Perlindungan Hak Cipta Atas Video Yang Disiarkan Secara Langsung Di Instagram
on
E-ISSN: Nomor 2303-0585.
PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS VIDEO YANG DISIARKAN SECARA LANGSUNG DI INSTAGRAM
I Made Febrian Surtiana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Ida Ayu Sukihana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengkaji perlindungan atas karya cipta sinematografi dalam bentuk video siaran langsung Instagram yang diunggah ke Instagram Televisi (IGTV) berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta serta untuk mengetahui sanksi hukum atas pelanggaran penyiaran kembali video siaran langsung Instagram tanpa seizin pencipta. Menggunakan metode penelitian hukum normatif melalui pendekatan Perundang-undangan dan pendekatan analisis. Hasil studi menunjukan bahwa video siaran langsung di Instagram yang diunggah ke IGTV, digolongkan sebagai karya sinematografi sehingga pencipta /atau pemegang hak cipta mendapatkan perlindungan Hak Cipta atas karyanya sebagaimana diatur didalam Pasal 40 ayat (1) huruf m Undang-Undang Hak Cipta. Namun ternyata pada penjelasan pasal tersebut masih ditemukan adanya norma kabur yaitu dari pengertian karya sinematografi yang hanya terbatas pada film. Sanksi hukum atas pelanggaran penyiaran kembali tanpa izin yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta adalah sanksi pidana sebagaimana diatur pada pasal 113 ayat (2) dan sanksi perdata berupa gugatan ganti rugi.
Kata Kunci: Hak Cipta, Video Siaran Langsung, Instagram
ABSTRAK
The purpose of this research is to examine the protection of cinematographic copyright works in the form of Instagram live broadcast videos uploaded to Instagram Television (IGTV) based on the Copyright Law and to find out legal sanctions for violations of re-broadcasting of Instagram live video broadcasts without the author's permission. Using normative legal research methods through statutory approaches and analytical approaches. The results of the study show that live video broadcasts on Instagram uploaded to IGTV are classified as cinematographic works so that the creator / or copyright holder gets Copyright protection for his work as stipulated in Article 40 paragraph (1) letter m of the Copyright Law. However, it turns out that in the explanation of the article there is still a vague norm, namely from the definition of cinematographic works which is only limited to films. Legal sanctions for violations of re-broadcasting without a license as regulated in the Copyright Law are criminal sanctions as regulated in Article 113 paragraph (2) and civil sanctions in the form of claims for compensation.
Key Words: Copyright, live broadcast video , Instagram
Perkembangan kemajuan teknologi di bidang informasi dan komunikasi, telah memberikan kontribusi yang begitu besar dalam era globalisasi. Salah satu perkembangan di bidang teknologi adalah internet. Dengan adanya internet secara tidak langsung memberikan dampak positif seperti akses informasi, hiburan, industri kreatif dan pemasaran produk yang mampu memberikan kontribusi untuk
pertumbuhan ekonomi nasional.1 Namun internet juga memberikan dampak yang negative, seperti banyaknya orang dengan kemampuan yang dimiliki dalam bidang teknologi menggunakan ilmunya untuk merugikan orang lain seperti pembajakan hasil karya cipta orang lain tanpa izin.2 Sehingga konsep perlindungan tak hanya tertuju pada produk yang sudah jadi, namun juga pada hak kekayaan intelektual. Contohnya dalam bidang Hak Cipta. Dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (yang selanjutnya disebut UU No. 28/2014) sebagai perangkat hukum yang melindungi berbagai ciptaan dari seorang pencipta. Adapun ciptaan yang dilindungi oleh UU Hak Cipta yaitu sebuah hasil kreasi manusia dengan menggunakan intelektualnya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni maupun sastra sesuai dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 28/2014. Tidak hanya itu karya cipta atau ciptaan akan mendapatkan perlindungan hukum apabila ciptaan tersebut telah berwujud nyata yang dapat ditangkap oleh panca indra seperti dilihat, didengar dan lain sebagainya. Namun sebaliknya hukum Hak Cipta tidak dapat melindungi suatu karya cipta /atau ciptaan yang masih didalam tahap ide yang belum diwujudkan.3 Salah satu bentuk penyimpangan dalam era teknologi dan industri kreatif adalah penyebaran tanpa izin dari karya sinematografi misalnya film. Banyaknya penyebaran melalui media sosial seperti instagram, facebook, dan sejenisnya oleh oknum yang tidak bertanggung jawab membuat pencipta film menjadi gelisah dalam berkreasi. Tindakan penyimpangan tersebut sudah jelas tindakan ilegal dan mengakibatkan timbulnya kerugian pada pencipta karya film.4 Meskipun didalam pasal 40 ayat (1) huruf m UU No. 28/2014 sudah mengatur mengenai perlindungan hukum atas karya sinematografi yaitu film.
