ANALISIS KEBERHASILAN PILPRES TAHUN 2019

DENGAN PARAMETER UU NO. 7 TAHUN 2017
TENTANG PEMILIHAN UMUM1

Johanes Saut Martua Simarmata, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: johanessautm@gmail.com*

Edward Thomas Lamury Hadjon, S.H., LL.M., Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: hadjonedward@gmail.com**

ABSTRAK

Pengakuan mengenai kedaulatan tertinggi di Indonesia dipegang oleh rakyat terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945. Salah satu dari kedaulatan tersebut yakni berdaulat untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Guna menyalurkan kedaulatannya tersebut maka pemerintah menyediakan sarana dan prasarana serta sistem untuk memilih pemimpin, dalam hal ini Presiden. Sistem yang disediakan pun merupakan sistem yang sesuai dengan Pasal 22E UUD NRI 1945 dan UU No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Pemilu adalah pesta kontestasi rakyat dalam menggunakan hak politiknya yang dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali guna memilih putra terbaik bangsa ini guna memimpin Indonesia. Pemilihan presiden pun mempunyai beberapa indikator mengenai berhasil atau tidaknya suatu pemilihan presiden. Dalam jurnal ini terdapat beberapa rumusan masalah pertama adalah apa saja indikator keberhasilan dalam suatu pemilihan presiden dengan parameter UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dan yang kedua apakah pemilihan presiden pada tahun 2019 sudah dapat dinyatakan berhasil didukung dengan pendekatan fakta dan pendekatan perundang-undangan yang akan diselesaikan dengan menggunakan metode penelitian normatif yuridis. Hasil dari jurnal ini berakhir pada kesimpulan bahwa 1. Terdapat beberapa indikator yang menentukan berhasilnya suatu pemilihan presiden, 2. Pemilihan presiden pada tahun 2019 dapat dikatakan cukup berhasil dengan beberapa catatan.

Kata Kunci: Kedaulatan rakyat; Indikator Keberhasilan; Pemilihan Presiden.

ABSTRACT

Recognition of the highest sovereignty in a country held by the people contained in article 1 paragraph (2) The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. One of these sovereignty is the sovereign to elect and to be elected in general elections. In order to use the sovereignty, the government provides facilities and infrastructure as well as a system to elect leaders, in this case the President. The system provided is also a system that is in accordance article 22E Constitution of the Republic of Indonesia of 1945, and Law No.7 of 2017 on General Elections. The general election is a way to choose the best leader in Indonesia in using political rights which is held every 5 (five) years to bring Indonesia great again. The presidential election also has several indicators regarding the success or failure of a presidential election. In this journal, using the juridical normative method, the first problem formulation is what are the indicators of success in a presidential election with the parameters of Law No. 7 of 2017 on the General Election and the second whether the presidential election in 2019 can be declared successful supported by the fact approach and statute approach. The results are 1. There are several indicators that determine the success of a presidential election, 2. The presidential election in 2019 can be said to be quite successful with a few notes.

Keywords: People’s sovereignty; Indicators success; presidential election.

