PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN TERKAIT GALIAN C DI DESA SEBUDI KABUPATEN KARANGASEM
on
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN TERKAIT GALIAN C DI DESA SEBUDI KABUPATEN KARANGASEM
Oleh :
Tria Mantra
A.A Ngr Dirksen
Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak
Permasalahan lingkungan akhir-akhir ini menjadi suatu isu yang sangat santer terdengar di masyarakat, pemerintahan, ataupun pihak-pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan. Berbagai kerusakan yang terjadi pada lingkungan terjadi karena adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh manusia maupun karena pengaruh alam itu sendiri.Di dalam penulisan karya ilmiah yang berjudul “Penegakan Hukum Lingkungan Terkait Galian C Di Desa Sebudi Kabupaten Karangasem”, terdapat permasalahan pada wilayah penambangan dan bagaimana upaya-upaya yang dilakukan apabila ada pelanggaran terhadap kegiatan penambangan tersebut. Adapun upaya-upaya tersebut ada 3 yakni sanksi administratif, perdata, dan sanksi pidana. Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode penelitian empiris. Di desa Sebudi banyak terdapat pelanggaran tentang wilayah penambangan yang dapat merugikan masyarakat sekitar kedepannya.
Kata Kunci : lingkungan, pengaruh, pemerintah, masyarakat.
Abstract
Environment’s problems nowadays become hot issues among peoples, government or Social Organizations that focus on environment. Many environment damages occur because of activities done by the peoples or they happen because of the influences of the environment itself. In the research writing entitled “The Maintenance of Environment Rules Related to Sand Quarying in Sebudi Village, Karangasem Regency, there are some problems in quarrying area and how the efforts should be done if there are violations of a rule in the quarrying activities. There are three efforts, administratif, civil and criminal sanctions. The method used in this research is Empirical Method. Finally, in Sebudi Village, there are many violations in the quarrying area that can damage the environment in the future.
Keywords : environment, influence, government, society
Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan setiap orang.
Manusia bernafas dan mendapat terang cahaya karena ada udara dan matahari, demikian juga kebutuhan manusia dengan mendapat makan, minum, bertani, membuat rumah, mandi
dan berteduh adalah dari lingkungan.1 Namun dalam pemanfaatannya, manusia sering kali lupa akan asas proporsionalitas seakan-akan manusia hanya peduli pada apa yang diperbuatnya sekarang tanpa memikirkan apa yang akan terjadi di kemudian hari. Ketidakseimbangan ini salah satunya tergambarkan pada kegiatan penambangan galian C baik itu berupa pasir maupun batu alam yang banyak tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Inilah salah satu keadaan yang terjadi di wilayah Desa Sebudi Kabupaten Karangasem Provinsi Bali tepatnya pada lereng selatan gunung Agung terdapat suatu potensi alam galian C yang menjadi primadona bagi para investor. Tentunya tidak dapat dipungkiri pula bahwa banyak lokasi-lokasi proyek penambangan yang tidak memperhatikan aspek-aspek legalitas dalam pelaksanaannya seperti misalnya tanpa memiliki surat ijin yang telah menjadi ketentuan. Hal ini akan menjadi masalah yang klasik apabila tidak ada penindakan yang tegas dari pemerintah, dikarenakan hal-hal sepeti ini akan ditiru oleh para investor lainnya untuk menghindari pajak, disamping itu ini untuk menjamin kelangsungan para pekerja yang bekerja pada proyek tersebutbila terjadi suatu hal yang tidak diinginkan.
Kajian ini bertujuan untuk menemukan langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menyelamatkan daerah penambangan dari kerusakan serta ketidakseimbangan serta untuk mengetahui apa dampak yang ditimbulkan dari adanya proses penambangan terhadap lingkungan sekitarnya.
Untuk mendapatkan jawaban dan guna menguraikan masalah yang diangkat, maka jenis metode yang digunakan dalam penulisan kajian ini adalah metode penelitian empiris yang berarti mengetahui sejauh mana hukum itu bekerja didalam masyarakat.2
Desa Sebudi merupakan desa yang terletak tepat di lereng selatan Gunung Agung yang merupakan gunung tertinggi di Bali, kondisi alam desa Sebudi yang hampir 65% merupakan kawasan lahar dingin yang merupakan hasil letusan gunung Agung, yang pada satu dekade terakhir ini dari rentangan tahun 2000 sampai sekarang menjadi primadona kawasan tersebut, yaitu kawasan tersebut dimanfaatkan warga sekitar menjadi kawasan galian C yaitu berupa pasir dan batu alam yang dimanfaatkan untuk kerajinan pelinggih. Wilayah daerah penambangan ini merupakan daerah dengan potensi yang banyak mempunyai kandungan-kandungan bahan tambang seperti pasir, koral, batu serta lainnya yang umumnya digunakan untuk bahan material bangunan. Disamping menjadi kawasan galian C desa Sebudi juga menjadi daerah perkebunan seperti perkebunan salak, perkebunan kelapa, perkebunan anggur, serta banyak juga masyarakat yang menanam sayur mayor yang merupakan komoditi dari perdagangan di desa ini.