Seiringan dengan perkembangan dari tahun ke tahun muncul ide kreatif dalam dunia sinematografi yaitu video siaran langsung Instagram yang diunggah ke Instagram televisi (selanjutnya disebut IGTV). Instagram televisi (IGTV) merupakan wadah bagi kemajuan fitur stories yang ada di Instagram. Dimana IGTV memiliki format vertikal yang menyuguhkan video siaran langsung maupun video lainnya dengan durasi hingga 1 jam lamanya. Video Siaran langsung pada mulanya merupakan video dokumentasi aktivitas seseorang yang disaksikan secara langsung (Realtime) oleh pengikutnya di Instagram. Diakhir dalam pembutan video tersebut pengguna akan diberikan opsi /atau pilihan untuk membagikan pemutaran ulang ke IGTV maupun mengunduh video untuk keperluan penyimpanan.5 Dengan adannya
perkembangan video siaran langsung ini memberi kesempatan besar bagi masyarakat umum untuk sekedar membagikan aktivitas yang mereka lakukan. Namun momen ini dimanfaatkan secara khusus oleh publik figur untuk menaikan popularitas, follower (pengikut), dan menambah pendapatan dari jasa endorsemet yang dilakukan dengan kerjasama promosi barang dan/atau jasa online shop6 melalui siaran langsung Instagram. Sehingga dari sini video siaran langsung Instagram memiliki nilai ekonomis yang tinggi dikalangan publik figur maupun masyarakat pada umumnya. Dengan begitu banyaknya orang yang melalukan kegiatan video siaran langsung tersebut, secara tidak langsung melahirkan para penggiat media social seperti selebgram dan influencer ditengah masyarakat.
Dengan adanya keuntungan yang didapat, timbul kesempatan terjadinya pelanggaran Hak Cipta video siaran langsung Instagram yang diunggah ke IGTV. Pelanggaran tersebut seperti menyiarkan video siaran langsung publik figur tanpa izin oleh stasiun televisi dan media lainnya. Dari hal ini tentu menyebabkan kerugian baik moral dan ekonomi bagi pencipta video siaran langsung di Instagram. Didalam ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf m UU No. 28/2014 bahwa hasil dari karya sinematografi mendapat perlindungan Hak Cipta. Pengertian karya sinematografi merupakan karya cipta /atau ciptaan yang berbentuk gambar bergerak (moving images) contohnya seperti film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skrenario dan film kartun. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan tersebut bahwa karya sinematografi hanya dibatasi dalam bentuk film saja, meskipun didalam penjelasan karya sinematografi berupa gambar bergerak dan dapat dipertunjukan di media lainnya misalnya video siaran langsung di Instagram pun harus mendapat perlindungan Hak Cipta. Maka oleh karena itu perlu adanya analisis terkait kekaburan norma pada pasal 40 ayat (1) huruf m tersebut, sehingga jika dikemudian hari ditemukan pelanggaran maka dapat ditentukan sanksi hukum bagi penyiaran video siaran langsung Instagram tanpa izin pencipta oleh stasiun televisi maupun media lainnya.