1 Analisis Keberhasilan Pilpres Tahun 2019 Dengan Parameter UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum merupakan karya ilmiah di luar ringkasan skripsi.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Pengakuan mengenai kedaulatan tertinggi di Indonesia dipegang oleh rakyat termaktub pada Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 19452. Selanjutnya, kedaulatan rakyat dapat dimaknai dengan pemerintahan yang legal dan mendapat pengakuan dari rakyat.3 Salah satu dari kedaulatan tersebut adalah berdaulat untuk memilih dan dipilih dalam pemilu4. Guna menyalurkan kedaulatannya tersebut maka pemerintah menyediakan sarana dan prasarana serta sistem untuk memilih pemimpin, dalam hal ini yaitu Presiden. Sistem yang disediakan pun merupakan sistem yang sesuai dengan UU Pemilihan Umum. Pemilihan umum merupakan pesta kontestasi rakyat dalam menyalurkan hak politiknya yang dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali untuk memilih capres dan cawapres guna memimpin Indonesia serta untuk mencegah penguasa negara yang sewenang-wenang5. Pemilihan Presiden pada tahun 2019 pun dimenangkan oleh Ir. H. Joko Widodo. Keberhasilan pemilihan presiden kali ini pun tidak terlepas dari akomodasi yang telah disediakan oleh pemerintah dan tidak lupa turut serta bantuan dari masyarakat. Menurut Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat Ketua Bawaslu, Abhan6, keberhasilan pemilu ada beberapa indikator yaitu sebagai berikut pertama, seluruh elemen pemilu harus adil dan objektif. Penyelenggara pemilu harus berintegritas, Kedua, peserta pemilu yang memiliki integritas dan berkomitmen tertib aturan. Contohnya tidak dilakukannya politik uang karena politik uang atau politik transaksional yang dimana hal tersebut adalah salah satu akar dari persoalan korupsi di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen pemilu agar dapat mengurangi problematik politik uang. Ketiga, elemen masyarakat. Badan Pengawas Pemilihan Umum berharap pemilih juga harus berintegritas. Karena masyarakat

mempunyai otoritas tertinggi sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 19457. Beberapa indikator lainnya pun sangat penting dalam mencapai pemilu yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka penulis akan menganalisis lebih mendetail keberhasilan pilpres yang diselenggarakan pada tanggal 17 April 2019 dengan parameter Pasal 2 UU Pemilihan Umum berdasarkan fakta-fakta yang ada.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Dengan permasalahan yang telah dijabarkan, maka ditarik beberapa rumusan masalah yaitu:

  • 1.    Apa saja indikator keberhasilan dalam suatu pemilihan presiden dengan parameter UU Pemilihan Umum?

  • 2.    Apakah pilpres pada tahun 2019 sudah dapat dinyatakan berhasil?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan ini untuk mengetahui apa saja indikator keberhasilan suatu pemilihan presiden dengan parameter UU Pemilihan Umum dan untuk mengetahui pemilihan presiden 2019 dapat dinyatakan berhasil atau tidak.

  • II.    Metode Penelitian

    2.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan guna menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Analisis Keberhasilan Pilpres Tahun 2019 dengan Parameter UU Pemilihan Umum yakni normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris merupakan suatu penelitian mengenai penerapan hukum dalam suatu peristiwa hukum8 seperti pemilihan presiden pada tahun 2019. Penelitian hukum ini tersusun dari penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum9 dan didukung dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta untuk memperkuat analisis permasalahan dalam penulisan jurnal ini. Kajian empiris bersifat deskriptif yang dimana kajian empiris

mengkaji law action. Kajian empiris sendiri mencakup kepada das sollen yaitu apa yang seharusnya das sein atau dapat disebut juga sesuai dengan kenyataan yang ada.10 III. Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Indikator Keberhasilan Pemilihan Presiden

Pemilu di dalam Pasal 1 angka 1 UU Pemilihan Umum pada intinya yaitu sarana kedaulatan rakyat untuk memilih dan dipilih baik anggota parlemen, Presiden dan Wakil Presiden, pemilih berhak untuk mencoblos secara langsung berdasarkan pilihan hatinya, tanpa adanya pihak ketiga, umum, berarti warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan berhak ikut pemilu, bebas, berarti warga negara Indonesia bebas memilih pilihannya sesuai keinginannya, rahasia, berarti dalam menyalurkan suaranya tidak ada yang mengetahui pilihan pemilih, jujur, berarti semua elemen pemilihan umum harus jujur sesuai dengan hukum yang berlaku dan adanya kejujuran dalam setiap proses dan tahapannya11, adil berarti setiap elemen pemilu mendapat perlakuan yang sama (LUBERJURDIL) dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan konstitusi. Indikator keberhasilan suatu pemilihan presiden beragam dari pandangan ahli hukum dan penyelenggara negara serta UU Pemilihan Umum, seperti yang telah dijabarkan, bahwa Menurut Abhan terdapat tiga indikator keberhasilan pemilihan presiden yaitu 1. Penyelenggara Pemilu wajib adil dan objektif. 2. Elemen peserta pemilu yang memiliki integritas dan tertib aturan 3. Masyarakat. Bawaslu berharap pemilih juga harus berintegritas.

