ANALISIS YURIDIS PENETAPAN KABUPATEN BANGLI

SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI DALAM PERDA
TATA RUANG PROVINSI BALI

Ni Wayan Niti Adnyani, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Ketut Sudiarta, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis terkait penetapan Kabupaten Bangli sebagai kawasan konservasi dan kawasan strategis pariwisata daerah khusus, khususnya dalam hal ini adalah kawasan penyangga air bersih di Provinsi Bali dan juga menganalisis bagaimana kontribusi pemda lain untuk mendukung pembangunan Kabupaten Bangli sebagai kawasan konservasi. Metode dalam penelitian ini yaitu metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan. Kesimpulan daripada penelitian ini adalah Bali yang mengandalkan sektor pariwisata terutama pajak hotel maupun restoran sebagai pendapatan asli daerah, namun akomodasi wisata berupa hotel maupun restoran tersebut tersebar tidak merata di Bali, apalagi Kabupaten Bangli yang pembangunannya sangat terbatas dengan tujuan untuk melindungi kawasan konservasi sehingga penerimaan pajak hotel maupun restoran di Kabupaten Bangli tergolong rendah dibanding Kabupaten lain di Bali. Kontribusi dari kabupaten/kota lainnya di Bali yang menikmati manfaat dari kawasan konservasi untuk pembangunan Kabupaten Bangli sangat diperlukan, dalam hal ini berupa hibah bagi hasil Pajak Hotel maupun Restoran serta perlunya Pemerintah Provinsi Bali memberikan Dana Insentif Kompensasi. Tetapi hingga saat ini belum ada peraturan yang mengatur tentang pemberian insentif ini, sehingga perlu dibentuk suatu regulasi yang mengatur pemberian insentif ini.

Kata Kunci: Konservasi, Perlindungan, Insentif, Penataan Ruang, Kabupaten Bangli

ABSTRACT

This study aims to examine and analyze designation of the Bangli Regency as a conservation area and a strategic area for tourism in a special area, especially in this case, a buffer zone for clean water in the Province of Bali and also analyze how other local governments contribute to supporting the development of the Bangli Regency as a conservation area. Method in this research is used normative juridical research method with use of the regulatory approximation of legislation. The conclusion of this study is that Bali relies on the tourism sector, especially hotel and restaurant taxes as local revenue, but tourism accommodations in the form of hotels and restaurants are spread unevenly in Bali, especially Bangli Regency whose construction is very limited with the aim to protect the conservation area so that tax revenue hotels and restaurants in Bangli Regency are classified as low compared to other Regencies in Bali. Contributions from other regencies / cities in Bali that enjoy the benefits of conservation areas for the development of Bangli Regency are very much needed, in this case in the form of grants for hotel and restaurant tax revenue and the need for the Provincial Government of Bali to provide Compensation Incentive Funds. But until now there is no regulation that governs the provision of these incentives, so it is necessary to establish a regulation that regulate the provision of these incentives.

Key Words: Conservation, Protection, Incentives, Spatial Planning, Bangli Regency

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Kebijakan pembangunan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali saat ini mengarah dan berdasarkan kepada visi dan misi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” sebagaimana telah ditetapkan dalam “Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Semesta Berencana dan Rencana Pembangunan Daerah Jangka Menengah Semesta Berencana.” Dalam menyelenggarakan penataan ruang guna pembangunan suatu wilayah sudah seharusnya dilaksanakan secara terpadu sebab pembangunan wilayah akan melibatkan seluruh pelaku pembangunan (stakeholder) dalam wilayah sekitar. Dalam sustainable development atau pola pembangunan yang berkelanjutan, pengembangan tata ruang yang bersifat humanopolis yaitu “Pengutamaan kepentingan masyarakat serta terciptanya lingkungan yang asri yang berdasarkan terhadap wawasan nusantara dan ketahanan nasional.”1 Kabupaten Bangli merupakan dataran tinggi di Bali yang telah ditetapkan menjadi kawasan konservasi dalam Perda Tata Ruang Provinsi Bali, khususnya kawasan konservasi penyangga serta penghasil udara dan air bersih di Bali, Kabupaten Bangli juga ditetapkan sebagai kawasan strategis pariwisata daerah khusus (KSPDK). Berbeda dengan pemerintah daerah kabupaten lain yang gencar melakukan pembangunan terutama dalam bidang pariwisata, namun pembangunan di Kabupaten Bangli sangat terbatas. Pemerintah daerah Kabuapten Bangli dan masyarakat Kabupaten Bangli berkomitmen untuk menjaga kelestarian alam dan hutan tetap terjaga.