Penulisan jurnal ini merupakan penuangan ide dalam bentuk tulisan yang orisinil. Dimana sepanjang pengamatan yang telah dilakukan, belum ditemukan jurnal dengan judul yang sama dengan karya tulis ini. Namun demikian, tak dapat dipungkiri tentunya ada beberapa tulisan yang memiliki konsep yang serupa namun memiliki fokus kajian maupun permasalahan yang berbeda dengan tulisan ini. Contohnya seperti penelitian oleh Miftakhur Rizqiah tahun 2018 dengan judul “Akibat Hukum Live Streaming Instagram Film No Game No Life Zero Di Bioskop Saat Premiere Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”7 . Pada karya tersebut memiliki keterkaitan yaitu membahas mengenai aplikasi instagram yang digunakan untuk melakukan pelanggaran hak cipta. Namun, terdapat perbedaan fokus permasalahan yang dibahas. Karya tulis ini lebih membahas mengenai kekaburan norma pada penjelasan arti karya sinematografi.
-
1. Bagaimana perlidungan hukum karya cipta video siaran langsung Instagram yang diunggah ke IGTV ?
-
2. Bagaimana sanksi hukum terhadap pelanggaran penyiaran kembali video siaran langsung Instagram yang diunggah ke IGTV tanpa izin pencipta ?
Adapun tujuan yang penulis ingin capai dalam jurnal ini adalah untuk memahami mengenai perlindungan atas karya cipta sinematografi dalam bentuk video siaran langsung Instagram yang diunggah ke IGTV berdasarkan UU No. 28/2014 serta untuk mengetahui sanksi hukum atas pelanggaran penyiaran kembali video siaran langsung Instagram yang diunggah ke IGTV tanpa izin pencipta.
Dalam penelitian ini, dipergunakan metode penelitian hukum normatif. Pengkajian yang berkaitan dengan penelitian hukum normatif, mengacu pada beberapa pendekatan diantaranya pendekatan Peraturan dan pendekatan Analisis8 menganalisis mengenai ketentuan norma kabur atas karya cipta sinematografi dalam bentuk video siaran langsung Instagram yang diunggah ke IGTV. Sumber hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini yakni Undang-Undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, sedangkan sumber hukum sekunder berasal dari buku /atau literature, dan jurnal ilmiah mengenai Hak Cipta.
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Perlidungan Hukum Karya Cipta Video Siaran Langsung Instagram yang Diunggah ke IGTV
-
Dalam dunia internasional, pengertian Hak Cipta atau Copyright diatur dalam Berne Convention dan kemudian ditegaskan kembali dalam Agreement on Trade Related Aspects Of Intellectual Property Rights selanjutnya disebut dengan TRIPs Agreement. Namun TRIPs Agreement sendiri bukanlah sebuah aturan yang secara rinci atau khusus mengatur mengenai perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, tetapi lebih kepada perjanjian yang mencangkup barang, jasa, serta kekayaan intelektual yang merupakan bagian dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO Agreement) dengan ditanda tangani oleh negara anggotannya. Sebagai anggota didalam WTO, Indonesia secara tidak langsung harus mematuhi TRIPs Agreement termasuk menjadikannya acuan ke dalam UU No. 28/2014.9
Seiringan dengan perkembangan teknologi dan indutri kreatif, karya sinematografi pun lambat laun akan berkembang mengikuti zaman seperti salah satunya bentuk video siaran langsung Instagram yang diunggah ke IGTV. Hasil karya cipta ini pun tak dapat terhindarkan dari permasalahan hukum modern, seperti menyangkut mengenai pembajakan video tanpa seizin pencipta. Dari permasalahan inilah pentingnya melindungi hak-hak pencipta atas sebuah karya cipta /atau ciptaan
yang sudah jelas diatur dalam UU No. 28/2014 mengenai Hak Eksklusif.10 Hak Eksklusif merupakan hak khusus yang hanya dimiliki bagi pencipta untuk bebas mempraktikan ciptaannya, sementara orang atau pihak lain dilarang mempraktikan ciptaan dari pencipta tanpa adanya persetujuan dari pemegang Hak Cipta.11 Istilah Hak Eksklusif juga diatur didalam pasal 4 UU No. 28/2014 yang menjelaskan bahwa Hak Eksklusif meliputi adanya hak moral serta hak ekonomi. Hak moral disini dapat diartikan sebagai hak yang selalu ada selamanya pada diri pencipta, seperti hak untuk melekatkan nama pencipta , mengubah isi kandungan dan/atau judul atas ciptaanya. Sedangkan hak ekonomi adalah hak yang berkaitan dengan manfaat ekonomi itu sendiri baik dari penjualan hasil ciptaanya12. Adapun pengalihan ciptaan disini berupa memberikan lisensi kepada pihak lain dengan memberikan royalti.