Pandangan lain menurut Peneliti Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Andrian Habibi12 menyatakan indikator untuk menilai keberhasilan pemilu yaitu 1. Penyelenggara mampu membumikan pemilu, artinya semua warga mengetahui adanya pemilu yang akan diselenggarakan dan mendapatkan pendidikan dan sosialisasi politik mengenai siapa saja yang nantinya mereka pilih, tujuannya untuk mengoptimalkan "melek" politik masyarakat khususnya pemilih muda dan masyarakat lansia dan sosialisasi tersebut bukan hanya kepada mereka yang bukan disabilitas namun yang disabilitas juga diberikan sosialisasi dengan cara seperti memberikan alat-

alat khusus misalnya buku panduan pemilih yang dicetak huruf braile supaya dapat dipelajari oleh disabilitas tuna netra.13 2. Seluruh pemilih diakui hak pilihnya dengan baik, 3. Angka golput yang rendah.

Mantan Menteri Dalam Negeri periode 2014-2019 yaitu Tjahjo Kumolo14 menyebut bahwa ada tiga indikator kesuksesan pelaksanaan pemilu. Tiga indikator tersebut adalah tingkat partisipasi politik masyarakat meningkat, berkurangnya politik uang, dan tidak adanya ujaran kebencian dalam kampanye. Dari perspektif Bambang Soesatyo15 menyebut ada empat indikator suksesnya pemilihan presiden, pertama proses berlangsungnya pemilihan presiden tersebut berkualitas, berkualitas tanpa mengurangi partisipasi masyarakat dan meningkatkan kesadaran politik masyarakat, kedua, adanya perdebatan konstruktif mengenai pertarungan visi, misi dan program sehingga masyarakat teredukasi untuk membawa bangsa Indonesia lebih baik dari sebelumnya. Ketiga, pemilihan presiden harus memberikan kemajuan terhadap demokrasi dan memperkuat tali persatuan dan persaudaran serta memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat, pasangan pemilihan presiden harus membawa kesejahteraan dan kemajuan, sehingga rekam jejak calon presiden harus menunjukan kinerja dan prestasi kepada bangsa dan negara.

Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan di atas, penulis menyimpulkan ada beberapa indikator keberhasilan pemilihan presiden yang disebutkan oleh para ahli hukum dan penyelenggara adalah 1. Elemen penyelenggara Pemilu wajib bertindak adil dan objektif serta melakukan pemahaman mengenai politik terhadap masyarakat, 2. Tingginya partisipasi masyarakat dalam pemilihan presiden, 3. Peserta pemilu memiliki integritas dan berkomitmen untuk tertib aturan, 4. Seluruh pemilih diakui hak pilihnya dengan baik, 5. Angka golput yang rendah, 6. Tidak adanya ujaran kebencian dalam pemilihan presiden, 7. Rendahnya korban jiwa akibat pemilihan presiden, dan 8. Kondisi masyarakat yang aman pada saat berlangsungnya pemilihan presiden.

Selain dari indikator yang telah disebutkan di atas yang digunakan sebagai penunjang asas LUBERJURDIL, ada indikator yang ditentukan oleh UU Pemilihan Umum, yaitu sebagaimana termaktub Pasal 2 UU Pemilihan Umum bahwa Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas LUBERJURDIL.

