PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK KETIGA PADA PERKARA KEPAILITAN
on
PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK KETIGA PADA PERKARA KEPAILITAN
Ni Putu Winda Adilla Putri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: windaadilla5@gmail.com
I Gede Artha, Fakultas Hukum Unibersitas Udayana, e-mail: igedeartha58@gmail.com
Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Undang-Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK-PKPU), terhadap Pasal 49 ayat (3) UUK-PKPU pembayaran utang pihak ketiga yang beritikad baik dalam melaksanakan perbuatan hukum secara tidak cuma-cuma harus dilindungi, namun apabila dilaksanakan dengan Pasal 49 ayat (4) UUK-PKPU maka dimungkinkan pihak ketiga tidak akan mendapat penggantian kerugian secara utuh yang secara otomatis akan merugikan pihak ketiga. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum dan kedudukan pihak ketiga dalam menuntut haknya akibat actio pauliana. Karya tulis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, metode ini mengkaji asas-asas maupun aturan hukum yang berkaitan
dengan actio pauliana. Hasilnya menjelaskan bahwa perlindungan hukum pihak ketiga diberikan dengan tampil sebagai kreditor konkuren dengan mengajukan diri atau diajukan oleh kurator dalam rapat verifikasi, kedudukan pihak ketiga dalam menuntut haknya akibat actio pauliana dapat ditentukan melalui jenis dan sifat piutang dari masing-masing kreditor dan pihak ketiga dalam perkara kepailitan berkedudukan sebagai kreditor konkuren untuk memenuhi hak-haknya.
Kata kunci: Perlindungan hukum, Pihak Ketiga, Kepailitan.
ABSTRACT
Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Delay of Obligations (hereinafter referred to as UUK-PKPU) between Article 49 paragraph (3) and Article 49 paragraph (4). With Article 49
paragraph (3) of the regard to third party debt payments which have a good intention in carrying out legal actions non-free, they must be protected, but if implemented under the provisions of Article 49 paragraph (4) UUK-PKPU, third parties will not receive full compensation that will automatically harm the third party. The purpose of this writing to determine the form of legal protection and position of third party in claiming their rights due to actio pauliana, paper is to find out the position of third parties in actio pauliana cases and to know the legal protection of third parties in actio pauliana cases. This paper uses the normative legal research method, in which this method examines the principles as well as legal rules relating to action pauliana. The results this study explain that the position third parties in actio pauliana cases can be appearing as a concurrent creditor by submitting himself or filed by a curator in a verification meeting, the position of the third party in claiming his rights due to actio pauliana can be determined through the type and nature of accounts receivable from a third party in bankruptcy case domiciled as a concurrent creditor full fill their rights.
Keywords: Legal Protection, Third Party, Bankruptcy.
Kepailitan diartikan sebagai sita umum kekayaan debitur paillit dikarenakan wanprestasi yang dilakukan kurator dibawah hakim pengawas.1 Hak yang diberikan hukum kepailitan untuk kreditor mengajukan pembatalan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur diberi jangka waktu selama 1 tahun,2 terdapat dalam Pasal 1341 KUHPerdata.
UUK-PKPU Pasal 41 menyebutkan “untuk kepentingan harta pailit, dapat dimintakan pembatalan atas segala perbuatan hukum
debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan yang dilakukan sebelum pernyataan pailit” pada pasal ini diatur mengenai actio pauliana dalam kepailitan. Actio pauliana diartikan sebagai hak kreditur yang diberikan oleh undang-undang untuk menngajukan pembatalan atas perbuatan hukum yang dilakukan debitur dan dapat merugikan kreditur.
Actio Pauliana terjadi apabila seorang kreditor mendapat permasalahan dengan debitur dan kreditor ingin mengajukan permohonan pembatalan atas perbuatan hukum debitur yang tidak diwajibkan dan dapat merugikan krediturnya menyangkut unsur debitur tidak adanya itikad baik (good faith).
