KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH DI HADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
on
E-JOURNAL
KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI
HAK ATAS TANAH DI HADAPAN PEJABAT
PEMBUAT AKTA TANAH
Kadek Yudhi Aditya Putra
Pembimbing I
Ibrahim. R.
Pembimbing II Kadek Sarna.
Bagian Hukum Pemerintahan
Fakultas Hukum
Universitas Udayana
KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH DI HADAPAN PEJABAT
PEMBUAT AKTA TANAH
Oleh :
Kadek Yudhi Aditya Putra Ibrahim. R.
Kadek Sarna
Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Mengingat Negara Indonesia merupakan Negara Pertanian dan sebagian besar masyarakatnya memiliki subsisten hasil pertanian, sehingga meningkatkan pula kebutuhan lahan, tanah manusia akan sampai sering kita jumpai adanya lahan, transaksi penjualan tanah. Dalam hal ini, tanah tersebut; tanah dalam pengertian yuridis dari adalah hak yang disebut. Seperti yang kita ketahui, di negeri, transaksi penjualan tanah untuk mendapatkan keaslian tentang kepemilikan maka perlu dibuat oleh membuat kesepakatan sebelum Pejabat Pembuat UU dari tanah. Perjanjian jual beli yang terjadi disebabkan oleh sisi perpecahan perjanjian kedua, baik mengenai objek yang dijual dan juga harganya. Terkait solusi dalam penelitian ini, yaitu tanggung jawab saksi mata dalam membuat penjualan bertindak membeli, tanah tepat sebelum Pejabat Pembuat UU tanah (PPAT) dan keaslian dari penjualan tindakan membeli tanah, tanah jika saat berhubungan dengan kedudukan saksi mata
Kata Kunci: UU tanah, saksi mata, Pejabat Pembuat UU tanah (PPAT), penjualan.
ABSTRACT
Considering State Indonesia is Agricultural Country and most its society have subsistence of agricultural produce, hence increasing also requirement of land; ground human being will till often we meet the existence of land; ground sales transaction. In this case, such land; ground in congeniality of yuridis of is so-called rights. Such as those which we know, in land; ground sales transaction to get authenticity about ownership of hence require to be made by an made agreement before Functionary of Maker of Act of land. Purchasing and selling agreement happened caused by second agreement split side, good regarding object which is sold and also his price. Related of solution in this research, namely responsibility a eyewitness in making of sale act buy, land right before Functionary Of Maker of Act of land (PPAT) and authenticity from an sale act buy land; ground if when related to domicile eyewitness
Keyword : Act of land, eyewitness, Functionary Of Maker of Act of land (PPAT), sales.
1
Created with
-
A. PENDAHULUAN
Dalam pembuatan perjanjian jual beli tanah, diperlukan saksi saksi yang mengetahui tentang isi dari perjanjian tersebut. Saksi disini diperlukan agar disaat ada gugatan dari pihak lain yang menganggap jual beli tersebut tidak sah, maka saksi ini dapat dimintai keterangan untuk meluruskan permasalahan yang timbul, dan saksi dalam jual beli tanah disini harus terdiri dari lebih dari satu atau minimal dua orang.
Dalam jual beli, tentulah ada pihak yang disebut penjual dan ada pihak yang disebut pembeli. Perjanjian jual beli terjadi karena adanya kesepakatan kedua belah pihak, baik mengenai obyek yang akan diperjualbelikan maupun mengenai harganya. Bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai UU bagi mereka yang membuatnya1
Hak milik atas tanah, baru beralih kepada pembelinya jika telah dilakukan apa yang disebut “Penyerahan Yuridis”, yang wajib diselenggarakan dengan pembuatan akta dimuka dan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, dengan dihadiri oleh dua orang saksi. Bukanlah kepala desa dan juru tulisnya harus mengenal betul pemilik tanah2.
Melihat keadaan yang demikian inilah, maka penulis tertarik mengetahui lebih dalam mengenai keberadaan saksi, yang saya angkat dalam bentuk karya ilmiah
Adapun yang menjadi dasar dalam penulisan ini adalah mengetahui mengenai keberadaan saksi dalam hal ini “Kedudukan Saksi dalam Pembuatan Akta Jual Beli Hak Atas Tanah di Hadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT)”, betujuan agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas yang berkecimpung dalam peralihan hak atas tanah serta mengetahui peranan saksi dalam pembuatan akta jual beli, hak atas tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya hukum pertanahan yang lebih mengkhusus pada saksi dalam pembuatan akta jual beli tanah.