Pengaturan mengenai kedua hak tersebut diatur dalam UU No. 28/2014 yang mana hak moral diatur didalam pasal 5 sampai dengan pasal 7 UU No. 28/2014 dan hak ekonomi diatur didalam pasal 8 sampai dengan pasal 11 UU No. 28/2014. Hak moral sendiri mempunyai tiga dasar yaitu Right of Publication, Right of Paternity dan Right of Integrity13. Pengertian dari Right of Publication adalah hak /atau kewenangan dari pencipta dalam menentukan ciptaannya yang akan dipublikasikan. Right of Paternity adalah hak untuk mewajibkan /atau memaksa disebutkan nama pencipta dalam ciptaannya yang tertuang didalam pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU No. 28/2014. Sedangkan Right of Integrity adalah hak /atau kewajiban untuk melindungi reputasinya dengan selalu menjaga integritas /atau martabat ciptaannya yang tertuang didalam pasal 5 ayat (1) huruf e UU No. 28/2014.
Selanjutnya mengenai pembahasan hak ekonomi, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hak ekonomi merupakan hak memperoleh pendapatan dari penjualan dan penggunan hasil ciptaan. Seorang pemegang Hak Cipta berhak melakukan penerbitan, penggandaan, pendistribusian terhadap ciptaannya guna dijual dipasaran, maka secara tidak langsung si pencipta akan memperoleh keuntungan dari ciptaannya tersebut. Demikian pula dengan hak ekonomi yang dimiliki oleh pencipta video siaran langsung yang hanya diperuntukan baginya sebagai pencipta. Dimana pihak lain tidak dapat menggunakan hak ekonomi tanpa adanya pengalihan Hak Cipta dengan cara pewarisan, dan lain sebagainya yang diatur didalam Pasal 16 ayat (2) UU No. 28/2014. Tidak hanya itu, orang lain yang tidak memiliki hak juga tidak diperbolehkan memanfaatkan hak eksklusif tanpa izin pencipta untuk mengutip sebagian dan /atau seluruh ciptaan orang lain tanpa mencantumkan sumber (plagiarisme), memperbanyak, membuat salinan, menjual, merekam dan menyiarkan kembali untuk kepentingan komersial yang bertentangan dengan Undang-Undang.14
Landasan hukum dari perlindungan Hak Cipta seperti yang dijelaskan diatas mengenai hak eksklusif tentang video siaran langsung Instagram yang diunggah ke IGTV didasarkan pada ketentuan pasal 40 ayat (1) huruf m UU No. 28/2014. Namun didalam penjelasan UU No. 28/2014 tersebut belum dijelaskan secara rinci apakah video siaran langsung termasuk karya sinematografi. Penjelasan didalam pasal tersebut mengenai karya sinematografi berupa gambar bergerak (moving image) yang hanya terbatas pada film dokumenter, film iklan, reportase, atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Sedangkan video siaran langsung tersebut sudah memenuhi dari pengertian karya sinematografi berupa adanya gambar bergerak (moving image). Maka oleh karena itu dengan pembatasan karya sinematografi yang hanya pada karya film ini menjadikan Pasal 40 ayat (1) huruf m tersebut menimbulkan adanya norma kabur sehingga mengakibatkan kurangnya perlindungan atas video siaran langsung. Dengan adanya norma yang kabur tersebut memicu banyaknya pelanggaran Hak Cipta salah satunya video siaran langsung yang disiarkan kembali