Adanya perbuatan hukum tersebut berakibat pada posisi pihak ketiga menjadi terancam. Terancamnya posisi pihak ketiga disebabkan karena adanya pembatalan perbuatan hukum yang telah diperjanjikan secara sah dan mengharuskan Pihak Ketiga mengembalikan barang yang diterima sebelumnya dalam keadaan utuh dan diserahkan kepada Kurator dan dilaporkan kepada hakim pengawas. Benda yang telah diterima pihak ketiga tidak dapat dikembalikan dalam keadaan semula, disebutkan dalam Pasal 49 ayat (2) UUK-PKPU ia wajib membayar ganti kerugian terhadap harta pailit.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai perlindungan hukum pihak ketiga dalam perkara kepailitan.
Dari latar belakang tersebut didapatkan masalah perihal perlindungan hukum pihak ketiga dalam perkara kepailitan diantaranya :
-
1. Bagaimanakah kedudukan pihak ketiga dalam menuntut haknya pada perkara kepailitan?
-
2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum pihak ketiga akibat terjadinya actio pauliana?.
Adapun tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui kedudukan pihak ketiga dalam menuntut haknya pada perkara kepailitan dan mengetahui perlindungan hukum pihak ketiga akibat terjadinya actio pauliana.
Untuk mengkaji lebih lanjut karya ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Metode normatif ini diartikan sebagai metode yang lebih menekankan pada pendalaman asas hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu khususnya hukum kepailitan di Indonesia, dimana pengkajiannya berkaitan dengan prinsip-prinsip dan norma-norma, yang mana penelitian hukum dijelaskan sebagai suatu penelitian yang mempunyain suatu objek untuk menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Bahan hukum yang digunakan sebagai sumber dalam tulisan ini adalah bahan hukum primer diantaranya peraturan perundang-undangan, buku hukum dan bahan hukum lainnya yang memiliki keterkaitan dengan tulisan ini.
Setiap perbuatan yang dilakukan seseorang maupun badan hukum dilakukan dalam lingkup harta kekayaan pastinya akan menimbulkan akibat hukum atas harta kekayaannya, contohnya yakni kepailitan sebagai akibat hukumnya.
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Pasal 2 menyatakan Kepailitan adalah;
-
1. Apabila debitur tidak membayar lunas utangnya yang menjadi hak kreditur dan telah jatuh tempo pembayara serta dapat ditagih, debitur tersebut memiliki dua atau lebih kreditor dan sedikitnya mempunyai satu utang.
-
2. Permohonan diatas untuk kepentingan umum diajukan oleh kejaksaan.
Seseorang dapat dikatakan sebagai “Pihak Ketiga” jika ia memiliki kedudukan sebagai pemilik suatu barang yang dikuasai kurator, telah terjadinya jual beli yang dilakukan debitor dan pihak ketiga dimana pihak ketiga melandasinya dengan itikad baik yang dilakukan sebelum putusan pailit diputuskan. Perlawanan hukum yang ingin diajukan pihak ketiga tidak cukup hanya berlandaskan kepentingan melainkan adanya unsur telah dirugikan dari perbuatan hukum debitornya.
UUK-PKPU Pasal 1 angka (2) menjelaskan kreditor adalah orang yang memiliki tagihan kepada pihak lain atas piutangnya. Adapun jenis-jenis kreditor dilihat dari jenis pelunasan utang dari debitor yaitu:
-
1. Kreditor Preferen yaitu kreditor yang memiliki hak mendahului diberikan kedudukan istimewa oleh Undang-undang serta dapat menjalankan hak eksklusif walaupun debiturnya dinyatakan pailit, terdiri dari kreditor preferen dan kreditor separatis, digolongkan atas dasar sifat piutangnya3 diatur dalam Pasal 1139 KUH Perdata dan Pasal 1149 KUH Perdata. Sedangkan kreditor Separatis merupakan kreditor yang dapat menjual sendiri benda jaminan yang diserahkan debitor kepadanya.
