang berbunyi bahwa setiap orang baik pengusaha pariwisata harus menjaga, melestarikan lingkungan, dan
memelihara agak lingkungan tetap sehat dan bersih. Tanggung jawab yang dihadapkan pada pengusaha ialah sanksi administratif jika mana melanggar ketentuan pada pasal 27 ayat (3) dan ayat (4) maka dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan, dan pembekuan sementara kegiatan usaha. Pada BAB IV tentang ketentuan Pidana, bilamana setiap orang yang dimaksud pada pasal 28 akan dikenakan pidana dengan masa kurungan paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000.
-
IV. Penutup
-
4.1 Kesimpulan
-
Kompleksitas masalah yang terjadi pada industri pariwisata berhubungan erat dengan pengembangan pariwisata yang juga memiliki dampak terhadap lingkungan. Berkaca atas dampak yang diakibatkan maka diperlukan upaya pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian dapat dilakukan dengan memberlakukan regulasi terkait pariwisata yang isinya mengatur perlindungan terhadap lingkungan. Melalui kewenangan otonomi pemerintah daerah yang diberikan oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah berhak membentuk peraturan yang termasuk dalam urusan pemerintahan konkuren. Pemerintah Bali sebagai pelaksana otonomi daerah menerbitkan Pergub Nomor 58 Tahun 2012, dan Perda Nomor 2 Tahun 2012. Pada peraturan daerah tersebut telah memperlihatkan pemerhatian lingkungan atas kegiatan kepariwisataan di Bali. Baik masyarakat, pemilik usaha, dan wisatawan terdapat dalam butir penjelasan pasal tersebut yang mewajibkan dalam melakukan kegiatan pariwisata agar tetap menjaga kelestarian alam. Sebagai pertanggung jawaban bilamana melanggar ketentuan khususnya pada Perda Nomor 2 Tahun 2012 akan dikenakan sanksi pidana sesuai pasal 27 ayat (3) dan ayat (4). Dilihat berdasarkan substansi Pergub Nomor 58 Tahun 2012, dan Perda Nomor 2 Tahun 2012 yang diterbitkan Pemerintah daerah Bali telah menunjukan adanya pemerhatian serta pengaturan pada lingkungan dalam hal pencegahan atas dampak yang ditimbulkan perkembangan pariwisata. Namun dalam pengadaan suatu aturan haruslah disertai dengan pengimplementasian pada pasal yang tercantum. Penegakan hukum kepada badan usaha atau perseorangan yang melanggar dari ketentuan pasal haruslah dikenakan sanksi tegas sebagaimana yang termuat didalam peraturan. Jadi, pernebitan suatu aturan haruslah diimbangi dengan pengawasan yang ketat dan juga penindakan yang tegas, agar poin-poin yang dilindungi dari pada peraturan tersebut dapat terimplementasikan dengan baik dilapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Bethan, Syansuharya. Penerapan Prinsip Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Aktivitas Industri Nasional (Bandung, Alumni, 2008).
Kansil, C.S.T. Hukum Administrasi Daerah (Jakarta, Jala Permata Aksara, (2010).
Supriadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia Sebuah Pengantar (Jakarta, Sinar Grafika, 2005).
Jurnal:
Asak, K. Shanti Adnyani, and I. Nyoman Sirtha. "Peranan Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dalam mengembangkan potensi pariwisata Badung." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum (2013).
Astriani, Ni Pande Putu Desi, and Made Suksma Prijandhini Devi Salain. "SISTEM PERIZINAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum.
Brahmana, Ida Bagus Rehadi Yoya, I. Wayan Parsa, and Nengah Suharta. "PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum.
Budiyono, Budiyono, Muhtadi Muhtadi, and Ade Arif Firmansyah. "Dekonstruksi Urusan Pemerintahan Konkuren dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah." Kanun Jurnal Ilmu Hukum 17, no. 3 (2015).
Dewi, Desak Ayu Kristyana, and I. Wayan Bela Siki Layang. "WEWENANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN FUNGSI KONTROL ADENIN UDARA PADA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 7.
Maharani, Dewa Ayu Agung Arsita, and R. Ibrahim. "UPAYA PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BADUNG TERHADAP PELANGGARAN PEMBUANGAN LIMBAH USAHA HOTEL DI KABUPATEN BADUNG." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum7, no. 7 (2019).
Malik, Farmawaty. "Peranan kebudayaan dalam pencitraan pariwisata bali." Jurnal Kepariwisataan Indonesia: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kepariwisataan Indonesia 11, no. 1 (2016).
Purnamasari, Andi Maya. "Pengembangan masyarakat untuk pariwisata di kampung wisata Toddabojo Provinsi Sulawesi Selatan." Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 22, no. 1 (2011).
Salain, Made Suksma Prijandhini Devi. "Perlindungan Hukum Terhadap Kebudayaan Bali Sebagai Sumber Daya Ekonomi Pariwisata." Kertha patrika 39, no. 01 (2017): 01-15. Wirahadi, I. Gusti Ngurah Agung Bagus, and I. Gusti Ngurah Wairocana. "Analisis Yuridis Pemilihan Kepala Desa Berbasis E-Voting pada Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Jembrana." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 8.
Susanto, Adi. "Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pencemaran Limbah di Indonesia Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup." PhD diss., Universitas Internasional Batam, 2019.
Udayana, Anak Agung Gde Bagus. "Marginalisasi Ideologi Tri Hita Karana Pada Media Promosi Pariwisata Budaya Di Bali." Mudra Jurnal Seni Budaya 32, no. 1 (2017).
Widyastuti, A. Reni. "Pengembangan pariwisata yang berorientasi pada pelestarian fungsi lingkungan." Jurnal Ekosains 2, no. 3 (2010): 69-82.
Wirahadi, I. Gusti Ngurah Agung Bagus, and I. Gusti Ngurah Wairocana. "Analisis Yuridis Pemilihan Kepala Desa Berbasis E-Voting pada Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Jembrana." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 8, no. 8.
Peraturan Perundangan-Undangan:
Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 2009 No. 140).
Peraturan Gubernur Bali Peraturan No. 58 Tahun 2012 Tentang Program Pelestarian Budaya Dan Perlindungan Lingkungan Hidup Bagi Kepariwisataan Budaya Bali (Berita Daerah Provinsi Bali Tahun 2012, No. 58).
Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2012 Tentang Kepariwisataan Budaya Bali. (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2012 No. 2).
Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 2 Tahun 2021, hlm.130-141
141
Discussion and feedback