oleh stasiun televisi dan media lain seperti youtube guna kepentingan komersil. Maka dari sinilah perlu adanya kejelasan dalam Pasal 40 ayat (1) huruf m UU No. 28/2014 tentang penjelasan lebih rinci mengenai karya sinematografi tersebut. Dengan adanya payung hukum mengenai video siaran langsung tersebut, jika pada prakteknya dilapangan setiap orang yang ingin menjalankan hak ekonomi dari pencipta karya sinematografi dalam hal ini video siaran langsung wajib mendapatkan izin pencipta dan melaksanakan perjanjian lisensi. Pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian lisensi tersebut diantaranya licensor dan licensee dengan isi perjanjian pemberian izin untuk melakukan hak ekonomi seperti penerbitan hingga penyewaan ciptaan dari pencipta /atau pemegang Hak Cipta (licensor) kepada pemegang lisensi (licensee) dengan diimbangi royalti ataupun syarat tertentu15.
-
3.2 Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Penyiaran Kembali Video Siaran Langsung Instagram yang Diunggah ke IGTV Tanpa Izin Pencipta
Sesuai dalam pasal 1 angka 1 UU No. 28/2014 menjelaskan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pada penjelasan ini bisa ditarik kesimpulan bahwa perlindungan terhadap adanya Hak Cipta adalah perlindungan yang bersifat otomatis. Yang dimana tanpa pendaftaran Hak Cipta pun seperti karya cipta video sinematografi tetap mendapatkan perlindungan secara hukum, namun pendaftaran Hak Cipta diperlukan sebagai bukti otentik dipengadilan jika dikemudian hari timbul sengketa terhadap kepemilikan Hak Cipta. Maka oleh karena itu masing-masing pihak yang mengklaim kepemilikan Hak Cipta harus bisa membuktikan bahwa benar orang /atau pihak tersebut yang menciptakannya.16 Jadi walaupun belum terdaftar Hak Cipta terhadap ciptaannya,
akan tetap memperoleh perlindungan secara hukum, bila dikemudian hari timbul /atau diketahui terdapat suatu pelanggaran dan/ atau sengketa dalam hal kepemilikan Hak Cipta oleh orang lain.
Peningkatan kasus pelanggaran Hak Cipta di Indonesia dilatar belakangi oleh beberapa faktor diantaranya faktor ekonomi, dengan adanya tekanan baik dari situasi dan kondisi yang membuat masyarakat berupaya untuk menambah pendapatan dengan jalan yang tidak benar seperti membajak karya cipta orang lain. Faktor sosial budaya, masyarakat didalam membeli produk masih berorientasi pada harga barang bukan kualitas produk asli pencipta yang dibuat dengan jerih payah dan kemampuan intelektual. Serta faktor pendidikan, tentang adanya Undang-Undang Hak Cipta yang masih kurang digalangkan ke masyarakat luas mengakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya perlindungan Hak Cipta.17 Maka dari adanya faktor-faktor tersebut memberi dampak terhadap penambahan kasus pelanggaran Hak Cipta. Termasuk kasus video siaran langsung Instagram yang diunggah ke IGTV. Dimana video tersebut disiarkan kembali oleh pihak televisi dan /atau media lainnya seperti Youtube dengan membuat konten video reaction terhadap video siaran langsung yang dilakukan demi kepentingan komersil tanpa sepengetahuan dan seizin pencipta.