Sebagai kawasan konservasi dan kawasan strategis pariwisata daerah khusus (KSPDK) Kabupaten Bangli juga tetap memerlukan kesejahteraan. Kabupaten di Bali bagian selatan mengandalkan sektor pariwisata sebagai pendapatan asli daerah yangmana pemasukan utamanya berasal dari pajak hotel dan restoran (PHR), tetapi jauh berbeda dengan Kabupaten Bangli yang pendapatan dari PHR tergolong rendah karena pembangunnya sangat terbatas. Hotel maupun restoran merupakan sektor pendukung dari ketersediaannya tempat tujuan wisata. Pemerintah daerah mendapat keuntungan dengan adanya hal tersebut yakni adanya lahan baru yang dapat digunakan untuk pemasukan pendapatan daerah dengan pemungutan pajak.2 Dari tahun ke tahun kontribusi dari pajak hotel maupun restoran untuk pemasukan pendapatan asli daerah Kabupaten Bangli masih tergolong sangat rendah, faktor yang menyebabkan kecilnya penerimaan pajak restoran yang ada di Kabupaten Bangli antara lain, faktor penegakan hukum, faktor sarana dan fasilitas.3

Melihat kenyataan tersebut, komitmen dan keikut sertaan dari Pemerintah Provinsi dan juga pemerintah kabupaten atau kota yang menikmati manfaat dari kawasan konservasi sangat diperlukan untuk kesejahteraan Kabupaten Bangli. Kontribusi disini yaitu berupa pembagian hasil Pajak Hotel maupun Restoran, tetapi

pembagian PHR ini tidak dapat dipaksakan karena tidak ada perintah undang-undang yang menetapkan tentang pembagian PHR ini. Untuk mendukung pembangunan Kabupaten Bangli, Pemerintah Provinsi Bali perlu mengatur mengenai pemberian insentif yang akan dimanfaatkan untuk pengembangan Kabupaten Bangli secara menyeluruh.

Secara yuridis mekanisme yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Bangli adalah dengan mengajukan revisi terhadap Perda Tata Ruang Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009. Pasal yang ditambahkan mengatur tentang pemberian insentif dari Pemerintah Provinsi Bali kepada Pemerintah Kabupaten/Kota Bangli meliputi pemberian Dana Insentif Kompensasi dari Pemerintah Provinsi Bali kepada Pemerintah Kabupaten Bangli pemberi manfaat menjaga kawasan konservasi atas manfaat yang diterima oleh Pemerintah Provinsi Bali. Merujuk pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya atau asas lex superiori yakni “Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana dalam Pasal 16 ayat (1) mengatur bahwa Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali.” Revisi atau tambahan pasal yang dimaksud yaitu perlu disebutkan adanya Dana Insentif Kompensasi (DIK) pada Perda Tata Ruang Provinsi Bali baru.

Jurnal ini tentu tidak lepas dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Tulisan dengan judul Analisis Yuridis Penetapan Kabupaten Bangli sebagai Kawasan Konservasi dalam Perda Tata Ruang Provinsi Bali ini menjadi menarik untuk dikaji karena pada tulisan sebelumnya belum ada yang mengkaji mengenai pentingnya pembentukan regulasi tentang pembagian PHR kepada Kabupaten Bangli sebagai kawasan konservasi sehingga sering mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum dalam proses pelaksanaanya.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang, sehingga dalam tulisan ini mengangkat rumusan masalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan terkait Kabupaten Bangli sebagai kawasan konservasi dalam Perda Tata Ruang Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009?