  • 3.2    Pemilihan Presiden Tahun 2019

Dikaji dari unsur penyelenggara pemilihan presiden dalam hal ini KPU beserta jajarannya sampai pada ke petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat bahwa terdapat 4.859 TPS mengarahkan pemilih guna memilih calon tertentu, selanjutnya terdapat 2.497 TPS yang menggunakan pakaian yang mengandung unsur peserta pemilihan presiden terdapat 3.066 TPS yang tutup sebelum waktu yang ditentukan untuk memilih capres dan cawapres. Hal ini menunjukkan bahwa penyelenggara pemilihan presiden sepenuhnya belum menerapkan asas bebas. Dilihat dari indikator rendahnya angka golput berdasarkan ideologi yang dianut oleh masyarakat, menurut data Komisi Pemilihan Umum dan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyatakan bahwa angka golput pada pemilihan presiden tahun 2019 merupakan angka terendah sejak pemilihan presiden tahun 2004 dengan persentase pada tahun 2004 sebesar 23,30%, pada tahun 2009 sebesar 27,45%, pada tahun 2014 sejumlah 30,42% dan pada tahun 2019 sejumlah 19,24%.16 Hal ini menunjukan bahwa pemerintah berhasil menekan angka golput yang dari pemilihan presiden tahun 2004 belum mengalami penurunan, namun pada tahun 2019 Pemerintah bersama-sama dengan masyarakat berhasil menekan angka tersebut sehingga mengalami menurunan yang relatif drastis, dari digit tiga puluh menjadi digit belasan dan rendahnya angka golput dapat diartikan bahwa masyarakat menggunakan hak pilihnya secara bebas tanpa ada intervensi dari oknum lainnya dan sesuai dengan hati nuraninya, di samping itu pun pemerintah mampu mengakomodasi serta mewujudkan asas bebas dalam UU Pemilihan Umum. Kemudian asas rahasia, sesuai dengan prosedur pemilihan umum bahwa masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya harus memilih dalam suatu kotak yang dimana posisi kotak tersebut berhadapan dengan petugas KPPS dan petugas KPPS melarang pemilih untuk membawa handphone dalam bilik suara hal ini berfungsi agar kerahasiaan dalam

memilih capres dan cawapres terjamin dan hal ini sudah dilakukan di seluruh tps dan selanjutnya surat suara yang sudah dicoblos dimasukan di dalam kotak surat suara sehingga kerahasiaannya menjadi sangat terjamin.

Indikator lainnya adalah tingginya partisipasi masyarakat, menurut data yang disampaikan Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Ham periode 2016-2019, Wiranto menyatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada tahun 2019 mengalami kenaikan yang signifikan dengan persentase sebesar 80,90%17 artinya masyarakat sangat antusias dalam menggunakan hak pilihnya dengan baik dan benar melalui pemilihan presiden dalam memilih Capres dan Cawapres, dibanding pemilihan presiden sebelumnya yaitu pada tahun 2014 tingkat partisipasi masyarakat dengan persentase sebesar 69,58%18. Tingginya angka partisipasi masyarakat ini pun menunjukan bahwa masyarakat antusias untuk memilih capres dan cawapresnya secara langsung melalui pencoblosan di tps yang sudah disediakan, sehinggga asas langsung telah terlaksana. Data di atas pun sesuai dengan pernyataan Ketua KPU Jawa Barat yaitu Rifqi Ali Mubarok yang menyatakan bahwa peningkatan angka partisipasi pemilih di Jawa Barat mengalami penaikan yang relatif signifikan dengan partisipasi 75%. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan presiden pada tahun 2019 pun disebabkan oleh banyak faktor yaitu seperti daya pikat yang tinggi terhadap gagasan, ide, visi dan misi dari capres dan cawapres baik yang disebarkan melalui sosial media ataupun iklan dan hal tersebut sudah sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) Peraturan KPU No. 28 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilihan Umum, selanjutnya dikarenakan sosialisasi peserta pemilihan presiden dan penyelenggara pemilu serta dari pihak masyarakat yang menjangkau semua kalangan, hal tersebut yang menjadi alasan masyarakat tergerak untuk terlibat memberikan hak pilihnya dalam memilih capres dan cawapres dan dalam menyalurkan hak pilihnya pun masyarakat di beberapa tps terlihat

aman dalam menggunakan hak pilihnya hal ini sudah memenuhi prinsip penyelenggaraan pemilihan umum yang tertib, mandiri dan terbuka serta asas umum.