-
2. Kreditor konkuren diatur pada Pasal 1132 KUH Perdata dimana pelunasan utang-utang mereka dicukupkan dari sisa-
sisa hasil penjualan maupun pelelangan harta pailitnya debitur yang telah diambil bagian oleh golongan separatis ataupun preferen.4
Hukum perdata umum memberikan penjelasan bahwa kreditur hanya dibedakan menjadi dua. Kreditor preferen mempunyai kedudukan yang lebih ditinggi harus didahulukan pembayaran piutangnya dibandingkan dengan kreditor yang di istimewakan lainnya dalam hubungannya dengan aset-aset yang digunakan, terkecuali undang-undang menyatakan lain. Sesuai dengan bunyi pada Pasal 1134 KUH Perdata menyatakan bahwa gadai dan hipotek lebih tinggi daripada hak istimewa terkecuali sesuatu dan lain hal ditentukan sebaliknya oleh undang-undang. Berdasarkan penjelasan tersebut maka kreditor preferen mempunyai kedudukan istimewakan, dimana kreditor preferen mempunyai hak mendapatkan pelunasannya terlebih dahulu.
Kreditor yang piutangnya tidak dapat dijaminkan hak kebendaannya serta sifat piutang tidak dijamin sebagai piutang yang di istimewakan dapat digolongkan ke dalam kreditor konkuren. Dalam hal ini kreditor konkuren merupakan kreditor yang tidak mempunyai hak menguasai jaminan dan harus berbagi dengan kreditor lainnya secara seimbang, pembagian tersebut berdasarkan hasil penjualan harta kekayaan debitornya.5 Segala pembayaran terhadap kreditor konkuren ditentukan oleh kurator.
Dimaksudkan sebagai pihak ketiga adalah pihak yang melakukan perbuatan hukum dengan debitor yang dibatalkan oleh
kreditor dikarenakan adanya hak actio pauliana.6 Dalam perkara ini perlindungan hukum untuk pihak ketiga yang memiliki itikad baik bergantung pada benda diperjanjikannya yang telah dibatalkan keberlakuannya oleh kurator. Apabila menguntungkan harta pailit maka diganti secara penuh sedangkan apabila merugikan harta pailit maka pihak ketiga hanya dapat tampil sebagai kreditor konkuren sesuai dengan Pasal 49 ayat (4) UUKP-KPU.
Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa segala harta debitor menjadi jaminan bersama bagi para kreditornya, dan apabila debitor pailit yang dijadikan jaminan dalam pelunasan utangnya dialihkan atau dijual kepada pihak ketiga, maka harta tersebut dapat dikembalikan ke keadaan semula dengan tuntutan Actio Pauliana diterima oleh pengadilan. Action Pauliana dapat diartikan sebagai suatu hak kreditor atau kurator untuk menuntut pembatalan perbuatan hukum yang dilakukan debitor dimana merugikan kreditornya, kewenangan tersebut diatur secara umum dalam Pasal 1341 KUH Perdata.
Indonesia sebagai negara hukum dikatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kewajiban negara untuk menjamin hak setiap warga negaranya dengan memberika hak tersebut dalam bentuk perlindungan hukum. Perlindungan hukum menjadi hak bagi setiap warga negaranya dan sebaik mungkin harus dilaksanakan. Begitu pula perlindungan hukum harus diberikan kepada pihak ketiga untuk menuntut haknya terhadap pembatalan dengan
pihak debitor yang diakibatkan karena adanya actio pauliana. Kreditor melalui actio pauliana diberikan suatu upaya penuntutan hak kepada debitor.7
Yang dapat dikatakan sebagai actio pauliana yaitu ;
-
1. Suatu hak atau perlindungan hukum yang dimiliki oleh kreditur sewaktu-waktu jika merasa dirugikan.
-
2. Suatu tindakan yang dilakukan oleh debitur memindahkan haknya atas harta kekayaan yang merugikan kreditornya jikalau merasa dirinya terancam untuk dinyatakan pailit dengan memiliki itikad buruk.