  • 2.    Bagaimanakah strategi mengenai pemberian insentif sebagai kontribusi pemerintah daerah kabupaten lain kepada Kabupaten Bangli sebagai kawasan konservasi ?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan jurnal ini adalah bertujuan untuk menganalisis serta mengetahui pengaturan terkait Kabupaten Bangli sebagai kawasan konservasi dalam Peraturan Daerah Tata Ruang Provinsi Bali. Selain daripada itu juga bertujuan untuk menguraikan mengenai pentingnya melakukan revisi atau penambahan pasal terkait pemberian insentif sebagai bentuk kontribusi pemerintah daerah kabupaten lain kepada Kabupaten Bangli sebagai kawasan konservasi untuk meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan Kabupaten Bangli, karena telah berkomitmen menjaga dan melindungi kawasan konservasi.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan jurnal ini yaitu jenis penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah mengacu kepada konsep hukum sebagai kaidah dengan metode doctrinal, penelitian terhadap

hukum dari sudut internal dimana objek penelitiannya ialah norma hukum. Ketika ditemukan adanya kekosongan norma hukum, norma hukum kabur serta konflik norma hukum, maka penelitian hukum normatif berfungsi memberi argumentasi yuridis.4 Dalam jurnal penelitian normatif ini menggunakan “pendekatan perundang-undangan/statute approach dengan dibantu pendekatan konseptual/conceptual approach digunakan untuk menguraikan serta menganalisis permasalahan yang beranjak dari adanya norma kosong.”5 Sumber bahan hukum dalam jurnal ini adalah bersumber dari bahan hukum primer berupa undang-undang yang memiliki kekuatanan mengikat dengan teknik pengumpulan bahan hukum primer yang berdasarkan pada hierarki norma hukum dan penggunaan teknik deskriptif dengan mencantumkan pasal terkait dengan rumusan masalah dalam jurnal ini.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Kabupaten Bangli Sebagai Kawasan Konservasi dalam Peraturan Daerah Tata Ruang Provinsi Bali

Berada di dataran tinggi Bali dengan bentangan hutan yang cukup luas, kelestarian alam di Kabupaten Bangli masih cukup terjaga. Hal itu tidak terlepas dari ditetapkannya Kabupaten Bangli menjadi kawasan konservasi dalam Perda Tata Ruang Provinsi Bali. Hal ini membawa konsekuensi pembangunan di Kabupaten Bangli sangat terbatas, alihfungsi maupun ekploitasi terhadap kawasan hutan di Kintamani akan mengakibatkan menurunnya debit air yang akan menyebabkan hilangnya sumber mata air. Konservasi hutan dilakukan dengan tujuan untuk melindungi dan melestarikan ekosistem yang ada di dalamnya, perlindungan dan pelestarian merupakan salah satu upaya untuk mendukung peningkatan kesejahteraan bangsa.6 Pemerintah saat ini sedang gencar melakukan penetapan dan pengelolaan kawasan hutan sebagai kawasan konservasi yang merupakan upaya untuk mencegah juga mengatasi ancaman akibat kerusakan yang semakin parah bagi lingkungan konservasi sumber daya alam.7

Pengaturan tentang kawasan konservasi mempunyai dasar hukum yang kuat dari “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana Pasal 33 ayat (3) yang memuat bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Untuk melaksanakan amanat tersebut dibentuklah “Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 angka 5 yang memuat penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.” Kemudian pada “Pasal 7 ayat (2) Negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah”. Dalam pemanfaatan fungsi tata ruang untuk menciptakan kelestarian kawasan konservasi meskipun sering berhadapan dengan berbagai kendala seperti: keserasian,

keseimbangan dan kelestarian lingkungan tidak diperhitungkan dalam rencana yang disusun. Belum tegasnya sanksi bagi orang yang menyimpang dari penggunaan rencana tata ruang. Penggabungan rencana pengembangan dan rencana tata ruang sering disatukan yang mengakibatkan simpang siur serta penetapan rencana tata ruang seringkali didominasi oleh keputusan politik yang tidak berdasarkan kepada pemanfaatan fungsi tata ruang yang serasi dengan lingkungan hidup. Kendala terakhir yang sering dijumpai yaitu daerah dituntut meningkatkan pendapatan asli daerah sehingga pemanfaatan tata ruang harus memberikan sumbangan nilai ekonomi bagi daerah. Tetapi jika dicarikan solusi yang tepat serta komitmen dari Pemerintah Kabupaten Bangli, masyarakat dan instansi yang terkait maka kelestarian kawasan konservasi ini tentu dapat diwujudkan.8