-
B. ISI MAKALAH
Dengan berpangkal tolak dari pendekatan masalah yang ada dalam penelitian “Kedudukan Saksi dalam Pembuatan Akta Jual Beli Hak Atas Tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)”, maka dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian, hukum normatif dengan pendekatan hukum dan Peraturan Perundang Undangan yang terdiri dari bahan hokum primer dan sekunder dan menggunakan teknik studi kepustakaan dan teknik analisis bahan hukum yang terdiri dari teknik deskriptif, teknik interprestasi, teknik evaluasi dan teknik argumentasi.
Penelitian pada karya ilmiah “Kedudukan Saksi dalam Pembuatan Akta Jual Beli Hak Atas Tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)” ini, membahas tanggung jawab seorang saksi dalam pembuatan akta jual beli, hak atas tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan keabsahan akta jual beli tanah bila dikaitkan dengan status saksi. Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi saksi, demikian juga halnya untuk Akta Jual Beli tanah, saksi saksi yang hadir dalam pembuatan akta ini harus telah dikenal oleh PPAT atau diperkenalkan oleh salah satu pihak. Adapun syarat-syarat saksi diatur dalam pasal 168-172 HIR. Pasal 165-179 RBg, yakni terdiri dari syarat formil dan materiil.
Bentuk akta jual beli dalam akta jual beli tanah harus dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sesuai dengan Pasal 2 Ayat 2 PP
No.37, Tahun 1998. Pejabat Pembuat Akta Tanah itu mungkin Notaris, mungkin pula bukan Notaris. Camat demi jabatannya dapat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah berdasarkan pengangkatan menteri dalam negeri (Dirjen Agraria). Lurah atau Kepala Desa tidak dapat diangkat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan dilarang “memperkuat“ jual beli tanah yang dibuat tidak dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Larangan itu disertai ancaman hukuman pidana.3
Bentuk akta telah ditetapkan oleh Menteri Agraria No. 11, Tahun1961 dan dijual dikantor badan pertanahan nasional. Pejabat Pembuat Akta Tanah dilarang membuat akta lain selain yang telah ditentukan oleh peraturan menteri agraria No.11 Tahun 1961. Mengenai soal bentuk akta, hukum adat tidak mengenal suatu bentuk akta- akta (cormlloos) bertalian dengan suatu perjanjian, tetapi demi “kesahan, keabsahan, dan keotentikkannya”, harus dibuat sesuai ketentuan diatas sebagai hukum adat tanah yang modern.4
Tanggung jawab yang harus dipikul oleh saksi sehubungan dengan tindakan saksi dalam menjalankan hak dan kewajibannya mempergunakan prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based on fault), yaitu prinsip tanggung jawab atas prinsip umum yang berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Jadi bukti dengan saksi atau kesaksian adalah pengadilan suatu peristiwa, kejadian atau keadaan tertentu yang ia dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri.5
Mengenai keabsahan akta jual beli tanah, sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Wayan Sugita, Notaris/PPAT di Kabupaten Badung, dikatakan bahwa akta jual beli tanah dapat dikatakan sah apabila
telah memenuhi syarat-syarat formal dan material dari pembuatan akta jual beli tanah tersebut.6
Tanggung jawab saksi dalam pembuatan akta jual beli, hak atas tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah sebagai salah satu instrument dalam pembuatan akta jual beli hak atas tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan keterangan yang sebenar-benarnya terhadap subyek dan obyek dari perbuatan hukum tersebut dalam hal ini saksi harus memberikan keterangan yang diketahui, dilihat, dan didengar.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Cet.1, Grafika Jakarta, 1992.
Effendi Perangin, Praktek Jual Beli Tanah, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada 1994, Cet. 3.
Kohar A, Notaris Dalam Praktek Hukum, Alumni Bandung, 1983.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Nomor 2106)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
6 Wawancara Tanggal 08 Juli 2012 Jam 14.00 Wita di Kantor Notaris / PPAT Kabupaten Badung.
n nitroPDF professional
download the free trial online at nitropdf.com/profesaonal
Discussion and feedback