-
3. Suatu hal yang harus dibuktikan dengan siapa debitur melakukan tindakan hukum seperti yang disebutkan diatas, ia “debitur” mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukan dapat merugikan kreditor.8
Dengan adanya pernyataan pailit yang ditujukan kepada debitur maka debitur demi hukum sejak hari dinyatakan pailitnya kehilangan atas hak untuk menguasai kekayaannya, dan didalam actio pauliana yang selanjutnya mengurus kegiatan serta pemberesan harta pailit debitur tersebut diambil alih oleh kurator, hal tersebut merupakan tugas dan wewenang dari kurator.9
Persyarakat berlakunya actio pauliana yaitu;
-
1. Debitor melakukan perbuatan hukum.
-
2. Perbuatan hukum yang dilakukan debitur bukan merupakan perbuatan hukum yang diwajibkan oleh Undang-undang.
-
3. Perbuatan hukum yang dilakukan debitur tersebut
merugikan kreditornya.
-
4. Debitor dengan tidak adanya itikad baik mengetahui
bahwa perbuatan hukum dimaksud merugikan kreditornya.
-
5. Sebagai pihak ketiga dengan siapa perbuatan hukum debitur itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan hukum debitor tersebut merugikan kreditornya.
Tugas bagi seorang kurator untuk membuktikan terpenuhi unsur berlakunya actio pauliana diatas berupa:
-
1. Dimana saat perbuatan hukum yang dilakukan debitur dan dengan siapa perbuatan itu dilakukan memiliki itikad baik dan tidak memiliki maksud buruk terhadap perbuatannya, hanya debiturnya saja mengetahui perbuatan yang dilakukannya merugikan kreditor.
-
2. Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menyatakan jikalau debitur berupa perseroan terbatas, pihak bersangkutan dengan perseroan terbatas yaitu pengurus dari perseroan terbatas diharuskan bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya secara pribadi.
Pasal 49 ayat (3) menyatakan bahwa hak yang dimiliki pihak ketiga harus dilindungi atas benda yang diperolehnya dengan itikad baik. Begitupula KUH Perdata menyebutkan pada Pasal 1341 bahwa hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi objek harus dilindungi.
Adapun penjelasan mengenai Pasal 49 ayat (3) yaitu “hak dari Pihak Ketiga atas benda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperoleh dengan itikad baik dan dengan tidak cuma-cuma, harus dilindungi.” Berkaitan dengan pasal tersebut diatas kemudian pada Pasal 49 ayat (4) menyebutkan “benda yang diterima oleh debitor atau nilai penggantinya wajib dikembalikan oleh kurator sejauh harta pailit diuntungkan, sedangkan untuk kekurangannya, orang terhadap siapa pembatalan tersebut dapat tampil sebagai kreditur konkuren.”
Mencermati pasal tersebut diatas dapat dicerna bahwa pihak ketiga akan mendapat nilai penggantian bilamana harta pailit cukup dalam pemberesan pailit atau dengan kata lain ada
sisa untuk menggantinya. Apabila harta pailit tidak cukup dalam pemberesan pailit maka ganti rugi terhadap kerugian yang dialami oleh pihak ketiga dapat dituntut dengan tampil hanya sebagai kreditur konkuren. Posisi pihak ketiga sebagai kreditur konkuren tidak menjamin juga bahwa ia akan memperoleh ganti rugi dengan nilai yang sama sesuai dengan yang dikeluarkan, permasalahannya harta pailit debitur yang sudah dilelang sampai ketangan pihak ketiga setelah harta tersebut sudah dibagi di pihak kreditur preferen, sehingga perlindungan hukum terhadap pihak ketiga menjadi terbatas.