Keberadaan wilayah provinsi merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dengan wilayah kabupaten atau kota dan tentu saling bersangkutan dengan keberadaan kawasan hutan dalam suatu wilayah, sehingga kebijakan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten atau kota tentu memberikan konsekuensi dan implikasi terhadap keberadaan kawasan hutan tersebut. Perkembangan penataan ruang sangat perlu diikuti dengan kajian khusus secara hukum namun hal ini belum diterapkan, otonomi daerah yang memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengatur sendiri urusan tata ruangnya selama tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi mengakibatkan munculnya kerumitan. Penataan ruang yang berorientasi kepada nilai ekonomi atau pendapatan asli daerah tentu akan berpengaruh terhadap sejalan atau tidaknya penataan ruang dan otonomi daerah. Masalah akan timbul apabila komitmen dalam penataan ruang hilang yang akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran hukum atau lemahnya penegakan hukum.9 Dalam penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemerintah harus mencari terobosan untuk mengatasi ketimpangan antar daerah serta turut serta menjamin pemeliharaan hubungan yang serasi antara daerah satu dengan pemerintah daerah lainnya sebagai suatu isu yang sangat penting untuk diterapkan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteran bersama.10

Pemerintah daerah, masyarakat, serta instansi terkait dalam rangka menggunakan pemanfaatan ruang dan untuk mengarahkan lokasi saat menyusun kegiatan yang berhubungan dengan pembangunan daerah tersebut harus selalu memperhatikan rencana tata ruang provinsi untuk pemanfaatan tata ruang pada wilayah yang bersangkutan. Selain itu rencana pembangunan jangka panjang dan juga jangka menengah provinsi adalah kebijakan daerah yang saling terkait sehingga penting untuk selalu memperhatikan rencana tata ruang provinsi oleh karenanya, pengarahan dan pemanfaatan ruang sebagai dasar acuan rekomendasi harus

diintegrasikan dengan rencana pembanguan.11 Pengaturan Kabupaten Bangli sebagai kawasan Konservasi diatur pada “Pasal 43 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 20092029, diatur bahwa kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang mencakup kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air. Sebaran hutan lindung yang dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) salah satunya adalah Hutan Lindung Penulisan Kintamani seluas 5.663,7 Ha.” Kemudian dalam “Pasal 107 ayat (1) mengatur bahwa arahan peraturan zonasi kawasan hutan lindung yang dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) huruf a, mencakup pemanfaatan ruang untuk wisata alam dengan tanpa merubah bentang alam, kegiatan pemanfaatan tradisionil berupa hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan masih diperkenankan, adanya pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi akan mengurangi luas kawasan hutan, penduduk asli sekitar hutan dapat melakukan kerjasama dengan pemerintah untuk pemanfaatan ruang kawasan hutan serta sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan pemanfaatan dan penggunaan zonasi kawasan hutan lindung dapat dilakukan.” Guna mewujudkan wilayah Kabupaten Bangli yang hijau, produktif serta berkelanjutan Pemerintah Kabupaten Bangli membentuk “Peratuiran Daerah Kabupaten Bangli Nomor 9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangli dimana dalam Pasal 1 angka 39 memberikan pengertian kawasan hutan lindung ialah kawasan hutan yang memliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahanya sebagai pengatur tata air, pencegahan erosi, banjir, dan pemeliharaan kesuburan tanah.” Rencana pengembangan kawasan hutan lindung sebagaimana diatur dalam “Pasal 28 Perda Tata Ruang Kabupaten Bangli, kawasan hutan lindung mencakup luasan kurang lebih 6.239 (enam ribu dua ratus tiga puluh sembilan) ha atau 11,98% dari luas kabupaten yang meliputi:

  • a.    Munduk Panganjaran, seluas 613 ha

  • b.    Gunung Abang Agung, seluas 14.006 ha, yang masuk wilayah Kabupaten Bangli seluas 1.407 ha

  • c.    Penulisan Kintamani, seluas 5.664 ha, yang masuk wilayah Kabupaten Bangli seluas 4.219 ha.”