Dari sekian banyak lokasi galian yang tersebar di seluruh wilayah Desa Sebudi, dan persebaran terdapat di hampir semua banjar dinas di Daerah Kedesaan Sebudi. Proses penambangan galian ini dilakukan secara kontinu di titik-titik yang kandungan pasir serta batu-batunya banyak, dan hal-hal tersebut terdapat di sebagian besar wilayah desa Sebudi. Pada proses pengoprasian galian ini seorang investor diwajibkan untuk mengantongi ijin sebelum proses penambangan dilaksanakan, dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yaitu dalam hal ini pemerintah daerah kabupaten Karangasem. Ketentuan yang telah dipersyaratkan oleh pemerintah untuk mengelola dan memanfaatkan daerah galian tertentu. Akan tetapi dalam prakteknya di lapangan yaitu di tempat dimana galian tersebut, dimana di daerah Sebudi begitu banyak terdapat galian seakan-akan galian di desa Sebudi bagaikan jamur di musim hujan. Permasalahan yang penulis coba untuk soroti selain praktek galian C yang tanpa mengantongi ijin tersebut, juga praktek-praktek penambangan galian C yang menjamur tanpa mengindahkan peraturan daerah mengenai rencana detail tata ruang wilayah misalnya seperti contoh galian C yang mengambil lokasi untuk menggali di daerah yang termasuk hutan lindung di areal sekitaran lereng gunung Agung, praktek ini penulis jumpai di wilayah banjar dinas Sebudi yang di banjar dinas tersebut hanya terdapat satu
daerah lokasi galian. Hendaknya, proses penambangan ini memperhatikan kepatutan dan kelayakan dimana sepantasnya tepat dijadikan daerah galian. Meskipun dilihat dari aspek ekonomis kegiatan ini akan sangat mengangkat tingkat perekonomian masyarakat sekitar. Namun hal ini merupakan jangka pendek, sebab akan merusak lingkungan di desa Sebudi. Maka dari itulah diperlukan peran pro aktif dari pemerintah serta tingkat kesadaran yang tinggi dari masyarakat sangatlah diperlukan demi terciptanya lingkungan yang lestari serta terhindar dari hal-hal yang tidak kita inginkan demi kepentingan anak cucu kita nantinya.
Upaya-upaya yang ditempuh jika terjadi pelanggaran yaitu adalah dengan cara menerapkan hukum yang bersifat represif yaitu penegakan hukum lingkungan ada tiga jalan jenis atau tiga jalan dalam menegakkan hukum lingkungan yaitu antara lain :
-
a. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan hukum Administratif / Tata Usaha Negara
-
b. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Perdata
-
c. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Pidana. Penjabarannya sebagai berikut :
-
1. Saksi Administratif
Instrument hukum administratif berbeda dengan instrument lainnya, oleh karena penyelesaiannya adalah di luar lembaga peradilan. Dengan demikian efektifitasnya sangat tinggi dalam pencegahan perusakan lingkungan. Sanksi administratif tercantum dalam pasal 76-83 Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan ketentuan tersebut pelanggar dapat diperingati agar berbuat sesuai ijin dan apabila tidak akan dikenakan sanksi pencabutan ijin usaha oleh pejabat yang berwenang.
-
2. Sanksi Perdata
Ketentuan hukum penyelesaian perdata pada sengketa lingkungan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 terdapat dalam pasal 85-96.yang mana sanksi ini dapat ditempuh dengan 2 jalan,diluar pengadilan dan melalui pengadilan3 Pada
sanksi ini leih menekankan pada aspek ganti rugi atau pemulihan lingkungan, setiap orang atau pengusaha yang melakukan perusakan lingkungan atau tindakan pencemaran dan menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup mewajibkan penanggung jawab mengganti rugi dan atau melakukan tindakan tertentu untuk memperbaiki keadaan lingkungan tersebut. Selanjutnya tata cara menggugat dang anti kerugian diatur dalam pasal 1365 BW.
-
3. Sanksi pidana
Dalam pemberian sanksi pidana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menetapkan sanksi maksimum yang terdapat pada pasal 98-120. Dalam penerapan instrument hukum pidana pada dasarnya bersifat sebagai upaya terakhir (ultimum remidium), namun dalam penegakkan hukum lingkungan tidak selamanya bersifat (ultimum remidium) karena tingkat kerusakan lingkungan di Indonesia sudah pada tingkat memprihatinkan.
Bahwa di daerah penambangan di Desa Sebudi Kabupaten Karangasem ini masih terdapat banyak permasalahan terutamanya masalah perizinan. Yang berperan langsung dalam hal ini ialah investor yang harus memperhatikan etika berbisnis dengan tetap memperhatikan lingkungan sekitar bukan malah hanya memperhatikan usaha yang digeluti sementara itu lingkungan sekitanya malah rusak karenanya. Perlu diingat bahwa ada upaya-upaya yang dilakukan untuk menindak pelaku-pelaku pelanggaran terhadap lingkungan yaitu dari sanksi administratif, perdata, sampai dengan sanksi pidana yang paling tegas.
-
IV. DAFTAR PUSTAKA
Siahaan, N.H.T, 2009, Hukum Lingkungan, Pancuran alam, Jakarta.
Johan Nasution, Bahder, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung.
Wijoyo, Suparto, 2003, penyelesaian sengketa Lingkungan (Environmental Disputes
Resolution), airlangga, Surabaya,.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Discussion and feedback