Dengan diajukannya Actio Pauliana diharapkan dapat mengembalikan harta pailit ke keadaan semula dan dapat dilanjutkan dengan pembagian harta pailit tersebut dengan melunasi utang debitor. Adapun bentuk perlindungan hukum pihak ketiga adalah pertama dapat tampil sebagai kreditur konkuren yang pelunasan utang-utang dicukupkan dari hasil penjualan dan lelang harta pailit debitur yang bagian pertamanya telah dibagi oleh golongan separatis atau preferen, dan bentuk perlindungan hukum pihak ketiga yang kedua yaitu dengan sarana perlindungan hukum secara (pemaksaan) represif yang mana perlindungan diberikan kepada subjek hukum dalam hal penyelesaian sengketa yang masuk ke ranah pengadilan. Pihak ketiga juga dapat mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri serta dapat mengajukan gugatan actio pauliana ke pengadilan niaga.10
-
III. PENUTUP
-
1. Kedudukan hukum pihak ketiga dalam perkara kepailitan dapat ditentukan melalui jenis beserta sifat piutang dari
masing-masing kreditor diatas dimana pihak ketiga dalam perkara kepailitan berkedudukan sebagai kreditor konkuren.
-
2. Bentuk perlindungan hukum bagi pihak ketiga akibat terjadinya Actio Pauliana yaitu dengan memberikan hak kepada pihak ketiga tampil sebagai kreditor konkuren agar mendapatkan hak-haknya karena benda yang menjadi pokok perbuatan hukum yang dibatalkan dikembalikan kepada kurator.
-
1. Agar pembentukan undang-undang kedepannya diperlukan pembaharuan hukum terhadap pengaturan perlindungan pihak ketiga dalam perkara kepailitan, melihat lemahnya perlindungan hukum pihak ketiga akibat konflik norma pada Undang-undang Kepailitan.
-
2. Agar pihak ketiga lebih berhati-hati ketika melakukan suatu perbuatan hukum nantinya tidak terjadi hal seperti pembatalan suatu perbuatan hukum yang akan merugikan pihak ketiga itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Sutedi, Adrian, 2009, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Bogor.
Jono, 2008, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta.
JURNAL HUKUM
Gedalya Iryawan Kale, 2015, “Syarat Kepailitan Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Debitor Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004”, Kertha Semaya, Vol. 03, No. 01, Januari 2015.
Ida Ayu Kade Winda Swari, 2014, “Perlindungan Hukum Terhadap Kepentingan Para Kreditor Akibat Actio Pauliana dalam Hukum Kepailitan”, Kertha Semaya, Vol. 02, No. 01, Februari 2014.
I Dewa Agung Deandra Juniarta, 2019, “Kewenangan Pengadilan Niaga Indonesia Dalam Eksekusi Aset Debitor Pailit Yang Berada Di Luar Negeri”, Kertha Semaya, Vol. 7, No. 8, 2019.
I Gede Yudhi Ariyadi, 2017, “Mekanisme Permohonan Pernyataan Pailit Melalui Pengadilan Niaga”, Kertha Semaya, Vol. 5, No. 1, 2017.
I Komang Indra Kurniawan, 2015, “Perlindungan Hukum
Terhadap Pihak Ketiga (Natuurlijke Persoon) Dalam Hukum Kepailitan Terkait Adanya Actio Pauliana”, Kertha Semaya, Vol. 03, No. 01, Januari 2015.
Kadek Indra Dewantara, 2019, “Kewenangan Kurator Dalam Mengurus Dan Menguasai Aset Debitor Pailit”, Kertha Semaya, Vol. 7, No. 9, 2019.
Mitia Intansari, 2017, “Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Debitur Wanprestasi”, Kertha Semaya, Vol. 5, No. 2, 2017.
Muhammad Ackbar, 2015, “Pertanggungjawaban Debitor Pailit Terhadap Utang Yang Belum Terlunasi Dalam Perkara Kepailitan”, Kertha Semaya, Vol.03, No. 01, Januari 2015.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kitap Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
12
Discussion and feedback