Jenis peraturan bupati Bangli berkaitan dengan penataan ruang ini baru ada satu peraturan yaitu Peraturan Bupati Bangli No. 23 Tahun 2016 tentang Izin Pemanfaatan Ruang.12

  • 3.2    Pemberian Insentif Sebagai Kontribusi Pemda kepada Kabupaten Bangli Sebagai Kawasan Konservasi

Pemerintah Provinsi Bali melaksanakan arah kebijakan pembangunan sebagaimana termuat dalam “Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Semesta Berencana dan juga Rencana Pembangunan Daerah Jangka Menengah Semesta Berencana yang membawa konsekuensi bahwa pembangunan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali serta Pemerintah kabupaten/Kota di Bali harus sejalan, untuk mengharmoniskan dan melakukan sinkron Pembangunan Jangka Menengah

dan Panjang diantara Pemprov dan Pemerintah kabupaten/Kota se-Bali sesuai dengan konsep Nangun Sat Kerti Loka Bali dengan pola pembangunan Semesta Berencana yang mengandung maksud untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali serta isinya untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera dan bahagia.

Pembangunan Kabupaten Bangli jika dipandang dari sisi geografis memiliki keunggulan dari segi alam, sehingga arah kebijakan pembangunan yang dilakukankan dengan mengutamakan perlindungan terhadap alam, dan pengembangan sektor lain supaya bisa menjadi unggulan yang berkembang agar bisa menjadi sumber pendapatan daerah ataupun mendukung perekonomian bagi masyarakatnya.” Mekanisme insentif sebagaimana yang dimaksud dalam “Pasal 35 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 ialah salah satu instrumen pengendalian dalam pemanfaatan ruang dan dianggap mampu agar mendorong perkembangan kabupaten/kota serta dapat memberikan dampak positif yang menunjang pembangunan kabupaten/kota upaya pengarahan perkembangan yang akan memberikan dampak positif untuk pengefektifkan pembangunan dalam rencana tata ruang yang sudah ditetapkan.”13 Salah satu faktor yang sangat penting untuk mengeliminasi, atau setidaknya mengurangi potensi terjadinya konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang adalah peran masyarakat itu sendiri. Karena hasil dari penataan ruang akhirnya untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.14 “Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi Bali mengatur bahwa Kabupaten Bangli dijadikan kawasan konservasi dan kawasan strategis pariwisata daerah khusus (KSPDK), khusus dalam hal ini dimaknai menjadi daerah penyangga dan penghasil air bersih di Bali, berdasarkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali, Kabupaten Bangli menjadi daerah penyangga dan kawasan konservasi artinya udara dan air bersih yang dihasilkan dari kawasan konservasi Kabupaten Bangli sebagai daerah yang bertugas menjaga alam dan berkontribusi dalam sumber daya air untuk kebutuhan pertanian, pariwisata dan sebagainya.”

Karena komitmen untuk menjaga kawasan konservasi sudah dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten dan masyarakat Kabupaten Bangli, sudah sepantasnya diberikan insentif dari kabupaten/kota yang menikmati, dalam hal ini berupa hibah bagi hasil Pajak Hotel & Restoran (PHR). PHR merupakan kewenangan kabupaten/kota, sehingga hal itu tidak bisa dipersoalkan dan juga tidak ada perintah dalam UU yang mengharuskan kabupaten/kota membagi PHR-nya ke daerah lain. Untuk itu perlu dibentuk kebijakan untuk memberikan insentif kepada kabupaten Bangli sebagai kawasan konservasi, pemerintah provinsi harus memberi perhatian kepada Kabupaten Bangli. Pemberian insentif dalam pembangunan Kabupaten Bangli dimaksudkan agar pemerintah daerah kabupaten lain dapat mendukung pembangunan yang akan dilakukan pemerintah Kabupaten Bangli untuk menjaga kesejahteraan masyarakatnya. Dengan berperan serta berarti kabupaten lain dapat merasa memiliki dan bertanggungjawab terhadap pembangunan yang dilakukan serta perencanaan pembangunan Kabupaten Bangli merupakan komitmen bersama, bukan

hanya birokrat bersama perencana saja.15 Untuk mendukung pembangunan Kabupaten Bangli, Pemprov Bali harus memberikan insentif yang akan dimanfaatkan untuk pengembangan sektor-sektor lain.