Kejadian ini jelas merupakan tindakan yang melanggar hak eksklusif serta memberikan kerugian baik secara moral dan ekonomi khususnya bagi pencipta video siaran langsung yang sudah jelas dilindungi oleh UU No. 28/2014 . Dimana tindakan tersebut sudah melanggar pasal 9 ayat (2) yang menjelaskan jika seseorang ingin melaksanakan hak ekonomi pemegang Hak Cipta wajib mendapatkan izin pencipta, dan ayat (3) yang menjelaskan orang yang tanpa izin pencipta dilarang melakukan penggandaan dan /atau penggunakan secara komersial ciptaan tersebut. Dan tidak hanya itu adanya pelanggaran Hak Cipta juga sudah diatur pada pasal 113 ayat (2) yang menjelaskan setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f dan/atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dari penjelasan kasus tersebut, apabila dalam hal ini pencipta karya video siaran langsung merasa dirugikan secara hak ekonominya atas penggunakan karya cipta tanpa izin penciptanya dapat melakukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Cipta sebagaimana diatur didalam pasal 99 ayat (1) UU No. 28/2014. Yang dimana isi dari gugatan berupa permintaan untuk memberikan keuntungan baik seluruh /atau sebagian atas pemanfaatan karya dari hasil pelanggaran Hak Cipta sesuai dengan pasal 99 ayat (2) UU No. 28/2014. Selanjutnya pada pasal 96 ayat (2) dan (3) UU No. 28/2014 menjelaskan mengenai adanya gugatan ganti rugi ini diberikan dan dicantumkan sekaligus didalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana Hak Cipta dengan pembayaran ganti rugi kepada pencipta dengan tenggang waktu paling lambat 6(enam) bulan setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dikeluarkan.
Namun perlu dicermati bahwa segala bentuk pelanggaran Hak Cipta digolongkan sebagai delik aduan, seperti yang tertuang dalam pasal 120 UU No. 28/2014. Setiap warga negara mempunyai hak untuk membuat laporan /atau mengadukan bahwa telah terjadi tindak pidana kepada pihak yang berwenang. Akan tetapi didalam delik aduan ini tidak semua warga negara /ataupun orang biasa bisa melaporkan ke Pengadilan Niaga bahwa telah terjadi pelanggaran Hak Cipta18. Hanya pencipta dan/atau pihak terkait yang merasa dirugikan bisa melakukan pelaporan dalam pelanggaran tersebut. Namun apabila tidak adanya tuntutan dari pencipta, dan /atau pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan ciptaan, maka orang yang diduga pelakukan tindak pidana tersebut tidak dapat diproses secara hukum. Untuk meminimalisir terjadinya tuntutan baik pidana dan /atau gugatan ganti rugi serta tidak terjadi kembali kasus-kasus yang berkaitan dengan Hak Cipta, maka perlu adanya tindakan pencegahan. Dimana tindakan pencegahan itu seperti pihak-pihak yang ingin menggunakan karya cipta video siaran langsung tersebut harus meminta izin dari pencipta yang biasanya disebut lisensi untuk menggunakan video baik seluruh /atau sebagian serta memberikan royalti sebagai bentuk kerja sama.
Karya cipta video siaran langsung di Instagram yang diunggah ke IGTV dapat digolongkan sebagai karya sinematografi sesuai dengan Pasal 40 ayat (1) huruf m UU No. 28/2014, yang dimana video siaran langsung tersebut dilindungi Hak Cipta. Namun didalam penjelasan UU No. 28/2014 dipasal tersebut masih ditemukan ketentuan norma yang masih kabur dengan pembatasan bentuk karya sinematografi hanya dalam bentuk film. Akibat hukum dari adanya kasus pelanggaran Hak Cipta sinematografi dalam bentuk video siaran langsung di Instagram yang diunggah ke IGTV dapat digugat atas pelanggaran Hak Cipta ke Pengadilan Niaga, dengan mengajukan delik aduan sesuai dengan pasal 120 UU No. 28/2014. Adapun ancaman pidana yang bisa digunakan didalam permasalahan ini pada pasal 113 ayat (2) UU No. 28/2014 dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) serta ancaman perdata berupa gugatan ganti rugi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Dharmawan, Ni Ketut Supasti. “Harmonisasi hukum kekayaan intelektual Indonesia”. Swasta Nulus, 2018:.20
Jonaedi Efendi, S. H. I., S. H. Johnny Ibrahim, and MM SE. “Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris”. Prenada Media, 2018:131
Wiryawan, I Wayan. “Buju Ajar Hak Atas Kekayaan Intelektual Optimalisasi Perolehan Sertivikat Hak Cipta”. Denpasar, Swasta Nulus, 2018: 37
Jurnal:
Asri, D. P. B. "Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Bagi Produk Kreatif Usaha Kecil Menengah Di Yogyakarta." Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 27, no. 1 (2020).