Keberhasilan pemilihan presiden dilihat dari indikator seluruh hak pilih masyarakat terjamin dan terakomodasi, apabila dilihat dari subyek penyandang disabilitas, sudah terdapat 1.247.730 orang yang hak pilihnya sudah terdaftar, hal ini menunjukan bahwa pemilihan presiden tahun 2019 telah memenuhi asas adil yang artinya seluruh pemilih mempunyai hak yang sama dalam memilih capres dan cawapres yang sesuai dengan hait nuraninya, selanjutnya dilihat dari daftar pemilih tetap secara keseluruhan terdapat sebanyak 192.828.520 pemilih dengan detail sebesar 190.770.329 ialah pemilih di dalam negeri. Selain itu pemilih di luar Indonesia berjumlah 2.058.191 pemilih, namun tidak menutup mata bahwa ada beberapa tps yang tidak mengakomodasi secara adil hak pilih masyarakat seperti data yang telah dijelaskan di atas bahwa sebanyak 3.066 TPS yaitu 0,38% dari 810.329 TPS19 yang tutup sebelum waktunya sehingga masyarakat tidak dapat menggunakan hak pilihnya.

Dilihat dari indikator peserta pemilihan presiden yang berkomitmen untuk taat pada aturan, dilihat dari putusan KPU tidak ada putusan yang menyatakan bahwa ada peserta pemilihan presiden yang melanggar aturan KPU sehingga peserta pemilihan presiden mentaati segala aturan yang terkait mengenai pemilihan umum. Dilihat dari indikator tidak adanya kasus ujaran kebencian ataupun hoax merupakan satu hal yang sulit untuk dicapai, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat setidaknya terdapat 209 hoax20 dengan kategori politik, 159 hoax dengan kategori fitnah dan sisahnya mengenai isu lainnya. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mencegah hoax tidak efektif. Dilihat berdasarkan indikator rendahnya politik uang untuk menentukan suatu keberhasilan pemilihan presiden tahun 2019, apabila melihat survei yang sudah dilaksanakan oleh Lembaga Indikator Politik Indonesia menyatakan bahwa pemilihan calon anggota legislatif lebih rawan ditemukannya politik uang, sedangkan

di dalam pemilihan presiden hanya terdapat beberapa laporan mengenai terjadinya politik uang.

Indikator terakhir adalah asas jujur, berdasarkan hasil riset Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia tentang netralitas dan kejujuran penyelenggara Pemilu Serentak 2019 menyatakan bahwa sekitar 20% masyarakat memiliki keyakinan bahwa KPU menyelenggarakan pilpres tahun 2019 secara LUBERJURDIL, 66% menyatakan cukup yakin dan 14% tidak yakin.21

  • IV. Kesimpulan sebagai Penutup

    4.1    Kesimpulan

Adapun kesimpulan hasil analisis pembahasan, yakni:

  • 1.    Secara otentik dengan menggunakan indikator Pasal 2 UU Pemilihan Umum, pilpres pada tahun 2019 dinyatakan berhasil misalnya terpenuhinya asas jujur melalui survei yang telah dilaksanakan oleh Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia, asas rahasia dibuktikan dengan adanya prosedur pemilihan di dalam box dan setelahnya surat suara dimasukan di dalam kotak suara, dan masyarakat memilih berdasarkan hati nuraninya secara langsung dan bebas. Asas umum dibuktikan dengan dijaminnya hak pilih WNI yang sudah sah secara hukum dari jenjang milenial sampai lansia, serta asas adil yaitu seluruh hak WNI terjamin dan terakomodasi baik pemilih disabilitas atau pun WNI di luar negeri. Hal tersebut juga sejalan dengan pandangan ahli hukum yang telah dijabarkan di atas seperti rendahnya angka golput, tingginya partisipasi masyarakat, peserta pemilihan umum yang komitmen untuk mematuhi aturan terkait pemilihan umum, dan amannya kondisi di tengah masyarakat.