Sehingga dengan adanya pengaturan pemberian insentif ini, dana bagi hasil PHR tidak semata-mata masuk ke APBD dan dianggap sebagai hak oleh Kabupaten Bangli. Sebab, hal ini akan membuat penggunaan PHR menjadi tidak bisa dikontrol sesuai apa yang menjadi harapan dunia pariwisata. Dana bagi hasil PHR mestinya dipakai untuk lingkungan hidup, destinasi, dan infrastruktur. “Pemberian insentif di dalam penataan ruang bertujuan untuk upaya meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang sehingga insentif ini diberikan untuk kegiatan pada daerah yang didorong pengembangannya, adapun salah satu bentuk insentif nonfiskal adalah berupa pemberian kompensasi.”16

Melihat pentingnya pengaturan terkait dengan pemberian insensif yang berupa pembagian pajak hotel dan restoran yang mana belum diatur pada Peraturan Daerah Tata Ruang Provinsi Bali. Mekanisme kontrol norma hukum dalam pembentukan peraturan daerah sebagai bagian dari peraturan peruundang-undangan nasional, sesungguhnya terdapat 3 (tiga) bentuk pengawasan dan pengendalian yakni mekanisme kontrol yuridis dengan cara judicial review; mekanisme kontrol administratif melalui organ eksekutif atau lembaga administrasi; dan mekanisme kontrol politik yang dilakukan oleh lembaga politik semacam parlemen.17 Secara teknis sebagaimana diatur dalam “Pasal 129 dan 130 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah menentukan pembatalan terhadap Perda Provinsi bisa dilakukan, apabila dalam kajian perda yang dilakukan oleh Tim Pembatalan Perda Provinsi yang dibentuk oleh Dirjen Otonomi Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri, ternyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi, kepentingan umum, dan kesusilaan, yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pembatalan Perda Provinsi.”18 Pada prinsipnya secara yuridis mekanisme yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Bangli yakni dengan mengajukan revisi terhadap “Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali, dalam hal ini merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya atau asas lex superiori yakni Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana pada Pasal 16 ayat (1) mengatur bahwa rencana

tata ruang dapat ditinjau kembali.” Selain itu, jika pun revisi dan atau tambahan ketentuan pasal tersebut tidak dapat diakomodir di dalam Perda RTRW Provinsi Bali yang baru, maka secara yuridis masyarakat yang berkepentingan terhadap kesejahteraan dapat mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung karena Mahkamah Agung yang mempunyai kewenangan untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dalam hal ini peraturan daerah provinsi sebagai salah satu bentuk peraturan yang berkedudukan di bawah undang-undang. Mekanisme Judicial Review tersebut telah diperkuat dengan lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi yaitu Putusan MK No. 137/PUU-XIII/2015 dan Putusan MK No. 56/PUU-XIV/2016.

  • IV.    Penutup

    4.1    Kesimpulan

Sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka kesimpulan dari tulisan ini adalah sebagai berikut: Dengan ditetapkannya Kabupaten Bangli sebagai kawasan konservasi dalam “Pasal 43 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 membawa konsekuensi pemanfaatan ruang untuk pembangunan di Kabupaten Bangli sangat terbatas. Hal ini nampak dari sebaran hutan lindung yang sudah ditentukan pada Pasal 43 ayat (1) dimana salah satunya adalah Hutan Lindung di Penulisan Kintamani seluas 5.663,7 Ha. Pemerintah Kabupaten Bangli membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Bangli No. 9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bangli, pada Pasal 28 Peraturan Daerah Kabupaten Bangli, menentukan kawasan hutan lindung mencakup luasan kurang lebih 6.239 (enam ribu dua ratus tiga puluh sembilan) ha atau 11,98% dari luas Kabupaten Bangli meliputi: a.Hutan Lindung Munduk Panganjaran, b. Hutan lindung Gunung Abang Agung c. Hutan lindung Penulisan Kintamani.” Sampai saat ini implementasi regulasi berkaitan dengan pemanfaatan ruang di Kabupaten Bangli baru ada ditemukan dalam satu Peraturan yaitu Bupati Bangli No. 23 Tahun 2016 tentang Izin Pemanfaatan Ruang. Strategi mengenai pemberian insentif sebagai kontribusi pemerintah daerah kabupaten lain kepada Kabupaten Bangli sebagai kawasan konservasi belum diatur secara tegas. Pengaturan baru berupa kebijakan yang diatur oleh Gubernur, berupa pendistribusian pajak hotel kepada masing-masing kabupaten sebagai salah satu bentuk pemberian insentif bagi kabupaten yang telah berkontribusi menjaga kawasan konservasi.