Dharmawan, Ni Ketut Supasti. "Protecting Traditional Balinese Weaving Trough Copyright Law: Is It Appropriate?." Diponegoro Law Review 2, no. 1 (2017).
Fahmi, Khairil. "Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Lagu Hilang Atas Tindakan Perbanyakan Atas Karya Cipta Tanpa Perjanjian Lisensi (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 192 PK/Pdt. Sus/2010)." Jurnal Hukum Kaidah: Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 19, no. 1 (2019).
Ginting, Antonio Rajoli. "Perlindungan Hak Moral dan Hak Ekonomi terhadap Konten Youtube yang Dijadikan Sumber Berita." Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 14, no. 3 (2020).
Kusela, Opi. "Perjanjian endorsement di media sosial Instagram dihubungkan dengan Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen." PhD diss., UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020.
Lestari, H.D. "Kepemilikan Hak Cipta Dalam Perjanjian Lisensi." Jurnal Yudisial 6, no. 2 (2013).
Laksana, Dewa Agung Budi Rama, Ni Ketut Sari Adnyani, and Ketut Sudiatmaka. "Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Karya Cipta Musik Dalam Bentuk Vcd/Dvd Di Kabupaten Buleleng Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Terkait Pelanggaran Hak Ekonomi." Jurnal Komunitas Yustisia 3, no. 2 (2020).
Matompo, Osgar Sahim. "Perlindungan Hukum Terhadap Hak Kekayaan Intelektual Atas Pembajakan Di Indonesia." Legal Standing: Jurnal Ilmu Hukum 2, no. 1 (2020).
Marta Wijaya, I Made,dan Cakabawa Landra, Putu Tuni. “Perlindungan Hukum Atas Vlog Di Youtube Yang Disiarkan Ulang Oleh Stasiun Televisi Tanpa Izin.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7 No. 3 (2019).
Panagarso, Iwan Sandi, and Calvindo Bagas. "Aspek Hukum Pengcoveran Lagu Ditinjau Dari Undang-Undang Hak Cipta." Jurnal Justiciabelen 2, no. 2 (2020).
Pricillia, L. M. P. , and I. Made Subawa. “Akibat Hukum Pengunggahan Karya Cipta Film Tanpa Izin Pencipta di Media Sosial”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, no. 11 (2018).
Rizqiah, Miftakhur. "Akibat Hukum Live Streaming Instagram Film No Game No Life Zero di Bioskop Saat Premiere Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta." PhD diss.(2018).
Simamora, Fernando Tua dan Herningtyas, Tuti. “Perdagangan Compact Disk (CD) Bajakan Oleh Pedagang Kaki Lima Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Di Kota Batam.” Petita Universitas Riau Kepulauan Batam,Vol.1 No.1 (2019).
Internet:
Instagram, Pusat Bantuan Menggunakan Instagram, URL: https://web.facebook.com/help/instagram/1660923094227526/?helpref=hc_fna v&bc[0]=Bantuan%20Instagram&bc[1]=Menggunakan%20Instagram (2020), Diakses pada tanggal 1 september 2020.
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Lembarann Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomer 5599.
Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 1 Tahun 2021, hlm. 34-43
43
Discussion and feedback