  • 2.    Terdapat beberapa kegagalan pemerintah yang membuat pemilihan presiden pada tahun 2019 ditutup dengan banyak catatan yang harus diperbaiki seperti beberapa penyelenggara pemilu yang belum obyektif, tidak professional dan belum memenuhi asas bebas. Selanjutnya tidak berhasilnya pemerintah dalam meredam ujaran kebencian dan berita bohong yang diperbuat oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

  • 4.2    Saran

  • 1.    Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan beberapa catatan mengenai kegagalan pemerintah di beberapa bidang seperti di bidang kesehatan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), penyelenggara pemilu, selanjutnya di bidang pencegahan dan pemberantasan berita bohong, seharusnya pemerintah lebih menerapkan langkah preventif yang efektif dan efisein dalam mencegah terjadinya hoax dan politik uang serta ke curangan-kecurangan lainnya yang sering terjadi pada saat pemilihan presiden.

  • 2.    Pemerintah dalam menjalankan pilpres tahun 2024 dapat menjadikan pilpres tahun 2019 sebagai pembelajaran untuk memperhatikan pendapat konstruktif masyarakat guna memperbaiki pilpres selanjutnya dan harus menjalankan asas LUBERJURDIL sepenuhnya sebagaimana termaktub dalam Pasal 2 UU Pemilihan Umum.

DAFTAR PUSTAKA

  • A.    Literatur

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2014).

Ali, Achmad, dkk, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, (Jakarta, Prenamadia Group, 2012).

Fuady, Munir, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), (Bandung, Refika Aditama, 2009).

MD. Moh.Mahfud, Pergulatan Politik dan Hukum, (Yogyakarta, Gama Media, 1999).

Siallagan, Haposan dkk, Hukum Tata Negara Indonesia, (Medan, Sabar, 2011).

Salim, Ishak, Memahami Pemilihan Umum dan Gerakan Politik Kaum Difabel, (Yogyakarta, Sigab, 2014).

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2016)

Tutik, Titik Triwulan, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD NRI 1945, (Surabaya, Kencana Prenada Media Group, 2008)

  • B.    Jurnal

Nanik, Prasetyoningsih, Dampak Pemilihan Umum Serentak Bagi Pembangunan Demokrasi Indonesia, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 21, Nomor 2, 2014.

Simamora, Janpatar, Menyongsong Rezim Pemilu Serentak, Jurnal Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan, 3 Nomor 1, 2014.

  • C.    Internet

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48130161

https://nasional.kompas.com/read/2019/04/18/15235861/partisipasi-pemilu-naik-menurut-maruf-karena-masyarakat-semakin-sadar

https://nasional.sindonews.com/read/1396827/12/partisipasi-pemilih    melonjak-

tajam-pada-pemilu-serentak-2019-1555543629

https://www.idntimes.com/news/indonesia/afrianisusanti/ini-indikator-pemilu-sukses-apa-aja-ya

https://pilkada.tempo.co/read/1037753/3-indikator-pilkada sukses-menurut-mendagri-tjahjo-kumolo/full&view=ok

https://www.liputan6.com/pilpres/read/3932965/survei-indikator-politik-

mayoritas-pemilih-yakin-pemilu-2019 berlangsung-jurdil

https://www.liputan6.com/pilpres/read/3933135/beberapa-indikator keberhasilan-pilpres-2019-Ketua-Bawaslu

https://nasional.kompas.com/read/2019/04/08/19475721/jumlah-tps

https://news.detik.com/berita/d-4264874/tolok-ukur-keberhasilan-pilpres-menurut-

ketua-dpr

  • D.    Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Jakarta pada 16 Agustus 2017, dalam      Lembaran Negara

Diundangkan    di

Republik Indonesia

Republik Indonesia


Tahun 2017 Nomor 182, dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 6109.

Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 28 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilihan Umum Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2018, dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1174.

Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No.3 Tahun 2020 Hlm. 88-98

98