  • 4.2    Saran

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan diatas maka saran yang penulis berikan sebaiknya Pemerintah Kabupaten Bangli perlu memperhatikan lagi terkait pembuatan regulasi terkait pemanfaatan kawasan konservasi, dan juga perlu pengawasan terhadap implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Bali lebih ditegakkan lagi agar kelestarian kawasan konservasi tetap terjaga dan terlindungi dan mengngktkan kerjasama antar berbagai pihak masyarakat, instansi terkait, dan juga Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli. Agar Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Bali segera direvisi, sehingga pengaturan terkait dengan pemberian insentif bagi kabupaten yang telah berkontribusi menjaga kawasan konservasi segera bisa ditata dan direalisasikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 15).

Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangli Tahun 2013-2033 (Lembaran DaerahKabupaten Bangli Tahun 2013 Nomor 9,Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bangli Nomor 7).

Buku

Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum (Jakarta: Kencana, 2016).

Insyani. Memahami Konservasi Lingkungan (Semarang: Mutiara Aksara, 2019).

Ridwan, Juniarso dan Sodik, Achmad. Hukum Tata Ruang dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah ( Bandung: Nuansa Cendekia, 2016).

Wahid, Yunnus. Pengantar Hukum Tata Ruang ( Jakarta: Predanamedia Grup, 2016).

Waskito dan Arnowo, Hadi. Pertanahan, Agraria, dan Tata Ruang (Jakarta: Kencana, 2018).

Jurnal

Candrawilasita, A.A Ayu, I W. Parsa, dan I K. Suardita. "Pemungutan Pajak Pada Restoran Yang Tidak Memiliki Izin Mendirikan Bangunan Di Kawasan Kintamani Bangli." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 3, No. 01 (2015).

Frastien, Dede. “Pemanfaatan Ruang Berdasarkan Rencana Tata Ruang dalam Upaya Perlindungan Kawasan Taman Wisata Alam Pantai.” Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum 27, No. 01 (2018).

Hartomo, Wahyu Tri. “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUUXIII/2015 dan Putusan Nomor 56/PUU-XIV/2016 Tentang Pembatalan Perda Provinsi, Perda Kabupaten/Kota, Peraturan Gubernur, dan Peraturan Bupati/Peraturan Walikota” Jurnal Legislasi Indonesia 15, No. 2 (2018).

Imran, Suwitno. “Fungsi Tata Ruang Dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup Kota Gorontalo” Jurnal Dinamika Hukum 13, No. 03 (2013).

Jazuli, Ahmad. “Penegakan Hukum Penataan Ruang Dalam rangka Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan” Jurnal Rechtvinding 6, No. 02 (2017).

Peranginangin, dan Lily Sri Ulina. “Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi” Jurnal Kebijakan&Administrasi Publik JKAP 18, No. 01 (2014).

Suyatna, I Nyoman. “Penyelenggaraan Pemerintahan Dalam Konteks Negara Hukum Indonesia: Menyoal Signifikansi Pembatalan Peraturan Daerah” Journal Kertha Patrika 41, No. 01 (2019).

Syahadat, Epi dan Subarudi. “Permasalahan Penataan Ruang Kawasan Hutan Dalam Rangka Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.” Jurnal Analsis Kebijakan Kehutanan 9, No. 02 (2012).

Wahyu, Pratama dan Hardayani, Yorry. “Analisis Implementasi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Di Kabupaten Bengkulu Tengah” Jurnal Professional FIS UNIVED 5, No.2 (2018).

Wardenia Anggun, dan Hirsan, Fariz Primadi. “Identifikasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang Melalui Instrumen Insentif dan Disinsentif Pada Kawasan Pariwisata Pesisir Di Pantai Amahami dan Ni’u” Jurnal Planoearth 3, No. 01 (2018).

Wulandari, Anak Agung Ayu Sri, I Ketut Sudiarta, dan Kadek Sarna. "Implementasi Pengaturan Penataan Ruang Di Kabupaten Bangli." Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum 4, No. 1 (2016).

Yudiawan, I D.G. Herman, I Wayan Parsa, dan Kadek Sarna. "Kontribusi Pajak Restoran Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bangli." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 3, No. 01 (2015).

Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No. 6. Tahun 2020, hlm. 53-63

63